Setahun menikah, suamiku tidak kunjung menyentuhku. Statusku memang berubah menjadi seorang istri, tapi nyatanya istri yang masih perawan. Aku penasaran, apa yang membuat suamiku itu tahan untuk tidak melampiaskan hasratnya. Ternyata.....
view moreHari yang ditunggu-tunggu telah tiba, hari ini aku dan seluruh keluarga besarku dan Mas Raka pergi ke rumah sakit. Sengaja kami memilih hari ini karena hari ini bertepatan dengan ulang tahun Mas Raka jadi anakku nanti memiliki hari ulang tahun sama dengan papanya. "Mas aku takut." Aku terus memegangi tangan mas Raka. Ingatan waktu itu, membuat nyaliku menciut. Memang operasi sesar tidak menakutkan tapi setelahnya aku harus kesakitan. "Jangan takut sayang, ada aku." Mas Raka terus mengecup keningku. "Habis operasi sakit sekali Mas." Aku mengubah raut wajahku takut merasakannya lagi. Mas Raka tersenyum, dia bilang kalau nanti sakitnya terbayarkan dengan hadirnya anak kami. Aku tersenyum mendengar ucapannya. Bayangan bayi menangis menari di kepalaku, tanpa kusadari bibirku terus saja menyunggingkan senyuman. Beberapa waktu kemudian, Dokter datang untuk melakukan pemeriksaan, selain operasi aku juga meminta dokter untuk sekalian memasang kb, rencananya aku akan menunda kehamilan
Kulihat kedua pria itu nampak canggung, berbeda sebelum tahu kalau ada mata kami yang melihat mereka. Tak selang lama, orang-orang itu pergi termasuk para wanita yang duduk di samping Mas Raka dan Daniel. Selepas kepergian mereka, Mas Raka dan Daniel berjalan mendekat. "Sayang ngapain kesini?" Mas Raka menarik kursi sampingku. Pertanyaan yang sama juga Daniel tujukan kepada Renata. "Makan tapi ga nafsu karena lihat suami orang mau saja digoda wanita." Aku menyindir mereka berdua. "Sayang beneran kami nggak ngapa-ngapain, wanita-wanita itu memang sengaja dibawa oleh klien dan memang seperti itu kelakuan klien kalau ketemu." Dia berusaha menjelaskan. Daniel juga mencoba membujuk Renata tapi respon Renata sama sepertiku. "Tadi bukannya bilang kalau nanti datang nggak bawa istri mau ditemani?" Cuitan Renata membuat Mas Raka dan Daniel saling tatap. Mereka mengusap rambut mereka karena frustasi. "Sayang bukan begitu maksudnya, itu kami menolak secara halus supaya tida
"Kamu tuh bisa aja." Mas Raka mencubit hidungku. Padahal baru pagi tadi berpisah, tapi rasanya seperti lama sekali. Kamar hotel jadi saksi bisu kerinduan kami, aku dan Mas Raka membayar rindu yang sudah kami tahan. Setelah melepas rindu kami bergegas membersihkan diri. Mas Raka yang masih ada kerjaan bersiap kembali untuk menemui Daniel. "Nggak usah buru-buru Mas, Daniel dan Renata pasti juga bergulat." Kataku sambil meletakkan berkas yang dia bawa. Terlihat Mas Raka mengerutkan alis, "Kamu kesini bersama Renata?" tanyanya. "Siapa lagi yang mengajakku jika bukan Renata." Jawabku dengan terkekeh. Mas Raka menggelengkan kepala, "Kalian ini." Ujarnya. Karena Daniel mungkin juga lagi sibuk kami memutuskan untuk mengobrol santai sambil bersua hingga ponsel mas Raka berdering. "Baik, aku akan segera keluar." Kata Mas Raka dalam sambungan telponnya. Usai memutuskan sambungan telponnya, Mas Raka bangkit dan mulai bersiap. "Sayang aku harus berangkat lagi."
Keesokannya Renata kembali datang ke rumah untuk membahas kepergian kita keluar negeri. "Bisa-bisanya kak Daniel melarang kita ikut!" Renata terlihat kesal. "Kalau nggak boleh ya sudah lah Renata kita di rumah saja." Kataku sambil tersenyum menenangkannya. "Gak bisa Amel, takutnya mereka disana main wanita." Ujar Renata. Mendengar ucapan Renata aku sontak tertawa, ternyata dia cukup posesif terhadap suaminya. "Mana mungkin ada wanita Renata." Ku coba untuk meredam rasa posesifnya. Renata menatapku dengan ekspresi heran, "Kamu nggak tau sih Amel, perjamuan bisnis diluar negeri tuh suguhannya wanita seksi, kalau suami kita khilaf gimana?" Jujur aku nggak kepikiran kesana, tapi setelah mendengar ucapan Renata entah mengapa aku sedikit was-was. "Lalu gimana?" tanyaku. "Kita susul mereka." Bibir Renata merekah, dia terlihat bangga dengan idenya barusan. "Baiklah kalau begitu, mari kita susul mereka nanti." Aku pun ikut tertawa. ####Hari ini adalah hari dimana Mas Raka
Semenjak acara empat bulanan, Renata sering datang ke rumah apalagi setelah Mas Raka yang menghandle urusan proyek Papa dengan Daniel. "Sayang Daniel akan menitipkan Renata kesini lagi." Kata Mas Raka sambil merapikan jasnya. "Iya Mas gak papa, jadi aku gak kesepian." Sahutku dengan tersenyum. Mas Raka menatapku dengan senyuman yang sulit kuartikan. "Maaf Sayang jika kehadiran Renata mungkin membuat kamu tidak nyaman." Katanya sendu. Jujur mendengar kata-katanya membuat aku tertawa, kehadiran Renata benar-benar membuat aku tidak kesepian lagipula wanita itu bukanlah Renata maduku dulu. "Mas kamu ngomong apa sih, aku tuh senang ada Renata disini." Ucapku dengan mencubit pipinya. "Takutnya kamu teringat kembali dengan masa lalu itu sayang." Entah mengapa aku semakin tertawa, mas Raka sungguh menggemaskan. Bagiku masa lalu biarlah menjadi masa lalu karena bagaimanapun juga yang terpenting saat ini adalah masa depan. Setiap orang pernah berbuat salah tapi ketika
"Daniel adalah kakak angkat Renata Ma, ceritanya dulu Daniel mencintai Renata sehingga dia diusir." Aku dan Mama malah menghibah di dapur membicarakan Renata dan Daniel. "Ada ya yang seperti itu." Mama nampak heran dengan apa yang aku katakan. Di dunia ini banyak yang terjadi, termasuk hal diluar nalar seperti ini tapi selama masih dalam syariat tentu tidak dipermasalahkan. "Kalau seperti ini Mama gak boleh benci sama dia atau Papa akan marah." Bisik Mama sambil menatapku. Kutahu Mama sedang meminta ijin padaku, mungkin mama masih beranggapan aku masih menyimpan dendam pada Renata. "Asal mama tahu aku yang menjadi mak jomblang mereka, aku juga yang memilih cincin pernikahan mereka." Bisikku. Ekspresi Mama seketika berubah, beliau meletakkan kembali yang dibawanya. "Apa! bagaimana bisa Amel?" "Ceritanya panjang Ma, kalau Amel ceritakan sekarang bisa-bisa nanti malam baru kelar." Suara tawaku mengundang tawa mama. Sungguh aku dah Mama mas Raka tidak seperti menantu dan m
Aaaa Aku yang takut sontak memeluk Mas Raka sementara Mas Raka tertawa. "Jangan takut ada aku." Bisiknya. "TV nya kenapa mati Mas?" Aku sedikit heran. Apakah ada pemadaman listrik? atau ada hal lain yang menyebabkan listri mati? Mas Raka melepas pelukanku lalu dia mengambil senter untuk memeriksa keadaan. Dengan bantuan senter ponsel Mas Raka membuka pintu balkon dan memang diluar semua nampak gelap, itu artinya memang ada pemadaman listrik. "Sayang memang mati lampu." Kata Mas Raka. "Ada lilin nggak Mas?" tanyaku sambil mengipas tubuhku karena sedikit gerah. "Ngapain pakai Lilin habis ini pasti nyala lampunya." Sahut Mas Raka. Ternyata benar beberapa saat kemudian lampu memang menyala tapi dari arah balkon keadaan diluar masih gelap. "Mas kenapa ada yang masih gelap dan ada yang sudah menyala?" Sambil mengerutkan alis. Sungguh aku bingung sendiri, apa memang seperti ini kompleks perumahan orang elit? Ketika mati lampu ada yang nyala dan ada yang tidak?
"Kamu siapa?" Mama Mas Daffa terlihat menatap Mas Raka dengan tatapan menyelidik terlihat pula tatapan sinis. "Saya suami Amel." Dengan tegas Mas Raka berucap. Raut wajah Mama Mas Daffa seketika berubah, "Syukurlah kalau kamu sudah punya suami Amel jadi tidak mengganggu Daffa." Wanita paruh baya itu berbicara sinis. Aku hanya tersenyum melihat ekspresinya, mungkin dia pikir aku akan mengganggu anaknya. Dari bangsal, Mas Daffa terdengar merintih. Dia nampak memegangi kepalanya. Melihatnya aku pun panik. "Mas kamu kenapa?" kulepas genggaman tangan Mas Raka. "Kepalaku pusing Amel." Ujarnya lirih. Mas Raka memencet bel sementara mamanya terus diam dengan ekspresi panik. Beberapa saat kemudian Dokter datang dan langsung memeriksa keadaan Mas Daffa. "Saya akan menyuntikkan obat pereda nyeri, benturan di kepala pasien yang menyebabkan rasa pusing." Seusia menyuntikkan obatnya, Dokter pamit kembali. Sebelum keluar beliau berpesan kalau keadaan Mas Daffa mas
"Mas aku kok pengen mangga ya." Bangun tidur entah mengapa bayangan mangga menari di kepalaku. Mas Raka mencubit hidungku, "Nanti setelah pulang kerja aku belikan di supermarket ya." Ujar Mas Raka sambil tersenyum. "Gak mau, aku pengennya mangga yang nggak mentah dan juga nggak matang, kalau di supermarket mangganya matang semua Mas." Kutatap Mas Raka dengan bibir maju. Mas Raka juga menatapku, raut wajahnya nampak berpikir. "Sayang cari dimana?" Aku menggeleng, aku tahu keinginanku agak keterlaluan, tapi gimana lagi ngidam seperti ini bukan inginku. Aku bukan istri yang mengada-ngada minta inu dan itu mengatasnamakan ngidam. Di bawah Mas Raka mencari info lewat pelayan, barangkali ada yang memiliki pohon mangga di rumah. Salah satu dari mereka ada yang memiliki pohon mangga tapi kampung mereka jauh diluar kota. Dari belakang suara Mama terdengar, "Apa yang kamu cari Raka?" Tanya Mama. Tanganku menyenggol tangan Mas Raka, aku mengkode Mas Raka agar diam. "Gak papa."
“Mas, malam ini adalah malam Jumat. Apa kamu tidak menginginkannya?" tanyaku sambil menatap suamiku, Mas Raka yang berada di samping. "Aku hanya ingin tidur Mel," katanya diiringi tatapan tajam ke arahku. Selalu itu jawaban yang Mas Raka berikan ketika aku meminta nafkah batin darinya. Sekali lagi hatiku tertampar atas penolakannya. Aku membalikkan tubuh dan seperti biasa, menangis dalam diam dengan air mata yang mengalir dengan deras. Sebagai wanita normal, tentu aku menginginkan belaian dari suami yang kunikahi setahun lalu, tapi dia? Selalu acuh tak acuh, mengabaikan hasratku yang terus meronta untuk dipenuhi. Kelakuannya sungguh kontras dengan cerita teman-temanku yang mengatakan apabila pria matang gencar-gencarnya bercinta. Aku hanya bisa bertanya-tanya, apakah suamiku normal? Apa dia tidak memerlukan sebuah pelepasan? Apa dia tidak mencintaiku? Ataukah dia memiliki wanita lain? Seabrek asumsi negatif berputar di kepalaku, sehingga membuat dadaku semakin sesak. Lelah memi...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments