Masuk ruang kerja suami tanpa ketuk pintu, ternyata suamiku lagi main mesra dengan wanita lain. Apa yang harus aku lakukan? Wanita itu membuatku keguguran.
View More“Siapa yang bertanggung jawab atas pasien ini?”"Krisna brengsek .... Rania, aku akan membunuhmu ...." Karin terus maracau lirih, dengan kekehan lirih dan air matanya.Karin berhasil ditangkap polisi, dalam pengejaran itu. Namun, yang di luar dugaan, Karin pingsan dan saat dibawa ke rumah sakit, kondisinya memprihatinkan.Seorang dokter berdiri di depan ruang ICU dengan wajah serius. Tatapannya tertuju pada tubuh lemah Karin yang terbaring di ranjang dengan borgol besi melilit pergelangan tangannya. Wajah wanita itu pucat, bibirnya membiru, dan selang oksigen terpasang di hidungnya. Ada monitor jantung yang merantaunya.Seorang polisi maju selangkah. “Kami yang bertanggung jawab, Dok. Bagaimana kondisinya sekarang? Apa masih ada harapan? Kami menemukan obat-obatan di tasnya kemarin. Obat sakit kepala dosis tinggi, yang seharusnya dengan resep dokter, tapi tidak ada keterangan dokter yang memberikannya.”“Tumor otak stadium akhir. Sepertinya selama ini dia tidak memperhatikan kondisiny
Rania membuka pintu dengan tatapan tajam dan waspada. Dua sosok yang berdiri di hadapannya—Puspa dan Winda, terlihat lusuh. Mata mereka bengkak, wajah pucat. Namun, bagi Rania, itu tak menghapus jejak luka yang telah mereka tinggalkan di hatinya."Tante Puspa dan … Nona Winda. Ada perlu apa datang sepagi ini? Kalau mau buat masalah, maaf. Aku tidak punya waktu. Dan satu hal yang akan aku pastikan, hari ini aku sangat yakin kalau gugatan ceraiku akan dikabulkan. Jadi, jangan datang kemari lagi hanya untuk mengingatkanku.""Rania ...." Puspa terisak pelan, bahunya bergetar. Dia belum bisa berkata apa-apa. Hanya terus menggeleng karena masih sesak terbayang anaknya yang masuk ruang operasi bersimpah darah dan dinyatakan kritis."Ada apa, Tante?" Rania menekan panggilan Tante agar semakin jelas jarak mereka. Winda yang biasanya berwajah angkuh, kini menunduk. Tak ada kilatan sinis di matanya. Tidak ada kata merendahkan pada Rania."Tante .... Kalau tidak ada urusan penting, sebaiknya si
"Nyonya Krisna .... kenapa sembunyi? Emang nggak mau nyusul suami ke kuburan? Ha ha ha ha ha ha."Rania gemetar di balik pintu yang telah ditahan dengan meja dan kursi. Ketukan keras bercampur suara tawa para pria di luar semakin membuat nyalinya ciut."Rania! Nyonya Krisna! Keluar! Kita main-main! Masa tamu nggak boleh masuk!"Mereka terus memanggil namanya, jadi semakin takut. "Siapa mereka dan mau apa?"Jari-jarinya gemetar saat mencoba menelepon Ajeng dan Indra, berharap mereka segera datang."Jeng, cepat datang. Aku dalam bahaya!" Anehnya, Rania tidak menghubungi Adrian."Rania! Cepat buka pintunya! Kami tahu kamu ada di dalam!" teriakan itu semakin memekakkan telinga, diiringi gedoran dan dorongan yang hampir meruntuhkan pintu.Air mata Rania mulai mengalir. Dia melihat gagang pintu mulai bergerak terus."Jangan masuk .... Jangan masuk .... Mas .... Mas Krisna .... Kenapa kamu nggak datang ...."Lalu pintu itu didobrak keras.BRAKKK BRAKKK BRAKKK"Mas! Mas Krisna! Aku takut!" p
"Aku minta maaf atas kejadian semalam, Nia. Bayu sudah menjelaskan semuanya padaku soal apa yang terjadi. Aku sungguh menyesal nggak bisa jagain kamu." Adrian menatap Rania menyesal.Rania menggeleng pelan, mencoba tersenyum meski terlihat hambar. "Aku baik-baik saja. Nggak perlu dipikirkan lagi soal semalam."Adrian mendesah, menyandarkan tubuhnya ke sofa. "Tapi tetap saja, aku kecewa. Harusnya aku yang menyelamatkanmu, bukan Krisna. Dia .… Apa yang dia lakukan sama kamu semalam?"Rania terdiam. Matanya menatap arah jendela, tapi pikirannya melayang pada kejadian tadi malam. Kilasan ingatan tentang sentuhan lembut suaminya, bisikan kecil yang menenangkan, dan kehangatan itu kembali terngiang seperti mimpi yang terlalu nyata.Seperti mimpi, tapi rasa malam itu dan kehangatannya, melekat di hati.Adrian mengangkat alis. "Nia?"Rania cepat mengembalikan fokusnya."Maaf, aku nggak tahu harus jawab apa." Adrian mengangguk pelan, mencoba menerima. "Oke. Yang penting kamu selamat, itu suda
"Kamu memang milikku, Rania ...."Deru nafas tak terbendung lagi. Rania terus berusaha memprovokasi suaminya, hingga pria itu tak tahan lagi."Mas ....." Hampir hilang kesadaran, tapi Rania seperti paham suara suaminya. Suara suaminya itu kemungkinan tertancap dalam memori hatinya."Aku di sini, Sayang ...."Krisna mengangkat pelan Rania keranjang, lalu melempar jasnya sembarangan. Matanya menatap wajah Rania. Dengan lembut Krisna menghujani wajah itu dengan kecupan."Aku mencintaimu, Sayang. Sangat mencintaimu.""Mas, ..... Aku ...."Di kamar remang, udara malam dipenuhi kehangatan yang terpendam lama. Batasan yang selama ini dipahat ego dan salah paham mulai retak.Di antara nafas yang saling bergelung, Krisna merasakan rindu yang lama tertahan meluap tak terkendali.Menjelang pagi sebelum mentari bersinar, Rania terbangun. Matanya mengerjap pelan, menyadari dirinya dalam dekapan Krisna.'Mas Krisna? Berarti tadi malam bukan mimpi,' batinnya.Hatinya berdegup kencang ketika menyadar
“Kalau Rania bukan wanita baik, bagaimana denganmu, Puspa? Apa yang harus aku lakukan ketika punya istri sepertimu? Selama ini kamu hanya bisa membuat masalah!”“Cukup, Mas! Jangan teruskan lagi! Aku nggak mau mendengar apa pun dari mulutmu.” Puspa menjerit sambil menutup telinganya.Agung mengatur laju nafasnya yang berat. Dia menyipitkan mata, sudut bibirnya tertarik membentuk senyum remeh. "Kamu takut aku bicara lebih banyak? Kalau nggak berani menghadapi jawaban itu, jangan pernah menekan anakmu sendiri untuk membuat keputusan salah!"Puspa terdiam. Tubuhnya gemetar, kedua tangannya terkepal di sisi tubuhnya. Nafasnya berat menahan ledakan emosi dan ketakutan yang bercampur jadi satu.Agung menggeram, menatap istrinya dengan penuh kemarahan. “Aku peringatkan satu hal, Puspa. Kalau kamu masih terus berbuat sesuatu yang menghancurkan Krisna atau Rania, aku tidak segan-segan melakukan hal yang lebih gila dari yang pernah kamu bayangkan!”Winda mematung, wajahnya memucat. Dia tak bera
"Siapa lagi kalau bukan Adrian, Ran? Cuma dia laki-laki waras yang sangat peduli dan tulus padamu.”Rania berhenti sejenak, menatap Ajeng ragu. “Kamu yakin?”“Pasti dia. Adrian kan orang yang paling peduli sama kamu sekarang. Dia mungkin diam-diam membantu lewat relasinya. Sebagai permintaan maaf karena dia nggak ada sisimu.”Rania menghela nafas. Senyum tipis muncul di bibirnya, meski di hatinya terselip keraguan. Dia bersyukur restoran ini akhirnya mulai ada pengunjung. Tapi, ya masih penasaran siapa sebenarnya orang yang merekomendasikan.---PRANGGG! TAAARRRR! Barang-barang melayang di apartemen mewah itu. Gelas kaca, vas bunga, bingkai foto—semua menghantam dinding dan lantai hingga pecah berantakan. Nafas Karin memburu, matanya memerah seperti api yang siap melahap apa saja.“Kalian berdua ... dasar sialan!” Karin memekik sambil melemparkan remote televisi hingga menghantam layar dan menciptakan retakan besar.“Rania! Krisna! Kalian pikir bisa menghancurkan hidupku begitu saja?
“Aku akan coba memberi kesempatan untukmu.”Adrian membelalak tertegun, hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Benarkah nasib berpihak padanya."Sungguh?" Mata Adrian melebar binar.Rania mengangguk dengan senyum tipis. “Tapi jangan salah paham dulu. Aku tidak berani menjanjikan apa-apa. Kamu harus menungguku sampai aku benar-benar bisa membuka hati. Jika kamu mau.”Adrian tersenyum lebar, sorot matanya sangat hangat. “Aku akan menunggu. Berapa lama pun itu. Karena kamu pantas ditunggu.”Rania menghela nafas lega, meski dalam hatinya tetap ada kekhawatiran. Dia tahu Adrian pria baik, tapi trauma masa lalu membuatnya sulit membuka hati. Namun, kali ini dia akan berusaha melupakan Krisna. Harus! Karena dia tidak mau direndahkan lagi.“Untuk sekarang, aku mau fokus mengembalikan restoran ini. Setelah konferensi pers kemarin, aku yakin publik akan mulai percaya lagi.”“Kita bisa buat strategi promosi baru. Media sosial, diskon khusus, atau acara kecil-kecilan untuk me
"Tante Puspa. Datang malam begini ada perlu apa? Menghujatku atau-" Puspa terkekeh remeh dengan tatapan tajam.Rania menutup pintu dengan nafas panjang. Pasti akan ada perdebatan sengit dan dia tidak mau orang melihat. "Apa yang Tante inginkan?"Puspa berdiri di tengah ruangan, tatapannya masih tajam. Dia mengedar sisi ruang rumah Rania. Senyumnya sinis. "Lumayan juga hasil jual diri. Kamu langsung bisa kaya. Gimana rasanya? Lebih mudah cari pria kaya atau cari pesugihan?"Rania menggeram dalam hati. "Kalau memang tidak ada yang mau dibicarakan, silahkan pergi. Aku masih menghormati Tante karena orang tua mas Krisna.""Sudah aku jelaskan berkali-kali kamu berhenti main-main dengan anakku. Lepaskan Krisna. Kamu tahu hubungan ini sudah tidak ada gunanya lagi. Kamu itu cuma aib."Rania mencoba mengendalikan emosinya. "Kalau begitu, kenapa kamu nggak bilang itu sama mas Krisna? Dia yang nggak mau melepaskanku."“Kalau kamu tidak menggoda anakku lagi, kenapa kemarin pas konferensi pers di
"Mas Krisna!" teriak Rania tak menyangka dengan apa yang dilihatnya. Suaminya sedang berpelukan dengen wanita lain, bahkan suaminya berkali-kali mengecup rambut wanita itu."Rania?" kaget Krisna. Sontak dia mendorong Karin, wanita yang dalam pelukannya."Ini yang kamu bilang sedang meeting, Mas?!" suara Rania meninggi pecah, dia kecewa memekik gejolak emosi. Baru saja suaminya menyuruhnya mengantar berkas yang tertinggal, ternyata malah mendapati kenyataan mengejutkan."Kenapa kamu masuk tanpa ketuk pintu? Aku bilang letakkan saja berkasnya di bawah!" kesal Krisna.Rania tertawa getir. "Apa aku salah datang ke ruang kerja suamiku? Oh, karena Mas nggak mau aku mengganggu acara meeting mesra dengan wanita ini, kan?" "Sopan kamu dengan Karin, dia rekan kerjaku!" sentak Krisna.Karin tersenyum sambil menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. "Karin, Mbak." Wanita itu tidak ada wajah bersalah sedikitpun.Mata Rania membeliak. "Ini yang Mas sebut rekan kerja? Berpelukan mesra itu yang Mas...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments