Share

Dia Adalah....

Author: CitraAurora
last update Last Updated: 2025-01-03 18:36:35

Kulihat, raut wajah Mas Raka berubah. Dia yang semula menolak menatapku, kini melemparkan tatapan yang sama tajamnya.

Dia terlihat sangat marah. "Siapa Renata?" katanya masih mengelak.

Aku mengerutkan alis, "Kamu tak tahu siapa Renata, Mas?" Segera kuambil ponselku, lalu kutunjukkan foto-foto serta video mesranya bersama Renata. "Yakin kamu tidak mengenalnya?"

Meski bibirku tegas akan kalimatku tapi mataku tidak bisa aku berbohong. Air mata yang menggambarkan betapa lemahnya aku, mulai menggenang.

"Kamu terlihat sangat menyayanginya, sedangkan denganku... kamu begitu dingin." 

"Kamu cari penyakit sendiri Amel,” ujarnya tak mau lagi melihat layar ponsel. “Sudah aku bilang jangan menggunakan sosial media, tapi kamu membangkang!" Tanpa rasa bersalah, dia justru memarahi aku. 

Aku melongo menatapnya, manusia seperti apa dia? Dia yang ketahuan berbuat salah, tetapi justru dia yang menyalahkan aku?

"Nggak waras kamu Mas!" kataku kesal.

Aku berusaha berdiri, tetapi Mas Raka berhasil mencengkeram lenganku kuat-kuat. "Sebenarnya kamu mau kamu apa?"

Kulihat, dia menahan giginya rapat-rapat. Aku asumsikan pertanyaannya adalah pengakuan yang terselubung.

Sehingga, dengan lantang dan tanpa takut kumenjawab, "Tinggalkan dia Mas! Hiduplah normal denganku!"

Sepersekian detik, aku bersumpah melihat Mas Raka mendengus.

"Jangan harap!" Lalu dia melepas cengkeramannya dengan kasar, sehingga tubuhku terhuyung ke belakang.

Sikap kasarnya barusan kuartikan sebagai jawabannya. Dia tak mau melepas jalangnya.

"Baiklah, kalau kamu mau mempertahankannya, lepaskan aku!" pintaku lirih. “Biarkan aku pulang ke rumah orang tuaku.”

Aku sadar, aku tidak akan menang jika bersaing dengan perempuan bernama Renata itu. Sebab sedari awal, bahkan sebelum memulai persaingan, aku sudah lebih dulu kalah.

Hati Mas Raka tetap tak bisa kugapai, meski kami telah menikah.

"Apa kamu bodoh, Mel? Pikirkan orang tuamu!" 

Kalimatnya membuat aku mematung.

Ucapan Mas Raka ada benarnya. Kedua orang tuaku sudah tua, apalagi ayahku memiliki riwayat sakit jantung. Jika aku dan Raka berpisah, bukan tidak mungkin kabar itu akan membuat penyakitnya makin parah.

Namun, aku tak terima. Kenapa hanya aku yang diminta memikirkan kondisi orang tuaku?

Kenapa bukannya Mas Raka yang berpikir sebelum melakukan hubungan terlarang itu.

“Seharusnya kamu juga berpikir Mas, bukan hanya aku.” Ucapanku melemah seiring dengan frustasi yang kurasakan. 

Aku benar-benar tak tahu harus bagaimana, pisah darinya tidak mungkin, tapi  bertahan sendirian, aku yang kesakitan. 

Aarrgghh, kenapa ini harus berlaku padaku?! Air mataku menetes, menatapnya nanar. 

Sayang, Mas Raka seolah tak punya hati. Alih-alih membujukku seperti suami normal pada umumnya, dia justru melengos dan melangkah keluar rumah.

Masih kudengar umpatannya ketika dia melewati tubuhku yang membeku.

“Jangan salahkan aku kalau aku tidak betah di rumah. Semua ini karena kamu.”

Tak lama usai kepergiannya, kudengar suara mobil keluar dari garasi melaju kencang. Aku pun terduduk dengan tangis yang keras.

Aku yakin, Mas Raka yang sedang emosi itu pasti mendatangi jalangnya. Sementara aku, lagi-lagi sendiri dengan luka hati yang menganga.

Kucoba pejamkan mata, tetapi aku terus saja gelisah. Meski sudah tak menangis lagi, otakku masih terus sibuk membayangkan sedang apa suamiku di rumah jalangnya.

“Apa mereka tengah memadu kasih?” cicitku dengan malang. “Atau….”

Ting!

Suara denting ponsel berbunyi. Sebuah panggilan dari nomor yang tidak kusimpan terpampang.

“Halo?” ujarku langsung usai menekan tombol hijau.

“Selamat malam, Bu. Kami dari rumah sakit A. Apa benar ini keluarga Tuan Raka?”

Aku menjawab, kemudian petugas rumah sakit itu menyampaikan kabar mengejutkan. Mas Raka, terlibat kecelakaan tunggal dan kini dirawat di rumah sakit tersebut.

Seolah tak mengingat kondisi terakhir kali kami bertengkar semalam, aku langsung mendatangi rumah sakit itu segera setelah telepon dimatikan.

Nyatanya setelah pertengkaran kami semalam aku masih mengkhawatirkannya. 

Bahkan di sepanjang jalan menuju tempatnya dirawat, pikiranku tak sekali pun lenyap memikirkan kondisinya.

Setelah mendapatkan info ruang rawat inapnya, aku langsung mempercepat langkah. 

Saat pintu kamar itu kubuka, terlihat lelaki yang ternyata masih sangat kucinta tengah terbaring lemah. Mata Mas Raka memejam, masih tertidur.

“Apa yang terjadi Mas? Kenapa bisa seperti ini?” 

Melihatnya tak berdaya seperti ini justru membuat aku merasa bersalah. Andai semalam kami tidak bertengkar, mungkin Mas Raka tidak akan terlibat kecelakaan seperti ini.

Bahkan kutangisi pria jahat itu, seolah aku benar-benar lupa pada perilakunya yang telah berkhianat.

Jari-jari Mas Raka  kemudian bergerak, membuatku siaga menyambutnya.

“Renata….”

Hatiku mencelos mendengar dia menyebutkan nama itu.

“Aku bukan Renata, Mas!” Kulepas genggaman tanganku.

Tepat saat itu, pintu rawat inap kelas satu itu dibuka. Aku menoleh, melihat siapa yang masuk.

Tidak kusangka, bukan dokter apalagi perawat, tetapi dia adalah…. Renata! Wanita yang akhir-akhir ini mengganggu ketentraman rumah tanggaku.

“Ah, maaf. Aku tidak tahu kalau ada orang.”

Suara wanita dari belakang, membuatku menoleh. Mataku langsung terpaku pada sosok itu.

Dia…. 

“Kamu… mau apa kamu ke sini?” ujarku dengan berani.

Kulihat, dia tetap melangkah mendekati ranjang Mas Raka, seolah tak terpengaruh ada aku, istrinya di sini.

“Tentu aku mengkhawatirkan Mas Raka.” katanya dengan menatapku.

Kemudian, Renata mengalihkan tatapannya ke arah Mas Raka. “Mas bagaimana keadaan kamu?” Terlihat wanita itu menatap Mas Raka dengan cemas. 

“Aku baik-baik saja.” Mas Raka menatap Renata dengan senyuman manisnya. 

Tatapannya terhadap Renata sungguh berbeda dengan tatapannya padaku dan jujur itu membuatku iri. 

Aku masih bergeming di tempatku, menatap mereka berbincang. 

Kediamanku tak bertahan lama, tak ingin Renata berlama-lama disini aku pun memintanya pergi. 

“Aku rasa kamu sudah tahu keadaan Mas Raka jadi sekarang pergilah!” Ujarku dengan penuh penekanan. 

Kulihat Mas Raka dan Renata menatapku bersamaan, dari tatapannya ku tahu mereka keberatan akan ucapanku. 

“Sudahlah jangan membuat keributan apa salahnya jika dia di sini?” Mas Raka menunjukkan kekesalannya padaku. 

Sementara aku, masih teguh dengan keinginanku. “Tentu salah Mas!” Kutatap dia lekat sembari menunjukkan ekspresi marah.

“Tidak ada yang salah Amel. Aku dan kamu memiliki hak yang sama disini,” sahut Renata. 

Tatapanku terlempar begitu saja ke arah Renata, hak yang sama? Sesaat kemudian aku tertawa, sungguh wanita itu tak tau malu bagaimana bisa menyamakan aku dan dirinya. 

“Bagaimana bisa?” Ujarku menatapnya tajam. 

“Tentu bisa karena aku adalah….” 

Related chapters

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Semua Sudah Terjadi, jadi Mengertilah!

    "Aku adalah apa?" Hatiku mulai was-was. Kutatap mereka bergantian dengan tatapan yang sudah berubah. Tatapan garang ku berubah menjadi tatapan sendu. Mas Raka masih bergeming, tersirat ekspresi kebingungan di wajahnya, sementara Renata masih menatapku dengan ekspresi sama. Kini Renata menatap Mas Raka, entah apa yang mereka pikirkan hingga kulihat sebuah gelengan kecil Mas Raka tunjukkan. "Apa? Apa yang kalian sembunyikan dariku?" Kembali aku bersuara mengejar kalimatnya yang menggantung. Tapi Mas Raka tetap saja bungkam begitu pula dengan Renata. Apa yang ingin dia katakan sebenarnya? kenapa tiba-tiba dia terbungkam? Sesaat kemudian suara Renata mencuat melengkapi kalimatnya yang belum usai. "Karena aku juga istrinya." Deg! Jantungku seakan berhenti berdetak, dalam waktu sekejap aku mematung, tak hanya itu ribuan pisau serasa menghujam hatiku secara bersamaaan, ucapannya benar-benar membuat aku terkejut dan sakit. Segera kutunjukkan gelengan kepala, sebagai bentuk pro

    Last Updated : 2025-01-03
  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Istriku Memanggil

    “Semua tergantung kamu Amel! jika kamu mau mengerti rumah tangga kita akan baik-baik saja!" ujarnya keras. Aku menggeleng heran, bagaimana bisa semua akan baik-baik saja sementara dia membawa pemicu pertengkaran dalam rumah tangga kami? Aku yang benar-benar lelah hati dan pikiran membaringkan tubuhku, mengabaikannya yang masih terlihat ingin bicara dengan ku. “Aku ngantuk.” Dua kata untuk mengakhiri perbincangan kami. "Kita belum selesai bicara Amel!" Kutahu dia marah ketika aku mengakhiri pembicaraan kami. Sebenarnya aku tidak mengantuk, hanya saja aku lelah berdebat dengannya. Pagi hari telah datang, aku memutar netraku hingga kulihat wajah Mas Raka. Melihat wajah tampannya, ku tak percaya dia bisa melukaiku begitu dalam. Ku rasakan sakit kembali menghujam hatiku. Apa memang seperti ini rasanya dikhianati orang yang kita cintai? Hingga baru bangun saja rasa sakitnya langsung terasa? Netraku terus menatap dia yang masih terpejam, tanpa terasa air mataku mengalir

    Last Updated : 2025-01-03
  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Mau Nggak Mau Kamu Harus Menerimanya!

    Raut wajahku berubah sendu, seharusnya aku lah yang marah karena dia menamai kontak Renata dengan nama Istriku, sementara aku? hanya nama saja. "Ponsel kamu terus berdering, telingaku sakit mendengarnya!" Kataku dengan menatapnya. "Lain kali jangan lagi menolak panggilan yang masuk!" Ujarnya memperingatkan aku. "Menolak panggilan yang masuk atau hanya panggilan dari istriku saja." Aku semakin berani, kusindir dia. Agaknya sindiran ku membuat emosinya merangkak naik lagi. Dari tempatnya dia menatapku tajam, “Sudahlah Amel jangan mulai lagi." Aku hanya mengangguk, meski hatiku sakit tapi aku tak ingin mendebatnya lebih jauh, biarlah dia menyakitiku sesuka hatinya, toh lambat laun aku juga akan mati rasa. Tak terasa seminggu telah berlalu, kini Mas Raka sudah jauh lebih sehat. “Aku hari ini masuk kerja, siapkan semua keperluanku.” Dari tempat tidur dia memerintahkan aku untuk menyiapkan segala sesuatunya. Aku tak merespon ucapannya, tapi meskipun begitu ketika dia mandi

    Last Updated : 2025-01-03
  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Apa Memang Takdir Kami Terikat?

    Aku menatapnya dengan tatapan benci, kenapa dia memaksakan kehendaknya seperti ini. Pernikahannya saja aku menolak untuk menerima tapi kini, dia malah mendatangkan Renata kesini, apa dia ingin membuat neraka di dalam surgaku? Tak ada pilihan lain, aku pun menuruti keinginannya. Aku turun ke bawah untuk menemui jalangnya. "Malam Amel." Sapaan lembut aku terima, bahkan wanita itu menjabat tanganku dan menunjukkan sederet giginya yang putih. Melihatnya aku hanya bisa menahan segala amarahku dan rasa kesalku. Namun sesaat kemudian kutatap dia sendu. Entah apa yang dipikiran oleh Mas Raka saat ini, entah apa yang menginspirasinya, sehingga dia membawa Renata pulang dan menyandingkannya denganku. "Kalian berbincang dulu." Ujarnya lalu dia masuk ke dalam. "Selamat Renata kamu berhasil menghidupkan ceritamu dan mematikan ceritaku. Kamu berhasil mengobrak abrik istanaku bersama Mas Raka." Kutatap dingin wanita itu, sungguh tak sudi aku hidup bersamanya. "Aku tidak mematikan ceri

    Last Updated : 2025-01-09
  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Aku Ini Dianggap Istri atau Bukan?

    “Mas, malam ini adalah malam Jumat. Apa kamu tidak menginginkannya?" tanyaku sambil menatap suamiku, Mas Raka yang berada di samping. "Aku hanya ingin tidur Mel," katanya diiringi tatapan tajam ke arahku. Selalu itu jawaban yang Mas Raka berikan ketika aku meminta nafkah batin darinya. Sekali lagi hatiku tertampar atas penolakannya. Aku membalikkan tubuh dan seperti biasa, menangis dalam diam dengan air mata yang mengalir dengan deras. Sebagai wanita normal, tentu aku menginginkan belaian dari suami yang kunikahi setahun lalu, tapi dia? Selalu acuh tak acuh, mengabaikan hasratku yang terus meronta untuk dipenuhi. Kelakuannya sungguh kontras dengan cerita teman-temanku yang mengatakan apabila pria matang gencar-gencarnya bercinta. Aku hanya bisa bertanya-tanya, apakah suamiku normal? Apa dia tidak memerlukan sebuah pelepasan? Apa dia tidak mencintaiku? Ataukah dia memiliki wanita lain? Seabrek asumsi negatif berputar di kepalaku, sehingga membuat dadaku semakin sesak. Lelah memi

    Last Updated : 2025-01-03
  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Vampir Mana Yang Menggigit Kamu Mas!

    Drrrrrtttt.Sebuah pesan singkat aku terima sore harinya.Ternyata, pesan itu dari Raka. Dalam pesannya dia bilang kalau malam ini dirinya tidak akan pulang, karena ada lembur. Aku berdecak. Dengan kesal, kubalas pesannya secara kilat.“Kemarin juga kamu lembur, Mas. Tidak bisa gantian sama yang lain?” tulisku pada layar, kemudian segera menekan tombol kirim.Tak lama, balasan darinya masuk.Lagi, bukan permintaan maaf yang kudapatkan. Dia hanya mengirimkan dua kata yang ditutup dengan tanda seru, "Jangan bawel!" Aku mengembuskan napas panjang. Entahlah, rasanya aku sudah menyerah dengan semua ini. Aku merasa jika semua yang aku lakukan percuma. Marah salah, diam sakit.Akhirnya, daripada berada di rumah dan terus memikirkan suamiku itu, aku pun memutuskan untuk keluar.Aku pergi ke sebuah kafe dengan temanku, Ira. Niatnya, aku hanya sekedar makan saja. Namun siapa sangka aku justru terbawa suasana. Aku mulai menceritakan kisah hidupku yang pilu pada temanku dan dia sangat terkejut

    Last Updated : 2025-01-03
  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Siapa Yang Tidur Denganmu?

    Dia menepis tanganku, lalu membuang wajahnya. Melihat hal itu, aku semakin mengejarnya. "Jalang mana yang melakukannya, Mas? Katakan padaku!" "Bukan siapa-siapa!" ujarnya singkat tanpa mau menatapku. Aku tahu dia berbohong, karena tidak mungkin tanda itu tiba-tiba ada apabila tidak ada yang membuatnya. "Jujurlah Mas, biar jelas semua!" pintaku dengan suara lirih. "Pulanglah Amel, aku mau kerja." Dia melangkahkan kaki menuju meja kerjanya, kemudian membuka laptop. Sementara itu aku masih mematung menatapnya, menggumamkan kalimat lirih, “Entah terbuat dari apa hatimu, Mas.” Sekarang, aku yakin jika perkataan Ira benar. Mas Raka selingkuh. Akan tetapi, bukannya meminta maaf, pria itu justru bersikap seolah tak melakukan dosa. Menyerah dengan kediamannya, aku memutuskan pergi dari ruangannya. Semenjak meninggalkan ruangan Direktur Keuangan itu, air mataku tak berhenti menetes. Apakah mungkin aku akhiri saja pernikahan ini? Tapi, bagaimana dengan kedua orang tuaku

    Last Updated : 2025-01-03

Latest chapter

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Apa Memang Takdir Kami Terikat?

    Aku menatapnya dengan tatapan benci, kenapa dia memaksakan kehendaknya seperti ini. Pernikahannya saja aku menolak untuk menerima tapi kini, dia malah mendatangkan Renata kesini, apa dia ingin membuat neraka di dalam surgaku? Tak ada pilihan lain, aku pun menuruti keinginannya. Aku turun ke bawah untuk menemui jalangnya. "Malam Amel." Sapaan lembut aku terima, bahkan wanita itu menjabat tanganku dan menunjukkan sederet giginya yang putih. Melihatnya aku hanya bisa menahan segala amarahku dan rasa kesalku. Namun sesaat kemudian kutatap dia sendu. Entah apa yang dipikiran oleh Mas Raka saat ini, entah apa yang menginspirasinya, sehingga dia membawa Renata pulang dan menyandingkannya denganku. "Kalian berbincang dulu." Ujarnya lalu dia masuk ke dalam. "Selamat Renata kamu berhasil menghidupkan ceritamu dan mematikan ceritaku. Kamu berhasil mengobrak abrik istanaku bersama Mas Raka." Kutatap dingin wanita itu, sungguh tak sudi aku hidup bersamanya. "Aku tidak mematikan ceri

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Mau Nggak Mau Kamu Harus Menerimanya!

    Raut wajahku berubah sendu, seharusnya aku lah yang marah karena dia menamai kontak Renata dengan nama Istriku, sementara aku? hanya nama saja. "Ponsel kamu terus berdering, telingaku sakit mendengarnya!" Kataku dengan menatapnya. "Lain kali jangan lagi menolak panggilan yang masuk!" Ujarnya memperingatkan aku. "Menolak panggilan yang masuk atau hanya panggilan dari istriku saja." Aku semakin berani, kusindir dia. Agaknya sindiran ku membuat emosinya merangkak naik lagi. Dari tempatnya dia menatapku tajam, “Sudahlah Amel jangan mulai lagi." Aku hanya mengangguk, meski hatiku sakit tapi aku tak ingin mendebatnya lebih jauh, biarlah dia menyakitiku sesuka hatinya, toh lambat laun aku juga akan mati rasa. Tak terasa seminggu telah berlalu, kini Mas Raka sudah jauh lebih sehat. “Aku hari ini masuk kerja, siapkan semua keperluanku.” Dari tempat tidur dia memerintahkan aku untuk menyiapkan segala sesuatunya. Aku tak merespon ucapannya, tapi meskipun begitu ketika dia mandi

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Istriku Memanggil

    “Semua tergantung kamu Amel! jika kamu mau mengerti rumah tangga kita akan baik-baik saja!" ujarnya keras. Aku menggeleng heran, bagaimana bisa semua akan baik-baik saja sementara dia membawa pemicu pertengkaran dalam rumah tangga kami? Aku yang benar-benar lelah hati dan pikiran membaringkan tubuhku, mengabaikannya yang masih terlihat ingin bicara dengan ku. “Aku ngantuk.” Dua kata untuk mengakhiri perbincangan kami. "Kita belum selesai bicara Amel!" Kutahu dia marah ketika aku mengakhiri pembicaraan kami. Sebenarnya aku tidak mengantuk, hanya saja aku lelah berdebat dengannya. Pagi hari telah datang, aku memutar netraku hingga kulihat wajah Mas Raka. Melihat wajah tampannya, ku tak percaya dia bisa melukaiku begitu dalam. Ku rasakan sakit kembali menghujam hatiku. Apa memang seperti ini rasanya dikhianati orang yang kita cintai? Hingga baru bangun saja rasa sakitnya langsung terasa? Netraku terus menatap dia yang masih terpejam, tanpa terasa air mataku mengalir

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Semua Sudah Terjadi, jadi Mengertilah!

    "Aku adalah apa?" Hatiku mulai was-was. Kutatap mereka bergantian dengan tatapan yang sudah berubah. Tatapan garang ku berubah menjadi tatapan sendu. Mas Raka masih bergeming, tersirat ekspresi kebingungan di wajahnya, sementara Renata masih menatapku dengan ekspresi sama. Kini Renata menatap Mas Raka, entah apa yang mereka pikirkan hingga kulihat sebuah gelengan kecil Mas Raka tunjukkan. "Apa? Apa yang kalian sembunyikan dariku?" Kembali aku bersuara mengejar kalimatnya yang menggantung. Tapi Mas Raka tetap saja bungkam begitu pula dengan Renata. Apa yang ingin dia katakan sebenarnya? kenapa tiba-tiba dia terbungkam? Sesaat kemudian suara Renata mencuat melengkapi kalimatnya yang belum usai. "Karena aku juga istrinya." Deg! Jantungku seakan berhenti berdetak, dalam waktu sekejap aku mematung, tak hanya itu ribuan pisau serasa menghujam hatiku secara bersamaaan, ucapannya benar-benar membuat aku terkejut dan sakit. Segera kutunjukkan gelengan kepala, sebagai bentuk pro

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Dia Adalah....

    Kulihat, raut wajah Mas Raka berubah. Dia yang semula menolak menatapku, kini melemparkan tatapan yang sama tajamnya.Dia terlihat sangat marah. "Siapa Renata?" katanya masih mengelak.Aku mengerutkan alis, "Kamu tak tahu siapa Renata, Mas?" Segera kuambil ponselku, lalu kutunjukkan foto-foto serta video mesranya bersama Renata. "Yakin kamu tidak mengenalnya?"Meski bibirku tegas akan kalimatku tapi mataku tidak bisa aku berbohong. Air mata yang menggambarkan betapa lemahnya aku, mulai menggenang."Kamu terlihat sangat menyayanginya, sedangkan denganku... kamu begitu dingin." "Kamu cari penyakit sendiri Amel,” ujarnya tak mau lagi melihat layar ponsel. “Sudah aku bilang jangan menggunakan sosial media, tapi kamu membangkang!" Tanpa rasa bersalah, dia justru memarahi aku. Aku melongo menatapnya, manusia seperti apa dia? Dia yang ketahuan berbuat salah, tetapi justru dia yang menyalahkan aku?"Nggak waras kamu Mas!" kataku kesal.Aku berusaha berdiri, tetapi Mas Raka berhasil mencengk

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Siapa Yang Tidur Denganmu?

    Dia menepis tanganku, lalu membuang wajahnya. Melihat hal itu, aku semakin mengejarnya. "Jalang mana yang melakukannya, Mas? Katakan padaku!" "Bukan siapa-siapa!" ujarnya singkat tanpa mau menatapku. Aku tahu dia berbohong, karena tidak mungkin tanda itu tiba-tiba ada apabila tidak ada yang membuatnya. "Jujurlah Mas, biar jelas semua!" pintaku dengan suara lirih. "Pulanglah Amel, aku mau kerja." Dia melangkahkan kaki menuju meja kerjanya, kemudian membuka laptop. Sementara itu aku masih mematung menatapnya, menggumamkan kalimat lirih, “Entah terbuat dari apa hatimu, Mas.” Sekarang, aku yakin jika perkataan Ira benar. Mas Raka selingkuh. Akan tetapi, bukannya meminta maaf, pria itu justru bersikap seolah tak melakukan dosa. Menyerah dengan kediamannya, aku memutuskan pergi dari ruangannya. Semenjak meninggalkan ruangan Direktur Keuangan itu, air mataku tak berhenti menetes. Apakah mungkin aku akhiri saja pernikahan ini? Tapi, bagaimana dengan kedua orang tuaku

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Vampir Mana Yang Menggigit Kamu Mas!

    Drrrrrtttt.Sebuah pesan singkat aku terima sore harinya.Ternyata, pesan itu dari Raka. Dalam pesannya dia bilang kalau malam ini dirinya tidak akan pulang, karena ada lembur. Aku berdecak. Dengan kesal, kubalas pesannya secara kilat.“Kemarin juga kamu lembur, Mas. Tidak bisa gantian sama yang lain?” tulisku pada layar, kemudian segera menekan tombol kirim.Tak lama, balasan darinya masuk.Lagi, bukan permintaan maaf yang kudapatkan. Dia hanya mengirimkan dua kata yang ditutup dengan tanda seru, "Jangan bawel!" Aku mengembuskan napas panjang. Entahlah, rasanya aku sudah menyerah dengan semua ini. Aku merasa jika semua yang aku lakukan percuma. Marah salah, diam sakit.Akhirnya, daripada berada di rumah dan terus memikirkan suamiku itu, aku pun memutuskan untuk keluar.Aku pergi ke sebuah kafe dengan temanku, Ira. Niatnya, aku hanya sekedar makan saja. Namun siapa sangka aku justru terbawa suasana. Aku mulai menceritakan kisah hidupku yang pilu pada temanku dan dia sangat terkejut

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Aku Ini Dianggap Istri atau Bukan?

    “Mas, malam ini adalah malam Jumat. Apa kamu tidak menginginkannya?" tanyaku sambil menatap suamiku, Mas Raka yang berada di samping. "Aku hanya ingin tidur Mel," katanya diiringi tatapan tajam ke arahku. Selalu itu jawaban yang Mas Raka berikan ketika aku meminta nafkah batin darinya. Sekali lagi hatiku tertampar atas penolakannya. Aku membalikkan tubuh dan seperti biasa, menangis dalam diam dengan air mata yang mengalir dengan deras. Sebagai wanita normal, tentu aku menginginkan belaian dari suami yang kunikahi setahun lalu, tapi dia? Selalu acuh tak acuh, mengabaikan hasratku yang terus meronta untuk dipenuhi. Kelakuannya sungguh kontras dengan cerita teman-temanku yang mengatakan apabila pria matang gencar-gencarnya bercinta. Aku hanya bisa bertanya-tanya, apakah suamiku normal? Apa dia tidak memerlukan sebuah pelepasan? Apa dia tidak mencintaiku? Ataukah dia memiliki wanita lain? Seabrek asumsi negatif berputar di kepalaku, sehingga membuat dadaku semakin sesak. Lelah memi

DMCA.com Protection Status