Tania mabuk berat karena patah hati. Ia tidak sadar merelakan tubuhnya pada lelaki asing, dimana ketika bangun, ia tak mengingat wajahnya sama sekali. Tak lama ia hamil. Meski sudah menyembunyikan hasil tespek, orang tuanya tetap tahu dan memintanya segera menikah untuk menghindari malu. Hingga tanpa persetujuannya, Tania di nikahkan paksa dengan Adrian Kiehl, seorang pengusaha kaya raya yang sudah memiliki istri, karena ia tidak bisa membawa lelaki yang menghamilinya ke hadapan sang papa. Apakah Tania akan bahagia menjadi istri kedua lelaki yang tak dicintainya? Apa saja cara yang ia lakukan untuk mencari orang yang sudah merenggut masa depannya?
View MoreMama-papa, ayah-ibu, dan Wini berkumpul di ruang tunggu ruang ranap VIP. Mereka harus bergantian untuk membesuk Tania. Adrian belum juga keluar. Dari luar ruangan hanya terdengar tangisnya yang kencang. “Yah, bagaimana kalau—Tania harus melahirkan sekarang?” ibu menangis dipelukkan ayah. “Kita doakan yang terbaik saja, bu.” Mama menggenggam tangan papa yang bergetar. Mama tahu, meski tampak acuh, papa pasti sangat khawatir pada kondisi Tania. “Ma, kenapa Adrian lama sekali di dalam?” “Biarkan saja, pa, Adrian mungkin—sedang membujuk Tania agar mau segera melahirkan sekarang.” “Kita harus bisa bujuk Tania agar mau melahirkan sekarang. Dokter sudah menjelaskan kalau—Tania terus menahannya, anak itu akan—” Mama menangis. Mama tidak bisa membayangkan jika anak itu meninggal, akan seperti apa kedepannya. Tania begitu membenci anak itu, tapi mama tahu, perlahan, ia sudah bisa menerimanya. Dan saat begini, jika Tuhan mengambilnya, Tania sungguh malang sebagai seorang perempua
Dua bulan kemudian Tania berhenti berjalan menuju tangga lift, karena merasa perutnya nyeri. Ia menutup mata, berharap perasaan sakit itu akan mereda. Ada rapat besar yang harus melibatkannya siang ini. Ia tidak boleh absen. “Sayang?” Adrian yang baru kembali setelah membawa pesanan makan siang, melihat Tania yang kesakitan disamping lift, “Kamu—kenapa?” Tania tak menjawab. Keringat membanjiri seluruh dahinya. “Kita ke rumah sakit sekarang.” Tania mengangguk. Ketika tangannya memegangi lengan Adrian, tubuhnya perlahan ambruk. “Tania!” Adrian tak bisa berdiri tenang di depan ruang VK, IGD khusus ibu hamil dan melahirkan di rumah sakit. Saat hendak menggendong Tania menuju mobil, ia melihat ada darah yang mengalir diantara kedua kakinya. “Adrian.” dokter Lusi keluar dengan wajah cukup serius. Adrian menatap dokter Lusi, “Bagaimana Tania?” “Keadannya cukup—mengkhawatirkan. Tania—mengalami Plasenta Previa. Keadaan itu membuat Plasenta menutupi leher rahim. Kalau perdar
Selama Adrian demam, Wini memutuskan untuk menginap disini, tentu dengan izin Tania. Ia dengan telaten merawat Adrian, karena Tania sering merasakan perutnya terasa kencang. “Tan, masakan sudah siap. Kamu mau makan sekarang?” “Sebentar lagi, Win, aku masih tanggung harus mengikuti rapat online.” “Oh ya sudah. Mas Adrian—demamnya sudah turun?” Tania mengclose kamera aplikasi rapat onlinenya, “Aku—lupa, Win. Bisa tolong kamu cek?” “Iya, aku akan cek.” Wini melepas celemek dan berjalan ke kamar. Tania yang melihat itu sangat merasa bersalah pada Adrian. Ia terlalu fokus kerja hingga melupakan suaminya yang masih sakit. “Harusnya mas Adrian mau di rawat di rumah sakit, dengan begitu pasti dia akan cepat sembuh. Tapi tidak papa, untungnya ada Wini. Dia—terlihat begitu mencintai mas Adrian sampai sangat telaten mengurusnya. Sedangkan aku, mengecek keadaannya saja tidak sempat.” Tania kewalahan menghadapi banyak rapat di berbagai perusahaan keluarga Kiehl. Adrian yang sedang
Papa bangkit dari kursi dengan cepat, membuat kursinya terjatuh dan membuat Tania nyaris jantungan. “Pa, tahan emosi papa. Ingat, Tania sedang hamil.” mama takut papa akan menampar Tania. Tania menahan air matanya ketika papa mendekatinya, “Pa—” Papa mengelus perut Tania, “Anak ini—membutuhkan Adrian.” Tania menitikan air matanya. Ia pikir papa akan marah besar. Ternyata suaranya sangat tenang. “Semua orang tahu ini anak Adrian. Kalau kamu berniat memberikan anak ini untuk kakakmu, apa kata orang?” Mama mendekati Tania, “Tan, papamu benar. Masalah Angga dan Isti yang—akan sulit punya keturunan, itu bukan urusan kamu. Tidak ada kewajiban kamu sedikitpun untuk membahagiakan mereka dengan kamu memberikan anakmu pada mereka.” “Tania, dengar papa, alasan papa menikahkan kamu dengan Adrian bukan hanya karena untuk menutupi aib keluarga, tapi lebih dari itu. Kamu pasti merasakan sikap baik mereka ‘kan? Adrian adalah suami yang baik, kedua orang tuanya juga. Kamu tidak bahagia m
Ibu memegani dua bahu Tania, “Bilang pada kami, apa yang Adrian lakukan, Tania?” “Mas Adrian—hampir mencelakai anak ini, bu. Dia—bermain sangat kasar tadi, heu heu heu.” Ibu dan ayah beradu pandang. “Adrian!” Ayah berteriak kencang, “Kemari kamu!” Ibu bergerak memeluk Tania, “Maafkan ibu yang tidak bisa menjaga kamu, sayang.” Adrian keluar dari kamar dengan mata merah. Ia baru saja terlelap setelah bertarung, kenapa ayah memanggilnya seperti akan marah? Ayah menampar Adrian dengan kencang, “Keterlaluan kamu!” “Yah? Kenapa ayah tampar aku?” “Berani kamu bertanya begitu? Kamu tidak berpikir, tindakanmu bisa membahayakan Tania dan anaknya!” Mbok Sayem dan dua ART, serta dua bodyguard mendekati ruang tengah. Mereka penasaran apa yang sedang terjadi dengan tuan-tuan mereka. Melihat banyak orang menguping, ayah mengkode Adrian untuk mengikutinya ke ruangan khusus. “Kalian kembali ke kamar.” pinta ibu. “Ba-baik, bu.” Ibu mengajak Tania pergi ke ruang kerja Adrian.
Kabar bahwa Adrian membelikan rumah baru untuk Tania sudah diketahui ayah dan ibu. Mereka datang membawa hadiah berupa bingkisan bunga dan beberapa peralat rumah tangga canggih. “Ayo masuk, yah, bu.” ajak Tania ketika ayah dan ibu baru menuruni mobil. Untungnya sore hari ia merasa lebih baik dari tadi siang. Ibu mengelus perut Tania, “Bagaimana kehamilan kamu?” “Sejauh ini baik-baik saja, bu. Dan ibu tahu gak, dia—sangat suka suara mas Adrian.” Ayah dan ibu tampak antusias mendengar itu. “Bagaimana kamu tahu kalau dia menyukai suara Adrian?” “Kemarin saat aku dan mas Adrian—berselisih paham dan tak saling bicara, aku kehilangan fokus dengan pergerakkan janin. Aku baru sadar kalau dia belum menendang. Lalu aku bicara dengan mas Adrian, dan dia—menendang kencang.” Ayah dan ibu tersenyum senang. “Ayah senang kalau Adrian bisa cukup berguna untuk kamu dan calon anak kalian.” Ibu mengajak Tania duduk, “Selama ini Adrian—menjaga kamu dengan baik ‘kan?” “Tentu, bu, yah,
Tania kelelahan setelah bertarung dengan Adrian. Ia memutuskan untuk istirahat di rumah dan berencana akan pergi ke kantor di jam makan siang. Adrian harus tetap pergi, karena ada pertemuan dengan staf penting di beberapa perusahaannya. Tania menggeleng ketika tidur setelah mandi dan makan. Ia merasakan tubuhnya ada di diskotek terkutuk itu bersama lelaki asing yang dulu memperkosanya. “Tidak! Tidak! Jangan! Kamu bukan Romi! Kamu siapa?” Tania terbangun. Ia berteriak kencang sambil menangis. Dahinya berkeringat hebat. Pintu diketuk. “Non?” Tidak ada jawaban. Tania sibuk mengatur nafasnya. Mbok Sayem membuka pintu, “Non Tania kenapa?” Tania menangis histeris. Ia menutup kedua telinganya, “Jangan dekati aku!” “Non, ini mbok.” Tania turun dari ranjang. Ia berdiri di pojok kamar masih terus menangis. Mbok Sayem kebingungan. Dua asisten rumah tangga lain masuk dan berusaha menenangkan Tania. “Ini ada apa, mbok? Ibu Tania kenapa?” “Mbok gak tahu. Bangun tidur non T
Tania tersenyum. Tangannya dengan nakal meremas milik Adrian yang sudah mengeras. “Tania, sebelum semua terlambat, lepaskan.” “Kamu akan terlambat ke kantor, mas. Tidak papa ‘kan?” Adrian menyingkirkan tangan Tania pelan-pelan dari miliknya, “Ini peringatan terakhir, kamu—mau aku—” “Ya, aku mau, mas Adrian.” Adrian tersenyum, ia memegangi dagu Tania, “Tania Winata, aku minta kamu berhenti.” Tania membuka atasan bajunya. Ia bergerak melenggokan tubuhnya didepan Adrian, “Kamu tidak tertarik?” Adrian berjalan cepat menuju pintu. Tania menarik lengannya. “Jangan pernah salahkan aku kalau aku—” Tania mendesah memancing Adrian. Adrian tak tahan lagi, meski tadi pagi ia sudah melakukannya dengan Wini, dengan Tania tentu akan berbeda. Ia sudah menunggu momen ini dari lama. Ia sudah memberikan peringatan beberapa kali, tapi sang istri dengan nakalnya terus memancing, membuatnya mau tak mau terpaksa melakukan itu. Tania tak protes digendong Adrian untuk di dudukkan di m
Pov Adrian Adrian baru selesai sarapan di rumah Wini. Ia tak menjawab tanya Wini sedikitpun karena masih tersinggung dengan ucapannya semalam. “Mas, aku pakaikan dasinya.” “Biar Tania yang pasangkan nanti di kantor.” Wini berdiri, ia membereskan piring kotor. Saat mengambil piring kotor milik Adrian, ia menaruhnya dengan kasar di atas piring kotor miliknya. Adrian menatap Wini. Ia membuang nafas pelan ketika sadar Wini marah. Ia bangkit, “Pasangkan dasinya di kamar. Pilihkan dua dasi lagi, aku ada acara siang ini.” Wini yang terlanjur marah, sebenarnya enggan mengikuti Adrian ke kamar. Tapi ia harus menebus ucapannya semalam pada sang suami. Di kamar, Wini memilihkan dua dasi lain, “Yang ini, mas?” “Ya, boleh.” Adrian hanya melirik dasi itu sekilas, karena ia sibuk menatap ponsel. “Kemejanya juga?” “Ada di kantor. Cukup dasi saja.” Wini menutup lemari, “Apa perlu aku buat tali dasinya sekarang, agar nanti aku tinggal pakai?” Adrian mengangguk, “Boleh.” “Atau
1 bulan sebelumnya... "Kamu akan mati, Romi!" teriak Tania dengan suara kencang mengalahkan musik. Beberapa pengunjung menoleh risih. Pekerja bar perempuan yang melayani Tania sedikit takut. Bodyguard yang berjaga terus melirik ke arah mereka, siap mengambil tindakan karena sedari tadi Tania terus bicara dan khawatir mengganggu yang lain. "Mati? Siapa yang akan mati?" pria yang baru datang itu duduk disebelah Tania. Tangannya mengangkat, "Pesanan seperti biasa."Pekerja bar yang berdiri memantau Tania mengangguk. Ia tentu tahu pesanan pelanggan setianya."Silakan, pak." Pria itu meneguk air haram pesanannya dengan ringan. Wajahnya tak berubah masam. Ia sudah terlalu sering minum, sehingga terasa seperti air mineral dimulutnya. "Kamu datang sendiri?" Tania bergeming. Ia asyik sendiri dengan gelasnya yang tinggal setengah minuman. "Aku bisa menemani kamu dan—”Tania melirik sekilas, "Saya tidak bicara dengan orang asing." Pria itu manggut-manggut. Ia menjulurkan tangan...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments