3 : Kembalinya Masa Lalu

Nadine duduk di kursinya, mencoba menenangkan pikirannya. Antonio yang berdiri di depan meja kerjanya, menyimbolkan semua kenangan pahit yang pernah ia simpan begitu lama. Ketika Antonio melangkah lebih dekat, Nadine merasa tubuhnya kaku. Ia tak tahu harus bersikap seperti apa. Sudah tujuh tahun sejak mereka berpisah, dan perasaan itu seakan tak pernah hilang. Namun, saat itu, ia sudah berada di titik di mana dirinya merasa lebih kuat, lebih mandiri.

"Apa yang sebenarnya kamu inginkan, Antonio?" Nadine akhirnya bertanya, mencoba berbicara dengan tenang meskipun hatinya berdegup kencang. "Kenapa sekarang kamu muncul kembali?"

Antonio menarik napas dalam-dalam, seakan mencari kata-kata yang tepat. "Aku tahu ini mungkin terlambat, tapi aku tidak bisa lagi menunda untuk berbicara denganmu. Aku sudah banyak berpikir tentang keputusan yang aku buat dulu, dan aku menyadari betapa salahnya aku."

Nadine menatapnya tajam, mencoba membaca maksud dari perkataannya.

"Kamu meninggalkanku, Antonio. Setelah semua yang aku lakukan untukmu, kamu memilih untuk meninggalkan aku tanpa penjelasan yang jelas. Dan sekarang, kamu datang begitu saja dan berharap aku bisa melupakan semuanya?"

Antonio menghela napas panjang, berjalan mundur sejenak untuk memberi Nadine ruang.

"Aku tahu, dan aku sangat menyesal. Saat itu, aku terjebak dalam ambisi dan kesalahan besar. Aku terlalu percaya bahwa uang dan status akan memberi kebahagiaan, dan aku melupakan segala yang ada di sekitarku, termasuk kamu. Tapi sekarang, aku sadar aku membuat keputusan yang salah."

Nadine terdiam, perasaannya kembali campur aduk. Di satu sisi, ia ingin melupakan semuanya dan melanjutkan hidupnya. Tetapi di sisi lain, ia tidak bisa menahan perasaan yang masih ada di hatinya.

"Antonio, aku sudah belajar banyak dalam tujuh tahun ini," kata Nadine, suaranya bergetar.

"Aku tidak bisa terus hidup di masa lalu. Aku sudah berusaha melupakan, meskipun itu tidak mudah."

Antonio mendekat lagi, dan kali ini Nadine merasa ragu. Ia tahu bahwa dirinya belum sepenuhnya bisa melepaskan Antonio, namun ia juga tahu bahwa hidupnya sudah berjalan tanpa kehadirannya.

"Aku tidak ingin membuang hidupku hanya untuk menunggu masa lalu. Aku harus bisa melanjutkan hidup, meskipun itu berarti tanpa kamu."

Antonio menunduk, terlihat sangat menyesal.

"Aku mengerti, Nadine. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku sangat menyesal dan berharap bisa memperbaiki semuanya. Jika ada kesempatan untuk kita bersama lagi, aku akan melakukan apapun untuk itu."

Nadine merasa kebingungan, hatinya dipenuhi rasa sakit yang tak kunjung hilang. Tapi ia tahu satu hal, bahwa saat itu, hidupnya sudah berbeda. Ada sesuatu yang lebih penting, yaitu pekerjaannya, dan dirinya sendiri.

---

Sementara itu, di kantor Saga, suasana sangat berbeda. Saga, yang baru saja menyelesaikan beberapa tugas penting, tiba-tiba menerima email yang menginformasikan bahwa sebuah keputusan besar harus segera diambil mengenai perusahaan. Sebagai CEO, ia tahu bahwa ini adalah salah satu momen penting dalam kariernya.

Nadine yang sedang duduk di meja kerjanya merasakan ketegangan yang tiba-tiba muncul di udara. Ia tak bisa menahan pikirannya untuk tidak melayang ke arah pertemuan tak terduga dengan Antonio. Meskipun hatinya masih terguncang, ia berusaha untuk tetap fokus pada pekerjaannya.

"Bagaimana bisa aku tetap berpikir jelas setelah pertemuan itu?"

Nadine bergumam pada dirinya sendiri, melirik ke layar komputernya. Tetapi perasaan yang datang kembali begitu mendalam, membuatnya terhenti sejenak.

Saga yang baru keluar dari ruangannya, menghampiri Nadine dengan langkah cepat.

"Nadine, ada yang bisa aku bantu?"

Nadine terkejut mendengar suara Saga begitu dekat.

"Oh, tidak, Tuan. Saya hanya... hanya memikirkan beberapa hal."

Saga duduk di meja Nadine, menatapnya dengan serius.

"Jika kamu membutuhkan waktu untuk menyelesaikan masalah pribadi, aku bisa memberimu sedikit ruang. Tapi pekerjaan kita di sini juga penting, Nadine. Jangan biarkan pikiran lain mengganggu pekerjaanmu dan kamu harus tetap fokus apa yang harus kamu lakukan disini."

Nadine menghela napas panjang, merasakan perhatian yang diberikan Saga.

"Terima kasih, Tuan. Saya akan baik-baik saja, maaf jika saya membuat Tuan tidak nyaman."

Saga menggeleng cepat, "Bukan begitu, Nadine. aku hanya tidak ingin kamu terlalu terbebani"

Nadine sedikit menunduk, "Maaf Tuan, saya akan berusaha sebaik mungkin".

Namun, dalam hati, Nadine merasa semakin bingung. Kehadiran Antonio yang tiba-tiba dan Saga yang menunjukkan perhatian lebih, membuat hatinya semakin terombang-ambing. Mungkin ia harus mencari jawaban untuk dirinya sendiri, jauh dari kebingungannya.

---

Beberapa hari kemudian, Nadine bertemu dengan Antonio lagi. Kali ini, di luar kantor, di sebuah kafe yang pernah menjadi tempat favorit mereka dahulu. Nadine sudah menyiapkan dirinya untuk berbicara dengan tegas, untuk melangkah maju tanpa ragu. Namun, ketika melihat Antonio, ia merasa seakan semua pertahanan yang ia bangun selama ini runtuh begitu saja.

"Apa yang sebenarnya kamu inginkan, Antonio?" Nadine bertanya lagi, matanya memandang dalam ke mata Antonio yang penuh penyesalan.

"Aku ingin kembali, Nadine," jawab Antonio, suaranya rendah dan penuh harapan. "Aku sadar aku salah, dan aku ingin menunjukkan kepada kamu bahwa aku telah berubah."

Nadine menggelengkan kepala perlahan.

"Tapi aku sudah berbeda, Antonio. Aku sudah lebih kuat dari sebelumnya. Aku tidak bisa kembali ke masa lalu, aku tidak ingin semua perjuanganku selama ini sia-sia."

"Jadi, kamu benar-benar sudah melupakan kita?" tanya Antonio, suaranya terdengar sedih.

Nadine menatapnya, berpikir sejenak.

"Bukan melupakan, Antonio. Tapi aku harus melanjutkan hidup. Aku harus mengejar impianku, meskipun itu tanpa kamu."