Zanitha Azkayra Wiranata terpaksa menikahi Ananta Victor von Rotchchild gara-gara terlibat sebuah kecelakaan membingungkan dan menewaskan calon mempelai pengantin wanita kontrak dari Ananta. Ananta hanya menginginkan anak untuk bisa menjadi pewaris perusahaan kakeknya dan Zanitha terpaksa harus menggantikan calon mempelai pengantin yang meninggal dunia itu demi agar Ananta tidak menuntut dan menjebloskannya ke Penjara.
View MoreSalju turun perlahan di halaman utama Mansion Von Rotchschild di Zurich, namun hawa dingin yang menusuk seolah tak seberapa dibandingkan dengan suhu di ruang utama keluarga siang itu.Sebastian Von Rotchschild duduk tegak di kursi tinggi di ujung meja panjang ruang konferensi pribadi mereka. Di kedua sisi, hadir semua anggota keluarga inti yang memiliki hak suara dalam urusan suksesi: Mathias, Simon —meski ia tak banyak bicara lagi sejak diasingkan—dan Leonardo yang duduk agak menyendiri, pandangannya penuh kemenangan. Seraina, Rafael, dan beberapa anggota keluarga muda lainnya memenuhi kursi tambahan di sisi dinding ruangan, semua tampak waspada namun juga antusias. Udara dipenuhi ketegangan.Pagi itu, Rafael baru saja mendarat dari Jakarta. Ia langsung melaporkan temuannya kepada Sebastian. Tanpa ragu, tanpa filter, tanpa memberi Ananta satu detik pun untuk membela diri.“Zanitha Azkayra Wiranata,” Rafael mengulang dengan suara nyaring, “adalah anak kandung dari Damar Wiranata. M
Suara roda koper bergesekan pelan di lantai bandara Soekarno-Hatta yang padat siang itu. Rafael Von Rotchschild berjalan tegap di antara antrean manusia yang tampak tergesa-gesa, namun dirinya tetap santai. Sangat santai. Seolah udara panas Jakarta yang melekat di kulit tak berani menempel di jas linen tipis yang membungkus tubuh rampingnya.Kacamata hitam Ray-Ban bertengger di batang hidung mancungnya, menyembunyikan sorot mata licik yang biasanya tak bisa ia sembunyikan di Swiss. Di belakangnya, dua asisten pria muda yang didandani layaknya eksekutif muda Helvion Fintech Group mengikuti, mengangkat map portofolio dan berkas-berkas presentasi penting.Rafael menoleh sedikit, menatap mereka dengan sinis.“Kita langsung ke Hotel Dharmawangsa. Aku butuh mandi sebelum meeting makan malam dengan paman Mathias,” ucapnya dalam bahasa Inggris bercampur aksen Jerman yang kental.“Baik, Tuan Rafael,” sahut asisten pertamanya cepat.Sementara itu, pandangan Rafael menyapu bandara internasi
Saat malam hari, mereka makan malam hanya berdua di chalet. Hidangan sederhana: sup krim jamur, daging panggang, dan salad segar. Ananta mengambil alih tugas memotongkan daging untuk Zanitha, memastikan porsi dan kematangannya sesuai.Zanitha tertawa kecil. “Akhir-akhir ini kamu sering jadi orang biasa.”Ananta menatapnya sekilas. “Terkadang aku rindu hidup di Jakarta… melakukan semua sendiri tanpa banyak orang melayaniku.”“Kita bisa kembali ke Jakarta … Helvion Group di Jakarta sudah lebih dari cukup untuk hidup kita dan anak … anak-anak kita nanti.” Ananta bisa melihat tatapan memohon tersirat di pendar mata Zanitha.Memohon agar dia meninggalkan mimpinya menduduki posisi Chairman dan hidup ‘sederhana’ dengannya di Jakarta.Namun sorot mata Ananta seketika berubah dingin.“Enggak mungkin … aku terlahir untuk jadi pewaris Von Rotcshchild … aku yang akan menggantikan kakek,” kata Ananta menegaskan.“Tapi nyawa kamu, nyawa aku dan nyawa anak-anak kita terancam … Kamu lupa kal
Zanitha berdiri di depan koper kecil yang sudah dikemas Klaus. Tangannya membelai koper itu, memikirkan maksud di balik ajakan Ananta yang tiba-tiba. Bukan sekadar short trip. Bukan liburan seperti pasangan biasa. Ada sesuatu yang lebih besar dari itu.“Karena kamu butuh alasan untuk tetap di sini.”Kalimat itu terus bergema di kepalanya. Mengganggu. Membuat batas antara logika dan perasaannya semakin tipis. Ia mengusap pelan perutnya yang mulai berat, lalu menatap bayangannya sendiri di cermin panjang di lorong kamar.Ananta muncul dari balik pintu. Mengenakan turtleneck hitam yang membuat kulitnya semakin pucat, dan mantel wool tebal yang membingkai tubuh tingginya. Tangannya menggenggam ponsel, wajahnya seperti biasa, datar dan tanpa kompromi.“Kita berangkat sekarang,” katanya, suaranya berat tanpa emosi.Zanitha mengangguk pelan, mengambil tas tangan kecilnya. Klaus mengambil alih koper mereka, sementara Ananta melangkah lebih dulu sembari mengulurkan tangan ke belakang memi
Meski begitu, ucapan mereka berdua menghantam Zanitha keras, membuat dadanya seketika sesak. Ia berusaha mengatur napasnya, mencoba tidak terpancing. Tapi Seraina sudah menangkap itu. Ia melihat kilatan emosi di mata Zanitha dan tetap melanjutkan karena belum puas.“Kamu pikir, bayi yang kamu kandung bisa membuatmu setara dengan kami? Tidak, Zanitha.” Seraina mendekat, suaranya lebih lembut, namun dingin seperti pisau es. “Kamu tetap… orang luar.”Zanitha menggigit bibir, mencoba bertahan. Ia tidak boleh terlihat lemah di depan mereka.Rafael menyeruput kopinya. “Kami hanya ingin kamu tahu… bahwa tempatmu ada di pinggiran lingkaran kami. Meskipun pewaris lahir dari rahimmu, bukan berarti kamu bisa setara dengan kami.”Seraina menyusul, senyum tipis di wajahnya. “Tapi kalau kamu pintar, kamu akan mundur lebih dulu. Buat keputusan yang tepat, Zanitha. Untukmu… dan untuk bayi itu… pergi yang jauh, bawa bayimu.”Mata Zanitha memanas. Ia tidak menangis. Tidak di depan mereka.“Sayang
Pagi hari di mansion Victor Von Rotchschild tampak seperti biasa. Udara dingin Zurich menyusup lewat jendela, namun kehangatan di kamar bayi membuat suasana tidak terasa sepi. Zanitha duduk di sofa panjang dekat jendela, tangannya sibuk melipat baju bayi yang baru mereka beli dua hari lalu. Jemari lentiknya berhenti sesaat, menatap potongan kecil kain itu sambil menghela napas. Sebuah keraguan masih bersarang di hatinya, dan itu bukan tentang bayi dalam kandungannya.Seseorang berdiri di ambang pintu dan Zanitha langsung tahu siapa. Klaus.“Nyonya,” sapa Klaus sambil membungkuk sopan.“Klaus,” balas Zanitha pelan.Klaus berjalan mendekat, lalu berdiri diam beberapa langkah darinya. “Cuaca hari ini cukup baik. Apakah Nyonya ingin berjalan-jalan di taman belakang?”Zanitha tersenyum tipis. Ia mengangguk. “Boleh.”Mereka berjalan beriringan di jalur batu yang mengelilingi taman belakang mansion. Klaus menjaga jarak secukupnya, seperti biasa, namun kali ini sesekali menatap wajah Za
Zanitha nyaris kewalahan mengikuti langkah suaminya yang seperti CEO sedang meninjau proyek ke lapangan, namun kali ini… yang pria itu tinjau adalah perlengkapan untuk kenyamanan sang istri dan bayi mereka.Keduanya ditemani staf sempat berhenti di bagian tas rumah sakit—sebuah tas elegan yang berisi segala kebutuhan ibu saat masuk rumah sakit untuk melahirkan.“Kapan perkiraan kamu akan melahirkan?” tanya Ananta, masih melihat daftar isinya.“Beberapa bulan lagi,” jawab Zanitha.Ananta menatapnya. “Kita siapkan dari sekarang.”Pria itu memeriksa isinya:• Dua gaun tidur kancing depan untuk menyusui• Bra menyusui• Pembalut khusus nifas• Handuk kecil• Sandal anti slip• Perlengkapan mandi• Minyak aromaterapi• Botol air minum khusus ibu hamil• Baju bayi pertama• Selimut bayi• Topi dan sarung tangan bayiSemua lengkap.“Ambil yang ini,” katanya pada staf.“Baik, Tuan.”Terakhir, Ananta berhenti di bagian kursi goyang menyusui. Ia duduk, mencoba kenyamanannya.
Sabtu pagi di Zurich, matahari musim dingin memercikkan cahaya lembut di sela-sela tirai kamar utama. Udara di mansion terasa hangat berkat sistem pemanas, tapi suasana yang lebih hangat justru berasal dari interaksi di dalam ruangan itu.Zanitha masih meringkuk di balik selimut, sementara Ananta berdiri di depan lemari pakaian, mengenakan turtleneck hitam dan mantel wool Armani yang pas di tubuh tinggi bidangnya. Ia menyesuaikan jam tangan di pergelangan kiri, lalu melirik sekilas ke arah tempat tidur.“Bangun,” suara berat Ananta terdengar, tanpa basa-basi.Zanitha mengerjapkan mata malas. “Masih ngantuk…” gumamnya setengah malas.“Sudah jam delapan. Kita keluar hari ini,” ujar Ananta lagi, nada suaranya tegas tapi tidak keras.Zanitha mendongak, bingung. “Ke mana?”Ananta mengambil syal dan memutar tubuh menghadapnya. “Klaus bilang kemarin kamu ke butik bayi.”Zanitha langsung teringat. Ia berusaha membaca ekspresi Ananta. Tidak ada kemarahan, hanya tatapan gelapnya yang bia
Siang itu di Bahnhofstrasse, jalan utama kota Zurich yang dipenuhi butik mewah, suasana tampak hidup meskipun udara dingin menusuk tulang. Mobil hitam panjang yang membawa Zanitha berhenti perlahan di depan sebuah butik eksklusif yang menjual pakaian ibu hamil dan perlengkapan bayi kelas atas. Klaus turun lebih dulu, memastikan kondisi sekitar aman sebelum membuka pintu penumpang belakang. Ia menyodorkan tangan untuk membantu Zanitha keluar dari mobil. Meski mengenakan mantel tebal berwarna krem pucat, perut Zanitha yang mulai membuncit tetap terlihat jelas, memberikan aura keibuan yang membuat beberapa pejalan kaki melirik, mengira-ngira siapa wanita elegan itu. “Terima kasih, Klaus,” ucap Zanitha pelan sambil membenarkan scarf sutranya. Klaus mengangguk sopan. “Sama-sama, Nyonya.” Mereka melangkah masuk ke butik pertama, “Maison Enfant.” Ruangan butik itu terasa hangat, didesain minimalis dengan dominasi warna pastel yang menenangkan. Wangi kayu cedar bercampur lavender m
Ananta Victor von Rotchchild, CEO blasteran Swiss-Indonesia yang kini menjadi pimpinan tertinggi Helvion Group di Indonesia itu sedang mematut diri di depan cermin sambil menautkan kancing di lengan kemeja, kerutan halus tampak di antara kedua alisnya yang tebal padahal pria itu begitu tampan mengenakan tuxedo di hari pernikahannya ini.Mungkin karena Ananta membenci hari ini lantaran terpaksa menikahi seorang gadis hanya untuk mendapatkan keturunan.Adik sepupunya yang bernama Rafael telah menikah dan memiliki anak laki-laki membuat kakek mereka sang Chairman of the Board di perusahan Helvion Group Swiss merasa senang dan digadang-gadang Rafael akan menggantikan posisi beliau sebagai pemimpin tertinggi perusahaan melangkahi Ananta.Itu kenapa Ananta mengutus Ryan-sekretarisnya mencarikan seorang gadis untuk dijadikan istri kontrak dan mau melahirkan keturunannya.Namun setelah anak itu lahir, Ananta akan menceraikannya dengan memberikan imbalan yang besar.Ananta tidak pernah me...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments