Marsyilaya Sukmawati, lebih akrab dipanggil Syila. Mahasiswa akhir kampus ternama di Universitas Negeri Cilacap (UNICILA) Kabupaten Cilacap. Duduk di bangku program studi Pendidikan Bahasa Inggris, ia bercita-cita menjadi guru bercap PNS atau minimal P3K di tingkat sekolah dasar. Rutinitasnya saat ini banyak direpotkan oleh skripsinya. Syila, gadis berparas anggun dengan pipi mungil dan tinggi badan tak sampai 160 cm. Ia berasal dari keluarga sederhana bersama kedua orang tuanya dan seorang kakak laki-laki. Ia juga gadis modern yang punya pola pikir terbuka. Keluarganya ketat mendidiknya dengan sentuhan-sentuhan halus ajaran agama. Perjalanannya meniti cita-cita tak semulus paras ayunya. Lika-liku dan medan terjal kerap menghadang niat dan tekad cita-citanya. Ujian bertubi-tubi dari berbagai arah hampir berkali-kali mematahkan semangatnya. Lantas, sampai manakah Syila sanggup menghadapi rentetan cobaan hidup? Akankah ia tiba di titik impian yang didambakannya? *** Rendika Rama Saputra, pemuda berusia dua puluh empat tahun yang banyak dicambuk kerasnya kehidupan. Ia tengah memulai karir di sebuah perusahaan peninggalan orang tuanya yang entah di mana keberadaannya. Ia memiliki seorang adik di bangku SD. Ia berjuang untuknya bersama seorang asisten rumah tangga yang telah menemaninya belasan tahun. Pertemuannya dengan Syila menghadirkan warna baru di kehidupan hitam putihnya. Meski tak jarang bertengkar, ia menyadari kenyamanan bersama Syila. Semesta selalu menawarkannya celah bertemu dengan sang gadis. Kehidupan Rendi yang kelam masih terus menggelayutinya. Urusan dengan kekasih kontrak tak sedikit menimbulkan masalah hebat di hidupnya. Dayanya kerap terkuras saat bermediasi dengan kekasih yang tak pernah dicintainya. Kekelaman itu kian pekat tatkala kedua orang tuanya mendadak merebut adiknya. Tentu kali ini Rendi takkan membiarkan kemalangan terus menyapa hidupnya. Lalu, bagaimana ia memadamkan ledakan-ledakan drama kehidupannya? Dapatkah ia menjumpai kebahagiaan juga ketenangan yang dinantikannya?
View MoreRendi dan Shinta duduk di sebuah meja sudut restoran dekat supermarket. Suasana di antara mereka penuh keheningan yang aneh. Rendi tampak canggung, jemarinya terus memainkan gelas air mineral di depannya. Di sisi lain, Shinta menatap ke arah jendela dengan wajah sendu, seolah sedang menata pikirannya sebelum berkata.“Kenapa, Ren?” Shinta akhirnya memecah keheningan. Suaranya pelan, tapi sarat emosi. “Kenapa kamu nggak pernah kasih kabar? Teleponku nggak kamu angkat, pesan-pesanku nggak satu pun dibalas.”Sembari menarik napas berat Shinta lanjut mengeluh, “Aku rasa dua minggu adalah waktu yang cukup untuk kamu menenangkan diri. Aku rindu.” Shinta memandang kekasihnya dengan manik mata yang nanar.Rendi terdiam, berusaha merangkai jawaban yang tak terlalu menyakitkan. “Maaf ya, Shin. Aku memang udah tenang, tapi pekerjaan di kantor lagi padat banget.”Shinta mengangguk kecil, meski jelas raut wajahnya menyiratkan kecewa. “Aku mengerti. Tapi, aku cuma ingin tahu kamu baik-baik aja. Aku
"Terima kasih, Kak." Syila menerima kembalian dari total bayaran belanjaannya di lantai tiga. Satu kantong besar berisi dua boneka beruang mini dan perlengkapan untuk membuat buket. Di sampingnya, masih berdiri lelaki yang sejak tadi setia menemaninya belanja. Rendi belum bosan membersamai gadis yang dijulukinya perempuan pemarah. Dengan percaya diri, dia menawarkan untuk membawakan belanjaan Syila."Enggak usah!" Syila menyingkirkan tangan Rendi tanpa ragu, tatapannya tajam, seolah mengukuhkan penolakan. Rendi pun berdecak kesal. Dia mengikuti langkah Syila menuruni eskalator ke lantai dua."Alyaa pasti terharu kalau tahu sahabatnya sangat perhatian," celetuk Rendi lantas merogoh ponsel di saku kemejanya, berpura-pura hendak memotret. Syila menatap tajam wajah Rendi sembari mengepalkan tangan ke sisi tubuh dan mengancam, "Awas kalau sampai macam-macam!" Namun, ancamannya tak menjadi persoalan bagi Rendi. Lelaki itu justru tertawa cekikikan karena mendapati wajah masam gadis di sebel
Waktu bergulir cepat hingga kalender telah menunjuk akhir Februari 2022. Waktu kian mendekati jadwal wisuda UNICILA. Para mahasiswa yang telah menyelesaikan administrasi dan yudisium bersiap menghadapi momen istimewa itu. Syila termasuk di antara mereka, kini sibuk mempersiapkan kebutuhan wisudanya.Siang ini, Syila berada di supermarket ternama di Cilacap. Dua tas belanjaan tergantung di tangannya. Sebelum naik ke lantai tiga, ia menitipkan barang bawaannya pada petugas. Setiba di sana, rak-rak besar penuh boneka berjejer memikat perhatiannya. Matanya langsung tertuju pada boneka-boneka beruang kecil lengkap dengan topi wisuda. Senyum sumringah terpancar di wajahnya."Mereka pasti senang kalau aku kasih kejutan ini," gumamnya sambil memandangi deretan teddy bear.Hari-hari sebelumnya, Syila telah berdamai dengan rasa cemburunya pada Marsya. Ia memutuskan untuk melupakan prasangka tak beralasannya. Persahabatannya jauh lebih penting daripada ego pribadi. Ia bahkan berencana memberi ha
Cling! Cling!Nama “Mas Rendi” terpampang nyata di layar ponsel Syila saat dering telepon memanggil. Keringat dingin mulai menyelimuti Syila. Jika ia angkat panggilan tersebut ia akan gugup. Tapi jika ia biarkan, bisa-bisa ia akan diteror oleh orang itu. “Sekian pertemuan dengannya sudah cukup membuatku tahu kalau dia memang manusia menyebalkan,” pikir Syila, seraya menimbang pilihan.Dengan segala keberanian yang tersisa dan mengusir pikiran negatif, Syila akhirnya menerima panggilan itu."Anda siapa? Anda kurang kerjaan ya teror saya? Saya nggak suka Anda teror seperti ini. Kalau kita ada masalah mainnya pakai cara yang gentle, dong," sergah Rendi di ujung sana dengan nada tajam dan menohok. Bentakan itu sontak mengusir sisa ketenangan di hati Syila. Tangannya bergetar, tapi ia mencoba menjawab."Eh, enggak enggak!" ucap Syila secara spontan. Ia sangat gugup.Rendi pun terkejut mendengar suara perempuan di speaker ponselnya. Ia seperti mengenal suara perempuan itu. Tapi siapa, piki
Syila seketika terkesiap saat mendadak suara yang dikenalinya memanggilnya. Ia bangkit dari kursinya dan menghadap ke asal suara. Wajahnya mendadak pucat, guratan kegugupan terlihat jelas di raut wajahnya. Di sana, tak jauh darinya, Arfan berdiri dengan ekspresi serius. Kehadirannya begitu tiba-tiba, membuat pikiran Syila penuh tanda tanya.Apakah dia telah memantaunya sejak tadi? Apakah Arfan sudah menantinya di belakang sedari lama? Apakah Arfan mendengar obrolannya tadi? Deretan pertanyaan penuh kegugupan mencecar batin dan pikiran Syila."Kamu dari tadi di sini? Kakak dari tadi nunggu kamu, loh,” ujar Arfan dengan nada yang sedikit menegur, alisnya mengerut menandakan kekecewaan.Syila tersentak, bola matanya menggelandang tak tentu arah. Ia mencoba mencari alasan yang masuk akal dan tak menambah kekecewaan Arfan. "M-maaf, Kak. Dari tadi—aku tunggu toilet sepi—lama banget antrenya." Syila tergagap. Ia tidak mungkin mengatakan ia menghabiskan waktu bersama Rendi, seorang lelaki ya
Arfan tengah berbincang akrab dengan Marsya, seorang perempuan yang baru dikenalnya kemarin. Marsya muncul beberapa saat setelah Syila pamit ke toilet. Ia mampir ke restoran setelah berbelanja kebutuhan wisudanya, tanpa disangka, ternyata restoran itu juga menjadi tempat yang sama di mana Arfan berada.Marsya langsung berseri-seri begitu melihat Arfan. Dengan santai, ia menghampiri dan menyapa tanpa ragu. Arfan pun menyambut kehadiran Marsya dengan senyuman hangat, merasa nyaman dengan obrolan ringan yang mulai mengalir di antara mereka. Marsya kemudian duduk di kursi yang sebelumnya ditempati oleh Syila, seolah semuanya sudah menjadi kebetulan yang menyenangkan.“Kamu bawa apa saja, Sya?” tanya Arfan seraya melongok dua kantong yang dibawa Marsya.“Oh, ini!” Marsya tersenyum anggun sambil meletakkan belanjaannya di atas meja. Satu per satu isi kantongnya ia keluarkan secara bergiliran. Terpancar antusias yang tinggi ketika menunjukkan berbagai barang seperti skincare, kosmetik, headp
Udara sore ini cukup bersahabat. Tak panas, juga tak mendung. Cocok untuk menyeduh segelas americano panas juga menyesap cappuccino dingin. Perpaduan aroma yang menenangkan dan menyegarkan di atas meja persegi di sebuah restoran. Langit jingga turut melengkapi kehangatan suasana dalam obrolan dua orang di pojok restoran tersebut. Mereka adalah Syila dan Arfan.Syila batal menemani Alyaa mengajar les bukan disebabkan ada acara keluarga, melainkan ia menemui Arfan di sebuah restoran cepat saji. Sengaja ia mengajak Arfan bertemu di jam sore agar memiliki alasan untuk menolak ajakan Alyaa. Lagipula siang tadi ia baru tiba di rumah dan harus menadahi sambutan selamat dari keluarganya. Ia tentu butuh istirahat untuk menghemat energi dan baterai sosialnya. Ditambah lagi, Arfan baru bisa menemuinya ketika jam kerja selesai."Selamat ya, Syila. Adik Kak Arfan yang manis ini akhirnya hampir lulus juga.” Arfan tersenyum lebar, matanya berbinar penuh kebanggaan saat mengucapkan kalimat itu.“Teri
Ting Tong! Ting Tong! Rendi berjalan ke pintu dengan langkah tak bersemangat. Ia menarik kenop pintu. Begitu pintu dibukanya, Rendi terpaku. Rendi berdiri mematung di depan pintu yang terbuka lebar, matanya terpaku pada sosok tamu yang berdiri di sana. Perempuan itu tersenyum lembut, mengenakan blouse putih bermotif bunga kecil dan celana panjang hitam yang rapi. Rambutnya disanggul sederhana, dengan beberapa helai tergerai di sisi wajah. Di tangannya tergenggam tas kecil yang tampak penuh buku.“Alyaa…” Rendi akhirnya bersuara, seolah terbangun dari lamunannya. Bagai angin segar yang menerpa, Rendi menyungging senyum lebar ke arah Alyaa.“Iya, Mas. Ini saya, Alyaa. Mas Rendi nggak lupa kalau hari ini Lisa ada jadwal les, kan?” Alyaa membalas senyum tuannya dengan kehangatan wajah yang menjejakkan ketulusan.Sore ini jadwal Alyaa mengajar. Ia datang lebih awal dari biasanya. Ia datang sendiri, tidak ditemani lagi oleh Syila. "Iya, saya ingat, kok,” jawab Rendi cepat. “S-saya cuma—
Hari Kamis ini juga bertepatan dengan kembalinya Rendi ke kantor usai dua hari kena skors. Ia bersiap di kamarnya menggenakan setelan kemeja cyan dan celana hitam. Tak lupa ia menyematkan dasi di lehernya serta merapikan tatanan rambutnya. Ia memantulkan tubuhnya pada cermin yang tak lagi utuh—retak bekas semalam. Setelah menyemprotkan parfum di badan, ia bergegas keluar kamar.Rendi menghampiri Lisa di ruang makan. Lisa baru saja menyelesaikan sarapannya. “Hai, bagaimana tidur malam tadi?” sapa Rendi di samping kiri Lisa.“Baik, Kak. Lisa nggak mimpi buruk lagi,” jawab Lisa. Rendi menghela lega.Tak lama berselang, Bi Sumi datang dari arah dapur sambil membawa dua kotak makan. Satu kotak makan dimasukkan ke tas sekolah Lisa. Sementara kotak makan lainnya yang sedikit lebih gemuk diserahkan kepada Rendi.“Bibi udah siapkan sarapan buat kamu di kantor. Dimakan, ya. Jangan sampai kamu bekerja sebelum sarapan,” kata Bi Sumi.“Terima kasih, Bi.” Rendi menerima kotak makan menggunakan tan
Tinggi matahari telah mencapai tujuh hasta atau sekitar pukul tujuh pagi. Jalanan di sudut Kabupaten Cilacap mulai ramai oleh kendaraan-kendaraan pribadi juga angkutan umum. Sebagian mengangkut para pekerja dan sebagian lainnya berisi para siswa serta mahasiswa dari berbagai sekolah. Tak ketinggalan para pedagang kaki lima juga memadati trotoar khusus berjualan. Di waktu yang bersamaan, seorang lelaki menggunakan kemeja kotak-kotak melajukan kencang sedan Mercedez Benz miliknya. Raut wajahnya mengisyaratkan kepanikan oleh karena terburu-buru. Akibat berkendara terlalu kencang, tanpa sengaja mobilnya menyipratkan genangan air bekas hujan ke salah seorang pejalan kaki. "Aaargh!" geram si lelaki menyadari kesalahannya yang tidak disengaja. Ia segera menghentikan laju mobil, menepi, dan keluar dari mobil. Ia menghampiri pejalan kaki tersebut yang sedang memperhatikan bagian bawah pakaiannya yang kotor. "Maaf-maaf, saya tidak sengaja," kata si lelaki. Pejalan kaki yang seorang gadis i...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments