Share

Bab 4. Bangkai

"Tumben kamu masak banyak banget Ra, emang dapat duit dari mana?" tanyaku penasaran

  "Oh itu, Alhamdulillah Mas, semalem ada orang baik yang memberi ku uang banyak banget. Tak tanggung-tanggung ia memberikan uang satu koper kepada ku!" ucap Ira tampak sumringah

  "Uang satu koper??"

  *Deg!

  "Satu koper?, yang benar saja, mana ada orang yang mau memberikan uang sebanyak itu tanpa cuma-cuma kepada kita," sanggah ku

  "Beneran Mas, kalau Mas gak percaya silakan cek saja," tantang Ira

  Ia mengajakku masuk ke kamar untuk melihat uang itu.

  Karena penasaran aku pun buru-buru menuju ke kamar untuk mengecek uang tersebut. Ku lihat sebuah koper berwarna hitam di dalam kamar. Saat ku buka ternyata benar isi tas itu adalah uang. Bahkan karena saking penasarannya aku mengecek keaslian uang dalam koper tersebut. Dan semuanya asli.

  "Asli kan, aku gak bohong?" ucap Ira

  Aku mengangguk dengan wajah yang tak percaya.

  Kalau itu adalah uang pesugihan, aku yakin sekarang pasti sudah menghilang atau menjadi daun karena aku tidak jadi memberikan tumbal. Tapi uang ini masih utuh. Kalau uang ini bukan uang pesugihan lalu siapa yang memberi ku uang sebanyak ini??. Apa mungkin Bagas akan jadi tumbal???.

  Aku segera keluar untuk memastikan tidak terjadi sesuatu pada Bagas.

  Alhamdulillah dia baik-baik saja, bahkan aku memeriksanya tak ada satupun luka di tubuhnya.

  "Syukurlah kamu baik-baik saja nak,"

  Ku peluk erat Bagas, sambil bersyukur karena ia masih selamat.

  Meskipun rasa penasaran begitu berkecamuk di dalam dadaku namun rasa lapar mengalihkan semuanya.

  Aku segera duduk disamping istri. Ku lihat wajah ceria mereka yang begitu sumringah menikmati makan siang kami yang cukup mewah hari itu. Baru kali ini ku lihat kebahagiaan di wajah mereka.

  Ya Tuhan, jika memang ini adalah uang halal darimu maka saya berjanji akan beribadah lebih rajin lagi, tapi jika ini adalah uang pesugihan maka tolong selamatkan keluargaku.

  "Silakan dimakan mas," ucap Ira memberikan sepiring nasi lengkap dengan lauk pauknya kepadaku

  "Terimakasih dek," ucapku

  "Sama-sama Mas," jawab Ira sumringah

  Ku lihat Bagas dan Ira makan dengan lahapnya.

  Namun entah kenapa Bagus sama sekali tak menyentuh makanannya. Akupun bertanya kepadanya kenapa ia tak memakan makanannya. Padahal Ira sudah membuatkan makanan kesukaan Bagus.

  "Kok gak dimakan makanannya, emang kenapa?"

  "Gak papa Yah," jawab Bagus dengan nada cuek

  "Apa mau ayah suapin?"

  Seketika Bagus langsung menggeleng.

  "Kamu sakit lagi?" tanyaku lagi

  Lagi-lagi Bagus menggeleng.

  Aku hanya menghela nafas melihat sikap putra sulung ku tersebut. Memang dia cukup sensitif masalah makanan, apalagi rasanya. Mungkin rasa makanan ini kurang makanya ia tak mau memakannya, pikirku saat itu.

  Aku pun segera mencoba makanan di depanku untuk mengecek rasanya. Namun Bagus langsung melarang ku memakan makanan tersebut.

  "Jangan dimakan ayah!" serunya menepis lenganku

  "Kenapa nak?"

  Ku lihat wajah Bagus nampak ketakutan seolah melihat sesuatu.

  Ia kemudian membisikkan sesuatu kepadaku. Dan aku tercengang saat mendengar ucapan Bagus.

  "Jangan makan makanan itu, itu bukan makanan Yah," bisiknya

  Akupun mengernyitkan kening mendengar ucapan Bagus. Ku lirik semua makanan yang ada di meja. Semuanya adalah masakan ira, memangnya aap yang salah.

  "Kalau itu bukan makanan memangnya apa yang kamu lihat nak?" tanyaku semakin penasaran

  Kembali Bagus menarik ku dan membisikkan sesuatu kepada ku.

  "Bangkai,"

  Seketika aku melotot mendengar ucapannya. Bagaimana tidak, mana mungkin Ira menyajikan bangkai untuk keluarganya sendiri. Meskipun kami tak memiliki uang tapi Ira selalu menyajikan makanan sehat kepada kami.

  Aku tahu Bagus memang sering melihat hal-hal aneh selama ini jadi wajar saja jika ia melihat sesuatu yang aneh pada makanan Ira.

  Untuk membuktikan jika makanan itu memang layak dan bisa dikonsumsi akupun mengambil sesendok nasi untuk membuktikannya. Suapan pertama masih terasa normal. Rasanya ya seperti masakan Ira selama ini.

  "Mungkin kamu salah liat Nak, buktinya ayah sudah mencobanya dan rasanya enak. Sekarang kamu coba ya,"

  Akupun berusaha untuk menyuapinya, namun Bagus bersikeras menolaknya. Bahkan ia menampik makanan yang ku sodorkan hingga jatuh.

  "Prang!!"

  Tentu saja hal itu membuat Ira dan Bagas kaget dan menoleh kearah kami.

  "Kenapa sih Gus, kalau gak mau makan ya sudah gak usah buang-buang makanan seperti itu, mubadzir tahu!" seru Ira

  Akupun buru-buru membersihkan nasi yang berserakan di lantai. Saat aku hendak mengambil piring nasiku tiba-tiba aku merasa kaget saat melihat ayam bakar yang tersaji di meja berubah menjadi bangkai tikus. Mie goreng beruntung menjadi belatung.

  "Astaghfirullah!!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status