Melihat semua makanan berubah seketika selera makanku menghilang dan segera ku sudahi makan siang ku. Rasa mual membuat ku buru-buru berlari menuju kemar mandi untuk memuntahkan semua makanan di perutku. Namun sialnya makanan tersebut tidak mau keluar.
Akupun tak bisa memaksakan diri untuk memuntahkan semuanya. Aku hanya bisa mengumpat, karena tak bisa mengeluarkan mereka dari perut ku. "Kamu kenapa Mas muntah-muntah begitu, pasti masuk angin ya, telat makan, atau mabuk kendaraan!" tanya Ira saat aku kembali ke meja makan. "Bukan masuk angin dek, aku mual karena aku baru sadar jika makanan yang kita makan ini bukan makanan manusia," Seketika Ira langsung berhenti mengunyah dan melotot kearah ku. "Maksudnya?" tanya Ira merasa kesal Sementara itu Bagas tampak memperhatikan kami sambil menikmati makanannya. Akupun berusaha memberitahu Ira tentang makanan yang sedang ia makan. Meskipun aku sudah berkali-kali aku menjelaskan jika makanan yang ada di meja makan adalah bangkai namun Ira tetap tak percaya. Tentu saja hal itu membuat aku kesal padanya "Apa kamu tidak bisa melihat kalau makanan yang ada di hadapanmu itu adalah bangkai dan belatung!" Tiba-tiba Ira menggebrak meja dan melotot menatapku. "Kalau Mas gak mau makan ya sudah gak usah ngomong sembarangan. Aku tahu harga diri Mas tinggi makanya Mas gak terima kan kalau ada seseorang yang memberi uang kepada kita. Mas bukan gak suka makanan ini, tapi Mas gak mau makan karena harga diri Mas merasa terinjak-injak karena makan hasil pemberian orang lain!" cerocos Ira dengan nada tinggi Baru kali ini aku lihat Ira benar-benar marah padaku. Aku pun mulai merendahkan nada bicara ku, dan kembali memberikan penjelasan padanya. "Bukan begitu dek, kamu salah paham. Aku hanya mengatakan hal yang sebenarnya. Kalau kau tak percaya tanyakan saja pada Bagus. Kau tahu kan kalau Bagus bisa melihat apa yang tidak bisa kita lihat. Dia tak mungkin bohong Dek, kalau dia memang melihat makanan di meja ini sudah pasti dia yang paling lahap di antara kita," aku berusaha memberikan penjelasan yang lebih masuk akal kepada istriku Tapi tetap saja Ira masih saja tak percaya dengan ucapan ku. Ia pikir aku berbohong untuk menakut-nakutinya. Tentu saja hal itu membuat aku kembali kesal dengan sikap Ira yang tidak mempercayai ucapan ku. Padahal Bagus juga sudah membenarkan ucapanku. Tak mau melihat pertengkaranku di meja makana, Bagus memilih masuk ke kamarnya. Putra sulungku ini memang sensitif, dan tak suka dengan keributan. Namun entah kenapa aku melihat Bagas makan begitu lahap hari itu. Padahal sebelumnya ia adalah anak kami yang susah makan. Bukan karena lauknya tapi emang dia susah makan. Aku mengamatinya dengan seksama. *Deg! Ada yang berbeda dengannya. Aku seolah melihat sosok lain dalam dirinya. Wajahnya menyeringai menatapku membuatku langsung mengedipkan mata, dan sosok itu segera menghilang. "Astaghfirullah," aku berusaha beristighfar semoga apa yang ku lihat tadi tidaklah nyata. Karena Ira dan Bagas tak mau mendengarkan aku, maka aku lebih memilih menghampiri Bagus di kamarnya. Ku lihat ia sedang menggambar seperti biasanya. Namun ada yang aneh dengan hasil gambarnya. Dia bukan menggambar, ia menggambar sosok yang mengerikan yang membuat ku bergidik ngeri. "Apa yang sedang kamu gambar nak?" Ia seketika menoleh kearah ku dengan tatapan tidak suka. Tentu saja aku merasa tidak nyaman saat putra sulungku melihatku seperti itu. "Ya sudah lanjutkan ya," ucapku berusaha memperbaiki suasana canggung diantara kami. Sejenak ku perhatikan kamar Bagus. "Kenapa kamar ini berantakan sekali, padahal aku tahu Ira paling rajin membersihkan tempat itu. Lalu siapa yang mengacak-acak kamar ini??" "Dia!" seru Bagus membuat ku terkejut Bagaimana tidak, ia menunjuk sosok yang digambarnya yang sudah mengacak-acak kamarnya. Merasa ada yang tidak beres dengan Bagus akupun kembali menghampirinya. "Apa yang kamu ucapkan itu benar Nak?" Bagus langsung mengangguk. "Memangnya kenapa dia mengacak-acak kamarmu?" tanyaku lagi "Dia bilang tak suka dengan ku, makanya dia memilih Bagas," jawabnya dengan nada sedih *Deg! Seketika aku teringat dengan jeritan Bagas. Buru-buru aku kembali ke meja makan untuk melihat Bagas. Denyut jantungnya seketika berdegup kencang saat tak melihat Bagas di sana. "Dimana Bagas?" tanyaku begitu panik "Lagi main sama temannya emangnya kenapa?" jawab Ira dengan santainya Tanpa menghiraukan jawaban Ira aku langsung berlari menuju ke halaman rumah. Hatiku sedikit lega saat melihat putra bungsuku sedang bermain bersama teman-temannya. "Syukurlah dia baik-baik saja," ucapku lirih Aku kembali masuk ke dalam rumah untuk beristirahat. Rasanya penat sekali setelah melakukan perjalanan jauh tanpa istirahat. Ku baringkan tubuhku diatas dipan. Ku lihat Ira sedang membereskan rumah. Angin semilir berhembus membuat rasa kantuk seketika datang menyerang. Sayup-sayup ku dengar suara teriakan Ira, membuatku langsung terbangun dan berlari mencarinya. "Ira!" seruku sambil mencarinya di dapur Suara jeritannya semakin terdengar jelas, membuat ku mulai berpikir jika hal buruk akan menimpa istriku. Aku rasa semua ini terjadi karena mereka memamakan bangkai tadi siang. Aku sudah mencarinya kemana-mana namun aku tidak menemukannya. Hanya kamar tidur yang tersisa. Alhamdulillah, aku bisa bernafas lega saat melihat Ira sedang menjalankan sholat Magrib. "Syukurlah dia baik-baik saja, setidaknya apa yang aku khawatirkan selama ini tidak terjadi. Aku yakin semuanya akan baik-baik saja," ucapku lega "Assalamualaikum warahmatullah," Ku lihat Ira sudah selesai sholat. Alhamdulillah meskipun kami hidup dalam kesusahan namun Ira tidak pernah meninggalkan kewajibannya untuk melaksanakan sholat lima waktu. Itulah yang selalu membuat ku bangga padanya. Namun entah kenapa aku merasa ada yang aneh dengan salam ira kali ini. Bila biasanya Salam dimulai dengan menoleh kearah kanan, kenapa Ira menoleh ke kiri lebih dulu. Namun aku mengira mungkin ia lupa, jadi gak masalah kan. Karena seharian belum mandi, aku memutuskan untuk mandi. Ku dengar suara Ira berdzikir begitu keras dari kamar mandi. Tidak seperti biasanya, hari ini ia bahkan berdzikir begitu lama. Bahkan sampai aku selesai mandi, ku dengar ia masih khusuk berdzikir. Namun semakin lama aku dengar suara dzikir Ira semakin aneh. Suaranya hampir mirip dengan mantera yang dibacakan oleh Mbah Kamari si dukun perantara pesugihan. *Deg! Sengaja ku pasang telingaku lebar-lebar untuk memastikan Ira berdzikir atau membaca mantera pesugihan. "Stsststststststststs!" "Tidak salah lagi, aku benar-benar mendengar Ira membaca mantera yang sama dengan mantera Mbah Kamari??" Aku segera berlari menghampirinya. Saat aku hendak menepuk bahunya, tiba-tiba ku lihat ia memutar kepalanya dan menoleh kearah ku membuat ku langsung melotot melihatnya. Tubuhku seketika membeku saat ku sadari sosok di depanku bukan istriku. Ia menyeringai menatapku dengan bola matanya yang memutih. Saat aku berjalan mundur Ira langsung mencekik ku membuat ku kehabisan nafas. "Tolong!!" Semakin aku berteriak semakin kencang cengkraman tangan Ira hingga membuat benar-benar kehabisan nafas hingga semua terasa gelap."Tolong!!" Semakin aku berteriak kencang cengkraman tangan Ira benar-benar membuat ku kehabisan nafas hingga semua terasa gelap.Aku kembali tersadar saat Ira kembali mencekik ku. Kali ini aku merasa nafasku seperti terputus. Aku tidak boleh kalah oleh makhluk biadab yang merasuki Ira. Aku harus kuat untuk menyelamatkan keluargaku."Arrghh!" Aku berusaha melepaskan tangan Ira dengan sisa tenaga yang ku punya. "Sadar Ira, aku suamimu!" Aku berusaha menyadarkan istriku, tapi sepertinya susah. Bahkan sampai aku coba membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an tetap saja ia masih berusaha untuk membunuhku. "Tolong!" Kali ini aku benar-benar kehabisan nafas. Saat semuanya berubah gelap. Tiba-tiba seseorang menarik rambutku hingga membuatku seketika terjaga. "Ayah bangun, ayah, ayah bangun!" Kudengar suara Bagas memanggilku sembari mengguncang tubuhku. Perlahan ku buka mataku dan ku lihat wajah panik Bagas. "Ayah Mas Bagus ayah!" serunya dengan wajah panik "Kenapa dengan Bagus?" tanyaku pen
"Ira, bangun Ra, Ira!" seruku berusaha untuk menyadarkannyaCukup lama Ira tak sadarkan diri sampai aku dan Bagas harus meminta tolong seorang ustadz untuk membantu menyadarkannya. Setelah sadar Ira tampak seperti orang linglung. Ustadz Hendra sampai memberikan air doa untuk membuatnya sadar. Setelah tenang, Ira mulai bercerita jika ia bertemu dengan sosok wanita yang berusaha mengajak Bagas pergi. Tentu saja melihat orang asing yang hendak membawa pergi anaknya membuat Ira langsung mencegahnya. Namun dengan ketus wanita itu justru menghardiknya, " Minggato kabeh!" "Setelah mendengar ucapan tersebut aku tiba-tiba hilang kesadaran," tutur Ira saat menceritakan kejadian yang dialaminya *Deg! Aku langsung menunduk setelah mendengar cerita Ira. Aku belum berani menceritakan kepadanya tentang pesugihan yang diam-diam aku jalani sebelumnya. "Sepertinya Ira memang diganggu oleh sosok tak kasat mata. Mungkin ini terjadi karena ia sedang depresi pasca kepergian Bagus, jadi saran saya s
Tak seperti saat kematian Bagus, kali ini hanya sedikit orang yang menghadiri acara tahlil untuk mendoakan almarhum Ira. Mungkin karena mereka mengira jika aku melakukan Pesugihan atau ilmu hitam jadi sebagian dari mereka enggan datang.Meskipun begitu aku tetap bersyukur karena masih ada yang mau datang dan ikut mendoakan almarhum istri dan anakku.Acara tahlil berjalan lancar dan khusuk meskipun tidak banyak yang hadir. Selesai cara tahlil Kukuh membantuku membereskan perkakas. Beberapa orang masih berbincang di beranda rumah, bahkan Ustadz Hendra masih mengobrol dengan mereka. Suara tangisan Bagas tiba-tiba membuat ku terhenyak. Aku langsung berlari ke kamarnya, aku takut sesuatu terjadi lagi dengannya.Ku lihat dia sedang merintih kesakitan. Wajahnya memucat dan tubuhnya begitu dingin."Apa yang terjadi!" tanyaku penasaranBagas tak menjawab, ia hanya meringis kesakitan. Aku semakin panik saat melihat matanya tiba-tiba berubah memutih semua. Seketika aku langsung mundur, aku
*DegAku benar-benar tak percaya saat melihat sosok Mbah Kamari yang tergantung dengan bola mata nyaris keluar di ruang tamu."Bagaimana bisa ia bunuh diri di saat aku begitu membutuhkan bantuannya??" Keringat dingin mulai membanjiri wajahku seolah memberitahu betapa paniknya aku saat itu. Bukan hanya panik, aku bahkan berpikir giliran aku atau Bagas setelah ini.Ya, sepertinya aku harus mempersiapkan diri untuk jadi tumbal berikutnya, atau putraku Bagas?.Aku berusaha kuat meskipun tubuhku terasa lemas.Tiba-tiba angin berdesir kencang membuat ku terhempas ke lantai. Kukuh buru-buru menghampiri ku dan mengajakku pergi dari kediaman Mbah Kamari."Kita harus segera pergi dari sini!" tuturnya sambil menarik lenganku"Memangnya ada apa?" tanyaku penasaran"Firasatku mengatakan akan bahaya jika kita berlama-lama di tempat ini!" sahutnyaSuara deru motor Kukuh seolah menjadi penanda jerat Pesugihan dimulai.Tak ada yang aneh sepulang dari kediaman Mbah Kamari. Hanya badanku yang terasa l
"Kalau Bagas kangen sama Ibu, jangan lupa doakan ibu biar ibu bahagia di sana," ucapku berusaha menasihatinya "Aku mau ikut ibu," ucap Bagas tiba-tiba mengagetkan aku *Deg! Ah kenapa aku begitu risau saat mendengar ucapan Bagas. Apa ini sebuah firasat, atau hanya perasaanku saja yang berpikir sempit. "Aku mau ikut ibu??" ucap Bagas kembali menyadarkan aku Ku lihat ia memeluk nisan Ira begitu erat membuat ku ikut merasakan kesedihannya. Betapa tercabik-cabik hatiku saat melihat bagaimana pilunya Bagas yang merindukan sang ibu. Akupun tak kuasa menahan kesedihan yang membuat dadaku terasa sesak. Tangisan kamipun pecah di sana. "Sudah jangan di tangisi lagi, jangan membuat langkahnya semakin berat," ucap Kukuh memperingatkan kami Aku langsung mengusap air mataku dan berusaha menenangkan Bagas. "Sudah ya dek, ikhlaskan ibumu, biarkan dia bahagia di sana bersama Mas Bagus. Kamu gak mau kan melihat ibu sedih?" tanyaku berusaha menyentuh hatinya. Bagas pun mengangguk pelan
Dalam situasi tegang aku tiba-tiba teringat dengan ustadz Hendra.Aku masih ingat Bagaimana cara ustaz Hendra menyadarkan Bagas saat ia tengah kesurupan.Ku coba untuk membaca surat An-Nas seperti yang dilaksanakan oleh Ustadz Hendra. Tapi Baru saja aku membuka mulutku tiba-tiba dadaku terasa sesak seperti ada sesuatu yang menahan ku sehingga suaraku tidak bisa keluar. Dadaku benar-benar sakit, seperti ada kekuatan besar yang menyerang ku hingga suaraku tidak bisa keluar. Mulutku sudah bergerak membaca ayat-ayat tersebut tapi suaranya tidak berhasil keluar.Ku lihat Bagas tertawa menyeringai saat melihat ku.Aku berusaha berkonsentrasi dan berserah diri pada sang Illahi. Saat ini hanya Dia yang bisa membantu ku melawan iblis jahanam yang bersemayam di tubuh putra bungsuku.Ya Allah, tolong bantu aku, hanya padamu lah aku memohon pertolongan dan hanya padamu lah aku berserah diri. Tiba-tiba ku rasakan sakit di dadaku perlahan menghilang. Suaraku mulai keluar."Alhamdulillah," Bagas
*Deg!Rasanya aku tidak percaya saat mengetahui uang sekoper milikku tiba-tiba raib menghilang. Aku yakin tidak ada seorangpun yang masuk ke rumah ini. Aku berani bersumpah kalau tidak seorangpun yang masuk ke rumah ini. Aku bahkan sudah memastikan cctv rumah ini.tapi aku tidak tahu kenapa uang itu tiba-tiba bisa menghilang. tentu saja hal ini membuat aku begitu pusing dan semakin ketakutan. Kukuh pun membantuku mencari koper itu. Namun sayangnya meskipun kami sudah mencarinya di seluruh ruangan ,kami tetap tidak menemukannya."Bagaimana ini Kuh, bagaimana jika uang itu tidak ketemu?" ucapku dengan nada sedih"Sudahlah, mungkin memang uang itu sudah diambil pemiliknya, makanya kita tidak akan pernah bisa menemukannya," jawab Kukuh Ia berusaha menenangkan ku dan memberiy solusi untuk masalah yang terjadi.Meskipun aku kami tahu akan ada hal besar yang terjadi jika uang itu menghilang."Setidaknya kita sudah mencari uang itu, jadi jangan pernah bersedih lagi," Seperti biasa malam
Sebagai orang tua, kita memang diberikan pilihan untuk melahirkan anak yang kita kandung, atau menggugurkannya. Namun bagi orang yang sudah lama tidak memiliki keturunan sepertiku, tentu saja memiliki anak adalah sebuah anugerah yang luar biasa. Setelah 10 tahun pernikahan kami, hal yang paling membahagiakan adalah saat Sairah istriku, dinyatakan hamil oleh dokter. Ternyata program kehamilan yang selama hampir dua tahun kami jalani membuahkan hasil juga. Alhamdulillah selama kehamilan istriku juga tidak mengalami ngidam yang aneh-aneh. Semuanya berjalan lancar hingga hari kelahiran buah hati kami. Seperti sebuah mimpi ternyata istriku melahirkan anak kembar laki-laki yang kemudian aku beri nama Bagas dan Bagus. Aku merasa kehidupan ku nyaris sempurna dengan kehadiran dua malaikat kecil kami. Hari-hari kami yang biasanya sepi pun menjadi ramai. Karena memiliki anak kembar aku meminta Ira untuk resign dari tempat kerja untuk mengurus buah hati kami. Toh aku merasa kondisi ekonom