Beranda / Rumah Tangga / Berbagi Suami / 4. Pernikahan Penuh Duka

Share

4. Pernikahan Penuh Duka

Penulis: Rahmani Rima
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-07 21:47:54

Tania tak berhenti menangis di kamar. Sedari ijab kabul, ia tak menemui siapapun diluar. Ia bahkan belum bertemu suaminya sendiri.

Adrian Kiehl, pria beristri yang Tania kenal karena sering bertemu dalam pertemuan bisnis papa, sudah meminta waktu sebelum akad untuk bertemu dengannya.

Tapi ia menolak mentah-mentah. Ia terlalu malu untuk menunjukkan wajah pada suaminya yang adalah suami orang.

Pintu terbuka, mama berjalan resah mendekati ranjang, “Tan, papa minta kamu keluar.”

“Ma,” Tania menggeleng, air matanya terus berderai, “Aku gak mau.”

“Tan, banyak orang yang menanyakan kamu. Papa juga marah karena kamu tidak mau menemui tamu.”

“Mama bilang ‘kan sama orang-orang kalau aku—sakit?”

“Iya, tapi kamu tahu papamu seperti apa ‘kan?”

Tania membuang mukanya. Ia jelas tahu sifat papa seperti apa. Mau dilawan bagaimana pun, papa akan tetap menguasai siapapun.

“Kita sebentar saja disana. Nanti kamu bisa kembali kesini.”

Tania terpaksa bangkit. Ia menuntun mama yang memiliki perasaan yang sama : malu. Mereka terus menarik nafas begitu menuruni tangga.

Karena di adakan mendadak, pesta pernikahan di gelar ala kadarnya di rumah. Papa hanya ingin anaknya menikah segera sebelum perutnya membesar.

Dibawah tangga, ternyata sudah banyak yang menunggu turunnya Tania, si pengantin yang memakai dress brukat sederhana. Ada Adrian juga, bersama istrinya yang selalu setia tersenyum, Wini.

“Tania, kamu sudah gak terlalu pusing?” Wini bertanya dengan lembut. Tania memang sering mendengar mengenai perempuan yang kini menjadi madunya itu adalah seorang yang ramah.

“Lumayan.” Tania menjawab singkat. Matanya yang sembab berpindah melirik Adrian yang tersenyum menyambutnya.

“Kalau kamu masih pusing, kamu bisa duduk.” Adrian tak kalah ramah padanya.

Tania tak bisa lama-lama berdiri berhadapan dengan mereka. Ia harus mendekati papa yang sedang berbincang bersama kolega bisnisnya.

Papa tertawa seolah pernikahan ini terjadi sewajarnya, bukan pernikahan penuh duka seperti yang anak bungsunya rasakan.

“Nah ini mantennya baru turun.”

“Halo, om-tante, terima kasih ya, sudah menyempatkan datang.”

Perempuan usia mama itu mengusap lengan Tania, “Harus dong, tante datang. Ini ‘kan pernikahan yang kami tunggu-tunggu. Tapi sayang, kamu—malah menikah sama pria beristri.”

Senyum yang sedari tadi dipaksakan, kini luntur dengan cepat, berubah dengan raut penuh amarah yang harus ditahan entah sampai kapan. Tania dan mama sama-sama tidak nyaman ada di situasi ini.

“Tidak masalah mau jadi istri ke berapa pun, mungkin sudah jodohnya seperti ini. Yang penting Tania dan Adrian bisa bahagia.” Papa membela diri, melindungi anaknya yang sudah kehilangan minat sama sekali untuk berbasa-basi pada tamu.

“Om, tante, saya permisi.” Tania berjalan cepat meninggalkan mama yang terpaksa harus tetap tinggal disamping papa.

Tanpa menghiraukan sapaan keluarga lainnya, Tania menaiki tangga menahan tangis. Apalagi ia mendengar dengan jelas hinaan dan kalimat simpati palsu yang dilontarkan para tamu.

“Cantik, sukses, tapi sayang, suaminya harus ambil punya orang.”

“Gak nyangka ya, padahal dia dikenal baik, tapi tega menikahi suami orang.”

“Hidup memang tidak ada yang tahu. Anak dari keluarga terpandang saja rela jadi madu. Kalau kita sih, mending jadi orang biasa, tapi punya harga diri dengan menikahi pria single.”

Tania berang. Ia kembali menuruni tangga, berniat menghadapi mulut para tamu yang sebagian besar adalah keluarga dari pihak papa. Adrian menahannya.

“Aku pikir kamu masih terlalu pusing untuk ikut bergabung. Aku antarkan ke kamar.”

“Jangan halangi aku.” mata Tania menatap penuh intimidasi ke arah Adrian.

“Kamu mau semakin dicaci? Mereka senang kalau kamu tersulut emosi. Tinggalkan, dan kamu tidak perlu mendengar ucapan mereka lagi.”

Tania tak bereaksi. Benar juga ucapan Adrian.

“Aku antarkan ke kamar.” Adrian menuntun lengan istrinya menaiki tangga.

Di ujung tangga atas, Tania melepaskan lengan Adrian, “Kamu puas melihat umpatan semua orang padaku?”

“Aku tidak bilang begitu. Apa untungnya untukku senang melihat kamu direndahkan?”

“Kalau kamu menolak menikahiku, aku tidak akan jadi bahan gunjingan orang-orang!” suara Tania meninggi, mengalahkan alunan instrumen musik yang diputar dibawah.

Adrian melipat kedua tangannya. Meski begitu wajahnya tidak terlihat ingin mengintimidasi sama sekali. Ekspresinya malah menunjukkan kalau ia siap mendengarkan semua keluh kesah Tania.

“Tania, kamu dengar, kita menjalin simbiosis mutualisme disini. Kita sama-sama di untungkan.”

“Aku tahu, tapi hanya aku disini yang di hina. Sedangkan nama baik kamu tetap terjaga.”

“Jadi kamu mau namaku juga jelek karena memiliki dua istri?”

Tania melengos pergi. Tidak ada gunanya beradu argumen dengan pria yang tidak tahu sifatnya seperti apa. Kini, baru lima menit bersama, ia bisa menilai bahwa Adrian Kiehl bukanlah pria sembarangan.

Selain memiliki paras yang rupawan, ia juga memiliki otak yang brilian. Tidak heran, perusahaan semakin pesat berada dalam kendalinya.

Tania akui, berargumen dengan Adrian membuatnya kalah telak. Apalagi emosinya terjaga dengan baik. Tutur katanya berirama, seolah sudah diatur sedemikian rupa.

“Tania.” Adrian menarik lengan Tania.

Tania membalikkan badannya, “Apa lagi? Tadi kamu minta aku istirahat, tapi sekarang malah menggangguku seperti ini.”

“Aku hanya ingin mengingatkan, sore ini kamu harus ikut ke rumahku.”

“Untuk apa?”

Adrian melepaskan genggaman tangannya dilengan Tania, “Itu lah pentingnya kamu menyaksikan ijab qabul pernikahan sendiri. Kamu lupa sekarang kita sudah sah menjadi suami istri?”

Tania diam untuk mencerna ucapan Adrian. Ia tentu tahu ini adalah hari pernikahannya dengan pria beristri. Tapi ia lupa jika statusnya sudah berubah menjadi istri Adrian. Istri keduanya.

“Aku ingat.”

“Oh, begitukah? Terus kenapa kamu bertanya untuk apa kamu ikut ke rumahku?”

Tania gelagapan. Ia tidak tahu apakah Adrian bisa ia ajak bercanda atau tidak, “Aku... sepertinya kurang minum.”

“Kalau begitu, minum yang cukup. Aku tidak mau terjadi apa-apa pada anakku.”

Kedua mata Tania membelalak, “A-nak?”

“Terhitung hari ini kamu jadi istriku. Dan aku harap kamu tidak lupa, bahwa kesepakatan kita menikah adalah anakmu akan menjadi anakku, pewaris perusahaan keluarga Kiehl.”

“Oh. Tentu, aku ingat itu. Aku hanya—”

“Minumlah yang banyak, aku ambilkan.” Adrian bergegas mengambil air mineral. Ia kembali ketika membawa satu botol air, “Duduk. Kamu harus dalam keadaan rileks ketika minum, agar anakku tidak mendengar cegukan dari dalam perut.”

Tania tidak tahu itu adalah sebuah guyonan atau apa. Ia menyambar botol minum yang Adrian bawakan dan minum dengan perlahan.

“Aku boleh bertanya?” tanya Adrian ketika Tania masih meneguk air mineral.

“Hm.”

“Kamu bahagia menikah denganku hari ini?”

Tania tersedak. Ia cepat-cepat menurunkan botol minum dan menenangkan dirinya.

“Kamu tidak papa?”

Tania mengangguk.

Ia melirik wajah Adrian yang duduk disampingnya. Jika ia menjawab pertanyaan Adrian dengan jujur, bahwa hari ini adalah salah satu hari terburuk yang pernah ia jalani, apakah Adrian akan marah dan menyebutnya perempuan tidak tahu diri?

Bab terkait

  • Berbagi Suami   5. Malam Pertama di Rumah Kiehl

    Selesai acara, Tania memasuki mobil yang dibukakan supir. Ia begitu berat melepaskan pelukkan mama. Ia melambaikan tangan di jendela mobil pada mama, papa, dan Angga, kakaknya, serta Isti, iparnya.“Kamu baik-baik ya disana. Mama akan sering menjenguk kamu.”Tania mengangguk. Mobil berjalan diiringi air mata perpisahan Tania dan mama. Tania tak pernah membayangkan sebelumnya jika ia akan berpisah dengan mama secepat ini. “Kalian bisa bertemu satu minggu tiga kali. Aku tidak masalah.”Tania melirik Adrian yang duduk disampingnya, “Aku tidak bertanya pendapat kamu.”“Aku tidak akan melarang kamu melakukan apapun. Tapi aku lebih senang jika kamu selalu minta izin, atas setiap yang akan kamu lakukan. Itu artinya kamu menghargaiku.”Tania tak berniat membalas ucapan Adrian. Pikirannya jauh memikirkan kenapa bisa ia mengalami takdir ini. Ia tidak akan pernah lupa umpatan, cacian dan hinaan yang didengar sendiri ketika tak sengaja mendengar bahwa hampir semua asisten rumah tangga d

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-07
  • Berbagi Suami   6. Kedatangan Romi

    Tania tak membukakan pintu kamarnya ketika Adrian mengetuk. Ia enggan diganggu.“Kita harus tidur satu kamar, Tania.” Adrian berusaha merayu.“Kata siapa?”“Kita suami istri.”“Wini istrimu juga, tidur saja sama dia.”Adrian memainkan cincin nikah dijemarinya. Wini dan orang tuanya meminta ia tidur bersama Tania, sekalian mendekatinya secara alami. Tapi kalau begini mana mungkin ia bisa mendekati istri barunya.“Aku sudah hamil, kamu tidak perlu melakukan apapun.”“Aku hanya akan menemani kamu.”“Aku tidak biasa ditemani siapapun. Masuk saja ke kamar Wini.”“Tapi—”“Kamu akan membiarkan aku tidak tidur semalaman?”“Oke, aku ke kamar Wini. Kalau ada apa-apa kamu bisa telpon aku.”Tania tak menjawab.“Aku pergi.”Tania tak lagi menatap pintu setelah suara lift terdengar. Ia masih setia duduk di window seat sedari datang kesini. Memperhatikan dedaunan tertiup angin lebih menyenangkan dari pada bertemu dengan orang-orang di rumah ini.Tania membuka jendela, merasakan angin

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • Berbagi Suami   7. Berbagi Suami

    Tania hanya menghabiskan waktu seharian di kamar. Ia tidak tahu aktivitas apa yang cocok dilakukan disini untuk membuang rasa bosannya. Pintu diketuk, “Tania. Ayo kita makan siang.” Tania bangkit. Ketika melangkah menuju pintu, ia berhenti. Sungguh tidak tahu malu ia menjadi nyonya di rumah ini. Ia hanya makan, tidur, dan berdiam diri di kamar. “Tan, ayo, mumpung masih hangat.” Pintu terbuka, Tania menatap Wini yang tersenyum menunggunya, “Aku akan makan nanti. Kamu duluan saja.” “Ada mas Adrian, dia mau kita makan bertiga.” Mendengar namanya, Tania justru ingin menghindar, bukan semangat untuk makan bersama. Wini menarik tangan Tania, “Tan, aku senang kalau kamu mau bergabung dengan kami. Yuk. Mas Adrian akan kembali ke kantor sebentar lagi.” Tania duduk disebelah Adrian. Ia hanya berdiam diri ketika Wini menyiukkan nasi dan lauknya, “Cukup.” Wini terus menyiukkan nasi dan lauk yang banyak untuk madunya, “Kamu harus makan yang banyak dan bergizi. Aku sengaja masak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Berbagi Suami   8. Menjaga Perasaan Madu

    Tania sudah menghabiskan dua porsi steik Sapi yang ia pesan online. Ia makan buru-buru sebelum Adrian pulang dari kantor. Ia tidak tahu jam kepulangan suaminya itu. Semenjak hamil, porsi makan Tania memang meningkat tajam. Ia sangat tersiksa ketika harus makan bersama Wini dan Adrian, karena ia jadi tidak bebas menambah porsi. Tania menutup dus steik dan mengelap mulutnya dengan tisu. Ketika itu Wini menghampirinya. “Kamu... habis makan apa, Tan?” Tania diam sejenak, ia takut Wini tersinggung karena ia memesan makanan online tanpa menawarinya. “Hmmm... bau apa ini, kamu masak Steik?” Adrian datang. Ia berjalan melipat lengan kemejanya. Wini melirikku, “Eum... enggak, mas, itu—” Mata Adrian menatap dua buah dus steik dan beberapa wadah makanan lain yang tersebar di meja sofa ruang santai. Tania membereskan semua sampah miliknya dan bangkit, “Maaf, aku permisi.” Adrian menahan lengan Tania, “Kamu masih lapar?” “Hm?” “Untuk merayakan keberadaan Tania di rumah ini,

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • Berbagi Suami   9. Kaktus Pertahanan

    Semalam, Tania masih aman. Ia tidak menjawab ucapan Adrian sama sekali dan berjalan cepat menuju kamar dan menguncinya. Jangan sampai mereka tidur satu kamar. Selain untuk menjaga perasaan Wini, ia juga enggan berbagi ranjang dengan lelaki asing. Masih terekam jelas kebodohannya satu bulan lalu, karena ia terlalu mabuk, Tania membiarkan dirinya dibawa pria asing ke sebuah kamar haram di diskotek. Sialnya ia tidak mengingat wajah itu sama sekali. Pagi ini, Tania bangun seperti biasa. Ia hanya terus diam di kamar dan tak menjawab semua orang seolah masih tidur. Ia menunggu mobil Adrian pergi. Dan barusan, mobil itu terdengar menjauhi pekarangan rumah. “Kamu sudah bangun?” Tania terperanjat ketika Wini tahu-tahu duduk di sofa yang tak jauh dari letak kamarnya, begitu ia keluar kamar. “Ya. Aku tidak akan keluar kalau masih tidur.” Wini bangkit, “Kamu kenapa seperti ini?” “Apanya?” “Kamu keluar kamar menunggu mas Adrian pergi? Kenapa?” Tania berjalan tanpa memerdulikan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • Berbagi Suami   10. Obat Mual

    Tania tidak bisa tidur nyenyak sedari tadi. Siang, setelah makan banyak masakan Wini, ia merebahkan diri dan berharap tidur karena tidak ada hal yang bisa ia kerjakan di rumah ini. Ia masih malu untuk melakukan apa yang disukai. Dan kini, ketika jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, matanya masih terjaga. “Aku kenapa, ya? Dari siang aku tidak ngantuk sama sekali.” Tania bangkit. Ia mengambil air dan minum yang banyak, berharap setelah itu kantuk akan menghampirinya. Air tidak membuatnya ngantuk, malah sebaliknya. Tubuhnya merasa segar dan ingin beraktivitas. “Apa aku—minum susu hangat? Mama biasanya membuatkan itu, dan selalu berhasil.” Tangan Tania sudah membuka handel pintu, namun tertahan, “Kalau—Adrian masih di lantai satu gimana?” ia menggeleng, “Pasti dia sudah tidur.” Tania berjalan cepat ke dapur. Ia tidak terlalu memperhatikan bunyi lift, sehingga tidak bisa menghitung pergerakan Wini dan Adri

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Berbagi Suami   11. Perubahan Tania

    Tania mendekati ruang makan ketika Wini sibuk menata meja makan. “Ada yang bisa aku bantu?” Wini menoleh. Ia tersenyum, “Kamu menepati janji kamu.” Tania membawa piring yang masih tertumpuk. Ia menyimpannya diatas alas piring, “Apa aku harus masukkan nasinya sekarang?” Wini menggeleng, “Tunggu mas Adrian duduk.” Tania menurut. Ia orang baru di rumah ini, sehingga semua kebiasaan, ia yang harus mengikuti aturan disini. Adrian berjalan mendekati ruang makan. Ia yang sedang mengaitkan dasi ke kerah sambil mendekati meja, berhenti melangkah melihat Tania tengah tertawa dengan Wini. “Pagi, istri-istriku.” Adrian berusaha terlihat jadi suami yang ramah dan bisa berbagi. “Pagi, mas.” Tania tak menjawab. Adrian menunggu jawaban Tania. Setelah menunggu beberapa menit, ia tahu istri keduanya tidak akan menjawab sapaannya, “Selamat pagi, Tania.” “Pagi.” Semua suda

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Berbagi Suami   12. Berusaha Berdamai dengan Wini

    Tania pergi begitu saja saat Adrian masih belum beranjak untuk berangkat kerja. Ia tidak bisa menahan tatapan penuh pengertian itu. Ia mencari Wini untuk meminta maaf. Ia jadi tidak enak sendiri. Wini adalah tipikal perempuan sabar. Tadi ia membentaknya pasti karena sudah lelah. Tania menyadari, ia memang kelewatan karena bersikap seolah ia boleh melakukan apapun disini, di rumah Wini dan Adrian. “Wini, kamu mau kemana?” Tania berdiri menatap madunya yang baru keluar dari lift dengan pakaian rapi dan membawa tas. “Aku? Aku mau pergi ke toko.” “Belanja? Aku temani, ya?” “Aku punya toko bunga, Wini Florist, di jalan Pattimura. Kamu mungkin pernah lihat?” Tania menggeleng, “Aku jarang ke daerah itu.” “Oh begitu. Ya sudah, aku pergi.” Tania menahan lengan Wini. Mereka jadi berdiri berhadapan, “Aku—mau minta maaf.” “Untuk?” “Aku membuat kamu marah tadi. Aku seharusnya membantu kamu mengurus—Adrian.” “Tidak papa, kamu masih baru jadi istri mas Adrian, aku paham.” “T

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06

Bab terbaru

  • Berbagi Suami   105. Derita Istri Kedua

    Tania menyiapkan makan malam saat Adrian sibuk bermain dengan Noah dan Seraphina di ruang keluarga. “Non, bagaimana kondisi non Wini?” tanya mbok Sayem sambil menata meja. “Dokter bilang ada perkembangan baik. Kita doakan saja, mbok.” “Tentu, non. Mbok selalu mendoakan yang terbaik untuk non Wini.” “Meja siap, saya panggil mas Adrian dan anak-anak dulu.” “Iya, non.” Tania melenggang mendekati ruang keluarga. Noah sedang menghujami Adrian dengan banyak pertanyaan. Ia tertawa mendengar setiap pertanyaan polos anak sulungnya, membuat Adrian harus putar otak untuk menjawabnya. “..pa, kalo mama Wini bangun terus karena tidur terlalu lama, perasaannya jadi tidak bagus, bagaimana?” “Bagaimana mungkin sebuah perasaan berubah begitu saja hanya karena terlalu lama tidur?” “Aku lihat di tivi begitu. Ketika orang tidur terlalu lama perasaannya jadi buruk. Aku hanya takut mama Wini tidak suka aku dan adik Sera.” “Maksudmu?” “Aku memiliki dua ibu, aku lahir dari rahim mama Tan

  • Berbagi Suami   104. Belum Ada Titik Terang

    Tiga tahun kemudian.... “Mama! Aku mau liat mama Wini ke rumah sakit!” teriak Noah sambil berlari-lari membawa selembar kertas yang sudah ia gambar. “Iya, tapi adek harus mandi dulu.” tutur Tania sambil membuka baju Seraphina, adik Noah. “Memang adek boleh ikut?” “Nggak, adek di rumah sama nenek. Tapi adek harus mandi dulu. Kakak Noah tunggu di depan ya, sama pak Udin.” “Oke.” Noah berlari ke depan, memamerkan gambarnya berisi dua mama, satu ayah, dirinya dan Seraphina. “Sayang...” “Aku di kamar bawah, mas!” Adrian menghampiri Tania. Ia mengecup pucuk kepala istrinya dari belakang, “Noah mana?” “Dia di depan. Dia begitu tidak sabar bertemu Wini.” Adrian tertawa. “Dia begitu tidak sabaran mirip kamu.” “Apa yang kamu katakan? Bukankah itu kamu?” Tania mendelik kesal, “Kalau kita tidak sabaran, Seraphina tidak akan ada di dunia ini.” “Mau aku tolong mandikan Sera?” “Tidak. Kamu temani Noah saja. Dia membawa oleh-oleh untuk Wini.” “Baiklah. Aku tunggu di de

  • Berbagi Suami   103. Hidup yang Berubah

    Sudah satu minggu semua masih sama. Wini masih di ICU setelah dilakukan operasi untuk mengeluarkan pendarahan dalam jaringan otaknya. Ia terus berada di kesadaran koma, membuat Adrian dan Tania kehilangan minat hidup seperti semestinya. Mereka sama-sama tidak bicara dengan siapapun. Baik Adrian maupun Tania, merasa apa yang menimpa Wini belum bisa mereka terima. “Tania, Adrian, lebih baik kalian pulang. Mama yakin Wini akan segera bangun.” “Betul. Kita tidak pernah putus mendoakannya disini. Pulanglah, demi Noah.” Adrian melirik mama dan papa. Mereka terus menemaninya dan Tania di rumah sakit. Sedang ayah dan ibu belum bisa datang karena masih harus menyelesaikan urusan mereka di luar negeri. “Mama tahu kalian terpukul. Tapi Wini tidak akan pernah mau kalian begini. Sudah satu minggu kalian tidak pulang. Kasihan Noah.” Adrian menggenggam tangan Tania, “Mama dan papa ada benarnya. Kita pulang. Kita masih memiliki tanggung jawab pada Noah.” “Wini...” “Iya, aku tahu kamu

  • Berbagi Suami   102. Salah Korban

    Tania tidak bisa tidur mengingat ancaman mama Wini. Tadi begitu ia jatuh, ia langsung bangkit dan pergi. Ia menahan rasa nyeri dan takut pada Wini dan Adrian. Ia tidak mau merusak momen. Ceklek. “Kamu belum tidur?” Adrian mendekati ranjang. “Mas? Kenapa kesini? Ini jadwalmu bersama Wini.” Adrian tersenyum, “Kami sudah selesai.” “Lalu?” Tania takut Adrian akan minta jatah saat pikirannya sedang kalut. Adrian mengelus lengan Tania, “Tidak, aku tidak akan mengganggumu. Aku hanya ingin tidur disini, memelukmu sampai pagi.” “Mas, lebih baik kamu tidur bersama Wini. Kamu bisa memeluknya sampai pagi.” “Dia memintaku kesini. Dia kelelahan dan tidak ingin diganggu.” “Hm begitu. Tidurlah disini.” Adrian benar-benar memeluk Tania sampai pagi. Malam ini Noah tidak terbangun untuk minum susu. Ketika di cek popoknya di pagi hari, tidak begitu penuh. Suaminya masih tidur. Tania yang terjaga semalaman enggan membangunkannya. Pintu terbuka. Wini tampak berbeda hari ini. Rambutn

  • Berbagi Suami   101. Ancaman Nyata

    Tania mengumumkan ia dan Adrian tidak jadi bercerai pada semua orang di rumah, juga pada mama-papa. Mereka menyambut berita dengan penuh suka cita. “Bagaimana untuk merayakan ini kita semua makan diluar?” Adrian menawari. “Aku setuju, mas. Aku rasa sedang malas masak. Jadi idemu sangatlah bagus.” “Aku juga setuju. Sepertinya kita perlu menunjukkan pada orang-orang, kalau memiliki dua istri dan berbagi suami tidak selamanya buruk.” Adrian tersenyum. Ia merentangkan kedua tangannya siap dipeluk kedua istrinya. Wini dan Tania memeluk Adrian. “Aku harap hubungan kita terus seperti ini, mas.” Wini menuturkan doanya. “Aku juga. Masalah pasti ada, tapi aku percaya kalau kita pasti selalu bisa melalui semuanya dengan baik.” Tania juga menuturkan doanya. “Pasti. Kita hanya perlu bersabar. Ayo bersiap. Aku tunggu istri-istri cantikku bersama tuan muda, Noah.” Semua tertawa. Wini dan Tania sudah siap. Mereka mengenakan gaun yang sudah dipesan Adrian secara khusus. Semua asi

  • Berbagi Suami   100. Satu Malam dengan Noah

    Tania melirik Adrian, “Mas Adrian bilang, Noah—sakit.” Wini tersenyum, “Noah sehat. Mas Adrian yang sakit.” Tania lagi-lagi melirik Adrian, “Kamu tega membohongiku?” “Aku pikir kamu tidak akan datang, jika aku tidak bilang Noah sakit.” “Kamu tidak perlu bohong!” “Gendonglah Noah. Kamu berikan asi langsung. Aku tidak tahu harus mengatakan apa jika dia bertanya ketika besar, siapakah yang mengurusnya saat ia masih bayi.” Tania menatap Noah. Ia menerimanya dari Wini, “Jaket ini...” “Noah selalu menangis jika baumu hilang, Tan. Mamamu sering datang kesini membawa baju-baju bekasmu untuk menemani Noah dan—mas Adrian tidur.” Wajah Adrian merah padam. “Jadi sekarang yang merindukanku ada dua orang?” pancing Tania. Wini tertawa, “Aku tinggal, aku akan buatkan kamu masakan yang enak. Berbincanglah dengan mas Adrian.” Tania dan Adrian diam saja setelah Wini pergi. Masing-masing dari mereka tidak tahu harus membicarakan apa. “Kamu tidak perlu memberikanku bodyguard lagi.

  • Berbagi Suami   99. Noah Sakit

    Dua bulan kemudian... Tania belum juga berani mengurus perceraiannya dengan Adrian. Ia malah menyibukkan diri bekerja di sebuah perusahaan yang masih terpaut dengan keluarga Kiehl. Ia tentu sudah mencari perusahaan yang tak mengenal Adrian sama sekali, tapi sulit. Ia pun akhirnya tahu, kalau kuasa keluarga Kiehl sangatlah besar, hingga koneksinya ada dimana-mana. Ia bekerja di divisi finance. “Tan, asi untuk Noah sudah ‘kan? Mama akan pergi sebentar lagi.” “Sudah, ma.” Tania melirik mama yang siap pergi, “Aku—akan ke kantor sekarang.” “Iya, hati-hati.” Tania menunggu mama menawarinya ikut ke rumah Wini, “Ma, aku belum sarapan.” “Kamu bisa bekal makan dari rumah dan sarapan di kantor. Nanti akan mbok siapkan.” Mama menenteng tas berisi asi dan baju-baju yang Tania belikan untuk Noah, “Mama pergi sekarang, ya? Mama kangen sekali dengan Noah. Papamu juga. Papa akan kesana sekalian ke kantor.” Tania mengangguk. Ia menatap punggung mama yang bergerak mendekati mobil. Tan

  • Berbagi Suami   98. Saling Kehilangan

    Tania selalu terbangun setiap jam karena mencari orang yang tidur disebelahnya. Kasur kosong dan terasa dingin. Hatinya menjadi sedih, mengingat biasanya Adrian atau Noah ada disampingnya, kini ia hanya tidur sendirian. “Tidak, Tan, kamu hanya belum terbiasa. Setelah ini kamu pasti akan menikmati hidup menjadi single parents dan independent woman.” Ia tak sabar mengurus perpindahan kerja dari perusahaan Adrian ke kantor lain. Ia akan berdiri diatas kakinya sendiri. Pengalaman kerjanya sudah cukup mumpuni untuk kembali memulai hidup yang baru. Ia akan membuktikan pada orang-orang, bahwa ia bisa hidup tanpa Adrian. Semalaman Tania merasa tidur bukanlah pilihan yang baik. Ia duduk termenung diatas ranjang, menatap kosong ke arah televisi yang menyala. “Noah sekarang sedang apa, ya?” ia melirik ponsel yang sedari tadi mati. Tidak ada notifikasi pesan masuk dari Wini ataupun Adrian yang memberi kabar soal Noah. “Apa mereka akan membawa Noah jauh dariku? Apa mereka akan pergi ke s

  • Berbagi Suami   97. Tawaran Romi

    Tania menatap Noah yang sedang dipangku papa. Papa dan mama sama sekali tak mengecam keputusan Tania untuk memberikan Noah pada Adrian dan Wini. Mereka ingin melihat seberapa yakin anaknya ingin berpisah dengan Noah. Mobil Adrian datang. Ia masuk ke dalam rumah bersama Wini. Mata Adrian sama sekali dan melirik Tania, “Hai Noah. Mulai hari ini kamu ikut papa dan mama—Wini, ya?” Wini menatap Tania, “Tan, aku tidak akan membawa Noah jika kamu tidak mengizinkan.” “Ambillah. Aku tidak bisa menerima ayahnya. Aku takut sifat Noah akan menurun dengan baik. Aku takut menyakitinya. Semua baju, dan stok asi sudah aku taruh di tas. Aku akan kirimkan ke rumah melalui kurir, dan sesekali menjenguknya.” Papa memberikan Noah pada Wini. “Halo Noah, untuk sementara kamu sama mama Wini dulu, ya. Nanti kita akan hidup bersama lagi dengan papa Adrian dan mama Tania.” “Tidak ada kesempatan itu lagi, Win. Aku juga tidak akan membawa Noah. Adrian adalah papa kandungnya. Dia bilang ingin mene

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status