JERAT PESUGIHAN

JERAT PESUGIHAN

By:  itszahrachangacha   Updated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
Not enough ratings
12Chapters
28views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Teguh terpaksa memilih jalan pesugihan untuk mengubah hidup keluarganya. Namun ternyata apa yang direncanakan tak sesuai dengan kenyataan, karena dukun yang ia percayai malah salah menyerahkan tumbal.

View More
JERAT PESUGIHAN Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
12 Chapters

Bab 1 Memilih Jalan Gelap

Sebagai orang tua, kita memang diberikan pilihan untuk melahirkan anak yang kita kandung, atau menggugurkannya. Namun bagi orang yang sudah lama tidak memiliki keturunan sepertiku, tentu saja memiliki anak adalah sebuah anugerah yang luar biasa. Setelah 10 tahun pernikahan kami, hal yang paling membahagiakan adalah saat Sairah istriku, dinyatakan hamil oleh dokter. Ternyata program kehamilan yang selama hampir dua tahun kami jalani membuahkan hasil juga. Alhamdulillah selama kehamilan istriku juga tidak mengalami ngidam yang aneh-aneh. Semuanya berjalan lancar hingga hari kelahiran buah hati kami. Seperti sebuah mimpi ternyata istriku melahirkan anak kembar laki-laki yang kemudian aku beri nama Bagas dan Bagus. Aku merasa kehidupan ku nyaris sempurna dengan kehadiran dua malaikat kecil kami. Hari-hari kami yang biasanya sepi pun menjadi ramai. Karena memiliki anak kembar aku meminta Ira untuk resign dari tempat kerja untuk mengurus buah hati kami. Toh aku merasa kondisi ekonom
Read more

Bab. 2 Mengikuti Kata Hati

"Habiskan dan jangan ada sisa, karena kalau masih ada sisa berarti kamu gagal!" ucap Kukuh menyodorkan gelas berisikan darah padaku  *Deg!  Ku ulurkan tanganku untuk menerima gelas darinya.  Meskipun aku merasa jijik namun tak ada pilihan lain selain menghabiskannya.  Hanya ini satu-satunya jalan untuk ku bisa keluar dari semua kesulitan hidup yang aku alami semua ini.  Bau anyir darah menyeruak memenuhi indra penciuman ku. Berkali-kali aku bersendawa karena tak kuat dengan bau yang membuat perut ku begitu mual dan rasanya ingin muntah.  "Cepat habiskan Guh, atau kamu mau di gebukin warga!"  Suara Kukuh membuat ku segera menghabiskan darah tersebut.  *Gleekk!!  Rasa lengket yang menempel di lidah dan bau amis mulai keluar dari nafasku membuatku nyaris mengeluarkannya kembali.  "Jangan di muntahkan Im!" seru Kukuh berusaha memperingatkan aku  Aku segera menutup mulutku rapat-rapat agar tidak muntah.  Ia kemudian menggali makam tersebut dan memintaku untuk mengambil tali poc
Read more

Bab 3. Uang Satu Koper

  "Ketika boneka ini masuk kedalam air yang mendidih ini maka kau akan kehilangan salah satu anakmu, apa kamu siap?" tanya Mbah Kamari lagi sebelum memasukkan boneka tersebut kedalam panci.  "Siap Mbah!" jawabku tanpa ragu  Mbah Kamari langsung merapal mantra saat mendengar persetujuan ku. Tidak lama ia pun mencelupkan boneka itu kedalam panci berisi air mendidih.  *Byuurrr!!  "Aarrggh!"  Tiba-tiba terdengar suara jeritan keras seorang anak kecil.  "Sakit bapak...bapak jangan ....tolong bapak...adek sakit!"  Seketika netraku membelalak saat mendengar suara jeritan anak kecil yang begitu familiar ditelinga ku.  "Bagas??"  Seketika aku teringat dengan anak bungsuku Bagas.  "Apa Bagas yang jadi tumbal?, tapi tidak mungkin karena aku ingin Bagus yang jadi tumbal, tapi bukankah aku belum mengatakannya kepada Mbah Kamari??"  Aku pun segera menepis pikiran negatif itu.  "Bapak tolong, adek sakit!"  Kembali ku dengar suara teriakan anak kecil mirip suara Bagas.  Semakin lama sua
Read more

Bab 4. Bangkai

"Tumben kamu masak banyak banget Ra, emang dapat duit dari mana?" tanyaku penasaran  "Oh itu, Alhamdulillah Mas, semalem ada orang baik yang memberi ku uang banyak banget. Tak tanggung-tanggung ia memberikan uang satu koper kepada ku!" ucap Ira tampak sumringah  "Uang satu koper??"  *Deg!  "Satu koper?, yang benar saja, mana ada orang yang mau memberikan uang sebanyak itu tanpa cuma-cuma kepada kita," sanggah ku  "Beneran Mas, kalau Mas gak percaya silakan cek saja," tantang Ira  Ia mengajakku masuk ke kamar untuk melihat uang itu.  Karena penasaran aku pun buru-buru menuju ke kamar untuk mengecek uang tersebut. Ku lihat sebuah koper berwarna hitam di dalam kamar. Saat ku buka ternyata benar isi tas itu adalah uang. Bahkan karena saking penasarannya aku mengecek keaslian uang dalam koper tersebut. Dan semuanya asli.  "Asli kan, aku gak bohong?" ucap Ira  Aku mengangguk dengan wajah yang tak percaya.  Kalau itu adalah uang pesugihan, aku yakin sekarang pasti sudah menghilang
Read more

Bab. 5 Teror dimulai

Melihat semua makanan berubah seketika selera makanku menghilang dan segera ku sudahi makan siang ku. Rasa mual membuat ku buru-buru berlari menuju kemar mandi untuk memuntahkan semua makanan di perutku. Namun sialnya makanan tersebut tidak mau keluar.  Akupun tak bisa memaksakan diri untuk memuntahkan semuanya. Aku hanya bisa mengumpat, karena tak bisa mengeluarkan mereka dari perut ku.  "Kamu kenapa Mas muntah-muntah begitu, pasti masuk angin ya, telat makan, atau mabuk kendaraan!" tanya Ira saat aku kembali ke meja makan.  "Bukan masuk angin dek, aku mual karena aku baru sadar jika makanan yang kita makan ini bukan makanan manusia,"  Seketika Ira langsung berhenti mengunyah dan melotot kearah ku.  "Maksudnya?" tanya Ira merasa kesal   Sementara itu Bagas tampak memperhatikan kami sambil menikmati makanannya. Akupun berusaha memberitahu Ira tentang makanan yang sedang ia makan. Meskipun aku sudah berkali-kali aku menjelaskan jika makanan yang ada di meja makan adalah bangkai n
Read more

6. Mantera Sang dukun

"Tolong!!" Semakin aku berteriak kencang cengkraman tangan Ira benar-benar membuat ku kehabisan nafas hingga semua terasa gelap.Aku kembali tersadar saat Ira kembali mencekik ku. Kali ini aku merasa nafasku seperti terputus. Aku tidak boleh kalah oleh makhluk biadab yang merasuki Ira. Aku harus kuat untuk menyelamatkan keluargaku."Arrghh!" Aku berusaha melepaskan tangan Ira dengan sisa tenaga yang ku punya. "Sadar Ira, aku suamimu!" Aku berusaha menyadarkan istriku, tapi sepertinya susah. Bahkan sampai aku coba membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an tetap saja ia masih berusaha untuk membunuhku. "Tolong!" Kali ini aku benar-benar kehabisan nafas. Saat semuanya berubah gelap. Tiba-tiba seseorang menarik rambutku hingga membuatku seketika terjaga. "Ayah bangun, ayah, ayah bangun!" Kudengar suara Bagas memanggilku sembari mengguncang tubuhku. Perlahan ku buka mataku dan ku lihat wajah panik Bagas. "Ayah Mas Bagus ayah!" serunya dengan wajah panik "Kenapa dengan Bagus?" tanyaku pen
Read more

Bab. 7 Kematian Ira

"Ira, bangun Ra, Ira!" seruku berusaha untuk menyadarkannyaCukup lama Ira tak sadarkan diri sampai aku dan Bagas harus meminta tolong seorang ustadz untuk membantu menyadarkannya. Setelah sadar Ira tampak seperti orang linglung. Ustadz Hendra sampai memberikan air doa untuk membuatnya sadar. Setelah tenang, Ira mulai bercerita jika ia bertemu dengan sosok wanita yang berusaha mengajak Bagas pergi. Tentu saja melihat orang asing yang hendak membawa pergi anaknya membuat Ira langsung mencegahnya. Namun dengan ketus wanita itu justru menghardiknya, " Minggato kabeh!" "Setelah mendengar ucapan tersebut aku tiba-tiba hilang kesadaran," tutur Ira saat menceritakan kejadian yang dialaminya *Deg! Aku langsung menunduk setelah mendengar cerita Ira. Aku belum berani menceritakan kepadanya tentang pesugihan yang diam-diam aku jalani sebelumnya. "Sepertinya Ira memang diganggu oleh sosok tak kasat mata. Mungkin ini terjadi karena ia sedang depresi pasca kepergian Bagus, jadi saran saya s
Read more

Jalan Buntu

Tak seperti saat kematian Bagus, kali ini hanya sedikit orang yang menghadiri acara tahlil untuk mendoakan almarhum Ira. Mungkin karena mereka mengira jika aku melakukan Pesugihan atau ilmu hitam jadi sebagian dari mereka enggan datang.Meskipun begitu aku tetap bersyukur karena masih ada yang mau datang dan ikut mendoakan almarhum istri dan anakku.Acara tahlil berjalan lancar dan khusuk meskipun tidak banyak yang hadir. Selesai cara tahlil Kukuh membantuku membereskan perkakas. Beberapa orang masih berbincang di beranda rumah, bahkan Ustadz Hendra masih mengobrol dengan mereka. Suara tangisan Bagas tiba-tiba membuat ku terhenyak. Aku langsung berlari ke kamarnya, aku takut sesuatu terjadi lagi dengannya.Ku lihat dia sedang merintih kesakitan. Wajahnya memucat dan tubuhnya begitu dingin."Apa yang terjadi!" tanyaku penasaranBagas tak menjawab, ia hanya meringis kesakitan. Aku semakin panik saat melihat matanya tiba-tiba berubah memutih semua. Seketika aku langsung mundur, aku
Read more

Bab. 9 Mengikhlaskan semuanya

*DegAku benar-benar tak percaya saat melihat sosok Mbah Kamari yang tergantung dengan bola mata nyaris keluar di ruang tamu."Bagaimana bisa ia bunuh diri di saat aku begitu membutuhkan bantuannya??" Keringat dingin mulai membanjiri wajahku seolah memberitahu betapa paniknya aku saat itu. Bukan hanya panik, aku bahkan berpikir giliran aku atau Bagas setelah ini.Ya, sepertinya aku harus mempersiapkan diri untuk jadi tumbal berikutnya, atau putraku Bagas?.Aku berusaha kuat meskipun tubuhku terasa lemas.Tiba-tiba angin berdesir kencang membuat ku terhempas ke lantai. Kukuh buru-buru menghampiri ku dan mengajakku pergi dari kediaman Mbah Kamari."Kita harus segera pergi dari sini!" tuturnya sambil menarik lenganku"Memangnya ada apa?" tanyaku penasaran"Firasatku mengatakan akan bahaya jika kita berlama-lama di tempat ini!" sahutnyaSuara deru motor Kukuh seolah menjadi penanda jerat Pesugihan dimulai.Tak ada yang aneh sepulang dari kediaman Mbah Kamari. Hanya badanku yang terasa l
Read more

Bab. 10. Kesurupan

"Kalau Bagas kangen sama Ibu, jangan lupa doakan ibu biar ibu bahagia di sana," ucapku berusaha menasihatinya "Aku mau ikut ibu," ucap Bagas tiba-tiba mengagetkan aku *Deg! Ah kenapa aku begitu risau saat mendengar ucapan Bagas. Apa ini sebuah firasat, atau hanya perasaanku saja yang berpikir sempit. "Aku mau ikut ibu??" ucap Bagas kembali menyadarkan aku Ku lihat ia memeluk nisan Ira begitu erat membuat ku ikut merasakan kesedihannya. Betapa tercabik-cabik hatiku saat melihat bagaimana pilunya Bagas yang merindukan sang ibu. Akupun tak kuasa menahan kesedihan yang membuat dadaku terasa sesak. Tangisan kamipun pecah di sana. "Sudah jangan di tangisi lagi, jangan membuat langkahnya semakin berat," ucap Kukuh memperingatkan kami Aku langsung mengusap air mataku dan berusaha menenangkan Bagas. "Sudah ya dek, ikhlaskan ibumu, biarkan dia bahagia di sana bersama Mas Bagus. Kamu gak mau kan melihat ibu sedih?" tanyaku berusaha menyentuh hatinya. Bagas pun mengangguk pelan
Read more
DMCA.com Protection Status