Balada Cinta Sang Presdir

Balada Cinta Sang Presdir

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-15
Oleh:  Rihanna RoiOn going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
27Bab
155Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Andreas Wirawan, seorang presiden direktur berusia 38 tahun, hidup dalam bayang-bayang duka setelah lima tahun merawat istrinya, Maya, yang koma akibat kecelakaan. Di tengah tekanan pekerjaan dan rasa bersalah yang tak kunjung usai, Maya meninggal dunia, meninggalkan Andreas dalam kehampaan. Suatu sore di sebuah kafe di Thamrin, ia bertemu Lara, desainer freelance berusia 29 tahun yang ceria dan penuh percaya diri. Pertemuan tak sengaja itu membawa sedikit kehangatan dalam hidup Andreas yang dingin. Ketika Lara ternyata menjadi bagian dari proyek besar perusahaannya, SmartGrid, interaksi mereka semakin intens. Andreas, yang awalnya hanya ingin fokus pada pekerjaan, mulai merasakan perubahan—senyum kecil dan obrolan ringan bersama Lara membuatnya melupakan beban, meski hati masih bergulat dengan kenangan Maya. Di sisi lain, Lara, yang menikmati kebebasan hidupnya bersama kucing oren bernama Milo, mulai penasaran dengan sosok Andreas yang misterius namun hangat. Ketika proyek sukses diluncurkan, Andreas mengajak Lara ngopi—langkah kecil yang membukanya pada dua sisi: kesetiaan pada masa lalu dan kemungkinan baru di depan mata. Akankah Andreas menemukan cara untuk melangkah maju tanpa kehilangan jejak cintanya pada Maya? Dan apakah Lara, yang menghindari ikatan, bersedia membuka hati untuk pria yang membawa luka mendalam?

Lihat lebih banyak

Bab terbaru

Pratinjau Gratis

Prolog

Langit Jakarta sore itu kelabu. Mendung tebal bergantung seperti rahasia yang tak ingin terucap. Hujan baru reda meninggalkan genangan di trotoar dan aroma tanah basah. Di sebuah kafe, di sudut Thamrin, Andreas Wirawan duduk sendirian dekat jendela. Pria 38 tahun itu mengenakan kemeja putih digulung hingga siku, dasi birunya terlepas dan tergeletak di meja. Mata menatap kosong ke arah cangkir kopi yang dingin. Pikirannya terperangkap diantara laporan keuangan perusahaan.Pintu kafe berderit pelan saat seorang wanita masuk. Usianya sekitar 29 tahun, dengan rambut yang sedikit basah menempel di pipi karena sisa hujan. Ia mengenakan mantel cokelat tua dan celana jeans sederhana, namun ada sesuatu dalam caranya berjalan—anggun dan penuh percaya diri—yang membuat Andreas melirik sekilas. Wanita itu memesan sesuatu di kasir, lalu berjalan kea rah meja kosong tak jauh dari Andreas. Kursi bergoyang saat wanita itu duduk. Secarik kertas jatuh dari tas-nya tanpa disadari.Andreas memungutnya, la...

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
27 Bab
Prolog
Langit Jakarta sore itu kelabu. Mendung tebal bergantung seperti rahasia yang tak ingin terucap. Hujan baru reda meninggalkan genangan di trotoar dan aroma tanah basah. Di sebuah kafe, di sudut Thamrin, Andreas Wirawan duduk sendirian dekat jendela. Pria 38 tahun itu mengenakan kemeja putih digulung hingga siku, dasi birunya terlepas dan tergeletak di meja. Mata menatap kosong ke arah cangkir kopi yang dingin. Pikirannya terperangkap diantara laporan keuangan perusahaan.Pintu kafe berderit pelan saat seorang wanita masuk. Usianya sekitar 29 tahun, dengan rambut yang sedikit basah menempel di pipi karena sisa hujan. Ia mengenakan mantel cokelat tua dan celana jeans sederhana, namun ada sesuatu dalam caranya berjalan—anggun dan penuh percaya diri—yang membuat Andreas melirik sekilas. Wanita itu memesan sesuatu di kasir, lalu berjalan kea rah meja kosong tak jauh dari Andreas. Kursi bergoyang saat wanita itu duduk. Secarik kertas jatuh dari tas-nya tanpa disadari.Andreas memungutnya, la
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-10
Baca selengkapnya
Bab 1: Bayangan
Pagi itu udara Jakarta terasa lebih dingin daripada biasanya. Andreas melangkah masuk ke dalam Lorong steril rumah sakit swasta di bilangan Senayan. Kamera keamanan berdengung pelan di sudut plafon, aroma antiseptic menusuk hidungnya. Andreas mengenakan jas abu-abu tua yang sedikit kusut setelah dipakai rapat direksi. Di tangannya terdapat buket mawar putih—yang merupakan favorit Maya, istrinya.Kamar 407, ruangan khusus yang menjadi bagian hidup Andreas lima tahun terakhir, terletak di ujung koridor. Dua perawat berpapasan dengannya mengangguk sopan. Mata Andreas tertuju lurus ke depan, pikirannya bergulat dengan perkataan dokter kemarin sore.Dokter Rudi, spesialis saraf yang menangani Maya sejak awal mengajak Andreas duduk di ruang konsultasi yang dipisahkan meja kayu sederhana. “Sudah lima tahun, dan aktivitas otak istri Anda terus menurun. Alat bantuan hidup ini mungkin hanya memperpanjang penderitaannya. Saya sarankan Bapak pertimbangkan melepasnya saja. Kami selaku tim medis sud
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-10
Baca selengkapnya
Bab 2: Napas Terakhir
Sore itu langit Jakarta mulai memerah di ufuk barat, menyisakan cahaya lembut yang menyelinap melalui jendela kamar 407 di RS Medika Senayan. Andreas baru saja meninggalkan ranjang Maya setelah kunjungan singkat. Kini ia duduk di balik kursi kemudi sedan hitamnya. Andreas berhenti di lampu merah di kawasan Sudirman. Tak jauh dari rumah sakit. Jas hitamnya tergeletak di balik kursi penumpang. Kemeja putih Andreas agak berkeringat setelah hari yang panjang. Ia menyalajan musik klasik, mencoba mengusir keheningan ketika ponsel dalam dashboard bergetar keras.“Nomor rumah sakit?” batin Andreas. Tak seperti biasanya, jantung Andreas pun berdebup kencang. Dia mencoba menenangkan diri sebelum menekan tombol accept. “Mungkin cuma laporan rutin. Tapi … kenapa nggak secara offline tadi?”“Halo?” kata Andreas.“Halo, Pak Andreas?” suara perawat di ujung telepon terdengar canggung dan penuh hati-hati. “Ini dari RS Medika Senayan. Saya … saya perlu bicara soal Ibu Maya.”“Apa kabarnya?” tanya Andre
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-10
Baca selengkapnya
Bab 3: Sisa Pecahan
Seminggu setelah kematian Maya, apartemen Andreas di kawasan Menteng terasa lebih sunyi daripada biasanya. Di meja makan, laporan keuangan perusahaan yang seharusnya ia tandatangani masih terbuka, pena tergeletak begitu saja di samping kopi. Andreas duduk di balkon, memandang lampu kota yang berkelap-kelip, segelas whiski di tangannya hampir kosong. Andreas tak ingat kapan terakhir tidur lebih dari dua jam.Di kantor efek duka tersebut terlihat nyata. Andreas yang biasanya tegas nan penuh kendali, kini sering membatalkan rapat tanpa alasan jelas. Asistennya, Bima sudah tiga kali mengingatkan presentasi penting dengan investor minggu depan, tapi Andreas hanya menjawab dengan tatapan kosong. “Nanti saja,” katanya.Email-email kantor menumpuk di kotak masuk. Telepon dari mitra bisnis hanya dijawab dengan pesan singkat oleh Bima: “Pak Andreas sedang tak bisa diganggu.”Pagi itu pintu apartemen diketuk keras, dan Andreas mengabaikannya. Namun, ketukan itu berubah menjadi dering bel yang tak
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-10
Baca selengkapnya
Bab 4: Di Tengah Kabut
Langit Jakarta cerah untuk pertama kalinya dalam seminggu, meski kabut tipis masih menggantung di udara. Andreas melangkah masuk ke kantor di gedung bertingkat di kawasan Kuningan. Setelah absen lama, ia mengenakan jas abu-abu tua sedikit longgar—berat badannya turun beberapa kilo sejak kematian Maya. Dasi biru tua yang dipilih Rina tadi pagi ikut dipakai. Mata Andreas masih sayu dengan lingkar hitam di bawahnya tak bisa disembunyikan. Andreas memaksa diri melangkah, dan kata-kata Maharani serta Rina terus bergema di kepalanya: Kamu harus bangkit perlahan-lahan.Lift terbuka di lantai 23, pada markas perusahaan teknologi yang ia pimpin. Karyawan yang biasanya menyapa antusias kini hanya mengangguk hati-hati. Mereka tak yakin bagaimana harus menyambut bos yang baru kembali. Bima, asistennya langsung mendekat dengan tablet di tangan. “Pak Andreas, selamat pagi! Senang Bapak akhirnya masuk lagi. Jadwal hari ini—”“Nanti aja, Bim,” potong Andreas, suaranya serak tapi tegas. “Aku mau duduk
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-10
Baca selengkapnya
Bab 5: Sisa Pecahan
Awan tipis bergerak lambat seolah tak ingin buru-buru meninggalkan kota. Andreas duduk di kursi kulit dalam ruang kerjanya, jendela besar di belakangnya memantulkan siluet gedung-gedung tinggi Kuningan. Dokumen dan kertas di meja mulai berkurang, meski ada beberapa laporan belum disentuh. Kopi hitam di cangkir mengepul pelan, aroma pahitnya mengisi udara. Untuk pertama kalinya dalam 2 minggu, Andreas merasa sedikit lebih bersemangat—bukan karena bebannya hilang—tapi belajar menyelesaikannya dengan cara berbeda.Ponsel bergetar di saku jas, pesan dari Rina masuk: “Kak, jangan lupa makan siang. Aku titip ke Bima kalau kamu skip lagi, bakal kukuliahin panjang.” Andreas tersenyum kecil membacanya. Jari-jari mengetik balasan singkat: “Iya, Rin. Tenang aja.” Ia meletakkan ponsel, lalu menatap layar laptop yang menampilkan e-mail dari tim promosi. Subjeknya: Revisi Logo SmartGrid – Draft Final. Pengirimnya Lara.Andreas membukanya. Lampiran berisi tiga variasi logo muncul. Garis-garis lebih t
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-10
Baca selengkapnya
Bab 6: Rasa Penasaran
Lebih ramai daripada biasanya. Jalanan Jakarta dipenuhi deru kendaraan, sementara trotoar penuh dengan langkah para pejalan kaki yang bergegas menuju tujuan masing-masing. Di sebuah apartemen kecil di bilangan Tebet, lara duduk di meja makan yang berfungsi sebagai tempat bekerja juga. Cahaya mentari menyelinap melalui celah-celah tirai, menerangi banyak sketsa berserakan di sekitar laptop. Secangkir the hijau mengepul di sampingnya, aroma daun bercampur baru kertas dan tinta.Lara menggulir ponsel sambil menyesap teh, mata tertuju pada pesan Andreas yang masuk semalam. “Terima kasih, Lara. Kamu pun jangan lupa beristirahat. Makasih udah bikin hari ini terasa lebih mudah dilalui.” Kalimat itu sederhana, tapi entah kenapa terasa berbobot daripada ungkapan biasa. Ia mengerutkan kening, jari-jarinya berhenti di layar. “Lebih mudah dilalui?” gumamnya heran. “Maksudnya apa ya?”Andreas memang terlihat lelah sejak awal mereka bertemu, tapi ada sesuatu di balik matanya yang sulit ditebak. Pesa
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-11
Baca selengkapnya
Bab 7: Memori Masa Lalu
Beberapa tahun lalu, di Universitas Trisakti semburat oranye lembut menyelinap diantara pepohon kampus. Andreas, mahasiswa semester akhir jurusan manajemen bisnis, duduk di taman dengan kemeja biru muda. Kainnya agak kusut dipakai seharian kuliah. Di sampingnya Maya, gadis cantik nan sederhana berusia 23 tahun jurusan Teknik indormatika memainkan ujung rambut, Helaiannya tampak indah dan tergerai jatuh. Ia mengenakan rok selutut dan kemeja putih bersih. Mata cokelatnya menatap rumput di bawah kaki ragu. Kata-katanya mengalun seperti angin berdesau lembut. “Andreas, aku nggak ngerti kenapa kamu masih mau sama aku,” katanya. “Liat tuh, cewek-cewek pada ngeliatin kamu kayak bintang film. Aku jadi … aku jadi ngerasa biasa saja karena nggak cantik dan nggak pinter banget. Kayaknya kamu salah pilih begini caranya.”Andreas menoleh, alisnya terangkat sedikit sebelum tertawa kecil. “May, kamu serius nanya gini? Kita udah setahun pacaran loh, dan kamu masih bilang aku salah pilih?” tanyanya.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-26
Baca selengkapnya
Bab 8: Belum Usai
“Bu Rika, terima kasih banget atas kerjasamanya,” kata Lara sumeringah. “Seneng bisa mengawal proyek ini sampai selesai, semoga SmartGrid sukses tiada usai!” ia berjabat tangan dengan Rika erat.Hiruk pikuk memenuhi gedung perkantoran di kawasan Kuningan pagi itu. Lantai 23, markas perusahaan teknologi yang dipimpin Andreas ramai oleh dekorasi modern. Banner biru dan hijau bertuliskan SmartGrid: Powering Tomorrow menghiasi ruang utama. Karyawan berlalu-lalang, beberapa membawa kota souvenir, sementara tim media menyiapkan kamera untuk acara peluncuran produk. Aroma kopi, kue-kue serta catering memenuhi udara. Menciptakan suasana semangat.Di salah satu sudut ruang rapat, Lara berdiri bersama Rika, kepala tim promosi. Ia mengenakan blazer cokelat dan celana jeans rapi. Tas selempang tergantung di bahu, sebagai tanda ia bersiap pergi. Di tangan terdapat gulungan kertas sketsa SmartGrid yang sudah jadi. Materi iklan sudah diangkat ke udara, terpampang dalam layar-layar besar.Rika membal
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-26
Baca selengkapnya
Bab 9: Cahaya Dan Bayangan
Saat Andreas pulang, pintu apartemen terbuka pelan. Rina masuk sambil membawa wadah berisi sop buntut dan nasi. “Kak, nih … Ibu titip. Katanya jangan cuma ngopi, makan yang bener.” Ia meletakannya ke wadah di meja. Lara melirik Andreas sekilas, penasaran sesuatu. “Wah, mukamu seger banget hari ini. Pulang juga nggak buru-buru kayak biasa. Ada apa?”Andreas menoleh sambol menyesap air, mengangguk santai. “Iya, hari ini lancar di kantor. Peluncuran SmartGrid sukses, jadi agak lega,” jawabnya, suara ringan tapia da kehati-hatian yang ingin disembunyikan.Rina mengangguk, lalu duduk di kursi sambil membuka ponsel. “Bagus dong. Seneng denger kakakku balik semangat. Ibu pasti lega mendengar kabar ini,” katanya. “Aku sih … tahu kamu bakal bangkit perlahan-lahan.”“Iya, Rin. Kasih tahu Ibu aku baik-baik aja,” kata Andreas. Ia lalu berjalan ke sofa dan duduk. Tak ingin membuka ruang untuk pertanyaan apapun lagi.“Baiklah, aku balik dulu. Sop buntut-nya jangan lupa dimakan, awas kalau cuma jadi
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-26
Baca selengkapnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status