Tak seperti saat kematian Bagus, kali ini hanya sedikit orang yang menghadiri acara tahlil untuk mendoakan almarhum Ira. Mungkin karena mereka mengira jika aku melakukan Pesugihan atau ilmu hitam jadi sebagian dari mereka enggan datang.Meskipun begitu aku tetap bersyukur karena masih ada yang mau datang dan ikut mendoakan almarhum istri dan anakku.Acara tahlil berjalan lancar dan khusuk meskipun tidak banyak yang hadir. Selesai cara tahlil Kukuh membantuku membereskan perkakas. Beberapa orang masih berbincang di beranda rumah, bahkan Ustadz Hendra masih mengobrol dengan mereka. Suara tangisan Bagas tiba-tiba membuat ku terhenyak. Aku langsung berlari ke kamarnya, aku takut sesuatu terjadi lagi dengannya.Ku lihat dia sedang merintih kesakitan. Wajahnya memucat dan tubuhnya begitu dingin."Apa yang terjadi!" tanyaku penasaranBagas tak menjawab, ia hanya meringis kesakitan. Aku semakin panik saat melihat matanya tiba-tiba berubah memutih semua. Seketika aku langsung mundur, aku
*DegAku benar-benar tak percaya saat melihat sosok Mbah Kamari yang tergantung dengan bola mata nyaris keluar di ruang tamu."Bagaimana bisa ia bunuh diri di saat aku begitu membutuhkan bantuannya??" Keringat dingin mulai membanjiri wajahku seolah memberitahu betapa paniknya aku saat itu. Bukan hanya panik, aku bahkan berpikir giliran aku atau Bagas setelah ini.Ya, sepertinya aku harus mempersiapkan diri untuk jadi tumbal berikutnya, atau putraku Bagas?.Aku berusaha kuat meskipun tubuhku terasa lemas.Tiba-tiba angin berdesir kencang membuat ku terhempas ke lantai. Kukuh buru-buru menghampiri ku dan mengajakku pergi dari kediaman Mbah Kamari."Kita harus segera pergi dari sini!" tuturnya sambil menarik lenganku"Memangnya ada apa?" tanyaku penasaran"Firasatku mengatakan akan bahaya jika kita berlama-lama di tempat ini!" sahutnyaSuara deru motor Kukuh seolah menjadi penanda jerat Pesugihan dimulai.Tak ada yang aneh sepulang dari kediaman Mbah Kamari. Hanya badanku yang terasa l
"Kalau Bagas kangen sama Ibu, jangan lupa doakan ibu biar ibu bahagia di sana," ucapku berusaha menasihatinya "Aku mau ikut ibu," ucap Bagas tiba-tiba mengagetkan aku *Deg! Ah kenapa aku begitu risau saat mendengar ucapan Bagas. Apa ini sebuah firasat, atau hanya perasaanku saja yang berpikir sempit. "Aku mau ikut ibu??" ucap Bagas kembali menyadarkan aku Ku lihat ia memeluk nisan Ira begitu erat membuat ku ikut merasakan kesedihannya. Betapa tercabik-cabik hatiku saat melihat bagaimana pilunya Bagas yang merindukan sang ibu. Akupun tak kuasa menahan kesedihan yang membuat dadaku terasa sesak. Tangisan kamipun pecah di sana. "Sudah jangan di tangisi lagi, jangan membuat langkahnya semakin berat," ucap Kukuh memperingatkan kami Aku langsung mengusap air mataku dan berusaha menenangkan Bagas. "Sudah ya dek, ikhlaskan ibumu, biarkan dia bahagia di sana bersama Mas Bagus. Kamu gak mau kan melihat ibu sedih?" tanyaku berusaha menyentuh hatinya. Bagas pun mengangguk pelan
Dalam situasi tegang aku tiba-tiba teringat dengan ustadz Hendra.Aku masih ingat Bagaimana cara ustaz Hendra menyadarkan Bagas saat ia tengah kesurupan.Ku coba untuk membaca surat An-Nas seperti yang dilaksanakan oleh Ustadz Hendra. Tapi Baru saja aku membuka mulutku tiba-tiba dadaku terasa sesak seperti ada sesuatu yang menahan ku sehingga suaraku tidak bisa keluar. Dadaku benar-benar sakit, seperti ada kekuatan besar yang menyerang ku hingga suaraku tidak bisa keluar. Mulutku sudah bergerak membaca ayat-ayat tersebut tapi suaranya tidak berhasil keluar.Ku lihat Bagas tertawa menyeringai saat melihat ku.Aku berusaha berkonsentrasi dan berserah diri pada sang Illahi. Saat ini hanya Dia yang bisa membantu ku melawan iblis jahanam yang bersemayam di tubuh putra bungsuku.Ya Allah, tolong bantu aku, hanya padamu lah aku memohon pertolongan dan hanya padamu lah aku berserah diri. Tiba-tiba ku rasakan sakit di dadaku perlahan menghilang. Suaraku mulai keluar."Alhamdulillah," Bagas
*Deg!Rasanya aku tidak percaya saat mengetahui uang sekoper milikku tiba-tiba raib menghilang. Aku yakin tidak ada seorangpun yang masuk ke rumah ini. Aku berani bersumpah kalau tidak seorangpun yang masuk ke rumah ini. Aku bahkan sudah memastikan cctv rumah ini.tapi aku tidak tahu kenapa uang itu tiba-tiba bisa menghilang. tentu saja hal ini membuat aku begitu pusing dan semakin ketakutan. Kukuh pun membantuku mencari koper itu. Namun sayangnya meskipun kami sudah mencarinya di seluruh ruangan ,kami tetap tidak menemukannya."Bagaimana ini Kuh, bagaimana jika uang itu tidak ketemu?" ucapku dengan nada sedih"Sudahlah, mungkin memang uang itu sudah diambil pemiliknya, makanya kita tidak akan pernah bisa menemukannya," jawab Kukuh Ia berusaha menenangkan ku dan memberiy solusi untuk masalah yang terjadi.Meskipun aku kami tahu akan ada hal besar yang terjadi jika uang itu menghilang."Setidaknya kita sudah mencari uang itu, jadi jangan pernah bersedih lagi," Seperti biasa malam
Sebagai orang tua, kita memang diberikan pilihan untuk melahirkan anak yang kita kandung, atau menggugurkannya. Namun bagi orang yang sudah lama tidak memiliki keturunan sepertiku, tentu saja memiliki anak adalah sebuah anugerah yang luar biasa. Setelah 10 tahun pernikahan kami, hal yang paling membahagiakan adalah saat Sairah istriku, dinyatakan hamil oleh dokter. Ternyata program kehamilan yang selama hampir dua tahun kami jalani membuahkan hasil juga. Alhamdulillah selama kehamilan istriku juga tidak mengalami ngidam yang aneh-aneh. Semuanya berjalan lancar hingga hari kelahiran buah hati kami. Seperti sebuah mimpi ternyata istriku melahirkan anak kembar laki-laki yang kemudian aku beri nama Bagas dan Bagus. Aku merasa kehidupan ku nyaris sempurna dengan kehadiran dua malaikat kecil kami. Hari-hari kami yang biasanya sepi pun menjadi ramai. Karena memiliki anak kembar aku meminta Ira untuk resign dari tempat kerja untuk mengurus buah hati kami. Toh aku merasa kondisi ekonom
"Habiskan dan jangan ada sisa, karena kalau masih ada sisa berarti kamu gagal!" ucap Kukuh menyodorkan gelas berisikan darah padaku *Deg! Ku ulurkan tanganku untuk menerima gelas darinya. Meskipun aku merasa jijik namun tak ada pilihan lain selain menghabiskannya. Hanya ini satu-satunya jalan untuk ku bisa keluar dari semua kesulitan hidup yang aku alami semua ini. Bau anyir darah menyeruak memenuhi indra penciuman ku. Berkali-kali aku bersendawa karena tak kuat dengan bau yang membuat perut ku begitu mual dan rasanya ingin muntah. "Cepat habiskan Guh, atau kamu mau di gebukin warga!" Suara Kukuh membuat ku segera menghabiskan darah tersebut. *Gleekk!! Rasa lengket yang menempel di lidah dan bau amis mulai keluar dari nafasku membuatku nyaris mengeluarkannya kembali. "Jangan di muntahkan Im!" seru Kukuh berusaha memperingatkan aku Aku segera menutup mulutku rapat-rapat agar tidak muntah. Ia kemudian menggali makam tersebut dan memintaku untuk mengambil tali poc
"Ketika boneka ini masuk kedalam air yang mendidih ini maka kau akan kehilangan salah satu anakmu, apa kamu siap?" tanya Mbah Kamari lagi sebelum memasukkan boneka tersebut kedalam panci. "Siap Mbah!" jawabku tanpa ragu Mbah Kamari langsung merapal mantra saat mendengar persetujuan ku. Tidak lama ia pun mencelupkan boneka itu kedalam panci berisi air mendidih. *Byuurrr!! "Aarrggh!" Tiba-tiba terdengar suara jeritan keras seorang anak kecil. "Sakit bapak...bapak jangan ....tolong bapak...adek sakit!" Seketika netraku membelalak saat mendengar suara jeritan anak kecil yang begitu familiar ditelinga ku. "Bagas??" Seketika aku teringat dengan anak bungsuku Bagas. "Apa Bagas yang jadi tumbal?, tapi tidak mungkin karena aku ingin Bagus yang jadi tumbal, tapi bukankah aku belum mengatakannya kepada Mbah Kamari??" Aku pun segera menepis pikiran negatif itu. "Bapak tolong, adek sakit!" Kembali ku dengar suara teriakan anak kecil mirip suara Bagas. Semakin lama sua