Share

Bab 4

Reagan terlalu banyak minum semalam. Selain itu, si berengsek Philip malah mengajaknya untuk minum lagi di tengah malam. Saat Reagan diantar pulang oleh sopir, langit sudah mulai terang.

Awalnya dia sudah terkapar di ranjang karena rasa kantuknya yang hebat. Namun, dia tetap memaksakan diri untuk pergi ke kamar mandi dan membersihkan dirinya sebentar.

'Kali ini Nadine seharusnya nggak akan marah, 'kan?' batin Reagan dalam pikirannya yang setengah sadar. Saat membuka mata kembali, rasa sakit yang hebat membuatnya terjaga.

"Ugh ...." Sambil menekan perutnya, Reagan berusaha untuk bangkit.

"Aku sakit maag! Nad ...." Saat hendak memanggil nama itu, Reagan terhenti seketika. Reagan mengerutkan alisnya sejenak. 'Hebat sekali Nadine kali ini, bahkan lebih keras kepala dari sebelumnya. Baiklah, kita lihat seberapa lama dia bisa bertahan.'

Akan tetapi ... di mana letak obatnya?

Reagan pergi ke ruang tamu untuk mengobrak-abrik laci dan lemari. Semua laci yang bisa menyimpan barang sudah digeledahnya, tetapi dia masih tidak menemukan kotak obat cadangan di rumahnya. Kemudian, Reagan menelepon Julia.

"Tuan cari obat maag ya? Ada di kotak obat."

Pelipis Reagan berdenyut keras. Sambil menarik napas panjang, dia bertanya, "Di mana kotak obatnya?"

"Di laci lemari pakaian di kamar tidur. Sudah disiapkan beberapa kotak. Nona Nadine bilang Tuan sering sakit maag setelah minum terlalu banyak. Jadi, dia menaruh obatnya di kamar supaya mudah diambil ...."

"Halo? Halo? Tuan masih dengar? Kenapa teleponnya diputus ...."

Reagan berjalan ke lemari pakaian dan benar saja, dia menemukan kotak obat di laci. Di dalamnya penuh dengan obat maag yang sering dikonsumsinya, totalnya ada lima kotak.

Setelah minum obat, rasa sakitnya pun mulai mereda dan sarafnya yang tegang perlahan-lahan mulai rileks. Dia menutup kembali laci dengan santai, tapi tiba-tiba gerakannya terhenti.

Perhiasan dan tas mewah Nadine masih ada, tapi semua dokumen milik Nadine, termasuk KTP, paspor, ijazah, dan sertifikat kelulusan, semuanya sudah hilang. Reagan kemudian melihat tumpukan koper di sudut kamar dan benar saja, kopernya berkurang satu.

Reagan mematung di tempat dengan kesal. "Hebat ... hebat sekali kamu," ucapnya sambil mengangguk. Wanita memang tidak boleh dimanja. Semakin dimanjakan, dia akan semakin keras kepala.

Pada saat ini, terdengar suara pintu dibuka dari lantai bawah. Reagan langsung turun.

"Kenapa malah kamu?" tanya Reagan.

Clarine yang sedang mengganti sepatunya merasa agak terkejut mendengar ucapan Reagan. "Kalau bukan aku, memangnya siapa lagi?"

Reagan duduk di sofa dengan lesu dan tampak tak acuh. "Ngapain kamu datang? Ada urusan?"

"Kata Bi Julia, penyakit maagmu kambuh? Aku datang sesuai perintah Ibu untuk menjenguk kakakku tersayang," kata Clarine sambil berjalan ke dapur, "Aku belum makan siang, kebetulan bisa numpang makan."

Salah satu alasan lain kenapa Clarine punya kesan baik terhadap Nadine adalah karena masakannya yang luar biasa enak. Namun, setengah menit kemudian ....

"Kak! Kenapa dapurmu kosong begini? Nggak ada makanan? Mana Nadine? Dia nggak di rumah hari ini? Seharusnya nggak begitu ...."

Biasanya pada waktu seperti ini, Nadine sudah menyiapkan makanan dan menunggu kakaknya turun untuk makan. Kalau beruntung, Clarine juga bisa ikut menikmati masakannya.

Nadine, lagi-lagi Nadine .... Reagan menekan pelipisnya, enggan untuk menanggapi Clarine.

Clarine keluar dari dapur dengan ekspresi kecewa, "Dia lagi nggak enak badan? Kemarin di rumah sakit kulihat wajahnya kurang sehat ...."

"Kamu ketemu dia di rumah sakit?" Reagan refleks duduk lebih tegak saat bertanya.

"Iya, kemarin aku ke Rumah Sakit Weston untuk jenguk Bu Freya dan ketemu Nadine di pintu gedung rawat inap. Kak, kukasih tahu ya, Bu Freya sudah setuju untuk beri aku kesempatan program doktor langsung!"

Pria itu mengernyit, "Kenapa dia ada di rumah sakit?"

"Kamu tanya aku? Kamu sendiri saja nggak tahu, mana mungkin aku tahu?"

Reagan terdiam.

"Mungkin bukan dia yang sakit? Mungkin dia hanya menjenguk seseorang? Tapi aku nggak pernah dengar kalau Nadine punya teman. Di kehidupannya ini selain ada kamu ... ya cuma kamu saja ...."

"Kamu sudah selesai bicara?" tanya Reagan.

Clarine menanggapi seadanya.

"Kalau sudah, cepat pergi. Aku masih ngantuk," kata Reagan sambil bangkit berdiri.

"Serius, kamu mau usir aku begitu saja? Oke, aku pergi sekarang," ucap Clarine sambil mengenakan sepatunya dengan kesal, "Oh ya, aku ke sini sebenarnya ada tugas."

Reagan sama sekali tidak ingin mendengarkan Clarine. Dia langsung berjalan naik ke lantai atas.

"Besok jam dua siang, di Restoran West Coast. Ibu sudah jadwalkan perjodohan untukmu, jangan terlambat!"

"Kamu ini cerewet sekali."

Clarine membuat wajah mengejek ke arah punggung Reagan sebelum akhirnya pergi. Baginya, perjodohan seperti ini sudah menjadi hal yang biasa. Lagi pula, tidak ada salahnya mencari pasangan yang sepadan secara status saat masih berpacaran dengan Nadine.

Selama bertahun-tahun, kakaknya tidak jarang menghadiri acara perjodohan seperti ini. Meskipun, sering kali memang hanya sekadar formalitas untuk menyenangkan ibunya. Setelah mengusir Clarine, Reagan pergi ke ruang kerja untuk menangani urusan perusahaan.

Beberapa tahun lalu, demi melepaskan diri dari kendali keluarganya, Reagan memutuskan untuk memulai usahanya sendiri. Tiga tahun pertama benar-benar sulit, apalagi dia menolak menerima bantuan dari keluarga. Satu-satunya yang ada di sisinya hanyalah Nadine.

Baru dalam dua tahun terakhir, kariernya mulai sukses dan dia berhasil mendirikan perusahaannya sendiri. Pada akhirnya, dia berhasil melepaskan diri dari citra "anak orang kaya" dan "pemuda tukang foya-foya".

Kini, sikap keluarganya mulai melunak. Mereka mulai mendekatinya kembali. Hal ini terlihat jelas dari bagaimana dulu mereka sangat menentang hubungannya dengan Nadine, tetapi sekarang seolah-olah telah membiarkannya begitu saja.

Setelah menyelesaikan pekerjaannya, matahari juga sudah tenggelam. Langit di luar mulai gelap dan lampu-lampu kota mulai menyala. Barulah Reagan menyadari bahwa dia kelaparan.

Reagan mengambil ponselnya dan menelepon pacarnya, "Lagi ngapain?"

Terdengar suara deringan dari ujung telepon, diikuti dengan suara gadis, "Sayang, maaf ya, aku ada kelas. Setelah selesai nanti, kita ketemuan?"

Panggilan "sayang" itu membuat Reagan merasa tidak nyaman. "Hm, lanjutkan saja." Kemudian, dia langsung menutup telepon dan melemparkan ponsel ke samping.

Setengah menit kemudian, telepon berdering lagi. Reagan tidak memperhatikannya dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Barulah ketika perutnya mulai protes, dia terpaksa keluar dari ruang kerja.

Setelah janjian untuk makan malam dengan Philip dan teman-temannya, Reagan berganti pakaian dan bersiap untuk keluar. Gadis yang duduk di dekat pintu langsung berdiri saat mendengar ada suara. Dia lalu berbalik dengan senyuman malu-malu.

"Eva?"

"Maaf ya, aku sudah ketuk pintu, tapi sepertinya kamu nggak dengar. Jadi aku duduk di sini menunggu." Melihat jas yang disampirkan di lengan Reagan, Eva bertanya, "Mau keluar ya?"

Reagan tidak menjawab, hanya mengerutkan alisnya. "Kenapa kamu bisa nyari sampai ke sini?"

Eva menjawab dengan suara pelan, "Aku tanya temanmu ...."

"Philip?"

"Bukan, bukan, Teddy."

Reagan membalas, "Masuk dulu."

Gadis itu kembali tersenyum ceria, lalu melompat-lompat masuk ke rumah sambil melihat sekelilingnya dan mengeluh dengan nada manja, "Setelah kamu tutup teleponku, kamu nggak jawab panggilan dariku lagi. Aku jadi cemas ...."

Reagan keheranan, "Bukannya kamu ada kelas?"

"Aku bolos, pacar lebih penting, 'kan?"

Nadine tidak akan begini.

Saat Reagan mendekati Nadine dulu, Nadine baru saja masuk tahun pertama kuliah dan jadwalnya sangat padat. Namun, Nadine tidak pernah sekalipun membolos atau melewatkan kelas demi dirinya. Baru ketika mereka mulai berpacaran dan Nadine sudah berada di tahun terakhir dengan jadwal yang lebih sedikit, dia mulai punya waktu untuk menemani Reagan.

"Sayang, kamu belum makan, 'kan? Aku ...."

"Kamu bisa masak bubur untuk sakit maag?" Entah mengapa, Reagan menanyakan hal ini.

"Bubur untuk sakit maag?"

"Ya."

"Nggak bisa, tapi aku bisa belajar."

....

Setelah menolak secara halus isyarat Eva yang ingin menginap, Reagan menyantap makanan yang dia bawakan, kemudian mengantarnya kembali ke kampus.

Baru setelah itu, dia pergi menemui Philip.

Dalam perjalanan, saat berhenti di lampu merah, Reagan melirik ponselnya dan teringat bahwa Clarine menyebutkan kalau dia bertemu Nadine di rumah sakit.

Meskipun mereka sudah putus, hubungan mereka selama bertahun-tahun masih ada. Bahkan jika hanya sebagai teman biasa, dia merasa perlu menanyakan kabar Nadine. Reagan membuka WhatsApp dan mengetik pesan.

[ Kamu sakit? ]

Namun, sistem hanya menunjukkan centang satu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status