"Aku hanya ingin membantu ... aku tidak punya niat buruk." "Aku tetap tidak percaya padamu!" Saat Yasmin tak lagi punya alasan untuk hidup, dua bayi kembar yang kelaparan memberinya harapan. Sayangnya, Ayah mereka, Barra Alexander Armend, menganggap Yasmin sebagai ancaman, bukan penyelamat. Haruskah Yasmin pergi dan kembali kehilangan? Atau bertahan, meskipun kembali disakiti?
View MoreYasmin menegang ketika melihat orang yang turun dari mobil bukan Barra. Wajah itu tampak asing. Namun, samar-samar, Yasmin merasa pernah melihat pria itu. Anehnya, satpam justru menyapa dengan ramah.Belum sempat pikirannya menerka-nerka, Bahtiar muncul dari pintu belakang mobil. Yasmin spontan melirik ke jendela, mencari sosok yang dikenalnya.Apa ada Barra juga di dalam sana?Lalu muncul sepasang sepatu pantofel hitam. Sekilas biasa, tetapi Yasmin langsung tahu. Da mengenal langkah itu—cara menginjak tanahnya. Itu Barra.“Kenapa mobilnya beda?” tanya Yasmin saat Bahtiar menjejakkan kaki di teras.“Yang biasa mogok. Pinjam mobil desa, biar cepat sampai,” jawab Bahtiar santai sambil menyerahkan rantang logam putih. “Ini titipan dari dapur warga. Simpan di kulkas, ya.”Yasmin mengangguk, hanya saja matanya tertuju pada pria yang baru keluar dari mobil.Jasnya rapi, tetapi bagian lengan dan bawa
Pagi ini, aroma nasi goreng dan roti panggang memenuhi udara. Yasmin dan Mbok Inah baru saja selesai memasak untuk sarapan. Yasmin, yang sudah mandi dan selesai menyusui si kembar, menata sarapan di meja dengan rapi. Lalu menyambut Kezia yang baru turun dari tangga dengan senyum hangat. “Yasmin pintar masak. Mami jadi kepikiran mau kasih modal buat kamu buka usaha sendiri,” celetuk Kezia sambil menarik kursi. Yasmin mengerjap kaget, lalu terkekeh kecil. “Mami bisa aja .…” Ucapan itu ringan, dan matanya tak sengaja melirik ke arah Barra yang baru saja duduk di meja sambil sibuk menggulir layar tablet. Earphone tertancap di telinga, suara berita terdengar samar dari sana. Barra tidak menyapa siapa pun. Yasmin diam-diam mengerucutkan bibir. Kezia sempat bilang kalau Barra berubah. Buktinya sekarang? Yasmin justru merasa, mungkin Kezia terlalu mengkhawatirkan anaknya sendiri. “Hari ini Mami mau jemput Papi ke bandara, kamu bisa ikut?” tanya Kezia pada Barra. “Sibuk, Mi,”
Setelah Barra selesai makan dan Yasmin menghabiskan sup iga di mangkuknya, wanita itu lebih dulu berpamitan dan masuk ke kamar. Namun, malam itu dia sulit tidur. Wajah misterius yang menyekapnya di toilet terus membayangi.Siapa orang itu? Apa tujuannya?Pagi-pagi sekali, ketika Yasmin terbangun karena haus dan hendak mengambil air minum, dia mendapati Kezia sudah rapi mengenakan setelan olahraga. Rambutnya dicepol santai dan wajahnya segar.“Mami mau ke mana? Ini masih pagi,” tanya Yasmin heran.Kezia tersenyum, lalu meregangkan lengan ke atas. “Mau jogging, dong. Usia segini badan nggak boleh diam saja. Kamu mau ikut?”Yasmin diam sejenak. Ingatannya kembali pada ancaman yang dia terima saat terakhir keluar rumah. Dia menggeleng pelan. Rasa trauma itu belum hilang. Mungkin dia tidak akan keluar rumah lagi dalam waktu dekat ... kecuali jika ditemani seseorang.Seseorang seperti ....Baru saja pikiran itu muncul, Kezia melirik ke arah lantai dua sambil tersenyum penuh arti. Seolah tahu
“Tol—”Mulut Yasmin kembali dibekap dengan kasar. Tubuhnya diseret masuk ke dalam toilet pria tanpa sempat melawan. Napas wanita itu tertahan, panik dan matanya membelalak mencoba mengenali sosok di hadapannya, tetapi pria itu memakai masker dan topi hitam yang menutupi seluruh wajah.Yasmin berusaha bergerak untuk melawan, tetapi percuma. Kedua tangannya dikunci kuat, tubuhnya dihimpit, tak mampu meninju, apalagi menendang.“Pergi dari rumah Barra Armend sekarang juga. Kalau tidak, hidupmu akan kuhancurkan!” bisik pria itu dengan suara berat dan tajam, membuat tubuh Yasmin merinding.Dia tidak mengenali suara itu. Hanya saja, aroma parfum yang menguar … seperti pernah dia hirup sebelumnya. Ada rasa tak asing yang menusuk hidung, membuatnya makin waspada.Yasmin menggeleng. Meskipun tubuhnya gemetaran hebat, dia berusaha mengingat kata-kata Barra :‘Jangan takut lagi.’Dia m
“Apa maksud Bapak?” tanya Yasmin, suaranya menegang dan sorot matanya mengeras. Dia sungguh tidak menyangka ucapan yang sederhana pada Boy, justru ditanggapi oleh pria itu.“Aku ini haus, mau minum air putih!” tegas Barra, nadanya menyebalkan, dan tatapan pria itu yang sinis membuat Yasmin ingin mengelus dada.“Kalau begitu, Bapak bisa ambil sendiri ke dapur,” balas Yasmin, kali ini intonasinya datar dan dingin.“Aku juga tahu,” tukas Barra, masih dengan nada menyulut emosi.Yasmin menarik napas panjang. Dari ekor matanya, dia menangkap pria itu mengangkat sebelah alis dan bibirnya terangkat miring penuh ejekan. Yasmin membalikkan badan, mengelus dada yang terasa panas, meskipun wajahnya terjaga manis di hadapan Boy.“Iya, Sayang, mimik yang banyak, ya. Supaya cepat besar dan makin ganteng,” gumam Yasmin lembut, lalu mencium puncak kepala bayi itu.Tidak lama kemudian, terdengar pintu terbuka. Yasmin melirik ke arah kaca, Barra sudah pergi. Baru saat itu dia bisa bernapas lega.Sekita
Untuk sesaat, jarak antara keduanya sangat dekat. Yasmin bisa merasakan embusan napas hangat dari Barra yang beraroma mint. Jantungnya berdebar keras, tetapi dia terlalu terpaku menatap manik mata cokelat pria itu yang seperti menghipnotisnya.Dengan bibir bergetar, Yasmin berusaha bertanya, “Apa yang mau Bapak katakan?”Barra menghela napas, lalu perlahan melepaskan tangannya dari pergelangan Yasmin. Keduanya serempak mundur satu langkah, menjaga jarak aman.Hanya saja, pandangan mereka masih saling mengunci, seolah tidak ada sudut lain yang bisa diperhatikan.“Aku sudah tahu kejadian di kafe,” ucap Barra akhirnya. Nada suaranya yang datar, tetapi membuat Yasmin tersenyum masam.Ucapan itu membuatnya kembali teringat pada sikap Barra kemarin—tuduhan dingin yang melukai harga dirinya.Ya, Yasmin tahu dirinya bukan berasal dari keluarga terpandang, tapi bukan berarti dia bisa diperlakukan semena-mena.Yasmin menarik napas panjang dan mengalihkan pandangan dari wajah pria tampan yang a
Siang hari ini dibumbui dengan kecanggungan. Sedari tadi, Yasmin terus menunduk dan meremas jemarinya. Kejadian beberapa saat lalu benar-benar membuatnya tak tahu harus berkata apa."Jadi Barra ... apa yang kamu lakukan? Mami tidak—"Barra yang duduk di tepi ranjang segera menyela, "Mami salah paham. Itu..."Sialnya, Barra sendiri tak bisa menjelaskan alasan atas perbuatannya. Bahkan dia pun bingung kenapa bisa bertindak sejauh itu.Ucapan setengah hati itu membuat Yasmin menatap punggung pria itu. Bibirnya merengut, lalu dengan gugup dia merapikan bagian atas bajunya—padahal tubuhnya sudah tertutup. Entah kenapa, dia tetap merasa seolah dilihat secara telanjang.Dia menggeleng pelan, berusaha menepis pikiran bahwa Barra ingin melecehkannya."Kalian sudah dewasa, sama-sama single. Mami tahu apa yang kalian rasakan, tapi kalian harus bisa menahan diri," pesan Kezia, dengan mata yang membesar memperhatikan gerak-gerik Yasmin dan Barra.Sebelumnya Kezia sudah meminta Airin menunggu di rua
“Silakan sarapan, Mi. Ini roti bakar cokelat dan teh chamomilenya.” Yasmin meletakkan piring di hadapan Kezia yang tersenyum lembut. Tatapan wanita ini tak sedikit pun mengarah ke Barra yang sejak tadi menatapnya tajam. Bahkan ketika Yasmin hendak membalikkan badan untuk pergi, suara berat pria itu menahannya. “Sarapan untukku mana?” “Nasih gorengnya sebentar lagi Mbok Inah antar, Pak,” jawab Yasmin tenang dan tegas. Dia melirik Kezia, lalu menunduk sopan. “Mami, Yasmin mau lanjut pompa ASI, ya.” Kezia hanya mengangguk. Matanya menyelidik, memperhatikan percakapan singkat yang sarat ketegangan antara putranya dan wanita muda itu. Begitu Yasmin berbalik, Barra langsung bangkit dan mengikuti langkahnya. Yasmin mempercepat langkah menuju kamar anak-anak. Namun, belum sempat menutup pintu, Barra lebih dulu masuk dan menutup rapat, menguncinya dari dalam. “Bapak mau apa?!” sergah Yasmin. Suaranya naik satu oktaf. “Ini rumahku. Aku bebas masuk ke mana saja,” jawab Barra santai dengan
Malam Kak Author mohon maaf, ya, salah update. Dikarenakan posisi sedang libur panjang, jadi ada kendala untuk perbaikan. Selain itu, bab salah (208) bisa author edit menjadi bab yang benar (57) Jadi bagi Kakak yang sudah membuka bab nantinya tidak kehilangan manfaat. Hanya saja, untuk edit ini memerlukan persetujuan tim GN (editor dan cs) Sedangkan pihak GN baru kembali beroperasi pada tanggal 8 April. Tapi author akan tetap update bab setelahnya, itu artinya kakak akan terlambat baca bab 57 (karena perlu persetujuan) tapi bisa tetap lanjut bab selanjutnya. Kalau dihapus Babnya, Kakak yang sudah buka jadi kehilangan manfaat. Boleh bantu jawab, ya, Kakak Kakak sebab buku ini juga nggak mungkin libur update lama. sekali lagi author mohon maaf.
"Mas ... perutku sakit banget," rintih seorang wanita dengan napas tersengal. Satu tangannya memeluk perut besar, sementara satu lainnya menggenggam ponsel usang yang berulang kali mencoba tersambung ke seberang sana. "Kamu di mana, Mas? Tolong pulang ... aku butuh kamu." Suaranya bergetar, terdengar putus asa.Nahas, berapa kali pun mencoba… hanya suara operator yang menjawab. Rasa sakit dan mulas makin intens terasa. Wanita itu menunduk, dan membelalak melihat darah mengalir dari pangkal paha. Detak jantungnya berpacu cepat dan pikirannya dipenuhi ketakutan. Jangan-jangan bayinya....Sambil menahan nyeri yang terus mencekik, dia merambat di sepanjang dinding kamar yang dingin. Tubuhnya gemetar, bukan hanya karena sakit, tetapi juga udara malam yang menusuk kulit.Ditemani suara rintik hujan yang mulai deras, dia melangkah terseok-seok menuju pintu di seberang. Harapannya bertumpu pada satu-satunya orang yang mungkin bisa membantu.Mengandalkan sisa tenaga, dia mengetuk pintu de...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments