Beranda / Rumah Tangga / Istri Yang Menanti Sentuhanmu / Mau Nggak Mau Kamu Harus Menerimanya!

Share

Mau Nggak Mau Kamu Harus Menerimanya!

Penulis: CitraAurora
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-03 20:17:03

"Sudahlah jangan seperti anak kecil." Katanya lalu dia pergi ke kamar mandi.

Jujur aku lelah seperti ini, kemarahanku baginya hanya sikap berlebihan. Padahal aku juga ingin diperlakukan layaknya seorang istri.

Tak ingin terus berdebat kusir dengan pria keras itu, aku memutuskan tidur. Lebih baik aku memejamkan mata daripada terus menambah luka.

Tak terasa seminggu telah berlalu, kini kondisi Mas Raka sudah jauh lebih baik.

“Aku hari ini masuk kerja, siapkan semua keperluanku.” Dari tempat tidur dia memerintahkan aku untuk menyiapkan segala sesuatunya.

Aku tak merespon ucapannya, tapi meskipun begitu ketika dia mandi aku tetap menyiapkan keperluannya.

Semua aku letakkan di atas tempat tidur, lalu aku keluar kamar. Aku pergi ke dapur untuk beres-beres dan sesaat kemudian terdengar suara langkah kaki mendekat.

"Hanya ada roti?” Tanyanya ketika aku tengah mencuci piring.

"Iya.” Aku menjawab pertanyaannya tanpa menoleh. "Sesuai sama yang kamu lihat di meja, Mas."

"Kenapa kamu tidak perhatian sedikit saja sama suami, aku mau berangkat kerja, setidaknya siapkan sarapan yang bergizi, plus bekal."

Masih dengan tangan penuh sabun aku membalikkan badan, “Aku masih sakit jadi makan yang ada saja.” Ujarku dengan menatapnya.

Kini wajahnya menunjukkan ekspresi heran, “Kamu sakit? Sakit apa?” Sedikit kekhawatiran dia tunjukkan padaku.

“Sakit hati.” Aku membalikkan badan kembali, lalu melanjutkan cuci-cuci piring yang belum selesai.

Tak tau bagaimana reaksinya, aku hanya mendengar kursi ditarik lalu suara sedikit gaduh dari meja makan.

Usai itu kudengar lagi langkah kaki mendekat, “Aku berangkat."

“Iya,” Sahutku tanpa menatapnya.

Masa bodoh dia pulang atau tidak, bagiku sama saja.

Memang kehadiran orang ketiga merusak segalanya. Kami serumah tapi jarang bicara, tak ada canda tawa apalagi sikap manja. Rumah tangga yang sudah hambar kini semakin hambar bahkan mungkin akan segera mati.

Namun kucoba menikmati hidup meski aku harus selalu berdampingan dengan rasa sakit.

Setelah pekerjaan rumah selesai, aku memutuskan untuk keluar. Selama Mas Raka sakit, aku terus di rumah dan hari ini aku ingin keluar makan siang dengan Ira, sahabatku.

Kami memilih sebuah kafe yang kebetulan baru buka, selain banyak diskon, kafe itu memiliki tempat yang asik untuk rumpi, maklum aku dan Ira kalau bertemu pasti rumpi sana sini.

Saat itu ketika kami selesai makan, Ira tiba-tiba mengajak pulang, tentu aku heran dengan sikapnya. Mengingat biasanya kami rumpi dulu.

“Tumben, langsung ngajakin pulang nggak rumpi dulu nih.” Aku menyindirnya dengan tertawa.

“Kita rumpinya di rumah kamu saja Mel, sekarang ayo kita balik.”

Ira berbicara denganku namun netranya memandang tajam ke arah belakangku. Aku pun curiga apa yang dia lihat.

“Kamu lihat apa sih!” Karena penasaran aku menoleh.

Sementara itu Ira mencoba menghentikan aku tapi aku sudah terlanjur menoleh.

Perlahan aku menatap sahabatku itu dengan tatapan sendu. “Jadi karena itu kamu mengajak aku pulang, Ir?”

Sahabatku itu mengangguk, “Kamu yang sabar ya Mel? apa perlu kita samperin mereka?” Ira terlihat sangat kesal tapi disisi lain dia iba padaku.

“Nggak perlu, ayo kita pulang.” Akhirnya aku setuju pulang.

Ingatan Mas Raka dan Renata makan saling suap kini terus menari di kepalaku, membuat rasa sakit yang aku coba alihkan kini datang menyerang.

Air mataku merembes keluar sehingga memecah fokus Ira dalam menyetir.

“Amel sudah dong jangan nangis, pria seperti itu. Raka nggak pantas kamu tangisin.” Dia mencoba menenangkan aku.

“Aku nggak nangisin Mas Raka, aku justru menangisi diriku sendiri yang nggak bisa lepas darinya.” Ujarku tanpa menatap Ira.

Kami berbincang, memang tidak ada kesetiaan yang mutlak dalam sebuah pernikahan karena sejatinya pria itu tidak akan benar-benar bisa setia, wanita lah yang harus berkompromi.

“Saranku mending kamu ceraikan suami kamu itu daripada kamu tersiksa, kamu masih muda, cantik pula aku yakin banyak pria yang mau mendampingi kamu apalagi kamu janda kembang.”

Suara tawa Ira menggema, suasana sedih berubah menjadi tawa, memang Ira adalah sahabat terbaikku, dia mampu mencairkan suasana ketika hati aku sakit.

Sesuai janji Ira, dia mampir di rumahku. Sama-sama menyukai drama Korea, kami memilih menghabiskan waktu menonton alih-alih berbincang panjang lebar perihal masalah rumah tanggaku.

Kehadirannya membuatku melupakan sejenak masalah rumah tanggaku, tapi setelah dia pulang, perlahan rasa sakit kembali kurasakan.

Aku duduk di sofa, sambil menekuk lututku, ingatan tadi pun kembali datang. Saat seperti ini aku masih berandai jika itu adalah aku bukan Renata pasti aku….” Ah Amel apa yang kamu pikirkan.”

Hingga malam tiba tak ada tanda-tanda Mas Raka pulang, aku hanya tersenyum menatap bantal dan guling yang biasanya dia gunakan.

Kutahu dia kini pasti bersama Renata, menuntaskan rasa rindu yang terpendam karena keadaan Mas Raka yang sakit beberapa hari belakangan.

Tak mau sedih dan tak mau ambil pusing aku mencoba membuka media sosial kembali, siapa tau dengan begitu aku bisa melupakan sakit hatiku sejenak.

Sejak hari itu, hingga beberapa hari ke depan, Mas Raka masih belum pulang. Namun, sekalinya pria itu pulang, dia kembali menambah borok luka di hatiku.

“Amel,” Mas Raka memanggilku, kudengar suara langkah kaki mendekat.

Aku dengar suara mobilnya menderu memasuki garasi, tapi aku tetap bergeming di atas ranjang.

Aku memilih memejamkan mata, meski belum tertidur.

"Mel bangun." Ujarnya lagi sambil menggoyangkan tubuhku.

Perlahan aku membuka mataku, aku menguap seolah aku benar-benar bangun dari tidur.

"Ada apa, sih?" Aku menatapnya kesal. "Ingat pulang juga kamu akhirnya, Mas?"

“Ayo ikut turun, di bawah ada Renata.” Katanya.

Tatapan kesal berubah menjadi tatapan tajam. Tubuhku langsung duduk dan memasang posisi siaga. "Mau ngapain dia? Kenapa kamu ngajak dia ke sini?” tanyaku marah.

Bisa-bisanya dia membawa wanita simpanannya ke rumah. Apa masih belum cukup luka yang dia torehkan padaku?

"Bawa dia pergi. Aku tak sudi melihat jalangmu Mas!” Aku berteriak, sungguh tak ikhlas jika wanita itu ada di rumahku.

Tangan Mas Raka mengepal, dia yang semula berbicara sedikit lembut padaku kini berubah menjadi kasar.

"Mau nggak mau, suka nggak suka kamu harus menemuinya, karena mulai malam ini Renata akan tinggal bersama kita!”

Aku tertawa penuh frustasi, bagaimana bisa dia tidak memikirkan perasaanku? Membawa masuk madu ke dalam rumah itu sama artinya dia ingin membunuhku perlahan.

Komen (7)
goodnovel comment avatar
Mega
Amellllll please go away
goodnovel comment avatar
Fenty Izzi
lengkap sudah penderitaanmu Mel...ttplah jadi wanita bodoh yang akan terus tersakiti......pergi bodoh...sebel deh
goodnovel comment avatar
Lusia Sudarti
jadi benar² geram jadinya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Apa Memang Takdir Kami Terikat?

    "Seperti yang aku bilang Amel, pikirkan orang tuamu. Terlebih biaya rutin pengobatan ayah." Kembali jawaban itu yang kudapat, tak hanya menyiutkan nyalimu, jawaban itu juga memudarkan keinginanku untuk berpisah. Apa memang aku harus seperti nasibku? istri sah dan istri simpanan tinggal dalam satu atap? Kemudian, aku menatapnya dengan tatapan benci, kenapa dia selalu melukaiku? Pernikahannya saja aku menolak untuk menerima tapi kini, dia malah mendatangkan Renata kesini, apa dia ingin membuat neraka di dalam surgaku? Tak ada pilihan lain, aku pun menuruti keinginannya, mengijinkan maduku untuk tinggal bersama. Tak hanya itu aku juga turun ke bawah untuk menyambutnya. Sungguh ironi bukan? "Malam Amel." Sapaan lembut aku terima, bahkan wanita itu menjabat tanganku dan menunjukkan sederet giginya yang putih. Melihatnya aku hanya bisa menahan segala amarahku dan rasa kesalku. Namun sesaat kemudian kutatap dia sendu. Entah apa yang dipikiran oleh Mas Raka saat ini, entah a

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-09
  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Prioritas Utama

    Malam itu Mas Raka pulang dengan wajah sumringah, berbeda sekali dengan biasanya yang selalu muram. Apa karena ada Renata? Aku hanya bisa tersenyum ketir tanpa bisa protes akan sikapnya. "Amel gajiku sudah aku transfer di rekening kamu." Ujar pria dingin itu. "Kamu besok bisa membawa ayah kamu ke rumah sakit untuk kontrol." Sambungnya. Aku menatapnya, lalu anggukan kecil aku tunjukkan, meski jahat tapi dia masih memiliki perhatian untuk orang tuaku. "Iya." Kukembalikan pandanganku ke arah TV, ada rasa bersalah karena tak mampu berucap terima kasih padanya.Tapi memang semua berbeda sekarang, dulu aku selalu menyambutnya ketika gajian, makanan enak dan banyak selalu kusajikan sebagai bentuk rasa terima kasih. Diriku kini seperti raga tak bernyawa yang malas berinteraksi dengannya. Ternyata kediaman kumengundang keingintahuannya, bahkan kata-kata sedikit lembut dia ucapkan. "Kenapa? Kamu kelihatan lemas, apa kamu sakit?" Lagi-lagi gelengan yang aku tunjukkan. Pernikaha

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-10
  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Sebuah Tamparan

    Aku lama menunggunya, tapi tak ada panggilan masuk di ponselku, apa saja yang mereka beli sehingga lama sekali? Rasa lelah mulai menghampiriku lalu aku putuskan untuk menghubungi Mas Raka lebih dulu. Panggilanku masuk tapi tidak diterima lalu aku pergi ke supermarket tadi untuk mengecek, tapi tidak kutemui Mas Raka dan Renata. Apa mereka meninggalkan aku? Saat bersamaan, panggilan masuk kuterima."Kamu ke mana saja? Karena kamu lama sekali, jadi aku dan Renata pulang duluan. Kasihan Renata sudah lelah."Aku menahan senyum sinis. Jadi, dia menghukumku seperti ini? Apa susahnya dia coba telepon istrinya ini, tanya di mana, kasih tahu kalau dia sudah mau pulang?!Sudahlah, memang dasarnya mereka saja yang mau berduaan.Tak ingin terpancing amarah, aku mematikan sambungan telepon. "Kamu pikir aku takut pulang sendiri." Aku mengomel di hadapan layar ponselku. Dengan taksi online, aku pulang. Setibanya di rumah aku langsung masuk ke dalam. Kudengar canda tawa di dapur menggema.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11
  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Apa Yang Kalian Lakukan?

    Seketika raut wajahnya berubah, "Jika yang kamu maksud adalah nafkah batin. Aku ingatkan, jangan pernah berharap hal itu padaku!""Sebenarnya di hatimu ada tempat untuk diriku nggak sih Mas?" Aku terus menatapnya dengan nanar. Menanti jawaban yang akan dia bari padaku walaupun sebenarnya aku sudah tahu jawabannya. Seraut wajah bingung kulihat, lama pria itu bergeming. Entah apa yang dia pikirkan, lalu suaranya kembali mencuat. "Tidak penting ada atau tidak, yang terpenting kebutuhanmu semua kucukupi." Usai berucap demikian dia keluar kamar meninggalkan aku dalam rasa sakit. Sepanjang malam, ucapannya terngiang di kepalaku, jika aku tidak pernah ada di hatinya, untuk apa dia mau berumah tangga denganku? apa tujuannya? lantas di usia pernikahan yang baru seumur jagung kenapa dia menikah lagi? Segudang pertanyaan menari di kepalaku, rasanya sungguh pusing memikirkan jawaban yang tak kunjung kutemukan. Keesokannya di pagi hari, ketika aku bangun ku rasakan perutku sangat

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Jangan Paksa Aku Mas!

    Dengan gamblang kulihat pria yang menikahiku setahun yang lalu itu tak berbusana. Aku selalu ingin melihat tubuhnya tapi tidak dengan cara seperti ini. Sungguh kini aku justru jijik melihatnya. "Kenapa tidak melakukannya di kamar?" Aku bersuara keras menatap mereka tajam-tajam. "Kamu lagian ngapain tidak ketuk pintu dulu kalau sudah pulang!" Sungguh Mas Raka pintar sekali menjawab, malah menyalahkan aku dengan alasan tak mengetuk pintu. Malas mendebatnya aku pun membalilkan badan dan segera pergi ke kamar. Pikiranku yang sudah penuh dengan penyakit ayah kini ditambah lagi pemandangan menjijikkan mereka. Kesal dan marah bercampur jadi satu. Mataku yang masih suci ini harus ternoda akibat adegan liar mereka. Layaknya berhubungan badan dilakukan di dalam kamar, mengingat ada penghuni lain di rumah tapi agaknya mereka mengabaikan keberadaanku. Segitu tak pentingnya diriku di mata mereka? "Hari ini mengapa begitu banyak yang terjadi." Sambil kuusap rambutku dengan kas

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-13
  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Menenangkan Diri

    Sambil menangis ku punguti bajuku satu persatu, Rasanya benar-benar sakit. Dengan menahan sakit di bagian sensitifku aku pergi ke kamar mandi. Kuguyur tubuhku dengan air, kugosok bagian tubuh yang terjamah olehnya dengan sabun. Berharap aroma percintaan tadi menghilang namun sayang ingatan di kepala sampai kapanpun tak akan pernah menghilang. "Raka!!! kamu sungguh biadab." Di bawah guyuran air yang mengalir, aku menangis histeris, kenapa dia sangat kejam padaku. Aku ini adalah pasangannya bukan musuh yang tak sepatutnya dibenci. Serangkaian penyesalan kini berdatangan menghampiriku, aku menyesal telah menerima perjodohan setahun lalu, aku menyesal membuat hidupku dan hidupnya terikat. Aku menyesal, sungguh aku menyesal telah mencintainya. Cinta yang kurawat selama setahun kini musnah sudah, hanya menyisakan luka dan rasa benci yang teramat sangat. Puas menangis, aku segera membersihkan diri lalu keluar. Kutatap ranjang dinginku yang kini sudah ternoda dengan perbuata

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Pikiranku Sedikit Ringan

    Buru-buru kuusap air mataku dengan tangan, lalu tersenyum padanya. Rasanya sungguh malu lama tak bertemu dan sekalinya bertemu aku malah dalam keadaan seperti ini. Pria itu juga menatapku sambil berekspresi heran. "Kamu menangis?" Aku menggeleng pelan, "Tidak, mataku kelilipan." Jawabku berbohong sambil pura-pura mengucek mata. Dia hanya tersenyum tipis, entah Mas Daffa percaya atau tidak namun yang jelas aku tidak bisa mengaku akan apa yang terjadi padanya. Mas Daffa adalah seniorku dulu di kampus, dia selalu perhatian padaku bahkan beberapa kali mengungkap perasaannya tapi karena dulu aku dilarang pacaran oleh ayah akhirnya aku selalu menolak cintanya. Meskipun aku selalu menolak cintanya tapi tak membuatnya menyerah, aku sampai heran melihat sikapnya, bagaimana bisa dia begitu gigih. Kami tak lagi bertemu setelah dia lulus kuliah, karena dia harus melanjutkan kuliah S2 diluar negeri. Namun siapa sangka malam ini kami dipertemukan kembali. "Kamu ngapain disini Ma

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-15
  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Aku Benci Diabaikan

    "Memangnya apa yang aku lakukan?" Dengan ekspresi heran aku menatap Mas Raka. "Kamu mendorong Renata sampai jatuh! masih bilang apa yang kamu lakukan?!" Teriakan Mas Arga menggema membuat aku sedikit menjauh. Kutatap mereka bergantian, sambil menggelengkan kepala, sementara Mas Raka membantu Renata bangun. "Mana yang sakit?" Tanyanya dengan begitu lembut. "Tidak ada Mas." Jawab Renata dengan senyuman manisnya. Melihat drama mereka aku hanya bisa berdecak kesal. "Lebay" cicit ku kesal. Kini tatapan mereka terlempar padaku, ucapanku agaknya mengundang emosi mereka. "Kenapa sih kamu selalu mengganggu Renata?" Suara Mas Raka kembali mencuat. Masih bergeming kutatap dia dengan sinis, "Tanyakan padanya apa yang terjadi!" Renata yang tadi diam kini kembali bersuara, "Sudah Mas, nggak usah diperpanjang, bukankah aku tidak apa-apa." Suara Renata begitu lembut sehingga mampu menarik iba Mas Raka. "Dia sudah keterlaluan Sayang." Ujar Mas Raka. Tatapan Mas Raka kini kem

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-15

Bab terbaru

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Apa ini Karma Renata?

    Renata mengamuk? apa ini karena talak dari Mas Raka waktu itu? Aku mengangguk tanpa protes seperti biasanya. Sesampainya di rumah Renata, terlihat beberapa security di depan. "Ada apa Pak?" tanya Mas Raka. "Mohon maaf, istri Pak Raka terus berteriak dan mengamuk." Jawab security. Menurut kesaksian, Renata terus berteriak sudah semingguan yang lalu, para tetangga mengira mungkin karena pertengkaran dalam rumah tangga namun tadi setelah ada yang mencoba mengecek Renata justru mengamuk. Aku merinding mendengar ucapan mereka, ada rasa takut di hatiku. Lalu aku dan Mas Raka masuk ke dalam. Sungguh aku tak sampai hati melihatnya yang diikat dengan mulut yang dilakban. Ada apa dengannya? Aku dan Mas Raka mendekati Renata, wanita itu berontak seolah ingin mengucapkan sesuatu pada kami. "Renata tenanglah!" Pinta Mas Raka dengan tatapan sendunya. Renata menangis saat Mas Raka mengelus rambutnya. Aku pun ikut menangis, Mas Raka..... Lihatlah kelakuanmu yang telah membuatnya

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Renata Mengamuk

    Lupakan yang sudah-sudah? tentu tidak. Luka ini tidak bisa hilang begitu saja. Aku sungguh ingin pergi dari Mas Raka, tapi entah mengapa ada saja yang menarikku untuk dekat dengannya kembali. Orang tuaku, anak ini dan kini orang tuanya, kenapa mereka seolah ingin aku terus berada di sisi Mas Raka? Tuhan, apa kesakitanku ini adalah hal yang lumrah dirasakan seorang wanita sehingga untuk lepas dari sakit rasanya begitu sulit?Apakah benar tali takdir yang sudah terikat akan sulit dilepas? Pada akhirnya aku mengalah, mengikuti kemauan mama mertua untuk pulang bersama mereka. Di dalam mobil, aku terus diam. Pikiranku kacau tak menentu, dadaku rasanya sesak tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Sementara itu Mas Raka dia mencoba berbicara padaku. "Amel aku mohon jangan seperti ini." Dia mengiba sambil fokus menyetir. "Lalu bagaimana maumu?" tanyaku tanpa menatapnya."Bicaralah jangan diam saja." Dia meminta aku untuk bicara tapi apa yang akan aku bicarakan dengannya? Anggukan aku tu

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Jatuh Talak

    Mas Raka melemparkan tatapan sendu ke mamanya, dia seperti kebingungan. Lalu dia menatap Renata yang juga menangis menatapnya. "Jangan Mas, kita sudah menikah. Aku lah yang kamu cintai bukan Amel!" pinta Renata. "Kamu sudah janji sama mendiang orang tuaku untuk selalu menjagaku." Dia menambahkan lagi. Melihatnya seperti ini aku tak tega meski dia sering menyakiti aku tapi tetap saja hati ini tak tega. Mungkin inilah harga yang harus Renata terima. Dulu sudah jelas kedua orang tua Mas Raka menolaknya namun dia tetap saja mau mendampingi Mas Raka walaupun dia hanya dijadikan istri simpanan. "Raka kalau kamu nekat bersamanya maka jangan anggap kami orang tua kamu lagi!" Ancam sang Papa. Beginilah kalau orang menyembunyikan bangkai, dan ketika kebusukannya terungkap bukan hanya dia yang tersakiti, orang di sekitarnya pun turut ikut merasakan imbasnya. "Pa, Ma jangan begitu. Biarlah mereka bahagia, Amel sudah ikhlas akan takdir Amel. Semua akan sama meski Amel nantinya buka

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Terbongkar

    Mataku membola, ada apa? Sungguh hatiku menjadi tak karuan. "Baik Ma, Amel akan kesana." Aku pun memutuskan untuk kesana. "Ada apa Mel?" tanya Mas Daffa yang menunjukkan ekspresi khawatir. "Entah Mas Mertuaku menangis beliau meminta aku untuk pulang." Jawabku dengan menatapnya Mas Daffa terlihat menghela nafas, "Ada saja mereka," ujarnya kesal. Aku mengangguk, "Iya Mas." Aku meminta Mas Daffa untuk menepikan mobilnya, karena aku harus segera pergi ke rumah Mas Raka. "Aku akan mengantarmu Mel." Mas Daffa ternyata yang akan mengantarku ke rumah Mas Raka. Sungguh aku tak enak diantar olehnya tapi dia sendiri yang memaksaku agar mau diantar. "Kamu hati-hati ya Mel, hubungi aku jika ada apa-apa." Pesan Mas Daffa. Tak selang lama kami telah tiba di rumah Mas Raka, terlihat mobil Mertuaku dan mobil Mas Raka berjejer di carport. "Aku turun ya Mas, Terima kasih udah mau ngantar aku." Kutatap wajah Mas Daffa dengan senyuman. Setelah mengucapkan terima kasih

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Mas Daffa suami halu para staff

    Mata Mas Raka membola, dia terlihat sangat syok mendengar penuturan ibu. "Maafkan Raka Bu." Ucapnya sambil menatap ibu nanar. "Sudah lama ibu menahan ini, hati ibu sakit melihat anak ibu diperlakukan buruk oleh kamu!" Maki ibu. Air mata ibuku mengalir, ibu mana yang rela melihat anaknya disakiti. "Tau begini dulu ibu tidak akan menerima lamaran kedua orang tua kamu!" Ibu meluapkan unek-uneknya, aku tak menyangka ibu akan emosi begini padahal selama ini ibu sangat tenang. Melihat ibu yang terisak aku pun turut menangis. "Sudah Bu, Amel mohon ibu jangan menangis. Ayah nanti bangun." Aku memohon pada ibuku untuk mengakhiri tangisannya, aku tidak mau masalahku menjadi beban untuk orang tuaku. Kini tatapanku tertuju pada Mas Raka, kuminta dia untuk pulang daripada kehadirannya disini membuat masalah. "Pulanglah!" kataku dengan menatapnya tajam. "Baik, maafkan aku Amel, ibu." Mas Raka lalu melangkahkan kaki pergi. Hari sudah malam, kuminta ibuku untuk istirahat, aku juga me

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Bukankah Kamu Juga Sama

    Senyuman ketir kutunjukkan, lalu aku bertanya seolah tak tahu apa maksud dari kata takut. "Takut kenapa Mas?" "Takut tak bisa memilikimu," jawabnya. Ku lempar tatapan nanar ke depan. Mas Daffa kamu sangat tampan, baik, jabatan tinggi pasti banyak wanita diluar sana yang mengejarmu, please jangan pertaruhkan masa depanmu hanya untuk aku yang bahkan statusku adalah istri orang. Saat aku perang dengan pikiranku, tangan Mas Daffa menyusup masuk dan memelukku dari belakang. Aku yang begitu syok mematung tanpa bisa menolak maupun menerima pelukannya. "Ijinkan aku menjadi penjagamu Amel." Bisiknya. Pelukannya semakin erat, Direktur utama itu bak ular piton yang hendak meremukkan mangsa. 'Mas jangan lakukan ini' Hatiku menjerit, memohon padanya agar melepaskan pelukannya namun tubuhku masih terkunci. Akhirnya dia melepaskan pelukannya juga, dan saat itu pula tubuhku kembali normal. Jam istirahat telah habis, aku dan Mas Daffa berjalan turun. Kami berpisah di lift lebih tepat

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Aku Takut Kamu Kembali Padanya Mel

    Aku membisu, seandainya kata-kata itu terucap beberapa bulan yang lalu mungkin akan aku pikirkan lagi niatan untuk berpisah namun sayang kata indah ini dia ucapkan ketika niatku sudah bulat. Meskipun aku adalah rumah baginya tapi dia bukanlah nahkoda di kapalku, aku bisa mendayung perahuku sendiri tanpa harus melibatkannya. "Terkadang tempat singgah juga lebih nyaman daripada rumah Mas." Ucapku lirih. "Tidak Amel." Sanggahnya. "Buktinya kamu dulu begitu mengagungkan tempat singgahmu itu!" Seusia kalimat itu kuucap, kami berdua saling diam. Tatapanku ke depan menatap sederet mobil yang sedari tadi tetap di tempatnya. Entah sampai kapan macet ini akan terurai sehingga aku lebih cepat lepas dari pria ini. Hingga satu jam berlalu namun mobil di depan tidak bergerak sedikit pun. Apa sebenarnya yang menyebabkan macet panjang ini? Aku mulai bertanya-tanya. Diriku yang lelah memutuskan untuk memejamkan mata, lebih baik aku tidur daripada diajak Mas Raka ngobrol yang tidak-t

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Rumahku Adalah Kamu

    Penolakan tegas terdengar dari mulut Renata, jelas dia tidak mau pulang naik taksi. "Aku nggak mau Mas!" Aku tersenyum sinis, "Tuh istri kamu tidak mau." Aku dan Ira bersiap berjalan tapi tangan Mas Raka menarik tanganku. "Tunggu Amel." Mas Raka meminta aku untuk menunggunya, lalu dia memberi Renata uang. "Jangan protes mengertilah Amel sedang hamil!" Katanya. Renata menerima uang itu dengan mata berkata, kutahu dia saat ini pasti kecewa dengan keputusan suami tercintanya ini. Sementara aku harus menerima konsekuensi atas ucapanku, seandainya aku tadi tidak menggertaknya mungkin saat ini aku pulang bersama Ira. Di mobil kami sekarang, kutatap kesal pria yang masih berstatus suamiku ini. "Mel bagaimana anak kita? apa dia terus menendang?" Dia membuka pembicaraan. "Iya." Kujawab singkat pertanyaannya. "Tidak bisakah kita tinggal bersama lagi Mel?" Pertanyaannya mengundang emosiku, segera ku lempar tatapan tajam ku padanya. "Aku sudah sangat senang bis

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Dasar Keong Racun!

    Sungguh kenapa jadi begini? kenapa mereka seperti anak ABG? apa mereka tidak sadar jika mereka ini adalah petinggi perusahaan besar? Usai makan aku kembali ke kantor tanpa memperdulikan mereka lalu aku mulai bekerja kembali. Sepulang dari kantor aku langsung pulang, aku tak menghiraukan pesan masuk yang memberi tawaran pulang bersama ataupun tawaran jemputan. Di rumah aku mengurung diri di kamar, sikap Mas Raka dan Mas Daffa mengusik pikiranku. Ibu sesekali datang ke kamar untuk mengecek keadaanku. "Amel baik-baik saja Bu." kataku sambil tersenyum manis. Ibu mengangguk lalu keluar dari kamarku. Tak selang lama sebuah sebuah pesan singkat aku terima. "Ira." Gumamku. Ternyata Ira datang ke rumahku, dia bilang jika sudah kangen karena lama tak bertemu. Dia juga meminta maaf karena tidak datang di acara empat bulananku kemarin. Tentu tak masalah bagiku jika Ira tak datang lagipula tidak ada yang spesial di acara itu. "Kamu kenapa Mel aku perhatikan seperti sedang mikir."

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status