Beranda / Horor / Perjalanan Sang Perukiyah / Berkunjung ke Rumah Sumi

Share

Berkunjung ke Rumah Sumi

Penulis: Aw safitry
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-08 14:25:32

"Apa yang membuat Bu Sumi curiga?" tanya Bai menatap wajah tirus Sumi serius. 

Sumi pun menceritakan awal mula kejadian tersebut secara detail kepada Bai dan Ken yang mendengarkannya dengan seksama. 

"Nah, usaha yang dirintis saya dan suami itu tidak berkembang, Ustadz. Bahkan, kami sempat berhenti meneruskan jualan bakso di depan rumah karena kehabisan modal," papar Sumi serius.

"Lalu?" tanya Ken yang meminta Sumi melanjutkan ceritanya. 

"Suatu hari, dia diajak teman lamanya ikut ke kota untuk membantu temannya itu yang membuka warung makan lesehan di kota. Usahanya sukses dan setiap hari dagangannya selalu ramai pembeli."

"Selang satu bulan bekerja di sana, suami saya pun pulang ke rumah dan mengajak saya untuk kembali berjualan bakso. Tapi ... saya enggan karena memang belum ada modal. Jangankan modal jualan bakso lagi. Untuk makan saja kami masih kesulitan saat itu."

Sumi menoleh ke arah Anindita yang duduk di sebelahnya. Lalu, dia menggenggam telapak tangan sang anak dengan lembut. 

Dia menarik napas dalam. Lalu melanjutkan ceritanya. 

"Singkat cerita, suami saya menggadai tanah rumah yang kami tinggali sebagai modal usahanya lagi. Dari uang tersebut, suami saya menyewa tempat di dekat alun-alun Kota Kediri dan membuka kembali warung bakso."

"Alhamdulillah ... warungnya laris manis dan selalu banyak pembeli. Tapi ... ada satu hal yang membuat saya heran dan mengundang curiga ...." 

Sumi menatap sepasang suami istri yang ada di hadapannya, mendengarkan kisahnya. 

"Apa?" tanya Ken tidak sabar. Sungguh, dia penasaran. 

"Saya tidak boleh ikut campur dalam usahanya kali ini. Saya juga tidak boleh datang ke warung bakso yang suami saya jalankan. Dan yang lebih membuat saya curiga, di kios warung tersebut ada salah satu ruangan yang tidak boleh dimasuki oleh siapapun kecuali suami saya sendiri," tutur Sumi serius.

Bai dan Ken pun saling pandang. Mereka mulai bisa menebak apa yang dimaksud oleh Sumi. 

"Alasannya apa, Bu?" tanya Bai yang kembali menatap wanita berusia tiga puluh lima tahun yang ada di hadapannya. 

"Katanya sih ... ruangan itu hanya berisi barang-barang bekas dan dijadikan gudang saja. Bahkan, pintunya rusak. Jadi, tidak bisa dibuka," jelas Sumi yang mengutip alasan sang Suami.

Bai menganggukkan kepalanya sambil mengusap dagu terbelahnya yang ditumbuhi cambang tipis. 

"Sejak saat itu pula, saya hamil anak kedua. Dan ... bayi yang saya kandung selama delapan bulan itu tiba-tiba menghilang tanpa sebab yang jelas, Ustadz. Dan saat saya hamil lagi, selalu keguguran. Terhitung ... sudah lima kali saya keguguran. Bersamaan dengan itu, saya juga sering kerasukan," papar Sumi. 

"Sebelumnya, Bu Sumi sudah melakukan pengobatan apa saja?" Bai menatap wajah Sumi. 

Sumi menarik napas panjang dan dalam. "Sering ke orang pintar atas rekomendasi suami, Ustadz. Pernah sesekali ke Kiyai, tapi suami saya melarang karena kurang berpengaruh pada diri saya."

"Astaghfirullahal'adzim ...."

"Subhanallah ...." 

Bai dan Ken hanya bisa mengusap mereka dada masing-masing.

"Ustadz ... jadi bagaimana? Bisa bantu saya?" tanya Sumi yang menatap Bai penuh harap. 

Bai melirik sekilas ke arah sang Istri yang menatapnya sambil menganggukkan kepalanya. Sebagai tanda persetujuan permintaan Sumi. 

"InsyaAllah ... kita akan bantu," tukas Bai dengan senyum tipis. 

"Terima kasih, Ustadz. Terima kasih banyak," balas Sumi dengan senyum merekah. 

"Terima kasih, Ustadz. Sudah mau membantu keluarga saya," ucap Anindita sambil menganggukkan kepalanya. 

"Sudah menjadi tugas kita sebagai hamba Allah untuk menolong sesama selagi kita mampu. InsyaAllah ... semoga dimudahkan segala urusannya," balas Bai menatap Sumi dan Anindita dengan senyum merekah. 

***

Sesuai dengan waktu dan tempat yang sudah dijanjikan. Usai mengajar, Bai yang selalu ditemani sang Istri itu pun bertandang ke rumah Sumi yang masih berada di daerah Kediri. Tak jauh juga dari alun-alun Kediri.

Setelah menempuh perjalanan hampir setengah jam, motor matic yang mereka naiki pun sampai di depan sebuah rumah berlantai dua dengan halaman yang cukup luas. 

"Ini rumahnya, Mas? MaasyaAllah besar banget tahu," ujar Ken sembari menatap rumah tersebut dengan penuh kekaguman.

Bai pun ikut menatap rumah tersebut. "Kalau menurut petunjuk yang diberikan sama Bu Sumi sih iya, Sayang," sahut Bai sembari menyamakan alamat yang ditulis oleh Sumi dengan alamat yang tertera di depan gerbang rumahnya. 

"Aku coba pencet belnya deh, ya!" 

Ken mendekat ke arah bel pintu yang terpasang di sisi kiri pintu gerbang. Namun, baru saja dia akan menekan bel tersebut, seorang wanita berhijab Lilac dengan warna gamis senada keluar dari dalam rumahnya dengan senyum merekah menyambut kedatangan Bai dan Ken.

"Assalamu'alaikum, Bu Sumi," sapa Ken dengan senyum ramah di balik cadar yang menutupi sebagian wajahnya.

"Wa'alaikumsalam ... alhamdulilah sampai di sini, Ustadz Bai sama Mbak Ken," balas Sumi sambil menjabat tangan Ken dan mengatupkan kedua telapak tangannya di depan dada pada Bai yang juga melakukan hal serupa. 

"Iya, Bu. Walaupun tadi sempat nyasar," kekeh Ken yang menoleh pada suaminya yang menahan senyum. 

"Subhanallah ... Tapi, alhamdulilah udah sampai di sini. Mari masuk, yuk!" ajak Sumi pada Bai dan Ken. 

"Mari ...." 

Bai dan Ken pun mengekor langkah Sumi yang masuk ke dalam rumah bergaya minimalis tersebut. Lalu, mempersilakan kedua tamu istimewanya duduk di kursi yang sudah disediakan di ruang tamu yang didominasi warna hijau daun. Terlihat menyegarkan pandangan mata.

"Silakan duduk, Ustadz, Mbak Ken .... Saya permisi ke belakang dulu sebentar," ujarnya pada kedua tamunya yang mengangguk dan tersenyum tipis. 

Sumi pun pamit ke dapur untuk membuatkan minum kedua tamunya dan membawakan minuman segar untuknya. Karena cuaca di luar sedang terik-teriknya. Selepas Dzuhur.

"Silakan diminum, Ustadz, Mbak Ken," ujar Sumi mempersilakan Bai dan Ken menikmati minuman dingin dan camilan yang dibawanya dari dapur. 

"Duh, Bu Sumi ... terima kasih. Jadi merepotkan," sahut Ken basa-basi. 

"Terima kasih, Bu," sahut Bai. 

"Tidak kok. Seadanya saja," balas Sumi tersenyum tipis. 

"Suami Bu Sumi di mana?" tanya Bai. 

"Oh, suami saya sedang di warung bakso, Ustadz. Tengah malam, dia baru pulang. Dan paginya sekitar jam enam, dia sudah pergi lagi. Jadi ... memang jarang di rumah," tutur Sumi serius. 

"Jadi, saya cuma bisa merukiyah Bu Sumi saja kalau begitu. Meski sebenarnya, jika keduanya dirukiyah, itu akan lebih baik," jelas Bai serius. 

Namun, bersamaan dengan itu. Muncul seorang laki-laki bertubuh tinggi besar dengan rambut panjangnya sebahu yang diikat. 

"Mas Agus? Kok sudah pulang?" tanya Sumi yang nampak terkejut dengan kedatangan Agus-sang Suami- yang tiba-tiba pulang tidak seperti biasanya. 

Laki-laki itu tidak menjawab apapun. Dia hanya melirik ke arah Bai dan Ken yang menatap ke arahnya penuh tanda tanya.

Bab terkait

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Tuduhan Agus

    "Siapa ini, Bu?" tanya Agus dengan tatapan penuh selidik. Sumi bangkit dari duduknya, lalu menuntun sang Suami agar ikut duduk di sebelahnya. Tentunya dengan senyum yang seolah dipaksa. Karena terlihat jelas di wajah wanita itu jika dia tengah ketakutan. "Ini Ustadz Bai sama Mbak Ken istrinya. Mau silaturahmi ke sini. Mereka itu yang mengajar Anindita di pondok," jelas Sumi memperkenalkan Bai dan Ken pada Agus. "Betul, Pak," sahut Bai dengan senyuman dan anggukan kepala. Sedangkan Ken hanya membalasnya dengan anggukan kepala. "Terus, ada urusan apa ke sini? Apa anak saya di pondok membuat kerusuhan?" tanya Agus lagi sambil menatap Bai dan Ken serius. "Oh, tidak, Pak. Justru, Anindita salah satu santri yang berprestasi di kelasnya," jawab Bai. "Seperti apa yang dikatakan oleh Bu Sumi, saya ke sini hanya ingin menjalin silaturahmi saja. Tidak lebih," sambungnya. Sumi menyentuh telapak tangan sang Suami dan menggenggamnya lembut. Sebagai kode untuk tidak terlalu curiga pada tamuny

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-10
  • Perjalanan Sang Perukiyah   Bukan Masalah Sepele

    "Mbak Ken ...," sapa Sumi sambil menganggukkan kepalanya. Ada sedikit rasa malu di hatinya mengingat kejadian beberapa hari lalu yang dilakukan suaminya pada Bai dan Ken saat di rumahnya. Namun, dia sangat membutuhkan bantuan dari Bai, jadilah dia datang ke rumah Bai dan Ken untuk silaturahmi sekaligus meminta maaf."Masuk dulu, Bu Sumi ...," ucap Ken mempersilakan tamunya masuk ke dalam rumah dengan senyum ramah. "Duduk, Bu.""Terima kasih, Mbak." Sumi mengangguk dan duduk di lantai dengan alas karpet yang tidak terlalu tebal, namun cukup empuk untuk diduduki.Meski Bai sendiri berasal dari keluarga yang berkecukupan, bahkan lebih dari cukup. Bai dan Ken tetap memilih hidup sederhana. Memilih fasilitas yang diberikan oleh pondok sebagai tempat tinggal pengajar yang sudah berkeluarga. Mereka tetap menerapkan tawadhu dan qonaah dalam prinsip hidupnya."Apa kabar, Bu Sumi?" "Alhamdulillah baik, Mbak Ken," jawab Sumi tersenyum tipis. "Emm ... maaf kalau kedatangan saya mengganggu, Mba

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-10
  • Perjalanan Sang Perukiyah   Kerasukan Lagi

    Bai baru saja pulang dari masjid pesantren setelah salat Isya berjamaah. Dia pun berniat untuk langsung istirahat karena merasa sangat lelah menjalani aktivitas mengajar di pondok dengan jadwal yang padat. Bukan hanya mengajar pelajaran, namun dia juga mengajar ilmu bela diri dan terapi rukiyah. Itulah yang membuat tenaganya lebih cepat terkuras habis. "Mau dipijit?" tawar Ken saat melihat kelelahan di wajah sang Suami. "Boleh. Sebentar saja lah. Pengin langsung tidur," jawabnya dengan tetap menatap sang istri dengan senyum menawan. "Oke." Ken pun dengan senang hati memijit bahu sang Suami dengan pelan. Asal membuat tubuh Bai rileks saja. "Sambil setor hafalan coba, Sayang. Sudah sampai mana hafalannya?" pinta Bai sembari memejamkan kedua matanya."Sampai surah Yusuf kemarin, Mas. Lanjutin, ya ...."Ken pun mulai melantunkan suaranya membaca Al-Qur'an. Hampir enam bulan dia mulai menghafal Al-Qur'an dengan fasih. Memahami setiap ayatnya dan berusaha menerapkannya dengan baik da

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-10
  • Perjalanan Sang Perukiyah   Muntah Darah

    Meski terasa sakit, namun Bai pun tetap berusaha tenang agar tetap bisa mengendalikan dirinya. Ekor matanya melirik sang Istri yang juga terlihat mengerang kesakitan akibat dicekik oleh Sumi. Ken berusaha melepas tangan Sumi dari lehernya. Tapi, tidak bisa. Tenaga Sumi benar-benar luar biasa. Bai membacakan surah Al-Baqarah aya 255 dengan bibir bergetar karena menahan sakit. Tangannya yang terbebas berusaha melepas tangan Sumi dari lehernya sembari meminta perlindungan kepada Allah dari gangguan setan yang tengah menguasai tubuh Sumi. Detik berikutnya, Sumi langsung melepas kedua tangannya dari lehernya juga leher Ken. "Panas!" pekiknya sambil mengibaskan kedua telapak tangannya yang terasa panas bagai tersulut bara api.Ken pun langsung terbatuk dan hampir saja terjungkal ke belakang. Untung saja, Bai dengan sigap menangkap tubuh istrinya. "Kamu nggak apa-apa?" tanyanya cemas.Ken pun menggelengkan kepalanya pelan. "Aku nggak apa-apa, Mas. Kamu harus hati-hati, dia bukan lawan y

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20
  • Perjalanan Sang Perukiyah   Kemarahan Agus

    Tubuh Sumi kembali melemah setelah memuntahkan darah segar. Dahinya dipenuhi keringat sebesar biji jagung. "Nggak apa-apa, Mas Husain. Ini bagian reaksi dari rukiyah. Biar enteng badannya," sahut Bai santai. Ken pun sibuk memijit tengkuk Sumi sambil membacakan Surah Al-fatihah dengan suara pelan. "Memang semua Rekasi Rukiyah begitu, Ustadz?" tanya Husain penasaran. "Tidak semua. Reaksi setiap orang berbeda-beda. Bahkan, ada yang setelah dirukiyah biasa saja.""Kok bisa? Apa memang tidak ada jinnya?" tanya Husain sambil mengerutkan keningnya."Biasa saja dalam artian ... bisa berpengaruhnya pada jiwa. Misal, seseorang setelah dirukiyah timbul rasa bahagia, merasa hatinya tenang begitu," jelas Bai menatap Husain yang menganggukkan kepala. "Karena nggak semua itu terjadi karena jin. Bisa jadi karena memang ada penyakit dalam hatinya. Bisa jadi karena luka masa lalu dan berefek seperti orang kerasukan jin," paparnya lagi. "Mbak gimana sekarang?" tanya Husain yang menatap kakaknya se

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20
  • Perjalanan Sang Perukiyah   Penyamaran

    "Kenapa kamu menemui dua orang itu lagi? Sudah kubilang, kalau mereka itu hanya akan menguras harta kita saja, Sumi!" bentak Agus dengan kesal sembari memukul setir mobil sebagai pelampiasan kekesalannya. Sumi menundukkan kepalanya sambil terisak. "Aku ... tadi kerasukan lagi, Mas. Dan ... Husain memanggil mereka," jawab Sumi pelan. Agus mengepalkan telapak tangan kirinya. "Besok aku bawa kamu ke orang pintar lagi. Sudah kubilang, kalau dirukiyah itu hanya akan menambah penyakitmu itu semakin parah."Sumi mengangkat wajahnya dan menatap sang Suami. "Aku nggak mau, Mas. Aku lebih baik seperti ini daripada harus datang kembali pada orang pintar. Itu dosa besar, Mas. Ibadah salat kita tidak akan diterima selama empat puluh malam!" "Terus, kamu lebih percaya pada kedua orang itu?" Agus membuang napas kasar. Lalu menoleh sekilas ke arah sang Istri sebelum kembali fokus pada jalanan. "Mereka juga sama. Cuma bajunya aja sok alim buat menutupi kebohongan mereka. Mau saja dibodohi dukun be

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20
  • Perjalanan Sang Perukiyah   Rencana Ken

    "Mas nggak lihat emang?" Ken bertanya balik pada suaminya. Bai menggeleng sambil memperhatikan gerobak bakso, mencari sesuatu yang mungkin terlihat aneh. "Aku nggak lihat sesuatu yang mencurigakan deh, Sayang." "Btw, kita begini jadi kayak detektif tahu nggak sih?" kekeh Ken yang membuat Bai ikut tersenyum. Lalu kembali memasang wajah serius. "Kamu lihat baik-baik deh. Beneran nggak lihat?" "Nggak. Memang kamu lihat apa?"Bukannya menjawab pertanyaan sang Suami. Ken yang masih tahu cara membuka mata batin itu malah membuka mata batin sang Suami. "Mas, kamu perhatikan baik-baik, ya. Di gerobak bakso, dan beberapa meja yang ada orang makan baksonya," ucap Ken sambil menunjuk tempat yang dimaksud itu dengan lirikan matanya. Bai yang menunduk pun menganggukkan kepalanya. Mengikuti perintah sang Istri.Bai mengangkat kepalanya dan melihat ke arah yang dimaksud sang Istri. "Astaghfirullahal'adzim," pekik Bai saat itu juga saat dia kini melihat apa yang juga dilihat oleh Ken. Sesosok po

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20
  • Perjalanan Sang Perukiyah   Kesaksian Pegawai Agus

    Tanpa banyak tanya lagi, Bai pun menuruti permintaan istrinya untuk mengikuti perempuan yang dia tahu adalah salah satu karyawan di warung bakso Agus. Karena seragam yang dia pakai.Tapi, apa yang membuat Ken ingin mereka mengikutinya? Itu yang ada di pikiran Bai saat ini. "Mas, lebih kencang lagi!" pinta Ken sambil menepuk bahu Bai. "Memangnya ada apa sih? Kamu ada perlu apa sama perempuan itu, Sayang?" tanya Bai penasaran. "Dia itu baru saja dipecat sama suaminya Bu Sumi." Jawaban yang keluar dari mulut sang Istri membuat kening Bai menciptakan kerutan tipis."Terus apa hubungannya sama kamu?" Bai masih belum mengerti maksud dari istrinya. Entah rencana apa yang sedang dia susun. "Jadi, tadi waktu aku ke toilet ...."Ken pun menceritakan apa yang didengarnya tadi saat di toilet. Saat Agus memarahi perempuan yang sedang dikejarnya itu karena tidak sengaja memasuki ruangan terlarang yang ada di warung bakso tersebut. "Jadi, aku tuh mau cari informasi tentang warung bakso milik

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20

Bab terbaru

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Tertangkap

    “Kamu ini kenapa, Mila? Kemarin saja kamu tolak dia sampai segitunya. Kenapa sekarang malah jadi seperti ini?” tanya sang Ibu menatap anak perempuannya dengan heran.“Iya. Kenapa kamu?” sang Ayah menimpali. Heran melihat tingkah anak perempuan mereka yang seperti tergila-gila pada lelaki yang cintanya pernah ditolak putrinya mentah-mentah.Mila sendiri ayahnya seorang tentara, sehingga dia pun menginginkan jodoh yang setara dengan putrinya. Paling tidak tentara juga. Namun yang melamarnya malah hanya seorang lelaki yang membantu kakak perempuannya berjualan warteg. Jelas saja ditolak.“Pokoknya aku mau ketemu sama Mas Bimo. Aku cinta sama dia, Ma, Pa. Aku kangen banget sama dia …,” rengeknya sambil menatap wajah kedua orangtuanya yang semakin mengerutkan keningnya.“Jangan-jangan anak kita kena pelet lagi, Pa?” tebak sang Ibu dengan suara sedikit berbisik.“Ih, memang masih jaman begituan, Ma?” sang Ayah menoleh dan menatap istrinya dengan kedua alis yang hampir bersatu.“Ya masih, Pa

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Sebab Akibat

    Ajeng tidak menyangka jika sepupu lelakinya itu tega melakukan ini semua. Bahkan tega menjebloskan suaminya ke penjara hanya karena dia sakit hati pada perempuan.“Ini nggak bisa dibiarkan!” geramnya sambil mengepalkan kedua telapak tangannya.Lalu menatap Ken dan Bai bergantian dengan tatapan nanar.“Bu, ini masih belum lengkap. Masih ada satu kejahatan lagi yang sedang dia rencanakan,” katanya membuat sang Ibu mertua menatap Ken seolah menunggu kelanjutan dari ucapannya.“Apa?”“Dia sedang berencana membuat perempuan yang menolak cinta dan menghinanya itu gila atau meninggal dengan cara melakukan ritual ajian jaran goyang. Ini bahaya banget, Bu,” papar Ken serius.“Ya Rabbi! Ini benar-benar tidak bisa dibiarkan,” balasnya dengan dada bergemuruh. “Bai, cepat berikan bukti-bukti ini pada polisi agar Bimo segera ditangkap. Kalau masih dibiarkan berkeliaran, dia akan semakin mer

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Ketahuan

    Ken baru saja membuka ponselnya usai memastikan suaminya tertidur pulas. Karena seharian ini Bai nempel terus padanya, sehingga Ken tidak sempat membuk pesan khusus yang dikirim oleh Ikhsan yang isinya tentu saja bukti-bukti kejahatan Paklek Bimo.Tangannya meraih headset, kemudian dipasang di kedua telinganya. Setelahnya, diputarlah video demi video yang dikirim oleh Ikhsan. Diperdengarkan baik-baik apa yang dikatakan Paklek Bimo dalam video tersebut.“Ya Rabbi! Jahat sekali dia!” pekiknya tanpa sadar dan membuat suaminya menggeliat. Lalu membuka mata dan membuat Ken panik. Kemudian langsung mematikan layar ponselnya.“Kenapa, Sayang? Kok belum tidur?” Bai menatap istrinya dengan kening berkerut.“Eh, anu … anu … nggak. Aku … lagi lihat video ini di youtube,” jawabnya dengan gugup.“Kenapa masih lihat hp? Tidur, Sayang. Kamu harus banyak istirahat. Ingat apa kata dokter,” ujarnya mengingatkan sang Istri. “Udah … hp-nya buat besok lagi. Sekarang istirahat dulu, ya ….”Bai mengambil po

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Diinterogasi

    Beberapa wali santri menuntut kasus ini ke meja hijau. Mereka tidak rela jika anak-anaknya yang dikira menuntut ilmu agama untuk bekal kehidupannya malah terjerumus ke dalam pesantren yang mengajarkan aliran sesat.Tanpa mencari tahu terlebih dulu kebenarannya, mereka langsung melaporkan kasus ini ke kantor polisi. Dan meminta Ustadz Fathur beserta anaknya dihukum penjara.“Demi Allah, saya tidak mengajarkan ajaran sesat, Pak!” ujar Ustadz Fathur saat sudah di kantor polisi setempat. Sedang dimintai keterangan.“Tapi, kami mendapat banyak laporan jika pesantren yang ada di bawah kepemimpinan Anda ini menganut dan mengajarkan aliran sesat. Bahkan, praktik rukiyah yang dijalani selama ini sampai memakan korban. Atau jangan-jangan Anda ini dukun berkedok ustadz yang meminta bayaran mahal dari pasien-pasien Anda?”“Astaghfirullah ….” Ustadz Fathur mengembuskan napasnya dengan kasar. Dia tidak menyangka jika tuduhanny

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Berbuntut Panjang

    Perempuan yang ternyata dukun itu mengangguk. Usianya sebenarnya sudah hampir sembilan puluh tahun. Fisik aslinya sudah pasti seperti kebanyakan perempuan usia senja lainnya. Hanya saja, Mbah Trinil memakai susuk, sehingga wajahnya awet muda. Seperti usia tiga puluh tahunan.Hanya saja, jika susuknya belum diperbaharui, maka wajahnya akan berubah ke bentuk aslinya. Peot dan menyeramkan. Seperti perempuan tua yang sering Ken lihat sedang memakan janin. Pun perempuan yang sering meneror Ken di dalam mimpi.Ikhsan sendiri tercengang mendengar percakapan itu. Dia tak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Paklek Bimo. Tanpa sadar, dia melangkah mundur dan kakinya menginjak pecahan kaca yang ada di sekitar rumah Mbah Trinil itu.Seketika Ikhsan tersadar dan langsung lari mendekati sungai. Dia bersembunyi di balik pohon sambil mematikan videonya saat Mbah Trinil dan Paklek Bimo keluar rumah setelah mendengar suara tersebut.“Sepertinya ada seseorang &hell

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Kelicikan Paklek Bimo

    Ken yang baru saja hendak tidur pun dia urungkan niatnya setelah mendengar suara notifikasi khusus dari ponselnya. Dia memberikan notifikasi khusus untuk pesan dari Ikhsan, menandainya agar tidak sama dengan pesan lain.Sejenak kedua matanya melirik sang Suami yang sudah terlelap di sampingnya setelah berlayar bersama. Kemudian mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Barulah membuka pesan yang dikirim oleh Ikhsan yang kontaknya dia beri nama Ningsih.Ikhsan: Ning, Paklek Bimo pergi menuju hutan.Ikhsan juga menyertakan video berdurasi kurang dari satu menit. Meski gelap, tapi tetap kelihatan karena Paklek Bimo membawa senter. Sehingga bisa untuk penerangan Ikhsan juga.Ken: Ikuti terus, Ustadz. Ikuti ke mana pun dia pergi yang sekiranya mencurigakan. Tapi tetap hati-hati.Ken menarik napas dalam setelah mengirim balasan untuk Ikhsan. Kemudian kembali menatap layar ponsel setelah mendengar kembali suara notifikasi pesan dari Ikhsan.

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Mulai Bekerja

    Berbekal uang juga beberapa informasi yang didapatkan dari Ken, setelah sampai di Terminal Giwangan, Ikhsan pun turun. Dia pun memesan ojek dan menyuruhnya mengantar ke alamat yang telah diberikan oleh Ken.Karena tempatnya lumayan jauh dari kota dan butuh beberapa waktu untuk sampai di lokasi. Ikhsan pun meminta diturunkan di suatu tempat yang letaknya kira-kira kurang dari satu kilometer dari rumah Bulek Tini.Dia pun memutuskan jalan kaki menuju tempat yang akan dijadikan tempat pengintaian.“Nanti di dekat sana ada masjid kecil. Kayak mushola. Kamu bisa minta izin sama warga untuk tinggal selama mengaku menjadi musafir,” ujar Ken saat itu.Ikhsan pun mengingatnya dan mencari mushola yang dimaksud oleh Ken. Setelah berjalan hampir lima ratus meter, dia bertanya pada salah satu warga yang ada di sebuah ladang.“Maaf, Pak. Mau tanya ….”“Iya, Mas. Ada apa?” Warag tersebut terlihat memperhatikan penampilan Ikhsan dari ujung kepala hingga ujung kaki.“Saya musafir. Dan kebetulan dapat

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Orang Suruhan Ken

    “Tugas? Tugas apa, Ning?” tanyanya penasaran sekaligus takut.Takut jika yang dijalaninya merupakan tugas besar dan jika dia gagal, maka akan membuat suasana menjadi semakin rumit. Entah apa yang akan ditugaskan oleh Ken kepadanya ….Kedua mata Ken terlihat mengawasi sekitar. Setelah dirasa aman, dia pun mengungkapkan apa yang akan menjadi tugas santri tersebut.“Begini, Ustadz tahu kan apa yang terjadi di pesantren kita ini? Masalah serius yang sudah membuat reputasi pesantren tempat kita semua menuntut ilmu ini jatuh. Dengan Ustadz masih bertahan di sini, aku meyakini jika Ustadz yakin kalau apa yang diajarkan di pesantren ini bukanlah ajaran sesat. Betul?”Santri bernama Ikhasan itu mengangguk. Membenarkan apa yang diucapkan oleh istri dari gurunya itu. Kedua orangtuanya di kampung halaman pun yakin jika anaknya tidak salah dalam menuntut ilmu. Maka dari itu, mereka tidak ikut menarik putranya pulang ke rumah seperti orangtua yang lainnya. Ikut terpengaruh berita yang sedang viral

  • Perjalanan Sang Perukiyah   Rencana Ken

    “Aku nggak akan biarkan ini terjadi begitu saja, Mas. Lihat? Reputasi pesantren Ayah jadi hancur gara-gara video itu viral! Licik sekali sih Bujang Lapuk itu,” omel Ken dengan penuh kekesalan.Satu minggu selepas kematian Bulek Tini, beredar video tentang tuduhan Paklek Bimo terhadap Ustadz Fathur juga Bai yang mengatakan mereka adalah dukun berkedok ustadz. Bahkan pesantren yang dijalankannya pun dikatakan aliran sesat.Tentu saja itu membuat para istri ustadz itu geram. Namun, baik Bai maupun Ustadz Fathur memilih untuk tetap berusaha tenang. Meski dalam hati pun ada rasa cemas karena akan kehilangan kepercayaan masyarakat tentang pesantren yang sudah dibangunnya dari zaman ayahnya Ustadz Fathur.“Sayang, tenang dulu. Kita mungkin akan mediasi dengan Paklek Bimo terkait masalah ini. Kita akan coba luruskan. Kamu diam saja dan berdoa. Jangan bertindak apapun yang bisa membahayakan diri kamu sendiri dan calon anak kita. Ingat, kamu sedang hamil!”Bai mengingatkan istrinya untuk tidak

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status