Arnold tetap diam. Baginya, makanan hanyalah sesuatu yang berfungsi untuk mengisi energi, bukan soal rasa. "Sudah selesai dicuci," katanya akhirnya.Nadine melirik sekilas pada paprika merah dan sayuran yang sudah tertata rapi seperti hasil kerja orang yang perfeksionis."Kenapa kamu ketawa?" tanya Arnold bingung. Nadine cepat-cepat berdeham, "Nggak apa-apa, kamu bisa keluar dulu.""Oke." Arnold mengeringkan tangannya, lalu mengangguk sedikit dan keluar dari dapur. Nadine kemudian menyiapkan semeja penuh makanan. Semuanya memiliki cita rasa yang ringan, sesuai dengan selera Freya dan jenis makanan yang bisa dikonsumsinya semasa pemulihan."Terima kasih, kamu masih ingat semuanya ....," komentar Freya dengan rasa syukur.Setelah makan, Nadine langsung mengambil inisiatif untuk membereskan piring dan peralatan makan. Arnold kembali masuk ke dapur untuk membantu dengan sukarela.Dia berdiri di bawah cahaya lampu yang hangat dan bayangannya terlihat memanjang di dapur. Dari sudut pandang N
Setelah berkata demikian, Reagan langsung masuk mobil dan melaju dengan kecepatan tinggi, meninggalkan Kelly yang benar-benar marah. "Apa-apaan orang ini? Berengsek! Bikin emosi saja!" teriak Kelly sambil mengentakkan kakinya.Dia meraih kerah pria muda di sebelahnya sambil berkata, "Dengar, kali ini Nadine nggak akan kembali padanya! Aku yakin!" Pria muda itu berusaha menenangkan, "Iya, iya, tenang saja ... jangan marah ...."Namun, apakah benar-benar seperti itu?Reagan tampaknya sangat yakin bahwa Nadine pada akhirnya akan kembali. Pria muda itu diam-diam melirik Kelly, berharap dia juga bisa membuat Kelly begitu setia seperti Nadine terhadap Reagan ....Berhenti! Jangan bermimpi! Bahkan dalam mimpinya pun, dia tidak akan berani berpikir sejauh itu.....Di dalam mobil, Reagan menerima panggilan telepon. Dengan suasana hati yang buruk, suaranya terdengar sangat ketus, "Ada apa?""Sayang, aku baru ketemu restoran baru yang luar biasa, kepitingnya gemuk-gemuk. Kebetulan besok Sabtu, g
"Nggak mau." Eva menggelengkan kepalanya. Detik berikutnya, dia menjinjit kakinya sambil tersipu. "Aku masih mau sama kamu lebih lama lagi." Namun sebelum dia bisa mendekat, Reagan justru mengambil inisiatif untuk memeluk pinggang ramping Eva dan menciumnya dengan kuat."Wow!" Kerumunan yang menyaksikan langsung bersorak lagi."Keren ya!""Astaga, pasti cinta banget ya?"Sementara itu, Nadine melihat semua kejadian itu dari jauh. Tangannya yang menggenggam buku terasa tegang, begitu kuat hingga jari-jarinya berubah pucat. Ternyata hatinya masih bisa merasa sakit. Namun ... wajahnya tetap tenang, bahkan terlalu tenang sampai nyaris mati rasa.Dalam hatinya berpikir, 'Nggak apa-apa, lama-lama juga terbiasa.' Sama seperti orang yang baru berhenti merokok, pasti akan menimbulkan efek kecanduan, apalagi setelah mencintai seseorang selama enam tahun.Nadine tidak tinggal lebih lama lagi. Dia berbalik dan langsung pergi ... masih ada banyak buku yang harus dia baca.Namun saat itu, Reagan mer
Dalam pernikahan keluarga kaya, pria yang memiliki wanita simpanan sangat lumrah. Selama rumah tangga tetap terjaga, pria bebas berhubungan dengan siapa saja di luar.Sebagai seorang ibu, Rebecca tidak akan terlalu ikut campur. Hari ini, dia termasuk resmi menawarkan janji kepada Nadine. Namun, ungkapan terima kasih dari Nadine yang Rebecca bayangkan, sama sekali tidak diucapkan. Yang dia dapatkan malah cibiran.Nadine berkata, "Bu Rebecca, sebaiknya berikan niat baikmu sama orang lain saja. Aku nggak layak menerimanya. Selain itu, aku sudah putus sama Reagan. Kalau kelak kita bertemu, lebih baik menjadi orang asing.Dulu, Nadine akan menahan kesabarannya terhadap Rebecca demi Reagan. Rebecca mengeluh Nadine tidak berpendidikan tinggi, tidak punya latar belakang sekolah di luar negeri, dan tidak punya karier atau pekerjaan setelah lulus. Intinya, tidak cocok dengan putranya.Dulu, Nadine mungkin masih akan memikirkan cara untuk menyenangkan calon mertuanya ini. Kini, dia bahkan tidak
"Nggak bisa, aku masih ada urusan. Lain kali kita baru bertemu lagi," ucap Nadine. Hubungannya dengan Philip cukup baik. Jadi, Nadine tetap bersikap ramah kepada Philip meskipun menolak ajakannya.Philip memperhatikan Nadine membawa kotak perhiasan. Sepertinya Nadine memang ada urusan, bukan hanya alasan.Philip mengangguk. Saat dia hendak bicara lagi, Nadine langsung berjalan melewati Reagan dan pergi. Nadine sama sekali tidak melihat Reagan.Ekspresi Reagan menjadi dingin. Philip diam-diam melirik Reagan, lalu menjelaskan, "Itu ... Kak Reagan, mungkin Kak Nadine nggak lihat kamu. Jangan dipermasalahkan ...."Alhasil, ekspresi Reagan makin dingin. Philip berdeham dan tidak berani bicara lagi. Namun, dia merasa kali ini Nadine benar-benar gigih.Staf toko bertanya, "Pak, apa kamu masih mau beli perhiasan?"Reagan melihat staf toko dengan dingin dan menyahut, "Tentu saja aku mau beli. Aku mau yang paling mahal."Jika Nadine tidak menghargai Reagan, masih ada wanita lain yang menghargain
Eden mengantar Nadine ke bawah apartemennya. Setelah mengucapkan terima kasih, Nadine tidak langsung naik ke atas melainkan mampir ke pasar sayur di sebelah.Dua puluh menit kemudian, dia kembali dengan membawa banyak kantong belanjaan. Saat hendak naik ke apartemen, dia melihat Arnold berjalan mendekat dari arah matahari terbenam.Langit sudah mulai gelap, tetapi tubuhnya yang tinggi dibalut oleh sinar jingga senja membuat bayangannya makin panjang. Wajah Arnold serius dan setiap langkahnya terlihat penuh perhatian."Kebetulan banget, kita bertemu lagi," sapa Nadine dengan ramah.Arnold menoleh dan mendorong kacamata ke atas hidungnya. Dia membalas, "Ya, kebetulan banget.""Kamu sudah makan malam? Aku baru beli bahan makanan, mau makan bareng?" tawar Nadine.Arnold ingin menolak, tetapi tanpa sadar mengangguk karena mengingat keahlian memasaknya. Ini pertama kalinya Arnold datang ke rumah Nadine.Di depannya, ada balkon dengan bunga tulip yang sedang mekar. Di sebelahnya, ada sebuah a
Kelly suka sashimi, jadi dia memesan salmon segar dan beberapa seafood lainnya seperti udang besar.Sementara itu, Nadine tidak terbiasa makan makanan mentah. Jadi, dia memesan semangkuk ramen dan beberapa sushi. Rasanya ramen biasa saja, tetapi bahan-bahannya segar.Melihat Nadine makan dengan rapi, Kelly meledek, "Daging salmon ini segar dan lembut, masa kamu nggak mau coba? Siapa tahu bakal menemukan selera baru."Nadine menolak dengan sopan, "Kamu tahu jelas aku nggak bisa makan makanan mentah. Dari dulu, aku nggak bisa terima hal ini dari segi psikologis. Mending aku makan ramenku saja.""Kamu masih saja sama seperti dulu," ucap Kelly. Dari pertama kali mengenal Nadine, dia sudah tahu bahwa orang ini sangat teguh pada apa yang dia suka, begitu pula dengan hal-hal yang tidak disukainya.Kelly berujar, "Omong-omong, aku sudah beberapa hari nggak ke spa. Karena sibuk, tanganku sampai kasar."Kemudian, Kelly menghela napas sebelum mengeluh lagi, "Semuanya gara-gara ayahku. Belakangan
Sambil mendorong kacamatanya, Arnold menambahkan, "Fisika itu nggak bisa selesai dalam sekejap. Ilmu ini punya ritme dan jalurnya sendiri, bukan sesuatu yang bisa kamu hentikan seenaknya."Penanggung jawab tadi pun membalas sambil tersenyum kecut, "Aku cuma sampaikan pendapatku kok ...." Akhirnya, mereka berpisah dengan suasana yang kurang baik.Setelah berbalik, Arnold melihat Nadine yang tersenyum sambil melambai padanya. Wanita itu menyapa, "Lama nggak bertemu, Tetangga."Mereka berjalan berdampingan di jalan menuju rumah. Nadine sengaja tidak membahas masalah tadi dan hanya mengobrol ringan. Dia berujar, "Makasih untuk bantuanmu waktu itu. Beberapa hari ini, aku lancar mengerjakan soal."Arnold tidak merasa perlu mengambil pujian sehingga membalas, "Itu karena kamu memang pintar. Beberapa hari ini, kamu sudah mengunjungi Bu Freya?"Nadine berjalan pelan sambil melihat ke bawah. Dia menjawab, "Belum, cuma bicara lewat telepon beberapa kali. Kesehatannya sudah membaik. Dua hari lagi,
Setelah menyelesaikan urusan Irene, Nadine segera terbang kembali ke Kota Juanin.Ujian akhir sudah semakin dekat. Perkuliahan telah dihentikan dan mahasiswa resmi memasuki minggu revisi. Meskipun hanya pergi selama dua hari, keberangkatannya tidak terlalu berdampak pada jadwal kelas. Namun, progres eksperimen sempat tertunda cukup banyak.Mikha dan Darius masih menunggu Nadine untuk memverifikasi data mereka. Jadi, begitu tiba di Kota Juanin, dia langsung menuju laboratorium tanpa menunda-nunda.Dua hari penuh dia berkutat di sana, bahkan nyaris tidak keluar. Untungnya, koper dan barang-barangnya masih rapi seperti sebelum berangkat, jadi dia tidak perlu repot mengurusnya. Setelah menyelesaikan semua data yang tertunda, barulah dia teringat bahwa masih ada pembayaran akhir yang belum dia selesaikan untuk Aditya dan Stendy.Malam itu, dia menghubungi keduanya dan mengatur pertemuan.Tempatnya masih sama, restoran di luar kampus Universitas Brata.Saat bertemu, Aditya yang sudah mendeng
"Semua yang kamu lakukan sudah tersebar di internet. Sekarang, puluhan penulis yang pernah kamu kontrak, bergabung untuk menggugatmu! Mereka sudah punya cukup bukti untuk menuntutmu ke jalur hukum. Kalau ini berlanjut ke pengadilan, aku bisa pastikan, kita pasti kalah!"Mata Lauren membelalak seketika. "Ke ... kenapa begini? Siapa yang sebarin ke internet? Bukannya cuma Irene yang menuntutku? Kenapa yang lain juga ....""Waktu kamu menolak untuk berdamai, apa kamu nggak pernah berpikir bahwa begitu kabar ini bocor, semua penulis yang pernah kamu rugikan juga akan mengetahuinya dan menuntut ganti rugi?"Puluhan orang ... menuntut kompensasi ....Sebodoh apa pun Lauren, dia tahu betul bahwa jumlah ganti rugi ini bukanlah angka kecil!"Pak Winarko, segera hubungi Irene! Aku setuju untuk berdamai! Berapa pun kompensasi yang dia minta, aku akan bayar!""Terlambat. Sebelum datang ke sini, aku sudah menghubungi putri Irene. Mereka menolak untuk berdamai.""Ke ... kenapa? Bukankah sebelumnya m
Pengacara menekan tombol putar ...."Kamu pikir kenapa Lauren setiap tahun mengontrak begitu banyak penulis terkenal? Kalau nggak ada keuntungan .... Dengan hak cipta buku-buku berkualitas ini .... Nggak usah kasih tahu penulis .... Uang langsung masuk kantong sendiri ...."Semakin lama Lauren mendengarkan, wajahnya semakin pucat. Dia langsung mengenali suara dalam rekaman itu. Itu adalah pegawainya sendiri!"Dasar nggak tahu balas budi!" Lauren menggertakkan giginya dengan marah. "Dari mana mereka dapat rekaman ini?"Pengacara menjawab dengan tenang, "Putri korban yang memberikannya. Selain itu, dua pegawai dalam rekaman ini juga setuju untuk bersaksi di pengadilan dan menyerahkan bukti yang cukup kuat untuk memberatkan posisi Anda.""Jadi ... situasi saat ini benar-benar nggak menguntungkan bagi Anda."Lauren sebelumnya mengira bahwa Irene paling hanya akan menuntutnya atas tindak penganiayaan. Lagi pula, dia tidak pernah benar-benar mendorongnya. Lauren mengira, kemungkinan terburu
Kota Juanin, Laboratorium Absolut.Untuk ketiga kalinya, Nadine berdiri di depan meja eksperimen untuk mengubah data. Darius dan Mikha saling bertukar pandang. Ada yang tidak beres!"Nad, kamu tadi malam kurang tidur ya? Aku lihat kamu hari ini kayak nggak fokus.""Nggak tahu kenapa, dari tadi mataku terus berkedut, rasanya gelisah sekali.""Mata kiri atau mata kanan?""Dua-duanya."Saat siang, Nadine sempat tidur sebentar dan berharap kondisinya membaik. Namun, matanya tetap terus berkedut, seolah-olah ada sesuatu yang buruk akan terjadi.Sore hari, setelah akhirnya menyelesaikan pekerjaannya dan memastikan semua data sudah benar, Nadine meregangkan tubuhnya sambil menghela napas."Huh ... akhirnya selesai juga."Mikha berseru, "Aku juga hampir selesai. Darius gimana?""Aku juga sudah beres.""Bagus! Malam ini kita akhirnya bisa tidur nyenyak. Yuk, makan di luar! Aku traktir!"Nadine menggeleng sambil melambaikan tangan. "Kalian saja, aku nggak ikut."Belakangan ini dia benar-benar le
"Nggak usah pura-pura lagi. Bicara terus terang saja.""Aku sudah tanda tangan kontrak samm apenerbit lain. 'Seven Days'yang kamu lihat diterbitkan sama mereka. Jadi, nggak mungkin aku perpanjang kontrak denganmu. Demi hubungan kita selama 10 tahun terakhir, lebih baik kita berpisah baik-baik.""Pisah baik-baik?" Lauren tertawa dingin. Kali ini, dia tidak lagi berpura-pura ramah. "Kamu mau pergi begitu saja? Lalu siapa yang akan mengganti kerugianku?"Irene menatapnya dengan ekspresi tidak percaya. "Kerugian? Kerugian apa?""Aku sudah menghabiskan banyak uang untuk mengontrakmu! Sepuluh tahun, Irene! Selama sepuluh tahun penuh, nggak satu pun buku bestseller yang kamu hasilkan. Tapi begitu kontrak kita habis, kamu langsung menerbitkan buku sama penerbit lain dan sukses besar? Kamu sengaja mau mempermainkanku, ya?""Apa kamu pikir aku nggak mau nulis? Kamu yang selama ini selalu menolak setiap konsep yang kuberikan dan nggak ngasih kesempatan untuk menerbitkannya buatku. Selama sepuluh
Saat itu, Jeremy sedang pergi ke kampus untuk mengajar dan di rumah hanya ada Irene seorang diri.Sejak kembali dari Kota Juanin, dia sudah menyusun kerangka novel barunya. Dia berencana menulis sebuah kisah horor bertema cerita mistis di sekolah.Di tengah kesibukannya, Nadine sempat menelepon untuk mengundang mereka menghadiri peresmian laboratorium barunya. Namun, Jeremy dan Irene terpaksa menolaknya dengan berat hati.Jeremy harus mengajar dan tidak bisa meninggalkan kampus; sementara Irene sedang dalam masa perenungan dan tidak ingin terganggu.Kini, cerita yang sedang dikerjakannya sudah hampir rampung. Bab terakhir sebentar lagi akan selesai, jadi belakangan ini dia benar-benar mengurung diri untuk fokus menulis.Ketika terdengar suara ketukan di pintu, Irene tidak terlalu memikirkan siapa yang datang. Dalam perjalanan menuju pintu, pikirannya masih hanyut dalam plot novelnya. "Kenapa hari ini cepat sekali datangnya? Bukankah ...."Namun, saat pintu terbuka, Irene langsung memat
Lauren memiliki puluhan orang penulis seperti itu di bawah kontraknya!"Astaga! Bisa gitu ya? Para penulis itu bodoh ya? Bukannya menjual hak cipta harus dengan persetujuan dan tanda tangan mereka?"Jihan mendengus. "Kamu nangani dokumen setiap hari, tapi nggak pernah baca detail kontraknya?""Maksudnya?""Waktu Lauren merekrut seorang penulis, dia langsung mengamankan hak eksklusif atas seluruh karya mereka! Jadi, dia nggak perlu minta tanda tangan penulis setiap kali menjual hak cipta.""Asalkan ada cap resmi studio kita saja sudah cukup. Kalau benar-benar butuh tanda tangan? Ya tinggal siapa aja yang tanda tangan, toh pembeli nggak mungkin mengecek langsung ke penulisnya.""Jadi, Lauren bahkan nggak perlu berbagi royalti sama mereka? Penulis nggak tahu, uangnya masuk ke kantong sendiri, dan nggak ada yang mempermasalahkan?"Jihan menyesap kopinya dengan santai. "Tentu saja! Kamu pikir dia dapat uang dari mana buat beli mobil mewah, tinggal di rumah mahal? Dari ujung kepala sampai uj
"Penulisnya bernama Irene. Irene ... Aileen ... bukankah terdengar mirip?"Itulah alasan mengapa Safir langsung tertarik dengan buku ini sejak awal.Saat melihat nama penulis di sampul, dia sempat terdiam. Sementara itu, Corwin hanya bisa menghela napas. Sepertinya, dia juga membaca buku ini karena alasan yang sama. Namun, semakin dibaca, dia semakin terhanyut dalam ceritanya.Awalnya, Safir hanya bertanya dengan santai. Lagi pula, Stendy tidak mungkin tahu segalanya. Namun, tak disangka ...."Aku kenal."Stendy menjelaskan secara singkat hubungannya dengan Irene. Corwin pun langsung mengingat sesuatu. Rupanya, gadis yang dia lihat di Toko Buku Gramilia waktu itu adalah putri Irene. Hari itu sedang diadakan acara penandatanganan buku untuk novel ini di lantai atas.Corwin tak kuasa tersenyum. "Nggak nyangka ternyata ada hubungan seperti ini."Safir juga teringat pada gadis yang dia lihat saat itu. Suaranya lembut, tutur katanya sopan, dan penuh kesantunan. Hatinya tiba-tiba merasa hang
"Jam segini .... Kalau memang mau jenguk kami, biasanya bukan di waktu begini. Nggak seperti kamu."Stendy tersenyum, lalu menuntun Corwin ke ruang tamu. "Aku datang kalau mau, memangnya harus ada waktu khusus? Seperti pertemuan resmi begitu?""Tentu saja. Kamu ini orang sibuk, bisa meluangkan waktu sebentar saja sudah luar biasa.""Kakek, ini sindiran atau pujian?"Corwin tertawa terbahak-bahak.Stendy duduk di sofa, tapi tiba-tiba merasakan ada sesuatu yang mengganjal di bawahnya. Dia meraba ke bawah dan mengeluarkan sebuah buku. Saat melihat sampulnya, dia langsung terkejut."Eh? Bukankah ini buku yang ada di mobilku?"Judul yang tertera di sampulnya adalah ....[ Seven Days ]Stendy langsung mengenalinya. Itu bukunya sendiri. Stendy memang punya kebiasaan melipat sudut halaman sebagai penanda, dan lipatan itu masih ada di sana."Benar sekali! Aku ambil dari mobilmu waktu itu. Nggak nyangka isinya menarik sekali!" ujar Corwin dengan santai.Stendy mengangkat alis. "Kakek baca buku i