Berbekal uang juga beberapa informasi yang didapatkan dari Ken, setelah sampai di Terminal Giwangan, Ikhsan pun turun. Dia pun memesan ojek dan menyuruhnya mengantar ke alamat yang telah diberikan oleh Ken.Karena tempatnya lumayan jauh dari kota dan butuh beberapa waktu untuk sampai di lokasi. Ikhsan pun meminta diturunkan di suatu tempat yang letaknya kira-kira kurang dari satu kilometer dari rumah Bulek Tini.Dia pun memutuskan jalan kaki menuju tempat yang akan dijadikan tempat pengintaian.“Nanti di dekat sana ada masjid kecil. Kayak mushola. Kamu bisa minta izin sama warga untuk tinggal selama mengaku menjadi musafir,” ujar Ken saat itu.Ikhsan pun mengingatnya dan mencari mushola yang dimaksud oleh Ken. Setelah berjalan hampir lima ratus meter, dia bertanya pada salah satu warga yang ada di sebuah ladang.“Maaf, Pak. Mau tanya ….”“Iya, Mas. Ada apa?” Warag tersebut terlihat memperhatikan penampilan Ikhsan dari ujung kepala hingga ujung kaki.“Saya musafir. Dan kebetulan dapat
Ken yang baru saja hendak tidur pun dia urungkan niatnya setelah mendengar suara notifikasi khusus dari ponselnya. Dia memberikan notifikasi khusus untuk pesan dari Ikhsan, menandainya agar tidak sama dengan pesan lain.Sejenak kedua matanya melirik sang Suami yang sudah terlelap di sampingnya setelah berlayar bersama. Kemudian mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Barulah membuka pesan yang dikirim oleh Ikhsan yang kontaknya dia beri nama Ningsih.Ikhsan: Ning, Paklek Bimo pergi menuju hutan.Ikhsan juga menyertakan video berdurasi kurang dari satu menit. Meski gelap, tapi tetap kelihatan karena Paklek Bimo membawa senter. Sehingga bisa untuk penerangan Ikhsan juga.Ken: Ikuti terus, Ustadz. Ikuti ke mana pun dia pergi yang sekiranya mencurigakan. Tapi tetap hati-hati.Ken menarik napas dalam setelah mengirim balasan untuk Ikhsan. Kemudian kembali menatap layar ponsel setelah mendengar kembali suara notifikasi pesan dari Ikhsan.
Perempuan yang ternyata dukun itu mengangguk. Usianya sebenarnya sudah hampir sembilan puluh tahun. Fisik aslinya sudah pasti seperti kebanyakan perempuan usia senja lainnya. Hanya saja, Mbah Trinil memakai susuk, sehingga wajahnya awet muda. Seperti usia tiga puluh tahunan.Hanya saja, jika susuknya belum diperbaharui, maka wajahnya akan berubah ke bentuk aslinya. Peot dan menyeramkan. Seperti perempuan tua yang sering Ken lihat sedang memakan janin. Pun perempuan yang sering meneror Ken di dalam mimpi.Ikhsan sendiri tercengang mendengar percakapan itu. Dia tak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Paklek Bimo. Tanpa sadar, dia melangkah mundur dan kakinya menginjak pecahan kaca yang ada di sekitar rumah Mbah Trinil itu.Seketika Ikhsan tersadar dan langsung lari mendekati sungai. Dia bersembunyi di balik pohon sambil mematikan videonya saat Mbah Trinil dan Paklek Bimo keluar rumah setelah mendengar suara tersebut.“Sepertinya ada seseorang &hell
Beberapa wali santri menuntut kasus ini ke meja hijau. Mereka tidak rela jika anak-anaknya yang dikira menuntut ilmu agama untuk bekal kehidupannya malah terjerumus ke dalam pesantren yang mengajarkan aliran sesat.Tanpa mencari tahu terlebih dulu kebenarannya, mereka langsung melaporkan kasus ini ke kantor polisi. Dan meminta Ustadz Fathur beserta anaknya dihukum penjara.“Demi Allah, saya tidak mengajarkan ajaran sesat, Pak!” ujar Ustadz Fathur saat sudah di kantor polisi setempat. Sedang dimintai keterangan.“Tapi, kami mendapat banyak laporan jika pesantren yang ada di bawah kepemimpinan Anda ini menganut dan mengajarkan aliran sesat. Bahkan, praktik rukiyah yang dijalani selama ini sampai memakan korban. Atau jangan-jangan Anda ini dukun berkedok ustadz yang meminta bayaran mahal dari pasien-pasien Anda?”“Astaghfirullah ….” Ustadz Fathur mengembuskan napasnya dengan kasar. Dia tidak menyangka jika tuduhanny
Ken baru saja membuka ponselnya usai memastikan suaminya tertidur pulas. Karena seharian ini Bai nempel terus padanya, sehingga Ken tidak sempat membuk pesan khusus yang dikirim oleh Ikhsan yang isinya tentu saja bukti-bukti kejahatan Paklek Bimo.Tangannya meraih headset, kemudian dipasang di kedua telinganya. Setelahnya, diputarlah video demi video yang dikirim oleh Ikhsan. Diperdengarkan baik-baik apa yang dikatakan Paklek Bimo dalam video tersebut.“Ya Rabbi! Jahat sekali dia!” pekiknya tanpa sadar dan membuat suaminya menggeliat. Lalu membuka mata dan membuat Ken panik. Kemudian langsung mematikan layar ponselnya.“Kenapa, Sayang? Kok belum tidur?” Bai menatap istrinya dengan kening berkerut.“Eh, anu … anu … nggak. Aku … lagi lihat video ini di youtube,” jawabnya dengan gugup.“Kenapa masih lihat hp? Tidur, Sayang. Kamu harus banyak istirahat. Ingat apa kata dokter,” ujarnya mengingatkan sang Istri. “Udah … hp-nya buat besok lagi. Sekarang istirahat dulu, ya ….”Bai mengambil po
Ajeng tidak menyangka jika sepupu lelakinya itu tega melakukan ini semua. Bahkan tega menjebloskan suaminya ke penjara hanya karena dia sakit hati pada perempuan.“Ini nggak bisa dibiarkan!” geramnya sambil mengepalkan kedua telapak tangannya.Lalu menatap Ken dan Bai bergantian dengan tatapan nanar.“Bu, ini masih belum lengkap. Masih ada satu kejahatan lagi yang sedang dia rencanakan,” katanya membuat sang Ibu mertua menatap Ken seolah menunggu kelanjutan dari ucapannya.“Apa?”“Dia sedang berencana membuat perempuan yang menolak cinta dan menghinanya itu gila atau meninggal dengan cara melakukan ritual ajian jaran goyang. Ini bahaya banget, Bu,” papar Ken serius.“Ya Rabbi! Ini benar-benar tidak bisa dibiarkan,” balasnya dengan dada bergemuruh. “Bai, cepat berikan bukti-bukti ini pada polisi agar Bimo segera ditangkap. Kalau masih dibiarkan berkeliaran, dia akan semakin mer
“Kamu ini kenapa, Mila? Kemarin saja kamu tolak dia sampai segitunya. Kenapa sekarang malah jadi seperti ini?” tanya sang Ibu menatap anak perempuannya dengan heran.“Iya. Kenapa kamu?” sang Ayah menimpali. Heran melihat tingkah anak perempuan mereka yang seperti tergila-gila pada lelaki yang cintanya pernah ditolak putrinya mentah-mentah.Mila sendiri ayahnya seorang tentara, sehingga dia pun menginginkan jodoh yang setara dengan putrinya. Paling tidak tentara juga. Namun yang melamarnya malah hanya seorang lelaki yang membantu kakak perempuannya berjualan warteg. Jelas saja ditolak.“Pokoknya aku mau ketemu sama Mas Bimo. Aku cinta sama dia, Ma, Pa. Aku kangen banget sama dia …,” rengeknya sambil menatap wajah kedua orangtuanya yang semakin mengerutkan keningnya.“Jangan-jangan anak kita kena pelet lagi, Pa?” tebak sang Ibu dengan suara sedikit berbisik.“Ih, memang masih jaman begituan, Ma?” sang Ayah menoleh dan menatap istrinya dengan kedua alis yang hampir bersatu.“Ya masih, Pa
Di sebuah Pondok Pesantren Al-Anwar, Kediri, semua santriwati dari asrama Az-Zahra sedang berkumpul di aula karena datangan keluarga yang ingin mengunjunginya. Setiap enam bulan sekali, Pondok Pesantren Al-Anwar selalu mengadakan penjengukan santri yang digilir setiap asrama.Suasana haru menyelimuti aula terbuka yang bisa dibilang seperti taman dengan pendopo seluas 20x10 meter yang ada di tengah-tengah taman tersebut. Di mana para orang tua terlihat bahagia karena bisa melepas rindu dengan anaknya yang tengah menimba ilmu di Pondok Pesantren Al-Anwar, Kediri. Namun, keharuan tersebut tiba-tiba berubah menjadi mencekam saat terdengar suara teriakan seorang wanita yang suaranya begitu memekakkan telinga. Membuat siapapun yang mendengarnya seketika itu merinding. Membuat semua orang yang belum tahu pun kebingungan dan bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. "Ada apa sih?" "Nggak tahu. Tapi, orang-orang pada lari. Kayak ketakutan."Sebagian orang yang ada di dekat wanita terse
“Kamu ini kenapa, Mila? Kemarin saja kamu tolak dia sampai segitunya. Kenapa sekarang malah jadi seperti ini?” tanya sang Ibu menatap anak perempuannya dengan heran.“Iya. Kenapa kamu?” sang Ayah menimpali. Heran melihat tingkah anak perempuan mereka yang seperti tergila-gila pada lelaki yang cintanya pernah ditolak putrinya mentah-mentah.Mila sendiri ayahnya seorang tentara, sehingga dia pun menginginkan jodoh yang setara dengan putrinya. Paling tidak tentara juga. Namun yang melamarnya malah hanya seorang lelaki yang membantu kakak perempuannya berjualan warteg. Jelas saja ditolak.“Pokoknya aku mau ketemu sama Mas Bimo. Aku cinta sama dia, Ma, Pa. Aku kangen banget sama dia …,” rengeknya sambil menatap wajah kedua orangtuanya yang semakin mengerutkan keningnya.“Jangan-jangan anak kita kena pelet lagi, Pa?” tebak sang Ibu dengan suara sedikit berbisik.“Ih, memang masih jaman begituan, Ma?” sang Ayah menoleh dan menatap istrinya dengan kedua alis yang hampir bersatu.“Ya masih, Pa
Ajeng tidak menyangka jika sepupu lelakinya itu tega melakukan ini semua. Bahkan tega menjebloskan suaminya ke penjara hanya karena dia sakit hati pada perempuan.“Ini nggak bisa dibiarkan!” geramnya sambil mengepalkan kedua telapak tangannya.Lalu menatap Ken dan Bai bergantian dengan tatapan nanar.“Bu, ini masih belum lengkap. Masih ada satu kejahatan lagi yang sedang dia rencanakan,” katanya membuat sang Ibu mertua menatap Ken seolah menunggu kelanjutan dari ucapannya.“Apa?”“Dia sedang berencana membuat perempuan yang menolak cinta dan menghinanya itu gila atau meninggal dengan cara melakukan ritual ajian jaran goyang. Ini bahaya banget, Bu,” papar Ken serius.“Ya Rabbi! Ini benar-benar tidak bisa dibiarkan,” balasnya dengan dada bergemuruh. “Bai, cepat berikan bukti-bukti ini pada polisi agar Bimo segera ditangkap. Kalau masih dibiarkan berkeliaran, dia akan semakin mer
Ken baru saja membuka ponselnya usai memastikan suaminya tertidur pulas. Karena seharian ini Bai nempel terus padanya, sehingga Ken tidak sempat membuk pesan khusus yang dikirim oleh Ikhsan yang isinya tentu saja bukti-bukti kejahatan Paklek Bimo.Tangannya meraih headset, kemudian dipasang di kedua telinganya. Setelahnya, diputarlah video demi video yang dikirim oleh Ikhsan. Diperdengarkan baik-baik apa yang dikatakan Paklek Bimo dalam video tersebut.“Ya Rabbi! Jahat sekali dia!” pekiknya tanpa sadar dan membuat suaminya menggeliat. Lalu membuka mata dan membuat Ken panik. Kemudian langsung mematikan layar ponselnya.“Kenapa, Sayang? Kok belum tidur?” Bai menatap istrinya dengan kening berkerut.“Eh, anu … anu … nggak. Aku … lagi lihat video ini di youtube,” jawabnya dengan gugup.“Kenapa masih lihat hp? Tidur, Sayang. Kamu harus banyak istirahat. Ingat apa kata dokter,” ujarnya mengingatkan sang Istri. “Udah … hp-nya buat besok lagi. Sekarang istirahat dulu, ya ….”Bai mengambil po
Beberapa wali santri menuntut kasus ini ke meja hijau. Mereka tidak rela jika anak-anaknya yang dikira menuntut ilmu agama untuk bekal kehidupannya malah terjerumus ke dalam pesantren yang mengajarkan aliran sesat.Tanpa mencari tahu terlebih dulu kebenarannya, mereka langsung melaporkan kasus ini ke kantor polisi. Dan meminta Ustadz Fathur beserta anaknya dihukum penjara.“Demi Allah, saya tidak mengajarkan ajaran sesat, Pak!” ujar Ustadz Fathur saat sudah di kantor polisi setempat. Sedang dimintai keterangan.“Tapi, kami mendapat banyak laporan jika pesantren yang ada di bawah kepemimpinan Anda ini menganut dan mengajarkan aliran sesat. Bahkan, praktik rukiyah yang dijalani selama ini sampai memakan korban. Atau jangan-jangan Anda ini dukun berkedok ustadz yang meminta bayaran mahal dari pasien-pasien Anda?”“Astaghfirullah ….” Ustadz Fathur mengembuskan napasnya dengan kasar. Dia tidak menyangka jika tuduhanny
Perempuan yang ternyata dukun itu mengangguk. Usianya sebenarnya sudah hampir sembilan puluh tahun. Fisik aslinya sudah pasti seperti kebanyakan perempuan usia senja lainnya. Hanya saja, Mbah Trinil memakai susuk, sehingga wajahnya awet muda. Seperti usia tiga puluh tahunan.Hanya saja, jika susuknya belum diperbaharui, maka wajahnya akan berubah ke bentuk aslinya. Peot dan menyeramkan. Seperti perempuan tua yang sering Ken lihat sedang memakan janin. Pun perempuan yang sering meneror Ken di dalam mimpi.Ikhsan sendiri tercengang mendengar percakapan itu. Dia tak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Paklek Bimo. Tanpa sadar, dia melangkah mundur dan kakinya menginjak pecahan kaca yang ada di sekitar rumah Mbah Trinil itu.Seketika Ikhsan tersadar dan langsung lari mendekati sungai. Dia bersembunyi di balik pohon sambil mematikan videonya saat Mbah Trinil dan Paklek Bimo keluar rumah setelah mendengar suara tersebut.“Sepertinya ada seseorang &hell
Ken yang baru saja hendak tidur pun dia urungkan niatnya setelah mendengar suara notifikasi khusus dari ponselnya. Dia memberikan notifikasi khusus untuk pesan dari Ikhsan, menandainya agar tidak sama dengan pesan lain.Sejenak kedua matanya melirik sang Suami yang sudah terlelap di sampingnya setelah berlayar bersama. Kemudian mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Barulah membuka pesan yang dikirim oleh Ikhsan yang kontaknya dia beri nama Ningsih.Ikhsan: Ning, Paklek Bimo pergi menuju hutan.Ikhsan juga menyertakan video berdurasi kurang dari satu menit. Meski gelap, tapi tetap kelihatan karena Paklek Bimo membawa senter. Sehingga bisa untuk penerangan Ikhsan juga.Ken: Ikuti terus, Ustadz. Ikuti ke mana pun dia pergi yang sekiranya mencurigakan. Tapi tetap hati-hati.Ken menarik napas dalam setelah mengirim balasan untuk Ikhsan. Kemudian kembali menatap layar ponsel setelah mendengar kembali suara notifikasi pesan dari Ikhsan.
Berbekal uang juga beberapa informasi yang didapatkan dari Ken, setelah sampai di Terminal Giwangan, Ikhsan pun turun. Dia pun memesan ojek dan menyuruhnya mengantar ke alamat yang telah diberikan oleh Ken.Karena tempatnya lumayan jauh dari kota dan butuh beberapa waktu untuk sampai di lokasi. Ikhsan pun meminta diturunkan di suatu tempat yang letaknya kira-kira kurang dari satu kilometer dari rumah Bulek Tini.Dia pun memutuskan jalan kaki menuju tempat yang akan dijadikan tempat pengintaian.“Nanti di dekat sana ada masjid kecil. Kayak mushola. Kamu bisa minta izin sama warga untuk tinggal selama mengaku menjadi musafir,” ujar Ken saat itu.Ikhsan pun mengingatnya dan mencari mushola yang dimaksud oleh Ken. Setelah berjalan hampir lima ratus meter, dia bertanya pada salah satu warga yang ada di sebuah ladang.“Maaf, Pak. Mau tanya ….”“Iya, Mas. Ada apa?” Warag tersebut terlihat memperhatikan penampilan Ikhsan dari ujung kepala hingga ujung kaki.“Saya musafir. Dan kebetulan dapat
“Tugas? Tugas apa, Ning?” tanyanya penasaran sekaligus takut.Takut jika yang dijalaninya merupakan tugas besar dan jika dia gagal, maka akan membuat suasana menjadi semakin rumit. Entah apa yang akan ditugaskan oleh Ken kepadanya ….Kedua mata Ken terlihat mengawasi sekitar. Setelah dirasa aman, dia pun mengungkapkan apa yang akan menjadi tugas santri tersebut.“Begini, Ustadz tahu kan apa yang terjadi di pesantren kita ini? Masalah serius yang sudah membuat reputasi pesantren tempat kita semua menuntut ilmu ini jatuh. Dengan Ustadz masih bertahan di sini, aku meyakini jika Ustadz yakin kalau apa yang diajarkan di pesantren ini bukanlah ajaran sesat. Betul?”Santri bernama Ikhasan itu mengangguk. Membenarkan apa yang diucapkan oleh istri dari gurunya itu. Kedua orangtuanya di kampung halaman pun yakin jika anaknya tidak salah dalam menuntut ilmu. Maka dari itu, mereka tidak ikut menarik putranya pulang ke rumah seperti orangtua yang lainnya. Ikut terpengaruh berita yang sedang viral
“Aku nggak akan biarkan ini terjadi begitu saja, Mas. Lihat? Reputasi pesantren Ayah jadi hancur gara-gara video itu viral! Licik sekali sih Bujang Lapuk itu,” omel Ken dengan penuh kekesalan.Satu minggu selepas kematian Bulek Tini, beredar video tentang tuduhan Paklek Bimo terhadap Ustadz Fathur juga Bai yang mengatakan mereka adalah dukun berkedok ustadz. Bahkan pesantren yang dijalankannya pun dikatakan aliran sesat.Tentu saja itu membuat para istri ustadz itu geram. Namun, baik Bai maupun Ustadz Fathur memilih untuk tetap berusaha tenang. Meski dalam hati pun ada rasa cemas karena akan kehilangan kepercayaan masyarakat tentang pesantren yang sudah dibangunnya dari zaman ayahnya Ustadz Fathur.“Sayang, tenang dulu. Kita mungkin akan mediasi dengan Paklek Bimo terkait masalah ini. Kita akan coba luruskan. Kamu diam saja dan berdoa. Jangan bertindak apapun yang bisa membahayakan diri kamu sendiri dan calon anak kita. Ingat, kamu sedang hamil!”Bai mengingatkan istrinya untuk tidak