Share

Bab 5

Author: Rav
last update Last Updated: 2024-11-04 20:44:44

Humaira yang merasakan keanehan dalam dirinya, tiba-tiba tubuhnya merasa panas dan merasa pusing. Begitu juga dengan Semesta, ia tahu apa yang terjadi dengannya. Tentu saja itu adalah pengaruh obat laknat itu, sebagai seorang ceo yang menjadi incaran dari musuhnya ia belajar banyak tentang itu. Bahkan sudah berulang kali ia merasakan seperti itu beruntungnya ia tak mau melepaskannya kepada sembarang wanita. 

Dewi hanya mengulas senyum kala obat itu sudah bereaksi. Ini adalah rencana Dewi untuk menyatukan mereka agar Dewi segera mempunyai cucu. 

“Ma, aku ke kamar dulu ya,” kata Humairah lalu beranjak pergi. Humaira berjalan menuju kamarnya di lantai bawah. 

“Kamar kamu dimana, kok arahnya kesana?” tegur Dewi. Humaira hanya bisa melihat ke arah Semesta, ia harus minta persetujuan Semesta dahulu. Namun, sayangnya Sementara malah melihat ke arah lain. 

Dewi yang tahu akan hal itu, menatap Semesta. “Antarkan dia ke kamar, kamu juga harus istirahat. Kasihan istrimu jalannya sudah sempoyongan begitu pasti sudah ngantuk.”

Semesta hanya menurut saja, padahal ia juga merasakan hal sama. Semesta sudah curiga kepada mamanya. Semesta akhirnya mengantarkan Humaira ke kamarnya di lantai atas agar mamanya tidak curiga. 

“Merepotkan,” decaknya lalu menggandeng tangan Humaira agar tidak jatuh. 

“Kenapa pusing sekali sih, Mas. Ini juga rasanya panas sekali.” Humaira mengibaskan tangannya ke wajahnya. Merasa tak puas ia juga menggunakan jilbabnya sebagai kipas. 

Tiba di kamarnya, Semesta langsung melepaskan gandengan tangannya. Ini semua ia lakukan agar mamanya tidak curiga tentang pernikahannya. 

“Mas, ini panas sekali.” Humaira langsung melepas jilbabnya di depan Semesta. Gejolak yang ada dalam dirinya membuat Humaira mendekati Semesta yang juga menahannya. 

“Jangan mendekat!” Suara keras dari Semesta tak dihiraukannya. Humaira terus saja mendekat bahkan kini tangannya sudah melingkar di perut suaminya. 

Semesta memejamkan matanya berusaha untuk tidak menyentuh Humaira. Lebih baik ia pergi dari kamarnya dan berendam di kolam renang saja. Namun, Humaira masih memeluknya erat, meski berulang kali Semesta menghempaskan tangannya. 

“Aarrrggh,” teriak Semesta saat mendapati pintunya terkunci dari luar. “Mama, buka pintunya,” teriak Semesta lagi sambil terus saja menggedor pintu. 

Ia tahu kamu ini semua ulah mamanya. Keringat mulai bercucuran di dahi Semesta meski AC kamarnya nyala. 

Sedangkan di luar, Dewi tersenyum senang berhasil mengunci mereka di dalam kamar. Dewi berharap mereka melakukannya dan ingin segera mendapatkan cucu. 

“Mas, tolong aku. Aku sudah tidak tahan.” Tangan Humaira masih bergelayut di leher Semesta. Gerakannya lembut. Namun, ada ketidakberdayaan yang terpancar dari matanya yang terlihat basah. 

Humaira saat ini tampak seperti wanita yang menggoda lelaki, tetapi tidak salah karena Humaira adalah istri sah Semesta, dan pada saat ini, dia menginginkan Semesta. 

Semesta yang saat itu juga terpengaruh obat sialan itu tak mampu lagi menahannya. Segera ia membawa Humaira ke ranjang size miliknya. 

Malam itu dimana mereka melakukan untuk yang pertama kali secara tidak sadar karena pengaruh obat. Di bawah lampu yang temaram mereka bergulat dengan panas melepaskan pengaruh obat itu. 

Keesokannya paginya, Humaira mengerjapkan mata saat sinar matahari menembus celah-celah kecil di jendela. Humaira duduk bersandar pada headboard ranjang karena masih merasa pusing. 

“Apa yang kamu lakukan, Mas?” teriak Humaira saat mendapati tubuhnya polos tanpa sehelai kain pun dan melihat Semesta berada di sampingnya masih tertidur. 

Semesta kaget dan langsung terduduk. “Ada apa?”

“Kenapa aku … kita … aarrrggh.” Humaira tak bisa melanjutkan ucapannya karena keadaannya yang seperti ini. Ia tahu apa yang terjadi dengan mereka semalam. 

Ingatan-ingatan tentang semalam terbayang dalam kepala mereka. Begitu juga dengan Semesta, ia mengepalkan kedua tangannya dan langsung menyambar pakaiannya menutupi bagian terpenting tersebut. 

“Jangan kamu kira aku melakukannya dengan sadar dan cinta. Kita melakukannya tanpa sadar. Oh ya … bukankah semalam kamu duluan yang menggodaku?”

“Aku.” Tunjuk Humaira pada dirinya sendiri. “Aku juga tidak sadar Mas, aku nggak tahu apa yang terjadi pada diriku. Kepalaku terasa sangat pusing dan tubuhku panas.”

“Lupakan kejadian semalam, jangan harap aku akan menyentuhmu lagi setelah ini,” tegas Semesta lalu melangkahkan kaki ke kamar mandi. 

“Kalau aku hamil gimana, Mas?” seru Humaira dengan nada tinggi. 

Langkah Semesta terhenti saat menyebut kata hamil. Dirinya juga merasa bersalah kepada kekasihnya karena ia menyentuh Humaira. Padahal Semesta dan kekasihnya belum pernah berhubungan sekalipun meski Alena terus memaksa Semesta. Semesta mengepalkan kedua tangannya erat lalu berbalik. “Bisa digugurkan kan? Aku tak sudi punya anak dari rahimmu wanita sialan.” Tunjuknya pada Humaira membuat Humaira berkaca-kaca. 

Humaira menahan rasa sesak di dada mendengar kata itu keluar dari mulut suaminya. Tanpa terasa air matanya lolos membasahi pipi. Tangannya kuat mencengkram sprei di bawahnya. 

Setelah Semesta masuk ke kamar mandi. Humaira segera mengenakan bajunya kembali dan menahan rasa sakit di bagian intinya. Dengan langkah tertatih ia berusaha keluar dari kamar suaminya dan berharap mama mertuanya sudah pulang. 

Tiba di kamarnya sendiri, Humaira langsung ke kamar mandi menyalakan shower agar membasahi tubuhnya. Seharusnya kejadian semalam tidak terjadi karena Semesta memang tak pernah menginginkannya. Humaira menangis pilu di sana kenapa nasibnya harus seperti ini. 

Semesta yang baru saja keluar kamar mandi terlihat lebih segar. Ia masih menahan kesal karena kejadian semalam. Ia duduk di tepi ranjang mengusap wajahnya dengan gusar. Tak sengaja melihat ke sprei ada bekas darah. Tentu saja ia tahu itu darah apa. 

Semesta mengusap wajahnya kasar, ada rasa bersalah yang timbul karena mengkhianati Alena, tapi di sisi lain ada rasa yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata bahwa dia sudah menggauli wanita yang tak lain adalah istrinya sendiri dengan ikatan yang sah. 

Semesta akan keluar hari ini berusaha mencari ketenangan. Baru saja kakinya melangkah keluar. Tiba-tiba ponselnya berdering, ternyata Alex-sang asisten yang meneleponnya. 

“Bos cepat ke kantor sekarang!”

Related chapters

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 6

    Semesta menekan pedal gas hingga mobil melaju kencang, memecah keramaian jalanan kota yang mulai padat. Detak jantungnya seolah berpacu dengan kecepatan roda yang berputar. Suara Alex masih terngiang di kepalanya “Alena ada di kantor, menunggumu.”Tiba di kantor, Semesta melangkahkan kaki lebarnya banyak tatapan dan sapaan dari karyawannya tidak di gubrisnya. Ia hanya ingin cepat ke ruangannya di lantai lima. Semesta segera menekan tombol lift yang memang khusus untuk para petinggi perusahaan. Lelaki tampan itu segera menuju ke ruangan setelah pintu lift terbuka. Pandangannya tertuju pada ruangan yang pintunya masih terbuka, terdengar suara orang berdebat di sana. “Nona, saya mohon Anda segera meninggalkan kantor ini karena sebentar lagi kami akan meeting terlebih Nyonya Dewi akan segera tiba.” Alex berusaha mengusir dengan lembut. Tak habis pikir dengan wanita itu padahal semua security sudah diperintahkan untuk tidak memberi akses untuknya masuk, tapi tetap saja wanita itu banyak

    Last Updated : 2024-11-21
  • Istri Bayaran Semesta   Bab 7

    Humaira yang langsung membuka pintu tanpa mengetuknya terlebih dahulu, sontak saja harus melihat pemandangan yang mungkin menyesakkan dada bagi para istri sungguhan. “Apa yang kalian lakukan?”Keduanya terkejut lantas menjauhkan diri. Semesta melihat siapa yang datang hanya bersikap acuh seolah tidak terjadi apa-apa. Humaira melangkahkan kaki masuk dan meletakkan kotak bekal makanan di atas meja tidak memperdulikan keduanya melakukan apa. Alena berdecak sebal karena aktivitasnya terganggu. Ia segera memeluk lengan Semesta dengan manjanya. “Sayang, kayaknya aku mau ke salon nih, rambut aku udah kucel tapi uang yang kamu beri kemarin sudah habis.” Jari tangannya bermain di dada bidang Semesta, ia sengaja agar istrinya marah. Semesta menghela nafas berat, matanya menatap tajam ke arah Humaira yang kini menggenggam kartu debit itu erat-erat. Alena menoleh, bingung dengan suasana yang tiba-tiba berubah. “Kembalikan Humaira,” ketus Semesta. “Enak saja, ini hak saya kenapa kamu memberi

    Last Updated : 2024-11-23
  • Istri Bayaran Semesta   Bab 8

    Di dalam mobil suasana agak sedikit canggung, pasalnya Humaira tidak mengenal lelaki itu dan lelaki itu malah bersikap akrab dengannya. Mau tak mau Humaira harus berusaha bersikap baik. “Mas, Terima kasih sudah mengantarkan saya ke rumah sakit.”“Mas,” cicit lelaki itu. Dia malah tersenyum tipis melirik ke arah Humaira. “Jangan panggil saya Mas, kita ini saudara Mbak. Pasti Mbak tidak mengenal saya kan?”Humaira lantas menggeleng. “Saudara? Maksud Mas, apa? Saya masih bingung.”“Saya ini sepupu dari suami Mbak, saya baru sampai ke Indonesia kemarin dan maaf ya Mbak, kemarin tidak bisa menghadiri pernikahan Mbak Humaira.”Humaira mangut-mangut, mendengar penjelasan lelaki di sebelahnya. Pikiran Humaira saat ini adalah ingin segera sampai ke rumah sakit melihat kondisi ibunya. Tapi di sisi lain, Humaira tengah bingung pasalnya ia tidak bisa menghubungi suaminya karena ponselnya kehabisan saya. “Mas, boleh pinjam ponsel sebentar, saya mau menghubungi suami saya?” tanya Humaira sedikit

    Last Updated : 2024-11-25
  • Istri Bayaran Semesta   Bab 9

    Semesta tak menyangka akan mendapatkan cap tangan dari Humaira. Selama ini belum ada seorang pun yang berani menampar pipi mulusnya. Lelaki itu segera beranjak menuju ke sebuah bar mini yang ada di rumahnya. Di tempat itu Semesta bisa minum minuman beralkohol sesukanya. Tak heran jika Semesta banyak mengoleksi minuman beralkohol karena dia adalah peminum. Dia menuangkan minuman ke dalam gelas dengan sekali teguk ia bisa habiskan. Tak habis pikir dengan perasaan yang ia rasakan. Tapi melihat istrinya bersama lelaki lain rasanya seperti tidak rela meski ia sendiri tidak mencintai Humaira. [Bang, istrimu cantik juga. Bolehlah kita berbagi kan kamu tidak mencintainya]Satu pesan dari Dimas membuat Semesta semakin murka. Ia meremas ponselnya erat. Dadanya penuh gemuruh membaca pesan itu. “Sialan kamu, Dimas. Awas saja jika kamu berani menyentuhnya sedikitpun,” gumamnya. Tanpa terasa ia sudah menghabiskan minuman banyak di sana. Kepalanya sudah terasa berat ditambah lagi dengan pesan yan

    Last Updated : 2024-11-30
  • Istri Bayaran Semesta   Bab 10

    Semesta membeku diam di tempat karena tiba-tiba saja Humaira memeluknya. “Terima kasih ya, Mas. Akhirnya aku punya motor baru dan gak akan mogok lagi,” ucapnya dengan senang. Pria itu hanya berdehem saja tetap menjaga wibawanya di hadapan para karyawan showroom. Mereka hanya mengulas senyum saja, ternyata Semesta tetap bersikap dingin kepada istrinya. “Bisa lepaskan saya,” bisiknya. Humaira tersadar, karena terlalu senang. Humaira membeku dan perlahan-lahan ia melepaskan tangannya, wajahnya sudah memerah karena menahan malu. “Ma-maaf, Mas.”Semesta keluar meninggalkan showroom setelah transaksi selesai. Ia segera naik ke kursi penumpang di susul dengan Humaira yang ikutan naik. Semesta mengernyit saat melihat wanita berhijab itu duduk di sampingnya. “Kau mau apalagi?”“Ikut nebenglah. Memang mau apa Mas, punya istri kok disuruh berangkat sendiri. Gak kasihan apa sudah cantik begini disuruh naik angkot,” gumamnya sebal. Semesta hanya diam saja malas menanggapi ucapan Humaira. Rasa

    Last Updated : 2024-12-07
  • Istri Bayaran Semesta   Bab 11

    Semesta memijat pelipisnya yang terasa pusing, kebingungan melanda pikirannya. Haruskah ia menemui Alena atau pergi ke rumah sakit untuk menjenguk istrinya yang dikabarkan pingsan? Waktu terus berjalan, kurang dari satu jam lagi ia harus menjemput Alena sesuai permintaannya. Namun, ia juga tidak bisa mengabaikan Humaira. Jika mamanya tahu, bisa-bisa dia dicoret dari daftar ahli waris.Dengan berat hati, Semesta memutuskan untuk pergi ke rumah sakit. Ia berpikir hanya akan sebentar saja, lalu segera mengajak Humaira pulang. Lelaki itu hanya ingin memastikan satu hal saja. Perasaannya sudah tidak menentu, ia hanya takut Humaira hamil. Mengingat ia tak memakai pengaman saat melakukannya. Setibanya di rumah sakit, Semesta langsung menuju ruang perawatan Humaira. Di depan ruangan, ia melihat rekan Humaira, seorang wanita sesama guru yang tadi memberi kabar.Wanita itu berdiri dan menyapanya. “Maaf, Pak. Humaira masih diperiksa dokter.”“Apa yang terjadi?” tanya Semesta dengan nada dingin.

    Last Updated : 2024-12-21
  • Istri Bayaran Semesta   Bab 12

    Mobil Semesta memasuki parkiran rumah sakit. Sedari tadi Humaira meremas tangannya, ia gugup karena memberikan pilihan kepada suaminya. Humaira hanya takut pria itu meminta yang aneh-aneh. Semesta melirik ke arah Humaira yang merasa cemas, ia tersenyum sinis. “Nggak usah tegang, rileks. Tenang saja aku nggak akan minta yang aneh-aneh.”“I-iya, Mas.” Meski ucapan suaminya lembut tapi Humaira tetap saja merasakan firasat yang tidak enak. Humaira segera melepas safety beltnya lalu keluar mengikuti Semesta. “Terima kasih, Mas. Sudah mau menjenguk ibu.”Semesta tak menjawab, ia hanya menoleh sebentar lalu berjalan mendahului Humaira. Tiba di depan mendadak Semesta bingung karena ia tidak mengetahui di kamar berapa mertuanya di rawat. “Kenapa, Mas?” tanya Humaira setelah dekat dengannya. Ia tahu alasan Semesta berhenti tapi ia pura-pura. “Kamu duluan.”Humaira mengulum senyum. ‘Dasar sok tahu,’ batinnya. Tentu saja ia hanya bisa bergumam dalam hati. Tak menunggu waktu lama, Humaira seger

    Last Updated : 2025-01-09
  • Istri Bayaran Semesta   Bab 13

    Humaira menghampiri suaminya yang duduk di sofa. “Mas, tadi ibu cerita apa saja ke kamu?”“Banyak, tapi nggak penting juga buatku. Jadi sampai kapanpun aku tidak akan pernah tertarik kepadamu.” Semesta tersenyum sinis melihat ekspresi Humaira. Ia hanya tersenyum kecut mendengar pernyataan suaminya. Humaira melihat ekspresi suaminya yang nampak tenang dan sibuk dengan ponselnya. “Sepuluh menit lagi aku pergi,”Humaira mendongak. “Iya, Mas. Kita sholat jamaah dahulu seperti permintaan ibu. Mungkin lima menit lagi sudah masuk waktu dhuhur.”Semesta tak menjawab, ia melirik jam tangannya. Benar apa yang dikatakan Humaira, baru saja ia melihat jam, adzan sudah berkumandang. “Aku mau bangunin ibu dulu ya, Mas. Mas bisa siap-siap sekarang.” Perlahan Humaira mendekati sang ibu. Humaira mengelus tangan Salamah, mencoba membangunkannya. “Bu, kita sholat dulu yuk.”Setelah Ibunya bangun, Humaira segera membantu ibunya untuk bertayamum lalu memakaikan mukena. Senyum manis terbit di wajah Humair

    Last Updated : 2025-02-04

Latest chapter

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 18

    "Sebentar saja," potong Semesta, tanpa memedulikan keberadaan Raka.Humaira menghela napas dalam. Ia tahu nada suara Semesta kali ini bukan sesuatu yang bisa ditolak. Dengan berat hati, ia memandang Raka yang masih berdiri di depan ruang guru. "Maaf ya, Pak Raka. Aku harus pergi sebentar," katanya singkat sebelum melangkah mengikuti Semesta.Raka hanya mengangguk, meski jelas ada kebingungan di wajahnya. Namun, ia tidak mengatakan apa-apa lagi.Semesta berjalan cepat menuju sisi gedung sekolah yang sepi, sementara Humaira harus mempercepat langkahnya agar bisa mengimbanginya. Ketika akhirnya Semesta berhenti, Humaira langsung menatapnya dengan tatapan tidak sabar."Mas, apa sebenarnya yang mau Mas bicarakan?" tanyanya, mencoba menahan nada kesalnya. Semesta tidak langsung menjawab. Ia menatap Humaira cukup lama, seolah sedang menyusun kata-kata di kepalanya. Namun, alih-alih menjelaskan, ia justru bertanya, "Kamu selalu dekat sama dia?"Humaira mengerutkan kening. "Mas maksud siapa?

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 17

    "Kenapa nggak kamu angkat, Mas?" suara Humaira memecah keheningan di ruang tamu kecil itu. Suaranya datar, tetapi ada nada yang tak bisa disembunyikan. Tegang, mungkin. Semesta menunduk sejenak, menatap layar ponselnya yang masih bergetar di atas meja."Ini urusanku," jawab Semesta dingin tanpa menoleh. Ia membiarkan panggilan itu berakhir begitu saja, lalu menghembuskan napas panjang. Tangannya yang besar meraih ponsel itu dan mematikannya tanpa basa-basi.Humaira menghela napas. Ia mencoba tetap tenang, meski pikirannya sudah penuh tanda tanya. Alena lagi. Nama itu terus muncul di antara mereka seperti duri yang tak bisa dicabut. Ia sudah lelah membicarakan ini, tetapi setiap kali Alena muncul, tak bisa dimungkiri, hatinya tetap terusik.“Mas, aku cuma tanya. Kenapa harus marah?” Suara Humaira terdengar pelan, hampir seperti berbisik. Ia tahu, jika ia menaikkan nada suaranya sedikit saja, percakapan ini akan berubah menjadi perang dingin yang lebih besar.Semesta akhirnya menatapnya

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 16

    “Kamu yakin bisa hidup tanpa aku?” Humaira terdiam, menatap Semesta tanpa ekspresi. Pertanyaannya menggantung di udara, seperti menunggu jawaban yang tidak pernah ingin benar-benar didengar. Namun, sebelum ia sempat menjawab, suara klakson motor dari luar memecah kesunyian.“Aku berangkat dulu, Mas.” Humaira akhirnya berkata, suaranya datar, nyaris tanpa emosi. Tanpa menunggu balasan, ia mengambil tasnya lalu berjalan keluar.Semesta hanya berdiri mematung, menatap pintu yang baru saja tertutup. Ada sesuatu di dadanya yang terasa sesak, tetapi ia tidak tahu apa. Ia meneguk ludah, lalu menghempaskan tubuhnya ke sofa.“Kenapa dia makin aneh?” gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri.Hubungan semakin dinginHari-hari berikutnya terasa semakin hampa di rumah itu. Humaira dan Semesta hampir tidak pernah berbicara. Jika mereka kebetulan berada di ruangan yang sama, suasananya selalu sunyi.Semesta sering pulang larut malam, dan ketika ia pulang, Humaira sudah berada di kamar. Tidak ada sapa

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 15

    “Apa, Mas?” Humaira menatap Semesta dengan sorot mata yang sulit ditebak. Di hadapannya, pria itu tampak tidak seperti biasanya. Semesta, yang biasanya begitu tegas dan tak ragu bicara, kini terlihat ragu-ragu. Tangannya menyentuh meja makan, mengetuk-ngetuk permukaannya dengan ujung jari. “Kenapa kamu jadi berubah, Mai?” Suaranya rendah, hampir berbisik, tetapi ada nada tajam yang terselip di sana. Humaira mengangkat alis, tidak langsung menjawab. Ia menghela napas, mencoba meredam rasa kesal yang mendesak ingin keluar. Di hadapannya, Semesta menatapnya dengan mata yang penuh pertanyaan. “Berubah? Apa maksud Mas?” Humaira menjawab dengan suara tenang, meski hatinya bergejolak. “Kamu... beda,” kata Semesta lagi, kali ini mencoba terdengar lebih tegas. “Kamu nggak seperti dulu lagi. Biasanya kamu selalu ceria, selalu cerewet. Tapi sekarang?” Humaira tersenyum tipis, senyuman yang tidak sampai ke matanya. “Oh, jadi itu masalahnya? Mas nggak suka aku berubah?” Semesta mende

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 14

    “Mas….” Suara gemetar itu lolos begitu saja dari bibir Humaira yang kering. Kepalanya masih terasa berat, pandangannya sedikit mengabur ketika ia membuka mata sepenuhnya. Ia berusaha duduk, tetapi tubuhnya terasa lemah. Namun, suara itu—suara berat Semesta yang barusan ia dengar—terus terngiang dalam benaknya. “Perceraian ini yang terbaik untuk kita.” Kalimat itu menghantamnya lebih keras dari apa pun. Humaira menarik napas panjang, berusaha menenangkan dirinya meski dada terasa sesak. Ia mengedarkan pandangannya perlahan, mendapati Semesta berdiri tak jauh darinya, dengan ekspresi datar seperti biasa. “Mas… apa maksud Mas tadi?” tanyanya pelan, suaranya serak, hampir tak terdengar. Semesta tak segera menjawab. Sebaliknya, ia hanya mengalihkan pandangannya ke luar jendela kamar, menghindari tatapan Humaira. Hening di antara mereka terasa begitu menusuk hingga hanya suara detak jam dinding yang terdengar di ruangan itu. “Aku nggak mau bahas ini sekarang. Kamu istirahat dulu

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 13

    Humaira menghampiri suaminya yang duduk di sofa. “Mas, tadi ibu cerita apa saja ke kamu?”“Banyak, tapi nggak penting juga buatku. Jadi sampai kapanpun aku tidak akan pernah tertarik kepadamu.” Semesta tersenyum sinis melihat ekspresi Humaira. Ia hanya tersenyum kecut mendengar pernyataan suaminya. Humaira melihat ekspresi suaminya yang nampak tenang dan sibuk dengan ponselnya. “Sepuluh menit lagi aku pergi,”Humaira mendongak. “Iya, Mas. Kita sholat jamaah dahulu seperti permintaan ibu. Mungkin lima menit lagi sudah masuk waktu dhuhur.”Semesta tak menjawab, ia melirik jam tangannya. Benar apa yang dikatakan Humaira, baru saja ia melihat jam, adzan sudah berkumandang. “Aku mau bangunin ibu dulu ya, Mas. Mas bisa siap-siap sekarang.” Perlahan Humaira mendekati sang ibu. Humaira mengelus tangan Salamah, mencoba membangunkannya. “Bu, kita sholat dulu yuk.”Setelah Ibunya bangun, Humaira segera membantu ibunya untuk bertayamum lalu memakaikan mukena. Senyum manis terbit di wajah Humair

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 12

    Mobil Semesta memasuki parkiran rumah sakit. Sedari tadi Humaira meremas tangannya, ia gugup karena memberikan pilihan kepada suaminya. Humaira hanya takut pria itu meminta yang aneh-aneh. Semesta melirik ke arah Humaira yang merasa cemas, ia tersenyum sinis. “Nggak usah tegang, rileks. Tenang saja aku nggak akan minta yang aneh-aneh.”“I-iya, Mas.” Meski ucapan suaminya lembut tapi Humaira tetap saja merasakan firasat yang tidak enak. Humaira segera melepas safety beltnya lalu keluar mengikuti Semesta. “Terima kasih, Mas. Sudah mau menjenguk ibu.”Semesta tak menjawab, ia hanya menoleh sebentar lalu berjalan mendahului Humaira. Tiba di depan mendadak Semesta bingung karena ia tidak mengetahui di kamar berapa mertuanya di rawat. “Kenapa, Mas?” tanya Humaira setelah dekat dengannya. Ia tahu alasan Semesta berhenti tapi ia pura-pura. “Kamu duluan.”Humaira mengulum senyum. ‘Dasar sok tahu,’ batinnya. Tentu saja ia hanya bisa bergumam dalam hati. Tak menunggu waktu lama, Humaira seger

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 11

    Semesta memijat pelipisnya yang terasa pusing, kebingungan melanda pikirannya. Haruskah ia menemui Alena atau pergi ke rumah sakit untuk menjenguk istrinya yang dikabarkan pingsan? Waktu terus berjalan, kurang dari satu jam lagi ia harus menjemput Alena sesuai permintaannya. Namun, ia juga tidak bisa mengabaikan Humaira. Jika mamanya tahu, bisa-bisa dia dicoret dari daftar ahli waris.Dengan berat hati, Semesta memutuskan untuk pergi ke rumah sakit. Ia berpikir hanya akan sebentar saja, lalu segera mengajak Humaira pulang. Lelaki itu hanya ingin memastikan satu hal saja. Perasaannya sudah tidak menentu, ia hanya takut Humaira hamil. Mengingat ia tak memakai pengaman saat melakukannya. Setibanya di rumah sakit, Semesta langsung menuju ruang perawatan Humaira. Di depan ruangan, ia melihat rekan Humaira, seorang wanita sesama guru yang tadi memberi kabar.Wanita itu berdiri dan menyapanya. “Maaf, Pak. Humaira masih diperiksa dokter.”“Apa yang terjadi?” tanya Semesta dengan nada dingin.

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 10

    Semesta membeku diam di tempat karena tiba-tiba saja Humaira memeluknya. “Terima kasih ya, Mas. Akhirnya aku punya motor baru dan gak akan mogok lagi,” ucapnya dengan senang. Pria itu hanya berdehem saja tetap menjaga wibawanya di hadapan para karyawan showroom. Mereka hanya mengulas senyum saja, ternyata Semesta tetap bersikap dingin kepada istrinya. “Bisa lepaskan saya,” bisiknya. Humaira tersadar, karena terlalu senang. Humaira membeku dan perlahan-lahan ia melepaskan tangannya, wajahnya sudah memerah karena menahan malu. “Ma-maaf, Mas.”Semesta keluar meninggalkan showroom setelah transaksi selesai. Ia segera naik ke kursi penumpang di susul dengan Humaira yang ikutan naik. Semesta mengernyit saat melihat wanita berhijab itu duduk di sampingnya. “Kau mau apalagi?”“Ikut nebenglah. Memang mau apa Mas, punya istri kok disuruh berangkat sendiri. Gak kasihan apa sudah cantik begini disuruh naik angkot,” gumamnya sebal. Semesta hanya diam saja malas menanggapi ucapan Humaira. Rasa

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status