Laura adalah gadis cantik dengan tubuh mungil. Dia yatim piatu, tetapi sangat disayangi oleh sang dosen bernama Albert Smith. Dengan kepribadiannya yang menyenangkan, Laura menjadi warna dalam Keluarga Smith. Dia seperti anak kandung, walau tidak memiliki hubungan darah. Suatu hari Albert Smith meninggal dunia dan meninggalkan lara mendalam untuk hati Laura. Dia kehilangan sosok ayah yang melindungi, juga mendapat wasiat supaya menikah dengan anak tunggal Albert: Adler Smith. Adler dengan kepribadiannya yang dingin membuat Laura takut saat menerima wasiat tersebut. Apalagi Albert sangat sibuk dengan pekerjaannya sebagai presdir di Perusahaan Smith Corporation. Laura pun memulai rumah tangganya dengan rasa campur aduk. Dia mencoba bertahan di tengah peliknya kesulitan setelah memutuskan sang pacar yang dicintai: Aro. Akankah Adler dan Laura dapat membangun keluarga bahagia? Atau Laura berakhir bersama Aro yang mencintainya sepenuh hati? "Lantas bagaimana jika itu bayimu?" "Maka aku akan merebutnya!"
View MorePernikahan mereka tak terasa sudah berjalan satu bulan.Sejak tragedi Laura telanjang kala itu, ada yang berbeda dengan perlakuan Adler terhadap Laura. Setidaknya dia sudah tidak lagi sedingin sebelumnya. Walaupun masih tak banyak bicara dengannya. Adler pun membiarkan Laura yang mengurus segala hal kebutuhannya, termasuk juga membereskan ruang kerjanya yang seringkali berantakan atau sekadar membuatkan kopi di pagi hari.Namun, tentu saja ada satu lagi pengecualian, Adler belum pernah menyentuh Laura di ranjang sama sekali. Adler Smith bukan seorang pria penderita impoten, bahkan dia jelas-jelas terangsang melihat Laura tanpa pakaran yang menutup tubuhnya. Lantas mengapa Adler masih menahan diri ketika Laura sudah memberinya lampu hijau?“Aku telah memenuhi janjicu, Ayah, kau senang di sana?”Embusan angin musim gugur menarik helaian rambutnya menari di udara. Adler membungkuk dan menaruh seikat bunga lili putih di atas batu nisan yang terukir nama sang ayah, Edward Smith.“Tetapi ..
- Flashback -Adler membanting berkas-berkas yang dipegangnya ke meja. Semenjak Laura pergi dari ruangannya, suasana hatinya tiba-tiba memburuk. Dia bahkan kehilangan sebagian besar konsentrasi karena isi kepalanya kini terisi penuh dengan bayangan Laura yang tampak kecewa sebelum melesat keluar dari ruangannya. Sialan besar.Terdengar bunyi mesin mobil yang dinyalakan dari luar jendela. Karena ingin tahu, Adler segera beranjak dari kursi putarnya lantas memeriksa halaman depan dari balik kaca jendela yang jernih. Di bawah sana, terlihat Laura yang berjalan lambat menuruni undakan lalu menghilang ke dalam kabin belakang Lexus hitam bersama Nifa. “Mungkin dia ingin berbelanja,” Adler menerka-nerka.Berputar di rongga kepalanya, Laura sering bermain-main di dapurnya semasa ayahnya masih hidup. Terkadang dia membuat makan siang atau berbagai kue untuk dinikmati bersama para pelayan. Adler sangat jarang bergabung dengan mereka, bahkan nyaris tidak pernah kecuali jika ayahnya memaksa. Sebe
Aro mengantarnya ke mobil. Nifa dan si sopir terlihat sedang sibuk memasukkan barang belanjaan ke dalam bagasi sementara mereka masih mengobrol di luar pintu. "Kau akan pulang setelah ini?" Aro bertanya, senyum mengembang di bibirnya yang jantan. Untuk kesekian kalinya sejak pertama mengenal Aro, Laura senantiasa mengagumi senyuman itu. Senyum yang hangat dan selalu mampu melumerkan hati ketika menatapnya. Laura merona tatkala terkenang senyuman itu pernah berada di bibirnya. Akan tetapi, dinginnya cincin pernikahan di jari manisnya langsung menyenitak Laura tersadar pada kenyataan. Tak sepantasnya dia mengingat kenangan itu karena dia adalah istri seorang Adler Smith dan bukan Aro Jackzares. Kau benar-benar bodoh! Laura menghardik dirinya dalam hati. Segera dia mengalihkan mata dan meraih gagang pintu. Nifa sudah duduk dengan manis di balik kaca jendela dan menunggunya masuk. "Ya, aku harus pulang, maaf, bisa kau menyingkir?" "Ah, maafkan aku," Aro berkata lalu membuka pintu
Laura sudah bangun dan menggosok tubuhnya dengan sabun beraroma lavender yang masih baru. Dia sangat menyukai sensasi sejuk sewaktu air mengalir dan menyiram tubuhnya. Menyergap kulitnya yang telanjang juga membekukan rasa sakit yang menggumpal di dada. Desahan halus meluncur dari bibir mungilnya. Laura mengingat pagi ini tidak lagi sama seperti sebelumnya. Jadi, dia mulai memikirkan menu sarapan apa yang digemari Adler setelah selesai berpakaian.Suaminya masih terlelap di ranjang. Laura menimbang untuk membuka tirai jendela atau membiarkan saja tetap tertutup agar tidak mengusik Adler. Pria itu tidur begitu nyenyak, Laura tidak tega membangunkannya. Akhirnya dia hanya menyisir rambut di depan cermin lalu berderap ke dapur. Sepanjang perjalanan menuruni anak tangga, pikirannya berjejalan dengan berbagai menu yang akan dibuatnya untuk sarapan.Meskipun rumah besar itu memiliki beberapa pelayan, Laura dengan keras kepalanya menolak diam saat mereka memintanya menunggu sarapan disiapkan
Pernikahaan itu digelar satu bulan setelah pemakaman Albert Smith dan karena Laura yang meminta, tak ada kemewahan di sana. Seusai upacara pemberkatan di gereja, acara langsung bergulir ke pesta sederhana yang hanya dihadiri kerabat dekat dan rekan-rekan mereka. Kebanyakan adalah kolega Adler, sementara Laura hanya mengundang teman-teman dekatnya di kampus. Termasuk pemuda bernama Aro Jackzares."Selamat untuk pernikahan kalian, aku tidak menyangka akan seperti ini."Laura tertegun saat Aro memeluknya sangat erat dan lama. Napasnya yang hangat terembus kecewa di leher yang terbuka. Saat itu Adler sedang sibuk menyapa rekan bisnisnya, bersyukur suaminya itu tidak bisa melihatnya sedang berada di pelukan lelaki lain karena Aro menariknya menjauh dari kerumunan tamu."Aro, cukup," Laura berkata seraya membebaskan diri dari lengan-lengan kokoh itu."Sebentar lagi, Laura.""Jangan membuatku menyesal telah mengundang dirimu, Jackzares."Terdengar Aro menghela napas lantas melepaskan Laura,
Suasana hening, tak satu pun yang berniat membuka percakapan. Laura termenung sambil memeluk dirinya sendiri, sedangkan Adler menatap hampa ke luar jendela. Mereka berdua tenggelam dalam lamunan masing- masing tanpa memperhatikan satu sama lain sampai akhirnya tiba di kediaman megah keluarga Smith.“Laura?”Adler telah mengetuk pintu kayu itu berpelitur dua kali. Ini sudah terlewat 15 menit dari jam makan malam, namun Laura tak kunjung keluar dari dalam kamarnya. Semenjak mereka meninggalkan pemakaman, Adler membawa Laura tinggal di rumahnya. Gadis itu tidak membantah, padahal dari cerita mendiang ayahnya dulu, Laura bukan tipe yang mau menerima kebaikan orang lain dengan mudah. Tetapi tadi Laura tidak membantah dan Adler jadi sedikit cemas karenanya.Tepat pada ketukan terakhir, Adler memutuskan untuk masuk. Mata hitamnya memindai sekeliling namun sosok kecil berambut hitam itu tidak ada di sudut ruang mana pun. Adler bergerak ke arah kamar mandi yang ternyata tidak dikunci, perlahan
Aroma seduhan teh tiba-tiba menyapa penciumannya. Laura mengerjap beberapa kali sebelum pandangannya mulai fokus melihat keadaan sekeliling. Ruangan besar ini tampak rapi setelah dia membereskannya dua jam yang lalu."Tuan Smith, maaf, aku ketiduran," ujarnya lalu menguap kecil sambil meregangkan badan di sofa yang ditidurinya.Pria berkacamata itu hanya tersenyum sambil mengusap kepala berambut sehitam tinta. "Kau membereskan seisi ruangan ini, pasti melelahkan. Aku membawa teh kesukaanmu."Gadis itu tersenyun dan mengucapkan terima kasih sebelum mengangkat. cangkir porselen putih itu dengan hati-hati ke bibir lantas menyesap. Hangatnya teh hitam langsung mengaliri kerongkongan dan mengusir sisa- sisa kantuk di wajahnya. Ketika menurunkan cangkir ke meja, tanpa sengaja mata biru kehitaman itu menangkap gambar seorang anak lelaki yang terbingkai indah di dalam bufet.Selama beberapa detik pandangannya terpaku pada sosok bocah yang sedang membaca buku dengan riang di sebuah taman yang
Aroma seduhan teh tiba-tiba menyapa penciumannya. Laura mengerjap beberapa kali sebelum pandangannya mulai fokus melihat keadaan sekeliling. Ruangan besar ini tampak rapi setelah dia membereskannya dua jam yang lalu."Tuan Smith, maaf, aku ketiduran," ujarnya lalu menguap kecil sambil meregangkan badan di sofa yang ditidurinya.Pria berkacamata itu hanya tersenyum sambil mengusap kepala berambut sehitam tinta. "Kau membereskan seisi ruangan ini, pasti melelahkan. Aku membawa teh kesukaanmu."Gadis itu tersenyun dan mengucapkan terima kasih sebelum mengangkat. cangkir porselen putih itu dengan hati-hati ke bibir lantas menyesap. Hangatnya teh hitam langsung mengaliri kerongkongan dan mengusir sisa- sisa kantuk di wajahnya. Ketika menurunkan cangkir ke meja, tanpa sengaja mata biru kehitaman itu menangkap gambar seorang anak lelaki yang terbingkai indah di dalam bufet.Selama beberapa detik pandangannya terpaku pada sosok bocah yang sedang membaca buku dengan riang di sebuah taman yang ...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments