"Tumben kamu masak banyak banget Ra, emang dapat duit dari mana?" tanyaku penasaran
"Oh itu, Alhamdulillah Mas, semalem ada orang baik yang memberi ku uang banyak banget. Tak tanggung-tanggung ia memberikan uang satu koper kepada ku!" ucap Ira tampak sumringah "Uang satu koper??" *Deg! "Satu koper?, yang benar saja, mana ada orang yang mau memberikan uang sebanyak itu tanpa cuma-cuma kepada kita," sanggah ku "Beneran Mas, kalau Mas gak percaya silakan cek saja," tantang Ira Ia mengajakku masuk ke kamar untuk melihat uang itu. Karena penasaran aku pun buru-buru menuju ke kamar untuk mengecek uang tersebut. Ku lihat sebuah koper berwarna hitam di dalam kamar. Saat ku buka ternyata benar isi tas itu adalah uang. Bahkan karena saking penasarannya aku mengecek keaslian uang dalam koper tersebut. Dan semuanya asli. "Asli kan, aku gak bohong?" ucap Ira Aku mengangguk dengan wajah yang tak percaya. Kalau itu adalah uang pesugihan, aku yakin sekarang pasti sudah menghilang atau menjadi daun karena aku tidak jadi memberikan tumbal. Tapi uang ini masih utuh. Kalau uang ini bukan uang pesugihan lalu siapa yang memberi ku uang sebanyak ini??. Apa mungkin Bagas akan jadi tumbal???. Aku segera keluar untuk memastikan tidak terjadi sesuatu pada Bagas. Alhamdulillah dia baik-baik saja, bahkan aku memeriksanya tak ada satupun luka di tubuhnya. "Syukurlah kamu baik-baik saja nak," Ku peluk erat Bagas, sambil bersyukur karena ia masih selamat. Meskipun rasa penasaran begitu berkecamuk di dalam dadaku namun rasa lapar mengalihkan semuanya. Aku segera duduk disamping istri. Ku lihat wajah ceria mereka yang begitu sumringah menikmati makan siang kami yang cukup mewah hari itu. Baru kali ini ku lihat kebahagiaan di wajah mereka. Ya Tuhan, jika memang ini adalah uang halal darimu maka saya berjanji akan beribadah lebih rajin lagi, tapi jika ini adalah uang pesugihan maka tolong selamatkan keluargaku. "Silakan dimakan mas," ucap Ira memberikan sepiring nasi lengkap dengan lauk pauknya kepadaku "Terimakasih dek," ucapku "Sama-sama Mas," jawab Ira sumringah Ku lihat Bagas dan Ira makan dengan lahapnya. Namun entah kenapa Bagus sama sekali tak menyentuh makanannya. Akupun bertanya kepadanya kenapa ia tak memakan makanannya. Padahal Ira sudah membuatkan makanan kesukaan Bagus. "Kok gak dimakan makanannya, emang kenapa?" "Gak papa Yah," jawab Bagus dengan nada cuek "Apa mau ayah suapin?" Seketika Bagus langsung menggeleng. "Kamu sakit lagi?" tanyaku lagi Lagi-lagi Bagus menggeleng. Aku hanya menghela nafas melihat sikap putra sulung ku tersebut. Memang dia cukup sensitif masalah makanan, apalagi rasanya. Mungkin rasa makanan ini kurang makanya ia tak mau memakannya, pikirku saat itu. Aku pun segera mencoba makanan di depanku untuk mengecek rasanya. Namun Bagus langsung melarang ku memakan makanan tersebut. "Jangan dimakan ayah!" serunya menepis lenganku "Kenapa nak?" Ku lihat wajah Bagus nampak ketakutan seolah melihat sesuatu. Ia kemudian membisikkan sesuatu kepadaku. Dan aku tercengang saat mendengar ucapan Bagus. "Jangan makan makanan itu, itu bukan makanan Yah," bisiknya Akupun mengernyitkan kening mendengar ucapan Bagus. Ku lirik semua makanan yang ada di meja. Semuanya adalah masakan ira, memangnya aap yang salah. "Kalau itu bukan makanan memangnya apa yang kamu lihat nak?" tanyaku semakin penasaran Kembali Bagus menarik ku dan membisikkan sesuatu kepada ku. "Bangkai," Seketika aku melotot mendengar ucapannya. Bagaimana tidak, mana mungkin Ira menyajikan bangkai untuk keluarganya sendiri. Meskipun kami tak memiliki uang tapi Ira selalu menyajikan makanan sehat kepada kami. Aku tahu Bagus memang sering melihat hal-hal aneh selama ini jadi wajar saja jika ia melihat sesuatu yang aneh pada makanan Ira. Untuk membuktikan jika makanan itu memang layak dan bisa dikonsumsi akupun mengambil sesendok nasi untuk membuktikannya. Suapan pertama masih terasa normal. Rasanya ya seperti masakan Ira selama ini. "Mungkin kamu salah liat Nak, buktinya ayah sudah mencobanya dan rasanya enak. Sekarang kamu coba ya," Akupun berusaha untuk menyuapinya, namun Bagus bersikeras menolaknya. Bahkan ia menampik makanan yang ku sodorkan hingga jatuh. "Prang!!" Tentu saja hal itu membuat Ira dan Bagas kaget dan menoleh kearah kami. "Kenapa sih Gus, kalau gak mau makan ya sudah gak usah buang-buang makanan seperti itu, mubadzir tahu!" seru Ira Akupun buru-buru membersihkan nasi yang berserakan di lantai. Saat aku hendak mengambil piring nasiku tiba-tiba aku merasa kaget saat melihat ayam bakar yang tersaji di meja berubah menjadi bangkai tikus. Mie goreng beruntung menjadi belatung. "Astaghfirullah!!"Melihat semua makanan berubah seketika selera makanku menghilang dan segera ku sudahi makan siang ku. Rasa mual membuat ku buru-buru berlari menuju kemar mandi untuk memuntahkan semua makanan di perutku. Namun sialnya makanan tersebut tidak mau keluar. Akupun tak bisa memaksakan diri untuk memuntahkan semuanya. Aku hanya bisa mengumpat, karena tak bisa mengeluarkan mereka dari perut ku. "Kamu kenapa Mas muntah-muntah begitu, pasti masuk angin ya, telat makan, atau mabuk kendaraan!" tanya Ira saat aku kembali ke meja makan. "Bukan masuk angin dek, aku mual karena aku baru sadar jika makanan yang kita makan ini bukan makanan manusia," Seketika Ira langsung berhenti mengunyah dan melotot kearah ku. "Maksudnya?" tanya Ira merasa kesal Sementara itu Bagas tampak memperhatikan kami sambil menikmati makanannya. Akupun berusaha memberitahu Ira tentang makanan yang sedang ia makan. Meskipun aku sudah berkali-kali aku menjelaskan jika makanan yang ada di meja makan adalah bangkai n
"Tolong!!" Semakin aku berteriak kencang cengkraman tangan Ira benar-benar membuat ku kehabisan nafas hingga semua terasa gelap.Aku kembali tersadar saat Ira kembali mencekik ku. Kali ini aku merasa nafasku seperti terputus. Aku tidak boleh kalah oleh makhluk biadab yang merasuki Ira. Aku harus kuat untuk menyelamatkan keluargaku."Arrghh!" Aku berusaha melepaskan tangan Ira dengan sisa tenaga yang ku punya. "Sadar Ira, aku suamimu!" Aku berusaha menyadarkan istriku, tapi sepertinya susah. Bahkan sampai aku coba membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an tetap saja ia masih berusaha untuk membunuhku. "Tolong!" Kali ini aku benar-benar kehabisan nafas. Saat semuanya berubah gelap. Tiba-tiba seseorang menarik rambutku hingga membuatku seketika terjaga. "Ayah bangun, ayah, ayah bangun!" Kudengar suara Bagas memanggilku sembari mengguncang tubuhku. Perlahan ku buka mataku dan ku lihat wajah panik Bagas. "Ayah Mas Bagus ayah!" serunya dengan wajah panik "Kenapa dengan Bagus?" tanyaku pen
"Ira, bangun Ra, Ira!" seruku berusaha untuk menyadarkannyaCukup lama Ira tak sadarkan diri sampai aku dan Bagas harus meminta tolong seorang ustadz untuk membantu menyadarkannya. Setelah sadar Ira tampak seperti orang linglung. Ustadz Hendra sampai memberikan air doa untuk membuatnya sadar. Setelah tenang, Ira mulai bercerita jika ia bertemu dengan sosok wanita yang berusaha mengajak Bagas pergi. Tentu saja melihat orang asing yang hendak membawa pergi anaknya membuat Ira langsung mencegahnya. Namun dengan ketus wanita itu justru menghardiknya, " Minggato kabeh!" "Setelah mendengar ucapan tersebut aku tiba-tiba hilang kesadaran," tutur Ira saat menceritakan kejadian yang dialaminya *Deg! Aku langsung menunduk setelah mendengar cerita Ira. Aku belum berani menceritakan kepadanya tentang pesugihan yang diam-diam aku jalani sebelumnya. "Sepertinya Ira memang diganggu oleh sosok tak kasat mata. Mungkin ini terjadi karena ia sedang depresi pasca kepergian Bagus, jadi saran saya s
Tak seperti saat kematian Bagus, kali ini hanya sedikit orang yang menghadiri acara tahlil untuk mendoakan almarhum Ira. Mungkin karena mereka mengira jika aku melakukan Pesugihan atau ilmu hitam jadi sebagian dari mereka enggan datang.Meskipun begitu aku tetap bersyukur karena masih ada yang mau datang dan ikut mendoakan almarhum istri dan anakku.Acara tahlil berjalan lancar dan khusuk meskipun tidak banyak yang hadir. Selesai cara tahlil Kukuh membantuku membereskan perkakas. Beberapa orang masih berbincang di beranda rumah, bahkan Ustadz Hendra masih mengobrol dengan mereka. Suara tangisan Bagas tiba-tiba membuat ku terhenyak. Aku langsung berlari ke kamarnya, aku takut sesuatu terjadi lagi dengannya.Ku lihat dia sedang merintih kesakitan. Wajahnya memucat dan tubuhnya begitu dingin."Apa yang terjadi!" tanyaku penasaranBagas tak menjawab, ia hanya meringis kesakitan. Aku semakin panik saat melihat matanya tiba-tiba berubah memutih semua. Seketika aku langsung mundur, aku
*DegAku benar-benar tak percaya saat melihat sosok Mbah Kamari yang tergantung dengan bola mata nyaris keluar di ruang tamu."Bagaimana bisa ia bunuh diri di saat aku begitu membutuhkan bantuannya??" Keringat dingin mulai membanjiri wajahku seolah memberitahu betapa paniknya aku saat itu. Bukan hanya panik, aku bahkan berpikir giliran aku atau Bagas setelah ini.Ya, sepertinya aku harus mempersiapkan diri untuk jadi tumbal berikutnya, atau putraku Bagas?.Aku berusaha kuat meskipun tubuhku terasa lemas.Tiba-tiba angin berdesir kencang membuat ku terhempas ke lantai. Kukuh buru-buru menghampiri ku dan mengajakku pergi dari kediaman Mbah Kamari."Kita harus segera pergi dari sini!" tuturnya sambil menarik lenganku"Memangnya ada apa?" tanyaku penasaran"Firasatku mengatakan akan bahaya jika kita berlama-lama di tempat ini!" sahutnyaSuara deru motor Kukuh seolah menjadi penanda jerat Pesugihan dimulai.Tak ada yang aneh sepulang dari kediaman Mbah Kamari. Hanya badanku yang terasa l
"Kalau Bagas kangen sama Ibu, jangan lupa doakan ibu biar ibu bahagia di sana," ucapku berusaha menasihatinya "Aku mau ikut ibu," ucap Bagas tiba-tiba mengagetkan aku *Deg! Ah kenapa aku begitu risau saat mendengar ucapan Bagas. Apa ini sebuah firasat, atau hanya perasaanku saja yang berpikir sempit. "Aku mau ikut ibu??" ucap Bagas kembali menyadarkan aku Ku lihat ia memeluk nisan Ira begitu erat membuat ku ikut merasakan kesedihannya. Betapa tercabik-cabik hatiku saat melihat bagaimana pilunya Bagas yang merindukan sang ibu. Akupun tak kuasa menahan kesedihan yang membuat dadaku terasa sesak. Tangisan kamipun pecah di sana. "Sudah jangan di tangisi lagi, jangan membuat langkahnya semakin berat," ucap Kukuh memperingatkan kami Aku langsung mengusap air mataku dan berusaha menenangkan Bagas. "Sudah ya dek, ikhlaskan ibumu, biarkan dia bahagia di sana bersama Mas Bagus. Kamu gak mau kan melihat ibu sedih?" tanyaku berusaha menyentuh hatinya. Bagas pun mengangguk pelan
Dalam situasi tegang aku tiba-tiba teringat dengan ustadz Hendra.Aku masih ingat Bagaimana cara ustaz Hendra menyadarkan Bagas saat ia tengah kesurupan.Ku coba untuk membaca surat An-Nas seperti yang dilaksanakan oleh Ustadz Hendra. Tapi Baru saja aku membuka mulutku tiba-tiba dadaku terasa sesak seperti ada sesuatu yang menahan ku sehingga suaraku tidak bisa keluar. Dadaku benar-benar sakit, seperti ada kekuatan besar yang menyerang ku hingga suaraku tidak bisa keluar. Mulutku sudah bergerak membaca ayat-ayat tersebut tapi suaranya tidak berhasil keluar.Ku lihat Bagas tertawa menyeringai saat melihat ku.Aku berusaha berkonsentrasi dan berserah diri pada sang Illahi. Saat ini hanya Dia yang bisa membantu ku melawan iblis jahanam yang bersemayam di tubuh putra bungsuku.Ya Allah, tolong bantu aku, hanya padamu lah aku memohon pertolongan dan hanya padamu lah aku berserah diri. Tiba-tiba ku rasakan sakit di dadaku perlahan menghilang. Suaraku mulai keluar."Alhamdulillah," Bagas
*Deg!Rasanya aku tidak percaya saat mengetahui uang sekoper milikku tiba-tiba raib menghilang. Aku yakin tidak ada seorangpun yang masuk ke rumah ini. Aku berani bersumpah kalau tidak seorangpun yang masuk ke rumah ini. Aku bahkan sudah memastikan cctv rumah ini.tapi aku tidak tahu kenapa uang itu tiba-tiba bisa menghilang. tentu saja hal ini membuat aku begitu pusing dan semakin ketakutan. Kukuh pun membantuku mencari koper itu. Namun sayangnya meskipun kami sudah mencarinya di seluruh ruangan ,kami tetap tidak menemukannya."Bagaimana ini Kuh, bagaimana jika uang itu tidak ketemu?" ucapku dengan nada sedih"Sudahlah, mungkin memang uang itu sudah diambil pemiliknya, makanya kita tidak akan pernah bisa menemukannya," jawab Kukuh Ia berusaha menenangkan ku dan memberiy solusi untuk masalah yang terjadi.Meskipun aku kami tahu akan ada hal besar yang terjadi jika uang itu menghilang."Setidaknya kita sudah mencari uang itu, jadi jangan pernah bersedih lagi," Seperti biasa malam