Share

Bab 3

Penulis: Rav
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-04 17:00:43

Humaira yang baru selesai mandi hanya dengan memakai handuknya saja segera keluar dari kamar mandi bersamaan dengan itu Semesta yang juga membuka pintu kamarnya. Mata Semesta terbelalak melihat pemandangan di depan matanya. 

Beberapa detik, Semesta masih terpaku di depan pintu. Dia meneguk ludahnya kasar melihat Humaira. Ternyata di balik gamis yang selalu menutupi tubuhnya tersimpan tubuh indah, putih nan mulus di dalamnya. 

“Apa yang kamu lakukan, Mas?” teriak Humaira. Ia menyilangkan kedua tangannya berusaha melindungi tubuhnya agar tidak terlihat. Namun, begitu Semesta sudah melihat dengan jelas lekuk tubuh istrinya. 

Teriakan Humaira membuat Semesta tersadar dan segera berpaling. “Saya tunggu kamu di luar.” Semesta langsung berbalik dan menutup pintu kamar Humaira. 

Humaira mengusap wajahnya kasar, ia terus mondar-mandir di kamar, betapa malunya dia saat ini. Meski lelaki tampan itu adalah suaminya tapi Humaira belum ridho jika tubuhnya dilihat olehnya. 

**

Di ruang tengah, Semesta menyandarkan punggungnya pada sofa dan memijit pelipisnya berusaha menetralkan debaran jantungnya. Bayang-bayang Humaira yang hanya memakai handuk tadi terus berputar di otaknya. Bagaimanapun juga Semesta juga lelaki normal yang tentunya sesuatu yang ada pada dirinya bereaksi. 

Menunggu beberapa menit, akhirnya Humaira menemuinya juga. Humaira memakai gamis dan juga hijab lebarnya yang warnanya sudah memudar tapi masih bagus kalau menurut gadis itu. 

Semesta meliriknya sekilas. “Baca itu!” katanya tanpa melihat ke arah Humaira dan melempar sebuah stopmap ke meja. 

Humaira duduk dan segera membuka stopmap itu. Dibukanya lembar pertama. “Perjanjian kontrak nikah,” ucapnya seraya melirik Semesta. 

Dibacanya perlahan-lahan poin demi poin yang tertulis dan mencermati semua isinya. Humaira mengangguk-angguk setelah itu menutup stopmapnya. 

“Setelah selesai tanda tangani.”

Humaira melempar stopmap ke meja membuat Semesta terkejut. “Ada apa, ada yang kurang? Kamu boleh menambahkan poinnya jika kamu mau.”

“Saya tidak akan pernah menandatangani surat perjanjian itu! Karena apa … karena saya sudah berhutang sama mama, karena mama membantu biaya operasi ibu saya sehingga nyawa ibu saya tertolong dan sebagai imbalannya saya harus menjadi istri Anda Tuan Semesta.”

Semesta berdecak kesal, wanita yang ia anggap kampungan nyatanya sangat berani melawannya. "Terserah kalau kamu mau bertahan, ingat pernikahan kita hanya di atas kertas dan jangan berharap lebih!” Setelah mengatakan itu, Semesta segera beranjak pergi dari sana. 

Tak lama dengan itu, terdengar suara mesin mobil menjauh dari rumah. Humaira yakin Semesta telah pergi. Humaira menghela nafas panjangnya, mengambil berkas itu dan membacanya kembali. '

“Non….” Suara Bik Sumi mengagetkan Humaira. 

“Iya.” 

“Non, butuh sesuatu atau mau makan? Semuanya sudah siap.”

"Iya, Bik. Nanti saja.”

“Non, yang sabar ya menghadapi Den Ata, sebenarnya dia baik kok, Non. Cuma ya gitu dingin dan cuek,” ucap Bik Sumi. Ia menjadi tak tega melihatnya tadi dimarahin terus sama majikannya. 

Humaira melihat ke arah Bik Sumi dengan heran. “Ata … siapa Bik?”

Bik Suminpun terkekeh. “Suami Non, Den Semesta. Sejak kecil dia suka dipanggil Ata, Non.”

Humaira mangut-mangut, dia mulai sedikit tertarik dengan kehidupan suaminya. Ini kesempatan bagus buat Humaira untuk perlahan-lahan mendekati suaminya. 

Humaira mendengarkan dengan seksama cerita Bik Sumi, mulai dari kesukaan, kebiasaan Semesta dan juga hal-hal yang tidak disukai Semesta. Dengan itu semua Humaira berjanji akan berjuang untuk mendapatkan hati Semesta. 

Sore itu Humaira memasak makanan kesukaan Semesta, sesuai arahan Bik Sumi kalau Semesta menyukai makanan seafood. Udang goreng tepung adalah favorit Semesta, dia sangat menyukainya apalagi di cocol dengan saus padang yang pedas. 

Humaira tersenyum semuanya sudah tertata apik di meja, tinggal menunggu Semesta pulang. Humaira berharap Semesta akan membuka hatinya dan menginginkan Humaira masuk ke dalamnya. 

Suara mobil terdengar memasuki garasi. Bergegas Humaira menyambut kedatangan suaminya. Humaira bergegas segera menuju pintu untuk membukakan pintu. 

Namun, betapa terkejutnya Humaira, melihat suaminya pulang dengan seorang wanita yang ia kenal sekilas saat di pesta tadi. 

“Mas…”

“Tidak usah berlagak menjadi istri sungguhan, kamu adalah istri di atas kertas,” sentaknya lalu menuju ke lantai atas. 

Wanita yang tak lain adalah Alena-pacar Semesta tersenyum sinis melihat Humaira yang dibentak Semesta. Ia terus bergelayut manja di lengan Semesta, memamerkan kemesraan mereka. 

Humaira mengepalkan tangannya merasa harga dirinya diinjak-injak oleh pelakor. Dadanya naik turun, sesak yang ia rasakan. Meski tak ada cinta tapi Humaira sudah menjadi istri sahnya. 

Dengan penuh keberanian Humaira mengatakan, “kalau Mas, berani bawa dia masuk ke kamar, akan aku pastikan mama sudah berada di sini.”

Semesta menghentikan langkahnya dan menghampiri Humaira. Tatapannya tajam menatap nyalang wanita berhijab itu. 

“Kamu berani mengancamku?”

“Kenapa … Mas takut tidak mendapat warisan dari mama ‘kan?” Humaira menyunggingkan senyum tipis mengetahui kelemahan suaminya. 

Tak tinggal diam, Semesta lalu mencengkram rahang Humaira kuat. “Jika kamu berani melakukannya, akan ku pastikan juga kamu tidak akan pernah menemui ibu kamu.” Semesta mendorong Humaira sampai tubuhnya terjatuh di lantai. 

Semesta menghampiri Humaira dan berjongkok. “Sekarang menyerah saja, pasti kamu tidak akan sanggup menghadapiku, menyerah saja, istriku.” Semesta menekankan ucapannya. 

“Ayo, sayang,” ajak Semesta menggandeng mesra tangan Alena menuju ke kamarnya di lantai atas. 

Humaira hanya mengeram, menguatkan hatinya agar selalu sabar menghadapi Semesta. Tak mungkin juga ia menelpon Dewi karena ancaman Semesta tadi. 

Humaira berjalan mondar-mandir di dekat tangga. Berpikir bagaimana caranya agar suaminya tidak melakukan hal yang tidak-tidak. Humaira membulatkan tekadnya untuk menghampiri mereka kamar Semesta. 

Baru saja akan menginjakkan kakinya di anak tangga. Semesta dan Alena sudah berjalan menuruni tangga. 

“Sampai ketemu besok lagi, Sayang.”

“Iya, aku akan selalu kangen sama kamu,Sayang.” Alena melabuhkan kecupan di pipi Semesta tanpa malu ada Humaira di sana. 

Humaira memalingkan muka melihat adegan mesra tersebut. Setelah Alena pergi dari sana, Humaira menghampiri Semesta yang akan naik lagi ke tangga. 

“Apa yang kalian lakukan di atas sana, Mas?”

Semesta memicingkan mata menatap Humaira dan berputar mengelilinginya. “Apa itu penting buat kamu? Bukankah sudah ku katakan padamu jangan pernah ikut campur urusanku.”

“Tapi aku berhak tahu, Mas. Karena aku tak akan membiarkan suamiku dalam kemaksiatan,” tegas Humaira. 

Semesta tersenyum tipis melihat keberanian wanita di depannya. “Kamu mau tahu apa yang aku lakukan di atas sana?”

Humaira mengangguk. 

“Baiklah.” Semesta mendekati Humaira lalu berbisik, “yang jelas aku membuat Alena menjerit dan berteriak, istriku,” ucap Semesta dengan penuh penekanan. 

Bab terkait

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 4

    Setelah mengatakan itu dengan santainya ia perlahan pergi meninggalkan Humaira dan memperhatikan wajahnya. Wanita berhijab itu mengepalkan kedua tangannya, suaminya sendiri yang mengatakan hal itu. Tatapan Humaira masih saja menatap Semesta sampai ia benar-benar tak terlihat. Humaira masih diam mematung di sana. Tak terasa air mata yang ia bendung lolos juga. Di dalam kamarnya, lelaki tampan itu tertawa puas setelah membuat Humaira marah. Sebenarnya ia tidak melakukan hal-hal yang di luar batasannya. Dia pria yang sangat menjaga dirinya walaupun ia suka mabuk juga. “Aku yakin kamu tidak akan bisa bertahan, Humaira,” gumamnya. Lelaki tampan itu masih saja tertawa melihat raut wajah istrinya yang terlihat menahan amarah tadi. Wanita cantik berhijab itu mengusap air matanya yang membasahi pipinya. Dengan segera ia beranjak dari tempat itu menuju kamarnya. Bik Sumi yang sedari tadi melihatnya merasa iba kepada Humaira, seorang wanita baik yang disia-siakan oleh suaminya. Bik Sumi tak

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • Istri Bayaran Semesta   Bab 5

    Humaira yang merasakan keanehan dalam dirinya, tiba-tiba tubuhnya merasa panas dan merasa pusing. Begitu juga dengan Semesta, ia tahu apa yang terjadi dengannya. Tentu saja itu adalah pengaruh obat laknat itu, sebagai seorang ceo yang menjadi incaran dari musuhnya ia belajar banyak tentang itu. Bahkan sudah berulang kali ia merasakan seperti itu beruntungnya ia tak mau melepaskannya kepada sembarang wanita. Dewi hanya mengulas senyum kala obat itu sudah bereaksi. Ini adalah rencana Dewi untuk menyatukan mereka agar Dewi segera mempunyai cucu. “Ma, aku ke kamar dulu ya,” kata Humairah lalu beranjak pergi. Humaira berjalan menuju kamarnya di lantai bawah. “Kamar kamu dimana, kok arahnya kesana?” tegur Dewi. Humaira hanya bisa melihat ke arah Semesta, ia harus minta persetujuan Semesta dahulu. Namun, sayangnya Sementara malah melihat ke arah lain. Dewi yang tahu akan hal itu, menatap Semesta. “Antarkan dia ke kamar, kamu juga harus istirahat. Kasihan istrimu jalannya sudah sempoyonga

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • Istri Bayaran Semesta   Bab 6

    Semesta menekan pedal gas hingga mobil melaju kencang, memecah keramaian jalanan kota yang mulai padat. Detak jantungnya seolah berpacu dengan kecepatan roda yang berputar. Suara Alex masih terngiang di kepalanya “Alena ada di kantor, menunggumu.”Tiba di kantor, Semesta melangkahkan kaki lebarnya banyak tatapan dan sapaan dari karyawannya tidak di gubrisnya. Ia hanya ingin cepat ke ruangannya di lantai lima. Semesta segera menekan tombol lift yang memang khusus untuk para petinggi perusahaan. Lelaki tampan itu segera menuju ke ruangan setelah pintu lift terbuka. Pandangannya tertuju pada ruangan yang pintunya masih terbuka, terdengar suara orang berdebat di sana. “Nona, saya mohon Anda segera meninggalkan kantor ini karena sebentar lagi kami akan meeting terlebih Nyonya Dewi akan segera tiba.” Alex berusaha mengusir dengan lembut. Tak habis pikir dengan wanita itu padahal semua security sudah diperintahkan untuk tidak memberi akses untuknya masuk, tapi tetap saja wanita itu banyak

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Istri Bayaran Semesta   Bab 7

    Humaira yang langsung membuka pintu tanpa mengetuknya terlebih dahulu, sontak saja harus melihat pemandangan yang mungkin menyesakkan dada bagi para istri sungguhan. “Apa yang kalian lakukan?”Keduanya terkejut lantas menjauhkan diri. Semesta melihat siapa yang datang hanya bersikap acuh seolah tidak terjadi apa-apa. Humaira melangkahkan kaki masuk dan meletakkan kotak bekal makanan di atas meja tidak memperdulikan keduanya melakukan apa. Alena berdecak sebal karena aktivitasnya terganggu. Ia segera memeluk lengan Semesta dengan manjanya. “Sayang, kayaknya aku mau ke salon nih, rambut aku udah kucel tapi uang yang kamu beri kemarin sudah habis.” Jari tangannya bermain di dada bidang Semesta, ia sengaja agar istrinya marah. Semesta menghela nafas berat, matanya menatap tajam ke arah Humaira yang kini menggenggam kartu debit itu erat-erat. Alena menoleh, bingung dengan suasana yang tiba-tiba berubah. “Kembalikan Humaira,” ketus Semesta. “Enak saja, ini hak saya kenapa kamu memberi

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23
  • Istri Bayaran Semesta   Bab 8

    Di dalam mobil suasana agak sedikit canggung, pasalnya Humaira tidak mengenal lelaki itu dan lelaki itu malah bersikap akrab dengannya. Mau tak mau Humaira harus berusaha bersikap baik. “Mas, Terima kasih sudah mengantarkan saya ke rumah sakit.”“Mas,” cicit lelaki itu. Dia malah tersenyum tipis melirik ke arah Humaira. “Jangan panggil saya Mas, kita ini saudara Mbak. Pasti Mbak tidak mengenal saya kan?”Humaira lantas menggeleng. “Saudara? Maksud Mas, apa? Saya masih bingung.”“Saya ini sepupu dari suami Mbak, saya baru sampai ke Indonesia kemarin dan maaf ya Mbak, kemarin tidak bisa menghadiri pernikahan Mbak Humaira.”Humaira mangut-mangut, mendengar penjelasan lelaki di sebelahnya. Pikiran Humaira saat ini adalah ingin segera sampai ke rumah sakit melihat kondisi ibunya. Tapi di sisi lain, Humaira tengah bingung pasalnya ia tidak bisa menghubungi suaminya karena ponselnya kehabisan saya. “Mas, boleh pinjam ponsel sebentar, saya mau menghubungi suami saya?” tanya Humaira sedikit

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • Istri Bayaran Semesta   Bab 9

    Semesta tak menyangka akan mendapatkan cap tangan dari Humaira. Selama ini belum ada seorang pun yang berani menampar pipi mulusnya. Lelaki itu segera beranjak menuju ke sebuah bar mini yang ada di rumahnya. Di tempat itu Semesta bisa minum minuman beralkohol sesukanya. Tak heran jika Semesta banyak mengoleksi minuman beralkohol karena dia adalah peminum. Dia menuangkan minuman ke dalam gelas dengan sekali teguk ia bisa habiskan. Tak habis pikir dengan perasaan yang ia rasakan. Tapi melihat istrinya bersama lelaki lain rasanya seperti tidak rela meski ia sendiri tidak mencintai Humaira. [Bang, istrimu cantik juga. Bolehlah kita berbagi kan kamu tidak mencintainya]Satu pesan dari Dimas membuat Semesta semakin murka. Ia meremas ponselnya erat. Dadanya penuh gemuruh membaca pesan itu. “Sialan kamu, Dimas. Awas saja jika kamu berani menyentuhnya sedikitpun,” gumamnya. Tanpa terasa ia sudah menghabiskan minuman banyak di sana. Kepalanya sudah terasa berat ditambah lagi dengan pesan yan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-30
  • Istri Bayaran Semesta   Bab 10

    Semesta membeku diam di tempat karena tiba-tiba saja Humaira memeluknya. “Terima kasih ya, Mas. Akhirnya aku punya motor baru dan gak akan mogok lagi,” ucapnya dengan senang. Pria itu hanya berdehem saja tetap menjaga wibawanya di hadapan para karyawan showroom. Mereka hanya mengulas senyum saja, ternyata Semesta tetap bersikap dingin kepada istrinya. “Bisa lepaskan saya,” bisiknya. Humaira tersadar, karena terlalu senang. Humaira membeku dan perlahan-lahan ia melepaskan tangannya, wajahnya sudah memerah karena menahan malu. “Ma-maaf, Mas.”Semesta keluar meninggalkan showroom setelah transaksi selesai. Ia segera naik ke kursi penumpang di susul dengan Humaira yang ikutan naik. Semesta mengernyit saat melihat wanita berhijab itu duduk di sampingnya. “Kau mau apalagi?”“Ikut nebenglah. Memang mau apa Mas, punya istri kok disuruh berangkat sendiri. Gak kasihan apa sudah cantik begini disuruh naik angkot,” gumamnya sebal. Semesta hanya diam saja malas menanggapi ucapan Humaira. Rasa

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Istri Bayaran Semesta   Bab 11

    Semesta memijat pelipisnya yang terasa pusing, kebingungan melanda pikirannya. Haruskah ia menemui Alena atau pergi ke rumah sakit untuk menjenguk istrinya yang dikabarkan pingsan? Waktu terus berjalan, kurang dari satu jam lagi ia harus menjemput Alena sesuai permintaannya. Namun, ia juga tidak bisa mengabaikan Humaira. Jika mamanya tahu, bisa-bisa dia dicoret dari daftar ahli waris.Dengan berat hati, Semesta memutuskan untuk pergi ke rumah sakit. Ia berpikir hanya akan sebentar saja, lalu segera mengajak Humaira pulang. Lelaki itu hanya ingin memastikan satu hal saja. Perasaannya sudah tidak menentu, ia hanya takut Humaira hamil. Mengingat ia tak memakai pengaman saat melakukannya. Setibanya di rumah sakit, Semesta langsung menuju ruang perawatan Humaira. Di depan ruangan, ia melihat rekan Humaira, seorang wanita sesama guru yang tadi memberi kabar.Wanita itu berdiri dan menyapanya. “Maaf, Pak. Humaira masih diperiksa dokter.”“Apa yang terjadi?” tanya Semesta dengan nada dingin.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21

Bab terbaru

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 18

    "Sebentar saja," potong Semesta, tanpa memedulikan keberadaan Raka.Humaira menghela napas dalam. Ia tahu nada suara Semesta kali ini bukan sesuatu yang bisa ditolak. Dengan berat hati, ia memandang Raka yang masih berdiri di depan ruang guru. "Maaf ya, Pak Raka. Aku harus pergi sebentar," katanya singkat sebelum melangkah mengikuti Semesta.Raka hanya mengangguk, meski jelas ada kebingungan di wajahnya. Namun, ia tidak mengatakan apa-apa lagi.Semesta berjalan cepat menuju sisi gedung sekolah yang sepi, sementara Humaira harus mempercepat langkahnya agar bisa mengimbanginya. Ketika akhirnya Semesta berhenti, Humaira langsung menatapnya dengan tatapan tidak sabar."Mas, apa sebenarnya yang mau Mas bicarakan?" tanyanya, mencoba menahan nada kesalnya. Semesta tidak langsung menjawab. Ia menatap Humaira cukup lama, seolah sedang menyusun kata-kata di kepalanya. Namun, alih-alih menjelaskan, ia justru bertanya, "Kamu selalu dekat sama dia?"Humaira mengerutkan kening. "Mas maksud siapa?

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 17

    "Kenapa nggak kamu angkat, Mas?" suara Humaira memecah keheningan di ruang tamu kecil itu. Suaranya datar, tetapi ada nada yang tak bisa disembunyikan. Tegang, mungkin. Semesta menunduk sejenak, menatap layar ponselnya yang masih bergetar di atas meja."Ini urusanku," jawab Semesta dingin tanpa menoleh. Ia membiarkan panggilan itu berakhir begitu saja, lalu menghembuskan napas panjang. Tangannya yang besar meraih ponsel itu dan mematikannya tanpa basa-basi.Humaira menghela napas. Ia mencoba tetap tenang, meski pikirannya sudah penuh tanda tanya. Alena lagi. Nama itu terus muncul di antara mereka seperti duri yang tak bisa dicabut. Ia sudah lelah membicarakan ini, tetapi setiap kali Alena muncul, tak bisa dimungkiri, hatinya tetap terusik.“Mas, aku cuma tanya. Kenapa harus marah?” Suara Humaira terdengar pelan, hampir seperti berbisik. Ia tahu, jika ia menaikkan nada suaranya sedikit saja, percakapan ini akan berubah menjadi perang dingin yang lebih besar.Semesta akhirnya menatapnya

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 16

    “Kamu yakin bisa hidup tanpa aku?” Humaira terdiam, menatap Semesta tanpa ekspresi. Pertanyaannya menggantung di udara, seperti menunggu jawaban yang tidak pernah ingin benar-benar didengar. Namun, sebelum ia sempat menjawab, suara klakson motor dari luar memecah kesunyian.“Aku berangkat dulu, Mas.” Humaira akhirnya berkata, suaranya datar, nyaris tanpa emosi. Tanpa menunggu balasan, ia mengambil tasnya lalu berjalan keluar.Semesta hanya berdiri mematung, menatap pintu yang baru saja tertutup. Ada sesuatu di dadanya yang terasa sesak, tetapi ia tidak tahu apa. Ia meneguk ludah, lalu menghempaskan tubuhnya ke sofa.“Kenapa dia makin aneh?” gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri.Hubungan semakin dinginHari-hari berikutnya terasa semakin hampa di rumah itu. Humaira dan Semesta hampir tidak pernah berbicara. Jika mereka kebetulan berada di ruangan yang sama, suasananya selalu sunyi.Semesta sering pulang larut malam, dan ketika ia pulang, Humaira sudah berada di kamar. Tidak ada sapa

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 15

    “Apa, Mas?” Humaira menatap Semesta dengan sorot mata yang sulit ditebak. Di hadapannya, pria itu tampak tidak seperti biasanya. Semesta, yang biasanya begitu tegas dan tak ragu bicara, kini terlihat ragu-ragu. Tangannya menyentuh meja makan, mengetuk-ngetuk permukaannya dengan ujung jari. “Kenapa kamu jadi berubah, Mai?” Suaranya rendah, hampir berbisik, tetapi ada nada tajam yang terselip di sana. Humaira mengangkat alis, tidak langsung menjawab. Ia menghela napas, mencoba meredam rasa kesal yang mendesak ingin keluar. Di hadapannya, Semesta menatapnya dengan mata yang penuh pertanyaan. “Berubah? Apa maksud Mas?” Humaira menjawab dengan suara tenang, meski hatinya bergejolak. “Kamu... beda,” kata Semesta lagi, kali ini mencoba terdengar lebih tegas. “Kamu nggak seperti dulu lagi. Biasanya kamu selalu ceria, selalu cerewet. Tapi sekarang?” Humaira tersenyum tipis, senyuman yang tidak sampai ke matanya. “Oh, jadi itu masalahnya? Mas nggak suka aku berubah?” Semesta mende

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 14

    “Mas….” Suara gemetar itu lolos begitu saja dari bibir Humaira yang kering. Kepalanya masih terasa berat, pandangannya sedikit mengabur ketika ia membuka mata sepenuhnya. Ia berusaha duduk, tetapi tubuhnya terasa lemah. Namun, suara itu—suara berat Semesta yang barusan ia dengar—terus terngiang dalam benaknya. “Perceraian ini yang terbaik untuk kita.” Kalimat itu menghantamnya lebih keras dari apa pun. Humaira menarik napas panjang, berusaha menenangkan dirinya meski dada terasa sesak. Ia mengedarkan pandangannya perlahan, mendapati Semesta berdiri tak jauh darinya, dengan ekspresi datar seperti biasa. “Mas… apa maksud Mas tadi?” tanyanya pelan, suaranya serak, hampir tak terdengar. Semesta tak segera menjawab. Sebaliknya, ia hanya mengalihkan pandangannya ke luar jendela kamar, menghindari tatapan Humaira. Hening di antara mereka terasa begitu menusuk hingga hanya suara detak jam dinding yang terdengar di ruangan itu. “Aku nggak mau bahas ini sekarang. Kamu istirahat dulu

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 13

    Humaira menghampiri suaminya yang duduk di sofa. “Mas, tadi ibu cerita apa saja ke kamu?”“Banyak, tapi nggak penting juga buatku. Jadi sampai kapanpun aku tidak akan pernah tertarik kepadamu.” Semesta tersenyum sinis melihat ekspresi Humaira. Ia hanya tersenyum kecut mendengar pernyataan suaminya. Humaira melihat ekspresi suaminya yang nampak tenang dan sibuk dengan ponselnya. “Sepuluh menit lagi aku pergi,”Humaira mendongak. “Iya, Mas. Kita sholat jamaah dahulu seperti permintaan ibu. Mungkin lima menit lagi sudah masuk waktu dhuhur.”Semesta tak menjawab, ia melirik jam tangannya. Benar apa yang dikatakan Humaira, baru saja ia melihat jam, adzan sudah berkumandang. “Aku mau bangunin ibu dulu ya, Mas. Mas bisa siap-siap sekarang.” Perlahan Humaira mendekati sang ibu. Humaira mengelus tangan Salamah, mencoba membangunkannya. “Bu, kita sholat dulu yuk.”Setelah Ibunya bangun, Humaira segera membantu ibunya untuk bertayamum lalu memakaikan mukena. Senyum manis terbit di wajah Humair

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 12

    Mobil Semesta memasuki parkiran rumah sakit. Sedari tadi Humaira meremas tangannya, ia gugup karena memberikan pilihan kepada suaminya. Humaira hanya takut pria itu meminta yang aneh-aneh. Semesta melirik ke arah Humaira yang merasa cemas, ia tersenyum sinis. “Nggak usah tegang, rileks. Tenang saja aku nggak akan minta yang aneh-aneh.”“I-iya, Mas.” Meski ucapan suaminya lembut tapi Humaira tetap saja merasakan firasat yang tidak enak. Humaira segera melepas safety beltnya lalu keluar mengikuti Semesta. “Terima kasih, Mas. Sudah mau menjenguk ibu.”Semesta tak menjawab, ia hanya menoleh sebentar lalu berjalan mendahului Humaira. Tiba di depan mendadak Semesta bingung karena ia tidak mengetahui di kamar berapa mertuanya di rawat. “Kenapa, Mas?” tanya Humaira setelah dekat dengannya. Ia tahu alasan Semesta berhenti tapi ia pura-pura. “Kamu duluan.”Humaira mengulum senyum. ‘Dasar sok tahu,’ batinnya. Tentu saja ia hanya bisa bergumam dalam hati. Tak menunggu waktu lama, Humaira seger

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 11

    Semesta memijat pelipisnya yang terasa pusing, kebingungan melanda pikirannya. Haruskah ia menemui Alena atau pergi ke rumah sakit untuk menjenguk istrinya yang dikabarkan pingsan? Waktu terus berjalan, kurang dari satu jam lagi ia harus menjemput Alena sesuai permintaannya. Namun, ia juga tidak bisa mengabaikan Humaira. Jika mamanya tahu, bisa-bisa dia dicoret dari daftar ahli waris.Dengan berat hati, Semesta memutuskan untuk pergi ke rumah sakit. Ia berpikir hanya akan sebentar saja, lalu segera mengajak Humaira pulang. Lelaki itu hanya ingin memastikan satu hal saja. Perasaannya sudah tidak menentu, ia hanya takut Humaira hamil. Mengingat ia tak memakai pengaman saat melakukannya. Setibanya di rumah sakit, Semesta langsung menuju ruang perawatan Humaira. Di depan ruangan, ia melihat rekan Humaira, seorang wanita sesama guru yang tadi memberi kabar.Wanita itu berdiri dan menyapanya. “Maaf, Pak. Humaira masih diperiksa dokter.”“Apa yang terjadi?” tanya Semesta dengan nada dingin.

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 10

    Semesta membeku diam di tempat karena tiba-tiba saja Humaira memeluknya. “Terima kasih ya, Mas. Akhirnya aku punya motor baru dan gak akan mogok lagi,” ucapnya dengan senang. Pria itu hanya berdehem saja tetap menjaga wibawanya di hadapan para karyawan showroom. Mereka hanya mengulas senyum saja, ternyata Semesta tetap bersikap dingin kepada istrinya. “Bisa lepaskan saya,” bisiknya. Humaira tersadar, karena terlalu senang. Humaira membeku dan perlahan-lahan ia melepaskan tangannya, wajahnya sudah memerah karena menahan malu. “Ma-maaf, Mas.”Semesta keluar meninggalkan showroom setelah transaksi selesai. Ia segera naik ke kursi penumpang di susul dengan Humaira yang ikutan naik. Semesta mengernyit saat melihat wanita berhijab itu duduk di sampingnya. “Kau mau apalagi?”“Ikut nebenglah. Memang mau apa Mas, punya istri kok disuruh berangkat sendiri. Gak kasihan apa sudah cantik begini disuruh naik angkot,” gumamnya sebal. Semesta hanya diam saja malas menanggapi ucapan Humaira. Rasa

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status