Share

Bab 11

Penulis: Rav
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-21 23:21:10

Semesta memijat pelipisnya yang terasa pusing, kebingungan melanda pikirannya. Haruskah ia menemui Alena atau pergi ke rumah sakit untuk menjenguk istrinya yang dikabarkan pingsan? Waktu terus berjalan, kurang dari satu jam lagi ia harus menjemput Alena sesuai permintaannya. Namun, ia juga tidak bisa mengabaikan Humaira. Jika mamanya tahu, bisa-bisa dia dicoret dari daftar ahli waris.

Dengan berat hati, Semesta memutuskan untuk pergi ke rumah sakit. Ia berpikir hanya akan sebentar saja, lalu segera mengajak Humaira pulang. Lelaki itu hanya ingin memastikan satu hal saja. Perasaannya sudah tidak menentu, ia hanya takut Humaira hamil. Mengingat ia tak memakai pengaman saat melakukannya.

Setibanya di rumah sakit, Semesta langsung menuju ruang perawatan Humaira. Di depan ruangan, ia melihat rekan Humaira, seorang wanita sesama guru yang tadi memberi kabar.

Wanita itu berdiri dan menyapanya. “Maaf, Pak. Humaira masih diperiksa dokter.”

“Apa yang terjadi?” tanya Semesta dengan nada dingin.
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 12

    Mobil Semesta memasuki parkiran rumah sakit. Sedari tadi Humaira meremas tangannya, ia gugup karena memberikan pilihan kepada suaminya. Humaira hanya takut pria itu meminta yang aneh-aneh. Semesta melirik ke arah Humaira yang merasa cemas, ia tersenyum sinis. “Nggak usah tegang, rileks. Tenang saja aku nggak akan minta yang aneh-aneh.”“I-iya, Mas.” Meski ucapan suaminya lembut tapi Humaira tetap saja merasakan firasat yang tidak enak. Humaira segera melepas safety beltnya lalu keluar mengikuti Semesta. “Terima kasih, Mas. Sudah mau menjenguk ibu.”Semesta tak menjawab, ia hanya menoleh sebentar lalu berjalan mendahului Humaira. Tiba di depan mendadak Semesta bingung karena ia tidak mengetahui di kamar berapa mertuanya di rawat. “Kenapa, Mas?” tanya Humaira setelah dekat dengannya. Ia tahu alasan Semesta berhenti tapi ia pura-pura. “Kamu duluan.”Humaira mengulum senyum. ‘Dasar sok tahu,’ batinnya. Tentu saja ia hanya bisa bergumam dalam hati. Tak menunggu waktu lama, Humaira seger

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-09
  • Istri Bayaran Semesta   Bab 13

    Humaira menghampiri suaminya yang duduk di sofa. “Mas, tadi ibu cerita apa saja ke kamu?”“Banyak, tapi nggak penting juga buatku. Jadi sampai kapanpun aku tidak akan pernah tertarik kepadamu.” Semesta tersenyum sinis melihat ekspresi Humaira. Ia hanya tersenyum kecut mendengar pernyataan suaminya. Humaira melihat ekspresi suaminya yang nampak tenang dan sibuk dengan ponselnya. “Sepuluh menit lagi aku pergi,”Humaira mendongak. “Iya, Mas. Kita sholat jamaah dahulu seperti permintaan ibu. Mungkin lima menit lagi sudah masuk waktu dhuhur.”Semesta tak menjawab, ia melirik jam tangannya. Benar apa yang dikatakan Humaira, baru saja ia melihat jam, adzan sudah berkumandang. “Aku mau bangunin ibu dulu ya, Mas. Mas bisa siap-siap sekarang.” Perlahan Humaira mendekati sang ibu. Humaira mengelus tangan Salamah, mencoba membangunkannya. “Bu, kita sholat dulu yuk.”Setelah Ibunya bangun, Humaira segera membantu ibunya untuk bertayamum lalu memakaikan mukena. Senyum manis terbit di wajah Humair

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04
  • Istri Bayaran Semesta   Bab 14

    “Mas….” Suara gemetar itu lolos begitu saja dari bibir Humaira yang kering. Kepalanya masih terasa berat, pandangannya sedikit mengabur ketika ia membuka mata sepenuhnya. Ia berusaha duduk, tetapi tubuhnya terasa lemah. Namun, suara itu—suara berat Semesta yang barusan ia dengar—terus terngiang dalam benaknya. “Perceraian ini yang terbaik untuk kita.” Kalimat itu menghantamnya lebih keras dari apa pun. Humaira menarik napas panjang, berusaha menenangkan dirinya meski dada terasa sesak. Ia mengedarkan pandangannya perlahan, mendapati Semesta berdiri tak jauh darinya, dengan ekspresi datar seperti biasa. “Mas… apa maksud Mas tadi?” tanyanya pelan, suaranya serak, hampir tak terdengar. Semesta tak segera menjawab. Sebaliknya, ia hanya mengalihkan pandangannya ke luar jendela kamar, menghindari tatapan Humaira. Hening di antara mereka terasa begitu menusuk hingga hanya suara detak jam dinding yang terdengar di ruangan itu. “Aku nggak mau bahas ini sekarang. Kamu istirahat dulu

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-18
  • Istri Bayaran Semesta   Bab 15

    “Apa, Mas?” Humaira menatap Semesta dengan sorot mata yang sulit ditebak. Di hadapannya, pria itu tampak tidak seperti biasanya. Semesta, yang biasanya begitu tegas dan tak ragu bicara, kini terlihat ragu-ragu. Tangannya menyentuh meja makan, mengetuk-ngetuk permukaannya dengan ujung jari. “Kenapa kamu jadi berubah, Mai?” Suaranya rendah, hampir berbisik, tetapi ada nada tajam yang terselip di sana. Humaira mengangkat alis, tidak langsung menjawab. Ia menghela napas, mencoba meredam rasa kesal yang mendesak ingin keluar. Di hadapannya, Semesta menatapnya dengan mata yang penuh pertanyaan. “Berubah? Apa maksud Mas?” Humaira menjawab dengan suara tenang, meski hatinya bergejolak. “Kamu... beda,” kata Semesta lagi, kali ini mencoba terdengar lebih tegas. “Kamu nggak seperti dulu lagi. Biasanya kamu selalu ceria, selalu cerewet. Tapi sekarang?” Humaira tersenyum tipis, senyuman yang tidak sampai ke matanya. “Oh, jadi itu masalahnya? Mas nggak suka aku berubah?” Semesta mende

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-18
  • Istri Bayaran Semesta   Bab 16

    “Kamu yakin bisa hidup tanpa aku?” Humaira terdiam, menatap Semesta tanpa ekspresi. Pertanyaannya menggantung di udara, seperti menunggu jawaban yang tidak pernah ingin benar-benar didengar. Namun, sebelum ia sempat menjawab, suara klakson motor dari luar memecah kesunyian.“Aku berangkat dulu, Mas.” Humaira akhirnya berkata, suaranya datar, nyaris tanpa emosi. Tanpa menunggu balasan, ia mengambil tasnya lalu berjalan keluar.Semesta hanya berdiri mematung, menatap pintu yang baru saja tertutup. Ada sesuatu di dadanya yang terasa sesak, tetapi ia tidak tahu apa. Ia meneguk ludah, lalu menghempaskan tubuhnya ke sofa.“Kenapa dia makin aneh?” gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri.Hubungan semakin dinginHari-hari berikutnya terasa semakin hampa di rumah itu. Humaira dan Semesta hampir tidak pernah berbicara. Jika mereka kebetulan berada di ruangan yang sama, suasananya selalu sunyi.Semesta sering pulang larut malam, dan ketika ia pulang, Humaira sudah berada di kamar. Tidak ada sapa

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-19
  • Istri Bayaran Semesta   Bab 17

    "Kenapa nggak kamu angkat, Mas?" suara Humaira memecah keheningan di ruang tamu kecil itu. Suaranya datar, tetapi ada nada yang tak bisa disembunyikan. Tegang, mungkin. Semesta menunduk sejenak, menatap layar ponselnya yang masih bergetar di atas meja."Ini urusanku," jawab Semesta dingin tanpa menoleh. Ia membiarkan panggilan itu berakhir begitu saja, lalu menghembuskan napas panjang. Tangannya yang besar meraih ponsel itu dan mematikannya tanpa basa-basi.Humaira menghela napas. Ia mencoba tetap tenang, meski pikirannya sudah penuh tanda tanya. Alena lagi. Nama itu terus muncul di antara mereka seperti duri yang tak bisa dicabut. Ia sudah lelah membicarakan ini, tetapi setiap kali Alena muncul, tak bisa dimungkiri, hatinya tetap terusik.“Mas, aku cuma tanya. Kenapa harus marah?” Suara Humaira terdengar pelan, hampir seperti berbisik. Ia tahu, jika ia menaikkan nada suaranya sedikit saja, percakapan ini akan berubah menjadi perang dingin yang lebih besar.Semesta akhirnya menatapnya

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-20
  • Istri Bayaran Semesta   Bab 18

    "Sebentar saja," potong Semesta, tanpa memedulikan keberadaan Raka.Humaira menghela napas dalam. Ia tahu nada suara Semesta kali ini bukan sesuatu yang bisa ditolak. Dengan berat hati, ia memandang Raka yang masih berdiri di depan ruang guru. "Maaf ya, Pak Raka. Aku harus pergi sebentar," katanya singkat sebelum melangkah mengikuti Semesta.Raka hanya mengangguk, meski jelas ada kebingungan di wajahnya. Namun, ia tidak mengatakan apa-apa lagi.Semesta berjalan cepat menuju sisi gedung sekolah yang sepi, sementara Humaira harus mempercepat langkahnya agar bisa mengimbanginya. Ketika akhirnya Semesta berhenti, Humaira langsung menatapnya dengan tatapan tidak sabar."Mas, apa sebenarnya yang mau Mas bicarakan?" tanyanya, mencoba menahan nada kesalnya. Semesta tidak langsung menjawab. Ia menatap Humaira cukup lama, seolah sedang menyusun kata-kata di kepalanya. Namun, alih-alih menjelaskan, ia justru bertanya, "Kamu selalu dekat sama dia?"Humaira mengerutkan kening. "Mas maksud siapa?

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-21
  • Istri Bayaran Semesta   Bab 19

    “Mas, apa yang sebenarnya Mas inginkan?” suara Humaira terdengar pelan, tetapi tegas. Matanya menatap Semesta dengan penuh perhatian, menunggu jawaban yang mungkin akan menentukan arah hubungan mereka. Semesta terdiam sejenak, ponselnya masih bergetar di saku. Ia tahu siapa yang menelepon. Alena. Tapi kali ini, suara Humaira lebih penting daripada apa pun yang ada di dunia ini. “Aku…” kata-katanya menggantung di udara. Matanya tak lepas dari wajah Humaira. Ia bisa melihat rasa lelah yang terpendam, tetapi juga ada kekuatan besar di baliknya. Humaira tak seperti wanita lain yang pernah ia kenal. Ia tahu, perempuan ini tidak bisa dengan mudah ditundukkan oleh kata-kata manis atau janji kosong. “Mas, kalau hanya ingin mempermainkan aku, lebih baik kita sudahi saja semuanya sekarang,” ujar Humaira lagi, dengan nada yang sedikit bergetar. Ia mencoba terlihat tegar, tetapi hatinya terasa seperti dihujam ribuan jarum. Semesta menghela napas panjang. “Aku nggak mau mempermainkan kamu,

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27

Bab terbaru

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 20

    “Siapa ini?” tanyanya pada dirinya sendiri, sebelum akhirnya mengetik balasan. Humaira: Maaf, ini siapa? Balasan datang dengan cepat. Pengirim: Kamu akan tahu segera. Pastikan kamu siap. Jantung Humaira berdegup kencang. Pesan itu singkat, tapi cukup untuk membuat pikirannya kacau. Ia mencoba menebak-nebak siapa yang mengirimkan pesan itu. Apakah ini ada hubungannya dengan Semesta? Atau mungkin Alena? Pikirannya terus berputar, tetapi ia memutuskan untuk tidak membalas lagi. Ia meletakkan ponselnya di meja, lalu mencoba mengalihkan perhatiannya dengan membaca buku, tetapi tetap saja pikirannya terganggu. Ketika malam semakin larut, ia berdoa agar siapapun pengirim pesan itu tidak membawa masalah besar ke dalam hidupnya. Ia sudah cukup lelah dengan semua drama yang terjadi akhir-akhir ini. Keesokan harinya, Humaira sedang merapikan ruang kelasnya ketika seseorang mengetuk pintu. Ia menoleh dan mendapati Semesta berdiri di sana, mengenakan kemeja biru polos. “Mas?” tanya

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 19

    “Mas, apa yang sebenarnya Mas inginkan?” suara Humaira terdengar pelan, tetapi tegas. Matanya menatap Semesta dengan penuh perhatian, menunggu jawaban yang mungkin akan menentukan arah hubungan mereka. Semesta terdiam sejenak, ponselnya masih bergetar di saku. Ia tahu siapa yang menelepon. Alena. Tapi kali ini, suara Humaira lebih penting daripada apa pun yang ada di dunia ini. “Aku…” kata-katanya menggantung di udara. Matanya tak lepas dari wajah Humaira. Ia bisa melihat rasa lelah yang terpendam, tetapi juga ada kekuatan besar di baliknya. Humaira tak seperti wanita lain yang pernah ia kenal. Ia tahu, perempuan ini tidak bisa dengan mudah ditundukkan oleh kata-kata manis atau janji kosong. “Mas, kalau hanya ingin mempermainkan aku, lebih baik kita sudahi saja semuanya sekarang,” ujar Humaira lagi, dengan nada yang sedikit bergetar. Ia mencoba terlihat tegar, tetapi hatinya terasa seperti dihujam ribuan jarum. Semesta menghela napas panjang. “Aku nggak mau mempermainkan kamu,

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 18

    "Sebentar saja," potong Semesta, tanpa memedulikan keberadaan Raka.Humaira menghela napas dalam. Ia tahu nada suara Semesta kali ini bukan sesuatu yang bisa ditolak. Dengan berat hati, ia memandang Raka yang masih berdiri di depan ruang guru. "Maaf ya, Pak Raka. Aku harus pergi sebentar," katanya singkat sebelum melangkah mengikuti Semesta.Raka hanya mengangguk, meski jelas ada kebingungan di wajahnya. Namun, ia tidak mengatakan apa-apa lagi.Semesta berjalan cepat menuju sisi gedung sekolah yang sepi, sementara Humaira harus mempercepat langkahnya agar bisa mengimbanginya. Ketika akhirnya Semesta berhenti, Humaira langsung menatapnya dengan tatapan tidak sabar."Mas, apa sebenarnya yang mau Mas bicarakan?" tanyanya, mencoba menahan nada kesalnya. Semesta tidak langsung menjawab. Ia menatap Humaira cukup lama, seolah sedang menyusun kata-kata di kepalanya. Namun, alih-alih menjelaskan, ia justru bertanya, "Kamu selalu dekat sama dia?"Humaira mengerutkan kening. "Mas maksud siapa?

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 17

    "Kenapa nggak kamu angkat, Mas?" suara Humaira memecah keheningan di ruang tamu kecil itu. Suaranya datar, tetapi ada nada yang tak bisa disembunyikan. Tegang, mungkin. Semesta menunduk sejenak, menatap layar ponselnya yang masih bergetar di atas meja."Ini urusanku," jawab Semesta dingin tanpa menoleh. Ia membiarkan panggilan itu berakhir begitu saja, lalu menghembuskan napas panjang. Tangannya yang besar meraih ponsel itu dan mematikannya tanpa basa-basi.Humaira menghela napas. Ia mencoba tetap tenang, meski pikirannya sudah penuh tanda tanya. Alena lagi. Nama itu terus muncul di antara mereka seperti duri yang tak bisa dicabut. Ia sudah lelah membicarakan ini, tetapi setiap kali Alena muncul, tak bisa dimungkiri, hatinya tetap terusik.“Mas, aku cuma tanya. Kenapa harus marah?” Suara Humaira terdengar pelan, hampir seperti berbisik. Ia tahu, jika ia menaikkan nada suaranya sedikit saja, percakapan ini akan berubah menjadi perang dingin yang lebih besar.Semesta akhirnya menatapnya

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 16

    “Kamu yakin bisa hidup tanpa aku?” Humaira terdiam, menatap Semesta tanpa ekspresi. Pertanyaannya menggantung di udara, seperti menunggu jawaban yang tidak pernah ingin benar-benar didengar. Namun, sebelum ia sempat menjawab, suara klakson motor dari luar memecah kesunyian.“Aku berangkat dulu, Mas.” Humaira akhirnya berkata, suaranya datar, nyaris tanpa emosi. Tanpa menunggu balasan, ia mengambil tasnya lalu berjalan keluar.Semesta hanya berdiri mematung, menatap pintu yang baru saja tertutup. Ada sesuatu di dadanya yang terasa sesak, tetapi ia tidak tahu apa. Ia meneguk ludah, lalu menghempaskan tubuhnya ke sofa.“Kenapa dia makin aneh?” gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri.Hubungan semakin dinginHari-hari berikutnya terasa semakin hampa di rumah itu. Humaira dan Semesta hampir tidak pernah berbicara. Jika mereka kebetulan berada di ruangan yang sama, suasananya selalu sunyi.Semesta sering pulang larut malam, dan ketika ia pulang, Humaira sudah berada di kamar. Tidak ada sapa

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 15

    “Apa, Mas?” Humaira menatap Semesta dengan sorot mata yang sulit ditebak. Di hadapannya, pria itu tampak tidak seperti biasanya. Semesta, yang biasanya begitu tegas dan tak ragu bicara, kini terlihat ragu-ragu. Tangannya menyentuh meja makan, mengetuk-ngetuk permukaannya dengan ujung jari. “Kenapa kamu jadi berubah, Mai?” Suaranya rendah, hampir berbisik, tetapi ada nada tajam yang terselip di sana. Humaira mengangkat alis, tidak langsung menjawab. Ia menghela napas, mencoba meredam rasa kesal yang mendesak ingin keluar. Di hadapannya, Semesta menatapnya dengan mata yang penuh pertanyaan. “Berubah? Apa maksud Mas?” Humaira menjawab dengan suara tenang, meski hatinya bergejolak. “Kamu... beda,” kata Semesta lagi, kali ini mencoba terdengar lebih tegas. “Kamu nggak seperti dulu lagi. Biasanya kamu selalu ceria, selalu cerewet. Tapi sekarang?” Humaira tersenyum tipis, senyuman yang tidak sampai ke matanya. “Oh, jadi itu masalahnya? Mas nggak suka aku berubah?” Semesta mende

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 14

    “Mas….” Suara gemetar itu lolos begitu saja dari bibir Humaira yang kering. Kepalanya masih terasa berat, pandangannya sedikit mengabur ketika ia membuka mata sepenuhnya. Ia berusaha duduk, tetapi tubuhnya terasa lemah. Namun, suara itu—suara berat Semesta yang barusan ia dengar—terus terngiang dalam benaknya. “Perceraian ini yang terbaik untuk kita.” Kalimat itu menghantamnya lebih keras dari apa pun. Humaira menarik napas panjang, berusaha menenangkan dirinya meski dada terasa sesak. Ia mengedarkan pandangannya perlahan, mendapati Semesta berdiri tak jauh darinya, dengan ekspresi datar seperti biasa. “Mas… apa maksud Mas tadi?” tanyanya pelan, suaranya serak, hampir tak terdengar. Semesta tak segera menjawab. Sebaliknya, ia hanya mengalihkan pandangannya ke luar jendela kamar, menghindari tatapan Humaira. Hening di antara mereka terasa begitu menusuk hingga hanya suara detak jam dinding yang terdengar di ruangan itu. “Aku nggak mau bahas ini sekarang. Kamu istirahat dulu

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 13

    Humaira menghampiri suaminya yang duduk di sofa. “Mas, tadi ibu cerita apa saja ke kamu?”“Banyak, tapi nggak penting juga buatku. Jadi sampai kapanpun aku tidak akan pernah tertarik kepadamu.” Semesta tersenyum sinis melihat ekspresi Humaira. Ia hanya tersenyum kecut mendengar pernyataan suaminya. Humaira melihat ekspresi suaminya yang nampak tenang dan sibuk dengan ponselnya. “Sepuluh menit lagi aku pergi,”Humaira mendongak. “Iya, Mas. Kita sholat jamaah dahulu seperti permintaan ibu. Mungkin lima menit lagi sudah masuk waktu dhuhur.”Semesta tak menjawab, ia melirik jam tangannya. Benar apa yang dikatakan Humaira, baru saja ia melihat jam, adzan sudah berkumandang. “Aku mau bangunin ibu dulu ya, Mas. Mas bisa siap-siap sekarang.” Perlahan Humaira mendekati sang ibu. Humaira mengelus tangan Salamah, mencoba membangunkannya. “Bu, kita sholat dulu yuk.”Setelah Ibunya bangun, Humaira segera membantu ibunya untuk bertayamum lalu memakaikan mukena. Senyum manis terbit di wajah Humair

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 12

    Mobil Semesta memasuki parkiran rumah sakit. Sedari tadi Humaira meremas tangannya, ia gugup karena memberikan pilihan kepada suaminya. Humaira hanya takut pria itu meminta yang aneh-aneh. Semesta melirik ke arah Humaira yang merasa cemas, ia tersenyum sinis. “Nggak usah tegang, rileks. Tenang saja aku nggak akan minta yang aneh-aneh.”“I-iya, Mas.” Meski ucapan suaminya lembut tapi Humaira tetap saja merasakan firasat yang tidak enak. Humaira segera melepas safety beltnya lalu keluar mengikuti Semesta. “Terima kasih, Mas. Sudah mau menjenguk ibu.”Semesta tak menjawab, ia hanya menoleh sebentar lalu berjalan mendahului Humaira. Tiba di depan mendadak Semesta bingung karena ia tidak mengetahui di kamar berapa mertuanya di rawat. “Kenapa, Mas?” tanya Humaira setelah dekat dengannya. Ia tahu alasan Semesta berhenti tapi ia pura-pura. “Kamu duluan.”Humaira mengulum senyum. ‘Dasar sok tahu,’ batinnya. Tentu saja ia hanya bisa bergumam dalam hati. Tak menunggu waktu lama, Humaira seger

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status