Pesona CEO Muda Nadine Zumera Yedda, seorang wanita tangguh berusia 28 tahun, tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah setelah pertemuannya dengan Sagara Devandra. Sebagai sekretaris CEO baru di perusahaan teknologi ternama, Nadine harus menghadapi tantangan baru—bukan hanya dari pekerjaan, tetapi juga dari hati. Saga, pria muda berusia 25 tahun yang cerdas, karismatik, dan tegas, mengambil alih posisi ayahnya sebagai CEO. Meski terlihat sempurna, Saga menyimpan luka dan tekanan dari keluarganya yang selalu menuntut kesempurnaan. Ketika Saga dan Nadine mulai bekerja bersama, hubungan profesional mereka perlahan berubah menjadi sesuatu yang lebih personal. Namun, masa lalu Nadine kembali menghantui ketika Antonio, mantan kekasihnya yang pernah meninggalkan luka mendalam, muncul kembali dalam hidupnya. Di sisi lain, Saga harus berhadapan dengan perjodohan yang diatur keluarganya, membuatnya terjebak di antara tanggung jawab dan keinginannya untuk memilih cinta sejati. Akankah Nadine berani membuka hatinya lagi? Mampukah Saga melawan ekspektasi keluarganya demi kebahagiaan mereka berdua? "Pesona CEO Muda" adalah kisah tentang cinta, pengorbanan, dan keberanian untuk melawan takdir demi menemukan kebahagiaan sejati.
View MoreNadine Zumera Yedda menatap cermin besar yang tergantung di dinding ruang kerjanya. Di balik kaca itu, dirinya tampak sedikit lebih muda dari usia sebenarnya. Usianya yang sudah 28 tahun kadang membuatnya merasa terperangkap di antara rasa tanggung jawab dan kerinduan terhadap mimpi-mimpi yang belum tercapai. Sebagai sekretaris di sebuah perusahaan teknologi besar, Nadine telah melewati banyak hal. Namun, ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya sejak beberapa bulan lalu—sejak Sagara Devandra, atau yang lebih dikenal dengan nama Saga, menggantikan posisi ayahnya sebagai CEO perusahaan ini.
Saga, dengan usianya yang masih 25 tahun, telah merebut perhatian banyak orang dengan karismanya yang kuat dan otoritas yang tak terbantahkan. Tak sedikit yang memuji kecerdasannya, kemampuan beradaptasinya yang luar biasa, dan cara dia memimpin perusahaan ini. Namun bagi Nadine, pria itu lebih dari sekadar CEO muda yang menjabat di perusahaan tempat ia bekerja. Ada sesuatu yang lebih dalam yang membuatnya merasa bingung. Perasaan yang tak bisa ia ungkapkan, meski jelas terasa sejak pertama kali mereka bertemu. "Nadine," suara tegas dari pintu yang terbuka mengalihkan perhatiannya. Saga, dengan penampilan sempurna dalam jas hitam dan dasi yang terikat rapi, melangkah masuk. "Sudah kamu persiapkan semuanya untuk rapat siang nanti?" Nadine tersentak, kemudian berdiri dan mengangguk. "Tentu, Tuan Devandra. Semua sudah saya persiapkan," jawabnya dengan suara tenang, berusaha menyembunyikan kegugupan yang tiba-tiba muncul. Saga duduk di kursinya yang besar dan kokoh. Nadine mengatur dokumen yang sudah tersusun rapi di atas meja, merasakan suasana hening yang mengelilingi mereka. Satu hal yang selalu terasa berat bagi Nadine adalah menjaga batas antara profesionalisme dan perasaan pribadi. Sejak awal bekerja dengan ayah Saga, ia sudah terbiasa dengan ketegangan ini. Namun sekarang, dengan Saga yang berada di posisi ayahnya, perasaan itu menjadi semakin sulit untuk dipertahankan. "Bagaimana kabar kamu, Nadine?" Saga bertanya tanpa mengangkat pandangannya dari dokumen yang ada di depannya. "Aku harap kamu tidak terlalu terbebani dengan pekerjaan ini." Ucapnya lagi. Nadine tersenyum kecil, meskipun dalam hatinya ia tahu bahwa ia benar-benar terbebani. "Semua baik, Tuan. Saya akan selalu berusaha memberikan yang terbaik." Saga akhirnya menatapnya, matanya yang tajam penuh ketegasan. "Aku yakin kamu bisa menghadapinya, Ayahku selalu memujimu. Aku juga berharap bisa bekerja sama denganmu sebaik yang dia lakukan." Mendengar pujian itu, Nadine merasa tersentuh, namun juga cemas. Ayah Saga selalu memperlakukannya dengan baik, memberinya kesempatan yang tak pernah didapatkan kebanyakan orang sepertinya. Namun, dengan Saga, ia merasa ada sesuatu yang lebih intens—sesuatu yang mengusik perasaannya. "Terima kasih, Tuan," jawabnya pelan, mencoba untuk menghindari tatapan Saga. Namun, ia bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang berbeda dalam sikap Saga. Sesuatu yang membuat perasaan yang sudah lama tertanam dalam hatinya kembali muncul, perlahan namun pasti. --- Kilasan Kembali ke Masa Lalu, Beberapa Tahun yang Lalu... Tahun-tahun pertama setelah Nadine lulus SMA adalah waktu yang penuh perubahan baginya. Antonio, yang sebelumnya selalu menjadi teman dekat dan kekasihnya, memutuskan untuk melanjutkan kuliah di luar kota. Nadine, yang baru saja mulai bekerja, mendukung keputusan Antonio meski hatinya berat. Mereka berdua berjanji untuk tetap bersama meskipun jarak memisahkan mereka. Pada awalnya, semuanya berjalan dengan baik. Nadine membantu Antonio yang tinggal jauh dari orangtuanya, seperti mengirimkan uang ketika Antonio kesulitan keuangan. Hubungan mereka terasa sangat kuat, hingga Nadine merasa bahwa dia dan Antonio akan selalu bersama, apapun yang terjadi. Namun, seiring berjalannya waktu, perubahan mulai terjadi. Antonio yang mulai sukses dalam bisnis kecil-kecilannya mulai berubah. Dia tak lagi sering menghubungi Nadine, bahkan mulai menunjukkan sikap yang berbeda. Orangtuanya, yang dulu tidak terlalu mempermasalahkan hubungan mereka, mulai ikut campur. Mereka tidak senang melihat Antonio berhubungan dengan gadis dari keluarga sederhana sepertinya, tanpa mereka ketahui, Nadine lah yang memberikan modal kepada Antonio untuk memulai bisnis. Suatu hari, Antonio mengajak Nadine bertemu di sebuah kafe yang tenang, jauh dari keramaian. Nadine merasa bahwa pertemuan itu tidak seperti biasanya. Ada jarak yang tidak bisa dijelaskan di antara mereka. "Nadine," kata Antonio dengan nada serius, matanya yang dulu penuh cinta kini tampak berbeda. "Kita harus bicara." Nadine mengangguk, hatinya mulai cemas. "Ada apa, Antonio?" "Aku... aku merasa kita sudah berbeda, Nadine," Antonio berkata perlahan. "Aku... aku tidak bisa terus bersama kamu. Kamu tidak cocok dengan aku lagi." Nadine terdiam, mencoba mencerna kata-kata Antonio. "Apa maksudmu? Aku selalu mendukungmu, Antonio." Antonio menundukkan kepala. "Aku tahu, dan aku berterima kasih untuk semua yang kamu lakukan. Tapi aku sekarang sudah berbeda. Bisnisku berkembang, dan orangtuaku... mereka ingin aku bersama seseorang yang lebih selevel dengan aku. Maaf, Nadine." Rasa sakit yang mendalam muncul dalam hati Nadine. "Jadi, karena aku tidak cukup 'selevel' dengan kamu, kamu memutuskan hubungan ini?" suaranya bergetar, meskipun ia berusaha keras untuk tetap tegar. Antonio menatapnya dengan mata penuh penyesalan, namun akhirnya ia mengangguk. "Aku tidak bisa melawan orangtuaku, Nadine. Kamu tahu itu." Dan dengan itu, hubungan mereka berakhir. Nadine merasa seolah-olah dunia runtuh di sekelilingnya. Dia tidak hanya kehilangan Antonio, tetapi juga sebagian dari dirinya yang hilang bersama perasaan itu. --- Kembali ke Masa Kini... Nadine menyadari bahwa, meskipun sudah tujuh tahun berlalu, perasaan itu tidak pernah benar-benar hilang. Antonio, meskipun telah berubah, masih memiliki tempat dalam hatinya. Ketika ia mendengar kabar bahwa Antonio telah kembali ke kota ini, hatinya terombang-ambing. Haruskah ia bertemu dengannya? Apakah perasaan itu masih ada? Dan, yang lebih penting lagi, apakah ia siap untuk membuka hatinya kembali, ataukah ia akan terus terjebak dalam kenangan masa lalu? "Sekretaris Zumera," Saga memanggil dengan nada lebih serius. "Apakah kamu mendengarku?" Nadine terbangun dari lamunannya. "Maaf, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" Saga menatapnya sejenak, seakan mencoba membaca ekspresi wajahnya. "Jangan biarkan masalah pribadi mengganggu pekerjaanmu. Kita punya banyak hal yang harus diselesaikan." Nadine mengangguk, meskipun dalam hatinya, ia tahu bahwa ia akan segera menghadapi pertemuan yang tak terduga dengan Antonio. Dan ketika itu terjadi, ia harus siap menghadapi apa pun yang datang.Pagi itu, Nadine merasa ada sesuatu yang berbeda. Setiap langkahnya terasa lebih ringan, namun jantungnya tetap berdegup kencang setiap kali teringat makan siang dengan Saga kemarin. Hubungan mereka yang semakin dalam semakin sulit untuk disembunyikan, tapi mereka berdua tahu betul bahwa di kantor, mereka harus menjaga profesionalisme.Namun, di saat yang bersamaan, mereka berdua sudah tidak bisa menahan godaan kecil yang selalu hadir, bahkan di tengah-tengah rapat penting.Pagi itu, rapat berlangsung seperti biasa. Para eksekutif dan manajer saling bertukar ide dan laporan. Nadine duduk di meja panjang, terdiam dan mencatat setiap poin yang dibahas. Namun, di antara banyaknya diskusi tentang strategi perusahaan, pandangannya lebih sering tertuju pada Saga yang duduk di ujung meja, tampak serius namun tetap memancarkan karisma yang tidak bisa diabaikan.Nadine merasa matanya terkadang bertemu dengan mata Saga, dan setiap kali itu terjadi, ada semacam kehangatan yang datang dari dalam
Saat rapat dimulai, suasana di ruang rapat terasa lebih intens dari biasanya. Semua rekan kerja terlihat serius, tetapi Nadine bisa merasakan ada sesuatu yang berbeda. Setiap kali pandangan mereka bertemu, Nadine merasa ada semacam percikan di antara mereka berdua. Lirik-lirikan kecil yang hanya bisa dipahami oleh mereka berdua.Di tengah rapat, ketika kepala bagian keuangan sedang menjelaskan laporan bulanan, Nadine merasakan pandangan Saga yang tajam mengarah padanya. Tanpa suara, tanpa kata, hanya dengan tatapan mata, mereka berdua saling mengerti. Saga mengerutkan alisnya sedikit, seolah memberi isyarat agar Nadine memperhatikan presentasi, dan Nadine hanya mengangguk sambil menahan senyum.Pernah, saat salah seorang manajer memberikan laporan tentang proyek baru, Nadine merasakan jari Saga yang dengan sengaja menyentuh tangannya di bawah meja. Jantung Nadine berdebar begitu keras, seolah seluruh dunia hanya berputar di sekitar sentuhan kecil itu. Namun, dia hanya bisa melirik ke
Rooftop gedung perusahaan menjadi tempat yang jarang dikunjungi kecuali oleh mereka yang mencari ketenangan. Malam itu, Nadine sengaja memilih tempat tersebut untuk menghabiskan waktu. Setelah seharian bekerja, dia butuh momen untuk bernapas. Langit malam penuh bintang, memberikan rasa damai yang tak bisa dia temukan di ruangan ber-AC dan lampu neon yang terlalu terang.Secangkir teh hangat berada dalam genggamannya. Asapnya mengepul tipis, melawan udara malam yang dingin. Pandangannya tertuju pada hamparan bintang yang seperti berlomba-lomba memamerkan sinar mereka. "Andai hidup ini sesederhana langit malam," pikirnya.Namun, keheningan itu tak berlangsung lama. Suara langkah kaki terdengar mendekat. Nadine sedikit menoleh, cukup untuk melihat siapa yang datang."Sendiri aja?" suara berat yang sudah sangat akrab itu menyapanya. Saga Avendra, CEO muda yang selalu tampil memukau, kini berdiri di belakangnya.Nadine tersenyum tipis tanpa menoleh sepenuhnya. “Kadang menyendiri itu menyen
Saga dan Nadine tidak bisa lagi bersembunyi. Ketegangan antara mereka semakin memuncak setelah pesan misterius yang mereka terima. Mereka tahu bahwa Sisca tidak akan berhenti sampai dia mendapatkan apa yang dia inginkan. Namun, perasaan mereka satu sama lain sudah semakin kuat, dan mereka tahu bahwa mereka tidak akan membiarkan ketakutan dan ancaman menghancurkan apa yang telah mereka bangun.---Beberapa hari setelah pesan terakhir dari Sisca, Saga memutuskan untuk bertindak."Aku sudah cukup," kata Saga, matanya penuh tekad. "Aku akan menemui orang yang ada di balik semua ini."Nadine memandangnya dengan cemas. "Saga, hati-hati. Jika Sisca tahu kita bergerak, dia bisa lebih berbahaya lagi.""Aku tahu, tapi kita tidak bisa terus bersembunyi. Kita harus menghadapi ini sekarang juga," jawab Saga. Dia meraih tangan Nadine dan menggenggamnya erat. "Kamu bersedia menghadapinya bersamaku?"Nadine terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Saga. Dia tahu betul bahwa ini bukan hanya tentang mere
Di kediaman Saga, malam ituSaga dan Nadine duduk berhadapan. Di ruangan itu, suasana lebih tenang meskipun keduanya tahu bahwa ancaman yang mengintai semakin besar.“Apa yang akan terjadi, Saga?” tanya Nadine pelan. “Jika semua ini terbuka, bagaimana jika kita tidak bisa bertahan?”Saga mengangkat wajahnya, menatap Nadine dengan penuh keyakinan. “Aku tidak akan biarkan apapun menghancurkan kita. Kita lebih kuat dari yang kita kira.”Dengan tatapan yang penuh tekad, Saga meraih tangan Nadine. “Aku akan melindungimu. Apa pun yang terjadi, kita akan menghadapinya bersama-sama.”Nadine menatapnya dalam-dalam. Di mata Saga, dia melihat bukan hanya janji, tetapi sebuah harapan yang menguatkan dirinya untuk bertahan.“Aku percaya padamu, Saga,” ucap Nadine, suara lembut namun penuh kepercayaan.---Namun, saat mereka berbicara, ponsel Saga berdering. Dia melihat nama yang muncul di layar, dan wajahnya berubah seketika.“Ada apa?” tanya Nadine dengan cemas.Saga mengangkat telepon dengan cep
Hari berlalu dengan cepat, dan suasana di kantor semakin mencekam. Orang-orang mulai memperhatikan perubahan besar yang terjadi antara Saga dan Sisca. Beberapa mulai berspekulasi bahwa hubungan mereka sudah di ujung tanduk.Namun, ada satu hal yang lebih mengguncang, sesuatu yang lebih pribadi. Saga tiba-tiba menerima telepon dari ibunya yang sudah lama tidak menghubunginya.“Saga, kamu benar-benar ingin melawan Sisca?” suara ibunya terdengar penuh kekhawatiran di ujung telepon. “Kau tahu dia bisa menghancurkan reputasi keluarga kita, bukan?”Saga menggigit bibirnya. “Ibu, aku sudah cukup mendengar ancaman dari Sisca. Aku tidak bisa hidup dalam bayang-bayangnya selamanya. Dan aku tidak akan membiarkan dia menyakiti orang yang aku cintai.”“Ini bukan hanya tentang kamu, Saga,” suara ibunya mulai terdengar lebih lembut. “Keluarga kita sudah sangat terbuka dalam dunia bisnis. Jika reputasi kita tercoreng, semuanya bisa hancur.”Saga menatap Nadine yang sedang bekerja di luar ruangan. Ada
Saga duduk di depan meja kerjanya dengan ponsel di tangan, membaca ulang pesan anonim yang baru saja diterimanya. Dia tahu Sisca sedang mencoba mengintimidasi, tetapi kali ini dia tidak akan membiarkan Nadine terjebak dalam permainan itu sendirian.Dia langsung menghubungi pengacara keluarganya, meminta langkah hukum untuk melindungi dirinya dan Nadine. Setelah itu, dia menelepon seseorang yang sudah lama dipercayainya untuk menyelidiki Sisca dan orang-orang yang terlibat dalam menyebarkan rumor.---Di kantor, pagi harinyaNadine tiba di kantor lebih awal, berharap bisa menghindari tatapan dan bisik-bisik dari rekan-rekan kerjanya. Namun, saat dia duduk di mejanya, dia menemukan sebuah amplop berwarna merah di atas keyboard.Dengan hati-hati, dia membuka amplop itu. Isinya adalah foto dirinya dan Saga, diambil dari berbagai sudut. Beberapa foto menunjukkan mereka berbicara di ruang rapat, dan ada satu foto saat Saga menyentuh tangan Nadine beberapa hari lalu.Di bawah foto itu, terda
Beberapa hari kemudianSaga mendatangi rumah Nadine di malam hari. Ketika Nadine membuka pintu, dia terkejut melihat wajah Saga yang penuh tekad.“Apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya.“Aku tidak bisa tinggal diam, Nadine. Aku sudah menemukan siapa yang mengirimi email itu.”Nadine terdiam, hatinya berdebar. “Siapa?”Saga mengepalkan tangannya. “Itu memang orang suruhan Sisca.”Air mata Nadine hampir tumpah. Perasaannya antara marah dan takut. “Kenapa dia melakukan ini, Saga? Apa dia benar-benar membenciku sebanyak itu?”Saga mendekat, memegang kedua bahunya dengan lembut. “Bukan karena dia membencimu, Nadine. Tapi karena dia takut kehilangan kendali atas hidupku. Aku sudah berbicara dengan keluargaku, dan aku memastikan bahwa pertunangan itu tidak akan pernah terjadi.”Nadine menatapnya ragu. “Tapi dia tidak akan berhenti, Saga. Sisca... dia bukan orang yang mudah menyerah.”Saga tersenyum kecil, penuh keyakinan. “Aku tahu. Tapi aku juga tidak akan menyerah untuk melindungimu. Aku
Keesokan harinya, Nadine masih menjaga jarak. Dia berusaha menghindari kontak mata dengan Saga. Pekerjaannya dia selesaikan dengan cepat, memastikan tidak ada alasan untuk berbicara lebih dari yang diperlukan.Namun, Saga tidak membiarkan itu begitu saja.“Nadine, bisa kita bicara sebentar?” Saga menghampiri mejanya, suaranya rendah tapi penuh tekad.Nadine menatapnya sekilas sebelum mengangguk. “Tentu, Pak. Di ruangan Anda?”“Tidak. Kita bicara di luar, setelah jam kerja,” tegas Saga.Nadine tidak punya pilihan selain mengiyakan.---Malam itu, di sebuah kafeSaga memilih tempat yang sepi, jauh dari keramaian. Nadine datang beberapa menit setelahnya, dengan ekspresi penuh keraguan.“Aku tidak tahu harus mulai dari mana,” ujar Saga begitu mereka duduk. “Tapi aku harus menjelaskan segalanya sebelum kau salah paham lebih jauh.”Nadine diam, menunggu. Dia tidak ingin memotong pembicaraan, meskipun hatinya terasa berat.“Sisca dan aku... kami memang dijodohkan oleh keluarga. Tapi aku tida
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments