Profesi sepasang suami istri yang menjadi perukiyah tentu tidak mudah. Terkadang mendapat teror dari makhluk-makhluk mengerikan setelah mengobati pasien itu adalah hal biasa. Namun bagaimana jika teror tersebut malah membuat nyawa mereka terancam. Bagaimana mereka menyikapinya?
View More"Masa sih, Mbak? Bukannya sudah dikubur?" tanya Husain heran. "Iya, katanya. Kan Mbak waktu itu masih dirawat di rumah sakit. Jadi, nggak tahu. Katanya aja gitu," balas Sumi sambil membuang napas panjang. Merasa kecewa dan bodoh karena percaya saja dengan apa yang dikatakan oleh suaminya. Bai dan Ken hanya bisa saling pandang. "Kita langsung buntuti saja ke mana mobil Pak Agus itu jalan," tukas Bai yang membuat Sumi kembali fokus pada tujuan awalnya hingga sampai di tempat ini. Melupakan rasa kecewanya pada sang Suami yang dinilai telah membohonginya. "Iya, Ustadz." Husain langsung menyalakan mesin mobilnya lagi. Kemudian membuntuti mobil Agus yang sudah kembali melaju dengan kecepatan sedang. Hampir dua jam perjalanan, mobil yang dikendarai Agus berhenti di pinggir jalan yang lumayan sepi. Lalu, Agus dan kedua dukun itu keluar dari mobil. Berjalan perlahan memasuki area sebuah pemakaman umum. "Daerah mana sih ini?" tanya Ken memperhatikan sekitar. "Kayaknya tadi masuk perbatas
Hari yang dinanti pun tiba. Selasa sore hari, gerimis mulai turun membasahi sepanjang jalan yang dilalui Sumi. Matanya menatap keluar jendela mobil yang dia naiki. Hingga berhenti di depan sebuah pesantren cukup besar di daerah Kediri, Pondok Pesantren Al-Anwar. "Assalamu'alaikum, Mbak Ken. Saya sudah di depan pesantren," ujar Sumi melalui sambungan telepon. ["Wa'alaikumsalam. Iya, Bu. Saya sama suami keluar sekarang."] Sumi menjemput Bai dan Ken untuk melakukan sebuah misi. Membuntuti suaminya yang akan pergi ke luar kota menjelang Maghrib. Sumi pun menyewa mobil. Husain ikut sebagai sopirnya. Laki-laki itu selalu setia menemani kakak perempuannya dalam memecahkan masalah yang sedang di hadapinya.Tak berselang lama, sepasang suami istri terlihat berjalan keluar dari gapura Pondok Pesantren Al-Anwar dengan mengenakan payung. "Mereka serasi sekali, ya, Mbak. Ah, jadi pengin nikah," celetuk Husain dengan senyuman saat melihat Bai menggandeng tangan Ken. Sedangkan sebelah tanganny
Beberapa hari setelah kejadian itu, Sumi selalu waspada. Dia pun menjadi semakin takut jika berada di rumah sendirian. Jadilah ... dia sering ke rumah Husain. Dan pulang sebelum suaminya itu pulang ke rumah agar tidak menimbulkan curiga. "Mbak Ken, saya di rumah Husain. Bisakah datang ke sini bersama Ustadz Bai? Ada yang ingin saya bicarakan," ucap Sumi melalui sambungan telepon. ["InsyaAllah, Bu Sumi. Nanti saya bilang sama suami saya untuk ke rumah Mas Husain. Kemungkinan setelah Isya?"] "Kalau bisa habis Ashar ini, Mbak. Soalnya, setelah Isya, saya kembali pulang ke rumah."["Oh. Ya, nanti saya tanya suami dulu. Ada jadwal ngajar lagi atau tidak setelah Ashar ini."]"Iya, Mbak Ken. Terima kasih."["Sama-sama, Bu Sumi."] Sambungan telepon pun terputus setelah keduanya saling membalas salam. Sumi menatap langit yang berwarna keabu-abuan. Kemungkinan sebentar lagi akan turun hujan. Lalu, dia menoleh ke arah pohon mangga yang ada di depan rumah Husain. Seperti ada dorongan yang e
"Silakan masuk," ucap Sumi mempersilakan tamunya masuk. Orang berpakaian serba hitam itu pun mengangguk dan menampilkan senyum yang tidak bisa Sumi artikan. Seperti ada sesuatu yang tersembunyi di balik senyum itu. "Aneh," gumam Sumi dalam hati. Agus masuk terlebih dulu, diikuti laki-laki setengah baya dengan pakaian serba hitam serta udeng khas Jawa Timur yang melingkar di kepalanya. "Duduk dulu, Mbah Moyo." Agus mempersilakan laki-laki yang dipanggil Mbah Moyo itu duduk di ruang tamu. Lalu, dia menarik istrinya masuk ke ruang tengah dengan alasan membuatkan minuman. "Dengar, lakukan apapun yang diperintahkan Mbah Moyo nanti. Jangan dibantah sedikitpun!" ucap Agus dengan penuh penekanan. "Mas, ini tuh salah. Percaya pada dukun itu syirik. Salat kita tidak akan Allah terima selama empat puluh malam. Aku nggak mau!" tolak Sumi dengan tegas. Dia berbalik arah dan hendak masuk ke dalam kamar.Namun, dengan gerak cepat, Agus mencengkeram lengan Sumi dengan kuat. Sumi menoleh ke ara
Tanpa banyak tanya lagi, Bai pun menuruti permintaan istrinya untuk mengikuti perempuan yang dia tahu adalah salah satu karyawan di warung bakso Agus. Karena seragam yang dia pakai.Tapi, apa yang membuat Ken ingin mereka mengikutinya? Itu yang ada di pikiran Bai saat ini. "Mas, lebih kencang lagi!" pinta Ken sambil menepuk bahu Bai. "Memangnya ada apa sih? Kamu ada perlu apa sama perempuan itu, Sayang?" tanya Bai penasaran. "Dia itu baru saja dipecat sama suaminya Bu Sumi." Jawaban yang keluar dari mulut sang Istri membuat kening Bai menciptakan kerutan tipis."Terus apa hubungannya sama kamu?" Bai masih belum mengerti maksud dari istrinya. Entah rencana apa yang sedang dia susun. "Jadi, tadi waktu aku ke toilet ...."Ken pun menceritakan apa yang didengarnya tadi saat di toilet. Saat Agus memarahi perempuan yang sedang dikejarnya itu karena tidak sengaja memasuki ruangan terlarang yang ada di warung bakso tersebut. "Jadi, aku tuh mau cari informasi tentang warung bakso milik
"Mas nggak lihat emang?" Ken bertanya balik pada suaminya. Bai menggeleng sambil memperhatikan gerobak bakso, mencari sesuatu yang mungkin terlihat aneh. "Aku nggak lihat sesuatu yang mencurigakan deh, Sayang." "Btw, kita begini jadi kayak detektif tahu nggak sih?" kekeh Ken yang membuat Bai ikut tersenyum. Lalu kembali memasang wajah serius. "Kamu lihat baik-baik deh. Beneran nggak lihat?" "Nggak. Memang kamu lihat apa?"Bukannya menjawab pertanyaan sang Suami. Ken yang masih tahu cara membuka mata batin itu malah membuka mata batin sang Suami. "Mas, kamu perhatikan baik-baik, ya. Di gerobak bakso, dan beberapa meja yang ada orang makan baksonya," ucap Ken sambil menunjuk tempat yang dimaksud itu dengan lirikan matanya. Bai yang menunduk pun menganggukkan kepalanya. Mengikuti perintah sang Istri.Bai mengangkat kepalanya dan melihat ke arah yang dimaksud sang Istri. "Astaghfirullahal'adzim," pekik Bai saat itu juga saat dia kini melihat apa yang juga dilihat oleh Ken. Sesosok po
"Kenapa kamu menemui dua orang itu lagi? Sudah kubilang, kalau mereka itu hanya akan menguras harta kita saja, Sumi!" bentak Agus dengan kesal sembari memukul setir mobil sebagai pelampiasan kekesalannya. Sumi menundukkan kepalanya sambil terisak. "Aku ... tadi kerasukan lagi, Mas. Dan ... Husain memanggil mereka," jawab Sumi pelan. Agus mengepalkan telapak tangan kirinya. "Besok aku bawa kamu ke orang pintar lagi. Sudah kubilang, kalau dirukiyah itu hanya akan menambah penyakitmu itu semakin parah."Sumi mengangkat wajahnya dan menatap sang Suami. "Aku nggak mau, Mas. Aku lebih baik seperti ini daripada harus datang kembali pada orang pintar. Itu dosa besar, Mas. Ibadah salat kita tidak akan diterima selama empat puluh malam!" "Terus, kamu lebih percaya pada kedua orang itu?" Agus membuang napas kasar. Lalu menoleh sekilas ke arah sang Istri sebelum kembali fokus pada jalanan. "Mereka juga sama. Cuma bajunya aja sok alim buat menutupi kebohongan mereka. Mau saja dibodohi dukun be
Tubuh Sumi kembali melemah setelah memuntahkan darah segar. Dahinya dipenuhi keringat sebesar biji jagung. "Nggak apa-apa, Mas Husain. Ini bagian reaksi dari rukiyah. Biar enteng badannya," sahut Bai santai. Ken pun sibuk memijit tengkuk Sumi sambil membacakan Surah Al-fatihah dengan suara pelan. "Memang semua Rekasi Rukiyah begitu, Ustadz?" tanya Husain penasaran. "Tidak semua. Reaksi setiap orang berbeda-beda. Bahkan, ada yang setelah dirukiyah biasa saja.""Kok bisa? Apa memang tidak ada jinnya?" tanya Husain sambil mengerutkan keningnya."Biasa saja dalam artian ... bisa berpengaruhnya pada jiwa. Misal, seseorang setelah dirukiyah timbul rasa bahagia, merasa hatinya tenang begitu," jelas Bai menatap Husain yang menganggukkan kepala. "Karena nggak semua itu terjadi karena jin. Bisa jadi karena memang ada penyakit dalam hatinya. Bisa jadi karena luka masa lalu dan berefek seperti orang kerasukan jin," paparnya lagi. "Mbak gimana sekarang?" tanya Husain yang menatap kakaknya se
Meski terasa sakit, namun Bai pun tetap berusaha tenang agar tetap bisa mengendalikan dirinya. Ekor matanya melirik sang Istri yang juga terlihat mengerang kesakitan akibat dicekik oleh Sumi. Ken berusaha melepas tangan Sumi dari lehernya. Tapi, tidak bisa. Tenaga Sumi benar-benar luar biasa. Bai membacakan surah Al-Baqarah aya 255 dengan bibir bergetar karena menahan sakit. Tangannya yang terbebas berusaha melepas tangan Sumi dari lehernya sembari meminta perlindungan kepada Allah dari gangguan setan yang tengah menguasai tubuh Sumi. Detik berikutnya, Sumi langsung melepas kedua tangannya dari lehernya juga leher Ken. "Panas!" pekiknya sambil mengibaskan kedua telapak tangannya yang terasa panas bagai tersulut bara api.Ken pun langsung terbatuk dan hampir saja terjungkal ke belakang. Untung saja, Bai dengan sigap menangkap tubuh istrinya. "Kamu nggak apa-apa?" tanyanya cemas.Ken pun menggelengkan kepalanya pelan. "Aku nggak apa-apa, Mas. Kamu harus hati-hati, dia bukan lawan y
Di sebuah Pondok Pesantren Al-Anwar, Kediri, semua santriwati dari asrama Az-Zahra sedang berkumpul di aula karena datangan keluarga yang ingin mengunjunginya. Setiap enam bulan sekali, Pondok Pesantren Al-Anwar selalu mengadakan penjengukan santri yang digilir setiap asrama.Suasana haru menyelimuti aula terbuka yang bisa dibilang seperti taman dengan pendopo seluas 20x10 meter yang ada di tengah-tengah taman tersebut. Di mana para orang tua terlihat bahagia karena bisa melepas rindu dengan anaknya yang tengah menimba ilmu di Pondok Pesantren Al-Anwar, Kediri. Namun, keharuan tersebut tiba-tiba berubah menjadi mencekam saat terdengar suara teriakan seorang wanita yang suaranya begitu memekakkan telinga. Membuat siapapun yang mendengarnya seketika itu merinding. Membuat semua orang yang belum tahu pun kebingungan dan bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. "Ada apa sih?" "Nggak tahu. Tapi, orang-orang pada lari. Kayak ketakutan."Sebagian orang yang ada di dekat wanita terse
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments