Share

JERAT PESUGIHAN
JERAT PESUGIHAN
Penulis: itszahrachangacha

Bab 1 Memilih Jalan Gelap

Sebagai orang tua, kita memang diberikan pilihan untuk melahirkan anak yang kita kandung, atau menggugurkannya. Namun bagi orang yang sudah lama tidak memiliki keturunan sepertiku, tentu saja memiliki anak adalah sebuah anugerah yang luar biasa.

Setelah 10 tahun pernikahan kami, hal yang paling membahagiakan adalah saat Sairah istriku, dinyatakan hamil oleh dokter. Ternyata program kehamilan yang selama hampir dua tahun kami jalani membuahkan hasil juga.

Alhamdulillah selama kehamilan istriku juga tidak mengalami ngidam yang aneh-aneh. Semuanya berjalan lancar hingga hari kelahiran buah hati kami.

Seperti sebuah mimpi ternyata istriku melahirkan anak kembar laki-laki yang kemudian aku beri nama Bagas dan Bagus.

Aku merasa kehidupan ku nyaris sempurna dengan kehadiran dua malaikat kecil kami. Hari-hari kami yang biasanya sepi pun menjadi ramai. Karena memiliki anak kembar aku meminta Ira untuk resign dari tempat kerja untuk mengurus buah hati kami. Toh aku merasa kondisi ekonomi keluarga kami juga sudah lumayan mapan jadi tidak masalah jika Ira tidak bekerja lagi.

Kehidupan keluarga kami berjalan normal seperti keluarga lainnya. Anak-anak kami tumbuh normal sama seperti anak-anak lainnya. Hingga suatu hari Bagus mengalami sakit yang aneh setelah berwisata di sebuah kebun bintang. Awalnya Bagus hanya demam biasa. Besoknya aku dan Ira membawanya ke rumah sakit. Namun bukannya sembuh, panas Bagus tak kunjung turun. Dia malah suka kejang tengah. Ia juga sering menjerit-jerit tidak jelas seperti orang ketakutan saat tengah malam. Bagus seperti melihat sesuatu yang tidak bisa kami lihat seraya menunjuk-nunjuk ke atas plafon rumah.

Ia selalu bilang ada hantu sambil menunjuk ke atas. Kejadian ini berlangsung cukup lama. Aku dan ira sudah berusaha mengobati Bagus ke orang pintar karena ada yang bilang jika anakku di ganggu makhluk tak kasat mata. Namun tetap saja kondisi Bagus tak kunjung membaik meskipun sudah beberapa dukun kami datangi. Setiap malam kami harus begadang karena Bagus selalu ketakutan dan susah tidur.

Karena kurang tidur Bagus menderita penyakit aneh. Badanya kurus kering, muka pucat dan kantong mata yang menghitam seperti orang yang kelelahan.

Padahal usianya baru sepuluh tahun namun ia sudah terlihat seperti anak yang berusia 13 tahun karena kondisi tubuhnya. Seluruh tubuhnya kini juga dipenuhi bisul yang bernanah.

Meskipun tak kunjung membaik, kami tetap berikhtiar demi kesembuhan Bagus. Berapa pun biayanya, sampai kami rela menjual semua harta benda yang kami miliki termasuk rumah yang kami huni. Bukan hanya itu saja, aku juga sampai berhutang kanan kiri demi biaya pengobatan putra kami.

Kadang aku ingin menyerah dengan keadaan ini, namun entah kenapa Nurani ku tak tega saat membiarkan putraku sakit tanpa berbuat apa-apa. Sampai-sampai aku memilih tidak makan demi membeli obat untuk Bagus.

Apalagi mengingat bagaimana perjuangan kami berdua untuk bisa mendapatkan buah hati kami yang begitu sulit. Tentu saja kami harus terus berusaha untuk menjaga amanah yang diberikan Tuhan ini dengan sepenuh hati meskipun kami harus kehilangan harta benda.

Sudah puluhan dokter dan rumah sakit kami datangi, namun semuanya sama, tak ada diagnosis yang spesifik untuk penyakit Bagus. Bahkan kondisinya semakin memburuk.

Jika memang tak ada harapan untuk sembuh maka mudahkanlah kematiannya, jangan biarkan ia terlalu lama tersiksa oleh penyakitnya.

Itulah sepenggal doaku, yang selalu ku panjatkan berharap semuanya berakhir indah.

Pagi itu dua orang Pria bertubuh tegap mendatangi kediaman kami. Awalnya aku kira mereka dermawan yang ingin memberikan bantuan untuk biaya pengobatan putra kami karena aku sempat membuka open donasi di media sosial, untuk biaya pengobatan Bagus.

Namun dugaanku salah, mereka adalah Debt kolektor dari salah satu aplikasi pinjaman online.

Aku memang menunggak cukup lama hingga mereka pun mengirimkan Debt kolektor untuk menagih hutang kami. Karena tak mendapatkan hasil dan aku juga tak punya barang yang bisa dijadikan sebagai jaminan, maka mereka pun menjadikan aku sebagai sasaran kemarahannya.

Hari itu aku babak belur dipukuli oleh mereka. Aku hanya pasrah dan tak bisa melawan.

Rasa sakit membuat aku benar-benar down, rasanya aku sudah tidak kuat lagi menahan semua penderitaan ini. Apalagi saat melihat istri dan anak-anakku yang hanya bisa makan nasi dengan garam saja. Seketika air mataku langsung mengalir melihat mereka.

Karena sudah buntu akupun memutuskan untuk ikut Pesugihan. Aku pikir hanya itulah harapanku untuk merubah segalanya.

Salah seorang yang bisa membantu ku dalam hal ini adalah Kukuh. Dia adalah sahabatku di kampung. Bisa dikatakan dia adalah satu-satunya orang yang begitu dekat dengan klenik atau hal-hal gaib, jadi aku yakin dia pasti akan membantuku untuk mewujudkan keinginan ku.

Tekadku sudah bukat untuk mengikuti pesugihan menjual anak untuk melunasi semua hutang-hutang keluarga ku. Aku tidak mau istri dan anakku menderita karena kekurangan. Bukankah lebih baik mengorbankan Bagus menjadi tumbal pesugihan daripada ia menderita berkepanjangan. Mungkin Bagus juga berpikir sama denganku yaitu lebih baik mati daripada hidup sakit-sakitan.

Toh percuma saja dia hidup dengan kondisi sakit-sakitan, dimana dokter saja sudah angkat tangan dan harapannya untuk sembuh hanya 10 persen. Jadi lebih baik mati bukan, dari pada terus menerus tersiksa oleh penyakit aneh yang membuat keluarganya ikut menderita.

Pagi-pagi buta setelah selesai sholat subuh aku putuskan untuk pergi menemui Kukuh.

"Kamu yakin mau ikut Pesugihan Jual anak?" tanya Kukuh ragu-ragu

"Tentu saja, Lagipula sudah tidak harapan lagi untuk Bagus. Tolong aku Kuh, aku sudah buntu. Nanti kalau berhasil kamu pasti aku bagi. Aku juga sudah siap menanggung segala resikonya," ucapku mantap

Mendengar jawaban ku, Kukuh langsung mengajakku ke sebuah pemakaman. Ia bilang ingin mengajak ku melakukan ritual memperkuat diri sebelum kami menemui dukun pesugihan.

Akupun hanya menurut saja saat toh aku sudah percayakan semua padanya. Malam itu Kukuh mengajakku ke sebuah pemakaman. Ia menyuruhku duduk di sebuah makam yang terlihat masih baru. Tidak lupa Kukuh meletakkan sesaji lengkap dengan gelas kosong yang diletakkan di depan batu Nisan.

Suara burung kokok beluk terdengar bersahutan membuat bulu kudukku berdiri. Saat Kukuh mulai membaca mantera, tiba-tiba angin kencang berhembus membuat tubuh kami berdua terhempas ke samping makam.

*Wusshh!!

*Buughh!!

Tubuhku membeku saat tanganku tidak sengaja menyentuh sebuah tengkorak manusia. Aku berteriak histeris saat itu hingga membuat Kukuh langsung membungkam mulut ku.

"Jangan berisik!" ujarnya lirih

Aku langsung mengangguk dan menyeka keringat dingin yang mulai membasahi wajahku. Aku kembali duduk di samping Kukuh dan melanjutkan ritual dengan wajah pucat pasi. Kali ini ku dengar suara seseorang sedang menuangkan air ke dalam gelas. Aku menoleh ke kanan dan Kiri namun tak ada siapapun. Saat pandanganku kembali kedepan, ku lihat gelas Kosong didepnku sudah terisi penuh dengan darah.

*Glekk!!

Aku hanya bisa menelan ludah menahan kengerian yang mulai menggerayangi tubuhku.

Tidak lama Kukuh berhenti membaca mantera dan mengambil gelas yang ia letakan di samping batu nisan. Teguh memintaku untuk meminum darah itu.

"Habiskan dan jangan ada sisa, karena kalau masih ada sisa berarti kamu gagal!"

*Deg!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status