Humaira, seorang wanita yang rela menerima tawaran menikah dengan lelaki yang tak dikenalnya. Di rela melakukannya karena membutuhkan biaya yang besar untuk ibunya yang akan melakukan operasi. Tak disangka ter yata calon suaminya adalah seorang CEO yang terkenal dan sudah memiliki kekasih seorang model. Akankah Humaira mampu menghadapi suaminya.
View MoreMobil Semesta memasuki parkiran rumah sakit. Sedari tadi Humaira meremas tangannya, ia gugup karena memberikan pilihan kepada suaminya. Humaira hanya takut pria itu meminta yang aneh-aneh. Semesta melirik ke arah Humaira yang merasa cemas, ia tersenyum sinis. “Nggak usah tegang, rileks. Tenang saja aku nggak akan minta yang aneh-aneh.”“I-iya, Mas.” Meski ucapan suaminya lembut tapi Humaira tetap saja merasakan firasat yang tidak enak. Humaira segera melepas safety beltnya lalu keluar mengikuti Semesta. “Terima kasih, Mas. Sudah mau menjenguk ibu.”Semesta tak menjawab, ia hanya menoleh sebentar lalu berjalan mendahului Humaira. Tiba di depan mendadak Semesta bingung karena ia tidak mengetahui di kamar berapa mertuanya di rawat. “Kenapa, Mas?” tanya Humaira setelah dekat dengannya. Ia tahu alasan Semesta berhenti tapi ia pura-pura. “Kamu duluan.”Humaira mengulum senyum. ‘Dasar sok tahu,’ batinnya. Tentu saja ia hanya bisa bergumam dalam hati. Tak menunggu waktu lama, Humaira seger
Semesta memijat pelipisnya yang terasa pusing, kebingungan melanda pikirannya. Haruskah ia menemui Alena atau pergi ke rumah sakit untuk menjenguk istrinya yang dikabarkan pingsan? Waktu terus berjalan, kurang dari satu jam lagi ia harus menjemput Alena sesuai permintaannya. Namun, ia juga tidak bisa mengabaikan Humaira. Jika mamanya tahu, bisa-bisa dia dicoret dari daftar ahli waris.Dengan berat hati, Semesta memutuskan untuk pergi ke rumah sakit. Ia berpikir hanya akan sebentar saja, lalu segera mengajak Humaira pulang. Lelaki itu hanya ingin memastikan satu hal saja. Perasaannya sudah tidak menentu, ia hanya takut Humaira hamil. Mengingat ia tak memakai pengaman saat melakukannya. Setibanya di rumah sakit, Semesta langsung menuju ruang perawatan Humaira. Di depan ruangan, ia melihat rekan Humaira, seorang wanita sesama guru yang tadi memberi kabar.Wanita itu berdiri dan menyapanya. “Maaf, Pak. Humaira masih diperiksa dokter.”“Apa yang terjadi?” tanya Semesta dengan nada dingin.
Semesta membeku diam di tempat karena tiba-tiba saja Humaira memeluknya. “Terima kasih ya, Mas. Akhirnya aku punya motor baru dan gak akan mogok lagi,” ucapnya dengan senang. Pria itu hanya berdehem saja tetap menjaga wibawanya di hadapan para karyawan showroom. Mereka hanya mengulas senyum saja, ternyata Semesta tetap bersikap dingin kepada istrinya. “Bisa lepaskan saya,” bisiknya. Humaira tersadar, karena terlalu senang. Humaira membeku dan perlahan-lahan ia melepaskan tangannya, wajahnya sudah memerah karena menahan malu. “Ma-maaf, Mas.”Semesta keluar meninggalkan showroom setelah transaksi selesai. Ia segera naik ke kursi penumpang di susul dengan Humaira yang ikutan naik. Semesta mengernyit saat melihat wanita berhijab itu duduk di sampingnya. “Kau mau apalagi?”“Ikut nebenglah. Memang mau apa Mas, punya istri kok disuruh berangkat sendiri. Gak kasihan apa sudah cantik begini disuruh naik angkot,” gumamnya sebal. Semesta hanya diam saja malas menanggapi ucapan Humaira. Rasa
Semesta tak menyangka akan mendapatkan cap tangan dari Humaira. Selama ini belum ada seorang pun yang berani menampar pipi mulusnya. Lelaki itu segera beranjak menuju ke sebuah bar mini yang ada di rumahnya. Di tempat itu Semesta bisa minum minuman beralkohol sesukanya. Tak heran jika Semesta banyak mengoleksi minuman beralkohol karena dia adalah peminum. Dia menuangkan minuman ke dalam gelas dengan sekali teguk ia bisa habiskan. Tak habis pikir dengan perasaan yang ia rasakan. Tapi melihat istrinya bersama lelaki lain rasanya seperti tidak rela meski ia sendiri tidak mencintai Humaira. [Bang, istrimu cantik juga. Bolehlah kita berbagi kan kamu tidak mencintainya]Satu pesan dari Dimas membuat Semesta semakin murka. Ia meremas ponselnya erat. Dadanya penuh gemuruh membaca pesan itu. “Sialan kamu, Dimas. Awas saja jika kamu berani menyentuhnya sedikitpun,” gumamnya. Tanpa terasa ia sudah menghabiskan minuman banyak di sana. Kepalanya sudah terasa berat ditambah lagi dengan pesan yan
Di dalam mobil suasana agak sedikit canggung, pasalnya Humaira tidak mengenal lelaki itu dan lelaki itu malah bersikap akrab dengannya. Mau tak mau Humaira harus berusaha bersikap baik. “Mas, Terima kasih sudah mengantarkan saya ke rumah sakit.”“Mas,” cicit lelaki itu. Dia malah tersenyum tipis melirik ke arah Humaira. “Jangan panggil saya Mas, kita ini saudara Mbak. Pasti Mbak tidak mengenal saya kan?”Humaira lantas menggeleng. “Saudara? Maksud Mas, apa? Saya masih bingung.”“Saya ini sepupu dari suami Mbak, saya baru sampai ke Indonesia kemarin dan maaf ya Mbak, kemarin tidak bisa menghadiri pernikahan Mbak Humaira.”Humaira mangut-mangut, mendengar penjelasan lelaki di sebelahnya. Pikiran Humaira saat ini adalah ingin segera sampai ke rumah sakit melihat kondisi ibunya. Tapi di sisi lain, Humaira tengah bingung pasalnya ia tidak bisa menghubungi suaminya karena ponselnya kehabisan saya. “Mas, boleh pinjam ponsel sebentar, saya mau menghubungi suami saya?” tanya Humaira sedikit
Humaira yang langsung membuka pintu tanpa mengetuknya terlebih dahulu, sontak saja harus melihat pemandangan yang mungkin menyesakkan dada bagi para istri sungguhan. “Apa yang kalian lakukan?”Keduanya terkejut lantas menjauhkan diri. Semesta melihat siapa yang datang hanya bersikap acuh seolah tidak terjadi apa-apa. Humaira melangkahkan kaki masuk dan meletakkan kotak bekal makanan di atas meja tidak memperdulikan keduanya melakukan apa. Alena berdecak sebal karena aktivitasnya terganggu. Ia segera memeluk lengan Semesta dengan manjanya. “Sayang, kayaknya aku mau ke salon nih, rambut aku udah kucel tapi uang yang kamu beri kemarin sudah habis.” Jari tangannya bermain di dada bidang Semesta, ia sengaja agar istrinya marah. Semesta menghela nafas berat, matanya menatap tajam ke arah Humaira yang kini menggenggam kartu debit itu erat-erat. Alena menoleh, bingung dengan suasana yang tiba-tiba berubah. “Kembalikan Humaira,” ketus Semesta. “Enak saja, ini hak saya kenapa kamu memberi
Semesta menekan pedal gas hingga mobil melaju kencang, memecah keramaian jalanan kota yang mulai padat. Detak jantungnya seolah berpacu dengan kecepatan roda yang berputar. Suara Alex masih terngiang di kepalanya “Alena ada di kantor, menunggumu.”Tiba di kantor, Semesta melangkahkan kaki lebarnya banyak tatapan dan sapaan dari karyawannya tidak di gubrisnya. Ia hanya ingin cepat ke ruangannya di lantai lima. Semesta segera menekan tombol lift yang memang khusus untuk para petinggi perusahaan. Lelaki tampan itu segera menuju ke ruangan setelah pintu lift terbuka. Pandangannya tertuju pada ruangan yang pintunya masih terbuka, terdengar suara orang berdebat di sana. “Nona, saya mohon Anda segera meninggalkan kantor ini karena sebentar lagi kami akan meeting terlebih Nyonya Dewi akan segera tiba.” Alex berusaha mengusir dengan lembut. Tak habis pikir dengan wanita itu padahal semua security sudah diperintahkan untuk tidak memberi akses untuknya masuk, tapi tetap saja wanita itu banyak
Humaira yang merasakan keanehan dalam dirinya, tiba-tiba tubuhnya merasa panas dan merasa pusing. Begitu juga dengan Semesta, ia tahu apa yang terjadi dengannya. Tentu saja itu adalah pengaruh obat laknat itu, sebagai seorang ceo yang menjadi incaran dari musuhnya ia belajar banyak tentang itu. Bahkan sudah berulang kali ia merasakan seperti itu beruntungnya ia tak mau melepaskannya kepada sembarang wanita. Dewi hanya mengulas senyum kala obat itu sudah bereaksi. Ini adalah rencana Dewi untuk menyatukan mereka agar Dewi segera mempunyai cucu. “Ma, aku ke kamar dulu ya,” kata Humairah lalu beranjak pergi. Humaira berjalan menuju kamarnya di lantai bawah. “Kamar kamu dimana, kok arahnya kesana?” tegur Dewi. Humaira hanya bisa melihat ke arah Semesta, ia harus minta persetujuan Semesta dahulu. Namun, sayangnya Sementara malah melihat ke arah lain. Dewi yang tahu akan hal itu, menatap Semesta. “Antarkan dia ke kamar, kamu juga harus istirahat. Kasihan istrimu jalannya sudah sempoyonga
Setelah mengatakan itu dengan santainya ia perlahan pergi meninggalkan Humaira dan memperhatikan wajahnya. Wanita berhijab itu mengepalkan kedua tangannya, suaminya sendiri yang mengatakan hal itu. Tatapan Humaira masih saja menatap Semesta sampai ia benar-benar tak terlihat. Humaira masih diam mematung di sana. Tak terasa air mata yang ia bendung lolos juga. Di dalam kamarnya, lelaki tampan itu tertawa puas setelah membuat Humaira marah. Sebenarnya ia tidak melakukan hal-hal yang di luar batasannya. Dia pria yang sangat menjaga dirinya walaupun ia suka mabuk juga. “Aku yakin kamu tidak akan bisa bertahan, Humaira,” gumamnya. Lelaki tampan itu masih saja tertawa melihat raut wajah istrinya yang terlihat menahan amarah tadi. Wanita cantik berhijab itu mengusap air matanya yang membasahi pipinya. Dengan segera ia beranjak dari tempat itu menuju kamarnya. Bik Sumi yang sedari tadi melihatnya merasa iba kepada Humaira, seorang wanita baik yang disia-siakan oleh suaminya. Bik Sumi tak
Suasana di taman rumah sakit begitu tenang dan sepi. Di situlah saat ini Humaira berada, meluapkan segala keluh kesahnya meski tidak akan ada yang mendengarnya. "Ya Allah, harus kemana lagi aku harus meminta pertolongan, aku gak mau kehilangan ibu. Darimana aku bisa mendapatkan biaya operasi sebesar itu." Humaira menangis dalam diam disana. Punggungnya bergetar, matanya sudah sembab dengan air mata yang terus mengalir. Dia sudah merasa putus asa sekarang. “Saya akan membiayai semua operasi ibu kamu, kalau kamu mau menikah dengan anak saya,” kata Dewi yang saat ini berdiri di hadapannya. Humaira segera mengusap air matanya, mendongak siapa gerangan yang berbicara kepadanya. Humaira berdiri kaget sekaligus tak percaya apa yang barusan ia dengar. Baru saja ia menumpahkan keluh kesahnya ada orang yang mau berbaik hati padanya.“Maksud Anda, apa Nyonya?” tanya Humaira dengan terbata. “Saya mendengar semua keluhan kamu, saya bisa bantu kamu asalkan kamu mau menikah dengan anak saya, bag...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments