Share

Pengkhianat

Author: Erna Azura
last update Last Updated: 2025-01-19 19:45:37

Zanitha membereskan mejanya setelah berpamitan kepada sang bos tentang pengunduran dirinya karena alasan akan menikah.

Bu Ellyn tentu tercengang mendengar berita mendadak tersebut namun apa yang bisa dia perbuat selain memberi ACC karena Zanitha adalah anak dari pemilik perusahaan ini.

“Nit, pipi kamu kenapa?” tanya bu Ellyn yang menyadari terdapat memar di tulang pipi Zanitha.

“Ini ulah bu Ratih lagi ya?” Bu Ellyn berbisik.

Zanitha menggelengkan kepala bersama senyumnya.

“Bukan, tadi kepentok pintu.” Zanitha berdusta.

Bu Ellyn mengembuskan nafas panjang, hanya dia dan beberapa karyawan senior yang mengetahui asal-usul Zanitha dan perlakuan apa yang dia terima dari ibu tirinya selama ini membuat wanita paruh baya itu merasa iba.

“Syukurlah kalau kamu akan menikah, kamu bisa meninggalkan mereka … semoga calon suami kamu bisa memberikan kasih sayang yang enggak pernah kamu dapatkan selama ini,” kata bu Ellyn mendoakan dengan tulus.

Zanitha menghentikan aktifitasnya memasukan barang-barang ke sebuah dus, dia menatap bu Ellyn dengan genangan di mata.

“Mana mungkin, Ananta hanya menginginkan anak yang sudah pasti untuk memperkuat posisinya di Helvion Group.” Zanitha sudah mengerti sekarang kenapa Ananta ingin memiliki keturunan setelah mengetahui pria itu adalah CEO Helvion Group.

Zanitha mengetahui dari sang papi kalau Helvion Group memiliki tiga bisnis yang sukses, di bidang Fintech, Shipping dan Farmasi dan berbasis di Swiss sementara sang Chairman yang bernama Sebastian atau merupakan kakeknya Ananta memiliki tiga putra yaitu Mathias yaitu ayahnya Ananta yang menjadi CEO perusahaan Shipping, Leonardo menangani Fintech dan Simon yang menguasai Farmasi.

Dan bila mendengar cerita di luaran sana kalau pimpinan tertinggi perusahaan akan jatuh ke tangan cucu laki-laki yang memiliki keturunan laki-laki pasti Ananta sedang mengincar posisi Chairman.

“Dasar serakah.” Zanitha bergumam.

“Kenapa?” Bu Ellyn bertanya membuat Zanitha tersadar kalau atasannya masih ada di sana.

“Enggak Bu.” Zanitha menyengir.

“Ya sudah, kalau kamu butuh sesuatu bisa hubungi saya ya.” Bu Ellyn mengelus pundak Zanitha.

“Makasih Bu.”

Bu Ellyn pergi meninggalkan kubikel Zanitha sesaat kemudian Zanitha menghempaskan bokongnya di sofa.

“Baru kemarin aku dapet pengetahuan tentang Helvion Group dari papi … eeeeh, aku malah ngajuin calon suami yang merupakan CEO perusahaan itu ke papi.” Zanitha mengusap wajahnya kasar.

Dan saat memejamkan mata, bayangan sewaktu menabrak Erina muncul dalam benaknya membuat Zanitha terhenyak.

“Ya Tuhan ….” Zanitha mengerang.

Buru-buru dia membereskan barang-barangnya lalu meninggalkan gedung kantor ini.

Beberapa teman sesama karyawan di sana hanya melirikan mata tanpa bertanya apa yang terjadi dengan Zanitha karena sesungguhnya Zanitha tidak memiliki sahabat dekat, mereka semua meski posisinya selevel dengan Zanitha di perusahaan itu tapi menganggap Zanitha adalah anak dari pemilik perusahaan ini sehingga mereka segan terhadap Zanitha.

Sambil memeluk dus berisi barang-barangnya, Zanitha menyusuri lorong untuk sampai di lift.

Sialnya ketika pintu lift terbuka, dia mendapati sang kakak tiri kedua yang bernama Aditya di dalam sana.

Smirk terbit di bibir Aditya yang tengah menyandarkan setengah bagian tubuhnya di dinding lift.

Setengah hati Zanitha melangkahkan kaki masuk ke dalam lift.

“Mau ke mana?” Aditya bertanya sembari mencolek dagu Zanitha.

“Mau pulang ….” Zanitha menyahut.

“Katanya lo dipecat sama papi ya?” Aditya bertanya lagi.

Zanitha tidak menyahut, kepalanya menunduk dalam menatap ujung sepatu.

Aditya merangkul pundak Zanitha, mendekatkan wajahnya di telinga gadis itu.

“Kata papi … lo mau nikah? Iya?” Aditya berbisik sembari mengendus leher Zanitha.

“Kak … jangan kaya gini.” Zanitha mendorong pelan tubuh Aditya.

Aditya tergelak dan malah mengeratkan rangkulannya dengan kasar sehingga tubuh Zanitha mendesak dadanya.

“Lo enggak boleh nikah sebelum gue ngerasain tubuh lo.”

“Kak!” pekik Zanitha dengan mata memerah.

“Lepas!” Zanitha menghentak tangan Aditya dari pundaknya lalu keluar dari lift yang kebetulan pintunya terbuka di lobby.

Aditya terkekeh, dia selalu puas setiap habis menggoda Zanitha.

Zanitha berlari menyebrangi lobby sambil berderai air mata mengingat pelecehan yang Aditya lakukan sejak kecil kepadanya, hingga detik ini Zanitha tidak tahu apakah dia masih perawan atau tidak.

“Nona Zanitha, mau ke mana?” tanya sekuriti di lobby.

“Mau pulang, bisa minta tolong panggilkan taksi, Pak?”

“Oh boleh!” Pria sekuriti berlari ke depan jalan memanggil taksi.

Sambil menunggu taksi, Zanitha mengusap air mata yang terus berguguran membasahi pipi, meratapi betapa malang hidupnya selama ini.

Taksi datang dan Zanitha langsung masuk ke dalamnya setelah mengucapkan terimakasih kepada sekuriti.

Alamat rumah sang papi yang Zanitha berikan kepada driver taksi agar mengantarnya ke sana.

Zanitha tinggal di rumah itu selama dua puluh lima tahun hidupnya, mendapat berbagai macam caci maki, kekerasan verbal maupun fisik yang harus dia tanggung tanpa sekalipun pembelaan dari sang ayah biologis yang telah membawanya ke dunia ini.

Sesampainya di rumah mewah milik Damar Wiranata, kaki Zanitha rasanya sulit digerakan.

Dia enggan turun dari dalam taksi karena pasti ibu tirinya sudah mendapat kabar dari papi tentang pernikahannya dengan CEO Helvion Group.

Tapi Zanitha harus turun karena ke mana lagi dia akan pergi?

Gadis itu melangkah gontai masuk ke dalam rumah sembari memeluk sebuah dus.

Ketika melewati living room, jantungnya segera saja dibuat berdetak tidak karuan karena sang mami tiri dan kakak tiri berada di sana langsung menoleh menatap tajam pada dirinya.

“Sore, Mi … Kak Anin …,” sapa Zanitha pura-pura tidak memiliki dosa.

Mami Ratih bangkit dari sofa, wajahnya tampak murka lalu mengangkat tangan saat langkahnya nyaris sampai ke depan Zanitha membuat gadis itu menyilangkan kedua tangan di kepala guna menghalangi pukulan yang dilayangkan sang mami sehingga dusnya jatuh menimpa kaki.

“Aaaawwww!” seru Zanitha mengaduh membuat mami Ratih tidak jadi memukulnya.

“Rasain! Itu hukuman dari Tuhan karena kamu berkhianat sama kami!” seru mami Ratih geram.

“Kok bisa sih kamu dihamilin saingan bisnis Papi? Kamu tega Nitha!” Anindita berseru kecewa.

Zanitha menutup mulutnya rapat, tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya karena Ananta adalah tiket untuk keluar dari neraka ini.

Sambil sesekali mengusap kakinya, Zanitha memasukan kembali barang-barangnya ke dalam dus.

“Maaf Mi … Kak Anin, Nitha enggak tahu kalau dia saingan bisnis papi.” Zanitha melirih.

“Kemasi barang-barang kamu sekarang! Besok kamu langsung pergi dari rumah ini setelah menikah! Pokoknya Mami enggak mau tahu, jangan pernah datangi keluarga kami dengan perut kamu yang buncit! Mami enggak mau keluarga dan teman-teman Mami berpikir negatif!” Mami Ratih membentak marah.

Mereka semua berpikir kalau Zanitha benar tengah berbadan dua padahal itu adalah kebohongan semata yang diucapkannya secara impulsif agar papi memberikan restu.

“Iya Mi, Nitha akan pergi.” Nitha menarik langkah usai berkata demikian, menaiki anak tangga menuju kamarnya dengan raut sendu.

Tidak sekalipun mami Ratih iba kepada Zanitha karena setiap kali melihat wajah Zanitha, bayangan akan apa yang dilakukan suaminya dengan mendiang Dina-sang sekretaris di masa lampau hingga menghasilkan Zanitha terus berputar dalam benak beliau bagai kaset rusak dan membuat hatinya berulang kali terluka.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Pergi

    Zanitha duduk di balkon kamarnya dengan lampu yang sengaja dia padamkan agar tidak ada tetangga yang bisa melihatnya duduk di sini dalam keadaan murung.Tapi sinar bulan masih bisa membantu membaca kartu nama Ryan yang berada dalam genggaman tangannya.Banyak yang ingin Zanitha bicarakan salah satunya tentang di mana dia akan tinggal setelah menikah?Ketika Zanitha hendak menyalin nomor ponsel Ryan dan menyimpannya di kontak, benda tersebut berdering memunculkan sederet nomor tidak di kenal.Nomor yang tertera tampak familiar lalu Zanitha menyocokannya dengan nomor ponsel Ryan di kartu nama dan ternyata sama.Zanitha langsung menggeser icon gagang telepon berwarna hijau untuk menjawab panggilan yang dia yakini dari sekretaris Ananta itu.“Hallo Mas Ryan?” Zanitha langsung menyahut.“Nona sudah simpan nomor saya?” tanya Ryan heran karena Zanitha mengetahui kalau dirinya yang menghubungi.“Sudah …,” jawab Zanitha agar tidak perlu menjelaskan.“Oh oke, saya menghubungi Nona ingi

    Last Updated : 2025-02-25
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Menikah

    Zanitha menatap dirinya di cermin, dress berwarna putih berlengan panjang dengan model rok A Line yang panjangnya sebetis telah membalut tubuhnya begitu sempurna.Rambut panjang lebat dan ikalnya dia biarkan terurai dan jepit mutiara tersemat di dekat pelipis menambah kesan mewah dan elegan.Zanitha memutar tubuh lalu mengenakan kitten heelsnya.Meraih handle koper lantas membawanya menuju lantai satu.Tidak ada satu pun keluarganya di dalam rumah, papi sudah pergi, mami ngopi cantik bersama bestie, kak Anindita dan mas Adam sudah kembali ke rumah mereka tadi pagi dan Aditya tentunya bersama papi di kantor.Para pegawai sedang beristirahat di area belakang, Zanitha tidak akan mengganggu mereka.“Ini bener-bener enggak ada yang mau nganterin aku menikah? Seenggak penting itu aku di mata mereka?” Zanitha tertawa sumbang.Dia pergi menuju pintu keluar dengan langkah tegas karena sudah memantapkan hatinya untuk pergi dari Neraka ini.Zanitha berdi

    Last Updated : 2025-02-26
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Ingin Bercerai

    “Ini kamar Nona, kamar mandi ada di dalam dan itu dapurnya.” Ryan sedang melakukan room tour kepada Zanitha.“Jangan pindahkan barang-barang di sini dan jangan berantakin ruangan kecuali kamar kamu, terserah.” Ananta memberikan ultim.Zanitha mendengkus sebagai balasan membuat Ananta berdecak lidah kesal.“Memangnya kamu enggak mampu bayar asisten rumah tangga?” Zanitha bersarkasme.“Ada Nona, akan datang setiap hari … tapi siang juga sudah pulang hanya sampai pekerjaannya selesai, mungkin maksud tuan Ananta setelah asisten rumah tangga pulang kalau Nona lapar ingin masak maka harus mencuci piring dan peralatan masak serta merapihkan dapur kembali … juga living room harus tetap rapih seperti itu.” Jempol Ryan menunjuk living room.“Tenang aja, aku enggak bisa masak.” Zanitha menyengir lucu.“Udah waktunya makan siang nih, kita mau makan di mana?” Zanitha melirik arlojinya.Ananta menatap malas Zanitha kemudian menarik langkah menuju pintu keluar.“Nanti saya akan pesan caterin

    Last Updated : 2025-02-27
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Tidak Berdosa

    Zanitha merasa sudah tidur terlalu lama, dari semenjak matahari masih bersinar sampai sekarang sudah kembali ke peraduannya digantikan sang rembulan.Dia bangun karena merasakan haus, entah kenapa juga udara malam ini begitu panas padahal pendingin udara bekerja maksimal.Dia keluar dari kamar menuju dapur.“Waw … udah jam sembilan.” Zanitha terkejut saat melihat jam yang tergantung di dinding.“Ananta udah pulang belum ya?” Dia celingukan sembari berbelok ke depan kamar yang dia yakini adalah kamar Ananta kemudian menempelkan telinga di daun pintu.Hening, tidak ada tanda-tanda kehidupan.“Belum pulang kali ya, dia ‘kan ambis.” Zanitha bicara sendiri lalu melanjutkan langkah ke dapur mencari air minum.Sambil menenggak segelas air, pandangannya tertuju pada kolam renang yang berwarna biru bersih.Kondominium Ananta memang mewah dilengkapi privat pool, tentu saja sekelas CEO perusahaan multinasional pasti mampu membeli kondomium seperti ini.Udara yang panas memunculkan ide b

    Last Updated : 2025-02-28
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Gadis Keras Kepala

    “Zanitha!” seru Ananta dengan ekspresi berang seperti ingin mencincang Zanitha sekarang juga.Pria itu bangkit dari kursi sambil mengibas-ngibas bagian dada yang sebenarnya percuma dia lakukan.“Apa?” sahut Zanita sama lantangnya, mata gadis itu melotot dengan kepala mendongak menantang Ananta.“Apa-apaan kamu? Aku sebentar lagi harus meeting sama klien!” Ananta menggebrak meja melampiaskan rasa ingin menghajar Zanitha sekarang juga.“Kamu yang apa-apaan? Kamu ngebully aku dengan mengatai aku anak haram, pakai otak donk … aku juga punya hati, aku juga enggak minta dilahirkan … dan seharusnya kamu mikir, apa aku suka dengan status aku ini? Hiks … hiks ….” Zanitha berteriak di antara isak tangisnya.“Aku muak dibully oleh kak Anin dan kak Aditya juga mendapatkan kekerasan verbal dari mami Ratih selama dua puluh lima tahun hidupku … apa enggak bisa kamu jadi seorang pria dewasa yang lebih bijaksana dengan enggak membully aku juga? Hah?” Ananta tertohok, dia tidak mengira Zanitha

    Last Updated : 2025-03-01
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Tidak Percaya

    Zanitha tidak serta merta percaya apalagi jumawa saat Ryan datang untuk mewakili Ananta menyampaikan permintaan maaf.Entah apa yang sebenarnya terjadi tapi yang pasti Zanitha masih sakit hati.Dia tidak pernah baik-baik saja setiap kali ada yang mengatainya anak haram.Demi apa, luka yang Ananta torehkan melalui kata-katanya tidak semudah itu bisa sembuh.Zanitha mengusap satu buliran kristal yang jatuh dari sudut mata.Ting …Tong …Suara bel di pintu depan membuat Zanitha menoleh dengan ekspresi penuh tanya.Siapa gerangan yang bertamu?Jika itu Ryan atau Ananta, pasti mereka akan langsung masuk karena memiliki akses.Zanitha turun dari sofa yang sedari sore tempatnya bersarang lalu menyeret langkahnya menuju pintu.Ceklek.Seorang kurir berdiri di depan pintu dengan senyum profesional, menyerahkan sebuah buket bunga mawar merah yang terbungkus rapi dalam kertas putih elegan.“Nyonya Zanitha Von Rotchschild?” Kurir pria bertanya untuk memastikan.“Bukan … aku Zanitha

    Last Updated : 2025-03-02
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Video Call Yang Terpaksa

    Ananta berjalan mondar-mandir di dalam ruang kerjanya dengan ekspresi gelisah yang jarang terlihat. Tangannya menggenggam ponsel, membaca ulang pesan yang baru saja ia terima dari ayahnya.Mathias von Rotchschild: Ananta, Ayah ingin melakukan video call malam ini. Ayah penasaran dengan wajah istrimu, jangan membuat Ayah curiga kalau sebenarnya kamu belum menikah, hanya membohongi Ayah dan keluarga besar Von Rotchschild. Jangan beri alasan lagi, setelah makan siang Ayah akan melakukan panggilan video!”Mengingat perbedaan waktu lebih cepat enam jam, pasti di Zurich-Swiss sekarang ini akan memasuki jam makan siang dan sang ayah sebentar lagi akan menghubunginya.Ananta menghela napas panjang. Ayahnya sudah mulai curiga. Jika ia terus menghindar, bukan tidak mungkin beliau akan menggali lebih dalam dan menemukan kejanggalan pernikahannya dengan Zanitha.“Persetan,” gumam Ananta, meremas ponselnya. Mau tidak mau, ia harus melibatkan Zanitha.Dengan enggan, Ananta melangkah keluar dar

    Last Updated : 2025-03-03
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Luka Yang Terulang

    Zanitha bangun lebih awal dari biasanya. Matanya masih sedikit berat, tetapi semangatnya tinggi.Semalam, setelah video call dengan Mathias, ia terus memikirkan ekspresi Ananta saat dia menyebut ibunya. Ada kesedihan yang samar di mata Ananta yang membuat Zanitha merasa bersalah.Dengan cepat, ia mandi lalu mengenakan pakaian kasual—sebuah blouse putih sederhana dan rok pendek berpotongan rapi. Tidak terlalu formal, tetapi cukup sopan untuk duduk satu meja dengan pria yang kini menjadi suaminya, meskipun hanya dalam kontrak.Ketika ia sampai di ruang makan, Ananta sudah duduk di sana, membaca koran elektronik di iPad, secangkir kopi hitam mengepul di hadapannya. Lelaki itu tampak seperti biasa—tampan, tenang, berkarisma, tapi dingin.Zanitha menarik kursi di seberang Ananta. “Pagi.” Dia menyapa, berusaha terdengar santai.Ananta mengangkat pandangannya sekilas, lalu kembali ke iPad. “Pagi,” jawabnya pendek.Zanitha menarik napas dalam. Ia ingin mengatakan sesuatu yang sudah meng

    Last Updated : 2025-03-04

Latest chapter

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Membuat Ananta Melupakan Zanitha

    Sementara itu di mansion Zurich, Sebastian duduk di ruang musik bersama Ares yang tengah duduk di atas pangkuannya. “Lihat ini, Ares…” katanya sambil menekan tuts piano, memainkan melodi sederhana. Ares menatap jemari tua itu lalu ikut menekan satu dua tuts sembarangan setelahnya tertawa kecil. “Ha!” Sebastian terkekeh. “Kamu punya bakat musik rupanya?” Nanny yang berdiri di dekat pintu tersenyum. “Sepertinya dia nyaman sekali dengan Tuan Sebastian.” Sebastian menoleh, menatap cicitnya yang tersenyum sambil menepuk-nepuk piano. “Ananta sudah punya segalanya… tapi wanita itu… wanita itu telah membawa warna ke hidup bocah ini,” gumam Sebastian sambil memeluk Ares erat. Kenyataan bahwa Ananta kini adalah pewaris sah Helvion Group, memiliki kekuasaan, reputasi, bahkan seorang anak sebagai penerus garis darah keluarga Von Rotchschild. Ananta secara material dan status te

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Maaf

    Pagi yang sunyi di Zurich,Langkah Ananta menggema di lorong utama mansion Sebastian Von Rotchschild saat ia berjalan menuju ke sebuah ruang kerja.Di tangannya ada map hitam berisi laporan perkembangan proyek pelabuhan baru Helvion Shipping di kawasan Asia Tenggara—sebuah proyek ekspansi strategis yang sedang ia pimpin langsung.Sesampainya di depan pintu, Ananta mengetuk pelan.“Masuk,” suara Sebastian terdengar dari dalam.Ananta membuka pintu dan masuk dengan sikap tenang, namun matanya menyimpan sesuatu yang lebih dari sekadar profesionalisme.“Ada yang ingin kamu sampaikan?” Sebastian langsung menatapnya tanpa basa-basi.Ananta mengangguk. “Aku akan ke Jakarta untuk inspeksi awal lokasi pelabuhan baru yang sedang kita rencanakan. Ada celah efisiensi distribusi di kawasan timur Indonesia. Aku perlu validasi lapangan sebelum eksekusi.”Sebastian menautkan jari-jari di atas meja. “Sendiri?” Keningnya berkerut disertai sorot mata penuh kecur

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Benci

    Pagi itu, langit Jakarta terlihat cerah, namun hati Zanitha justru terasa mendung. Ponselnya bergetar lembut dan di layar menampilkan nama: Ryan.Zanitha menjawab dengan suara pelan, “Halo, Mas Ryan?”Suara Ryan terdengar tenang, seperti biasa, tapi dengan nada berat yang tak bisa disembunyikan.“Selamat pagi, Nyonya. Saya minta maaf harus menyampaikan ini .…”Zanitha menegakkan punggung, firasat buruk langsung menyusup.“Ada apa?”“Saya… tidak bisa mendampingi Anda lagi dalam pembangunan toko bunga.”Ryan terdiam sejenak.“Ini perintah langsung dari Tuan Mathias. Saya diultimatum… dan saya tidak ingin Anda terseret masalah.”Zanitha menggigit bibir bawahnya, menahan rasa kecewa. Tapi ia tetap menjaga suaranya tetap stabil.“Saya mengerti, Mas. Kamu ‘kan memang sekretaris utama Helvion Group. Aku semestinya enggak boleh mengganggu kamu ….”Ryan menarik napas lega mendengar reaksi itu, meski tetap terdengar sedih.“Saya sudah menugaskan sepupu jauh saya. Namanya Bella—dia s

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Toko Bunga

    Setelah berkeliling pasar bunga dan memastikan kontrak dengan beberapa supplier, Ryan dan Zanitha mampir ke sebuah showroom interior kecil di Kemang yang direkomendasikan seorang kenalan florist.Di dalam, ruangan dipenuhi mock-up etalase toko, meja kasir bergaya industrial, lampu gantung rotan, serta rak kayu bergaya rustic. Segalanya tampak menawan—dan terlalu banyak pilihan untuk Zanitha yang perfeksionis.“Mas, kayu jati atau kayu pinus?” Zanitha berdiri di depan dua contoh rak display. “Yang jati lebih kokoh, tapi pinus warnanya lebih cerah.”Ryan mendekat, membuka map hitamnya lagi, lalu mencatat. “Kalau dari biaya produksi, pinus lebih murah. Tapi daya tahannya—”“Mas Ryan,” sela Zanitha cepat, “kamu tahu enggak, kamu tuh… bisa kerja jadi wedding planner.”Ryan tertawa pelan. “Jadi Nyonya mau bilang saya cerewet dan penuh catatan?”Zanitha nyengir. “Iya… Mas Ryan kaya google.”Ryan mengangguk dramatis. “Google… tapi versi manusia. Tanpa iklan.”Zanitha tertawa. Kemudian

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Nyaman Tapi Tidak Bahagia

    Hidup nyaman bukan berarti hidup bahagia.Setidaknya itu yang Zanitha pelajari dalam satu minggu terakhir tinggal di apartemen megah kawasan SCBD. Kamar tidur luas dengan ranjang empuk, dapur lengkap, ruang kerja pribadi, balkon dengan pemandangan kota Jakarta dari ketinggian, bahkan mobil mewah dan supir yang selalu siap kapan pun. Tapi setiap malam saat ia terjaga dari tidur gelisah, hanya ada satu yang mengisi pikirannya.Ares.Tangisnya. Senyumnya. Suara gumam pelannya saat tertidur di dada Zanitha. Jemari mungilnya yang menggenggam erat saat menyusu. Semua itu tidak pernah benar-benar pergi dari ingatan. Bahkan dalam diam, tubuh Zanitha masih terasa nyeri karena tidak lagi menyusui.Sementara itu, satu nama lainnya yang juga tak bisa ia lupakan…Ananta.Pria itu tidak menghubunginya, tidak mengirim pesan. Tidak juga mencoba menjelaskan. Seolah hubungan mereka sudah benar-benar selesai.Padahal Zanitha tahu, Ananta bukan pria yang begitu saja bisa melepaskan. Tapi mungkin…

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Sepi

    Damar menatap punggung Zanitha yang sedang berdiri di depan meja teller sebuah bank swasta milik asing.Sebenarnya Damar tidak tega melakukan ini tapi dia tidak bisa mendapatkan suntikan dana segar lagi setelah hutangnya menumpuk di bank.Hanya Zanitha yang bisa menolongnya, beruntung uang kompensasi kawin kontrak yang diberikan Ananta jumlahnya sangat besar dan Damar yakin bisa mengembalikan perusahaannya seperti dulu.Damar tersenyum saat melihat Zanitha telah selesai dengan teller dan sedang berjalan mendekat.“Papi … transfernya sudah berhasil, ini buktinya.” Zanitha yang sudah duduk di samping Damar memberikan secarik kertas bukti yang diberikan teller.“Terimakasih Nitha … Terimakasih ya.” Damar menggenggam tangan Zanitha erat dengan tatapan nanar.Sang papi tidak pernah sedekat ini dengannya membuat Zanitha terharu.“Tapi Papi janji ya jangan berbuat curang lagi … Papi harus inget, Nitha seperti ini karena Von Rotchschild menganggap Papi adalah musuh mereka.” Zanitha men

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Menemui Papi Damar

    Keesokan paginya, bel pintu apartemen berbunyi.Seorang pelayan membukakan pintu dan Ryan masuk dengan sopan.“Nyonya,” sapanya hangat.Zanitha keluar dari kamar, masih mengenakan kimono tidur. Rambutnya belum disisir, wajahnya tampak lelah dan sayu dengan mata bengkak karena semalaman memeras air mata. Ia memandang Ryan dengan alis terangkat.“Ada apa pagi-pagi sekali?” gumamnya pelan.“Saya hanya ingin mengecek keadaan nyonya,” jawab Ryan jujur. Zanitha menatapnya datar. “Seriusan? Ananta yang nyuruh Mas Ryan?” Dia menebak.“Enggak Nyonya, ini inisiatif saya …,” ujar Ryan tenang. “Sebagai orang yang ditugaskan membantu semua keperluan Anda di Jakarta… saya merasa perlu memastikan keadaan Anda secara langsung.”Zanitha tidak merespon. Ia hanya berbalik, berjalan ke arah sofa, lalu duduk dengan tubuh lemas.“Kopinya Nyonya ….” Asisten rumah tangga membawa dua mug kopi untuk Zanitha dan Ryan.Ryan duduk di single sofa di living room itu.“Saya juga ingin menyampaikan satu h

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Rumah Bagi Ananta

    *Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta.Langit mendung menggantung rendah, seperti menahan tangis yang tidak sempat tumpah. Udara tropis menyambut Zanitha dengan kelembaban dan panas yang menusuk, begitu kontras dengan dingin elegan Zurich yang baru ia tinggalkan.Langkah kaki Zanitha menyentuh lantai terminal dengan pelan. Sandal hak rendah yang ia kenakan nyaris tidak menimbulkan suara, namun jantungnya berdetak kencang.Ryan berdiri tak jauh dari gate kedatangan, mengenakan setelan jas hitam dan kemeja abu-abu. Tatapannya tenang seperti biasa, namun kali ini ada sedikit ragu di sorot matanya saat melihat Zanitha.“Nyonya Zanitha,” sapanya begitu sopan.Zanitha mengangguk kecil. “Mas Ryan.”Ia tak banyak bicara. Matanya tampak kosong. Ada lelah yang begitu dalam, bukan hanya karena perjalanan, tapi karena kehilangan.“Mobil sudah menunggu di luar. Saya akan mengantar Anda ke apartemen,” ujar Ryan, mengambil alih koper Zanitha.Mobil Mercedes hitam yang dijanjikan Ryan kepada Anant

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Selamat Tinggal Von Rotchschild

    Beberapa saat setelah meninggalkan mansion Von Rotchschild.Limosin hitam yang membawa Zanitha melaju pelan di jalanan Zurich yang tenang. Di luar, dedaunan berwarna hijau segar menari pelan ditiup angin awal musim panas. Namun, suasana dalam mobil itu terasa beku.Taylor yang duduk di kursi depan sesekali melirik ke spion tengah. Sorot matanya tampak khawatir, meski wajahnya tetap profesional seperti biasa.Di kursi belakang, Zanitha duduk membisu. Tubuhnya kaku, tangannya mengepal erat di atas pangkuan, jemarinya dingin. Matanya kosong menatap keluar jendela, namun air matanya diam-diam turun, tanpa suara. Setiap detik terasa berat. Setiap jarak yang bertambah dari mansion Von Rotchschild membuat hatinya makin sesak.Setelah beberapa lama, suara Zanitha terdengar lirih, hampir seperti bisikan.“Taylor.”Pria itu segera menoleh sedikit, memberi perhatian penuh.“Ya Nyonya ….”“Saya ingin pergi ke kantor tuan Sebastian dulu,” katanya dengan sorot mata penuh harap kalau Taylor

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status