Tiga tahun lalu, hidup Adrian berubah drastis setelah mengetahui kebenaran pahit tentang Livia, perempuan yang ia cintai. Selama menjalin hubungan, Adrian percaya Livia adalah belahan jiwanya, seseorang yang tulus mencintainya. Namun, kenyataannya jauh dari yang ia bayangkan. Livia hanya berpura-pura mencintainya demi membantu keluarganya keluar dari jeratan utang besar. Saat Adrian mengetahui hal ini, ia merasa dunia seolah runtuh. Luka itu begitu dalam hingga membuatnya memutuskan semua hubungan dengan Livia dan pergi meninggalkan kota. Livia, di sisi lain, merasa lega ketika rahasianya terungkap, tetapi ia juga dihantui rasa bersalah yang mendalam. Keputusan mempermainkan perasaan Adrian bukanlah hal yang mudah baginya, tetapi tekanan dari keluarganya membuatnya merasa tidak memiliki pilihan lain. Setelah Adrian pergi, Livia menjalani hidupnya dengan rasa penyesalan, sadar bahwa dirinya telah kehilangan cinta sejati.
View MorePOV LiviaSetelah beberapa jam berbincang dan tertawa, aku merasa lebih ringan. Maya memberikan dukungan yang aku butuhkan, dan aku berterima kasih padanya."Kamu selalu tahu bagaimana membuatku merasa lebih baik," kataku, merasa bersyukur memiliki sahabat sepertinya."Selalu, Livia. Aku di sini untukmu," jawabnya tulus.Aku melangkah pulang, bertekad untuk menunjukkan pada Adrian bahwa aku bisa menjadi istri yang lebih baik. Kesedihan dan rasa sakit yang sempat menguasai diriku kini mulai pudar, tergantikan oleh harapan dan semangat untuk memperbaiki hubungan kami.Ketika aku sampai di rumah, aku membuka lemari dan mulai mencari resep-resep masakan yang ingin kucoba. Aku ingin memasak sesuatu yang spesial untuk Adrian, sesuatu yang menunjukkan betapa aku mencintainya. Namun, saat aku mulai mencari, salah satu acara di televisi menarik perhatianku. Acara itu adalah program khusus u
POV LiviaAku beranjak dari sofa dan berjalan ke jendela, menatap keluar. Suasana di luar tampak cerah, tetapi hatiku gelap. Aku mengingat kembali saat-saat ketika kami berdua merencanakan masa depan. Semua impian yang kami bangun bersama kini terasa seperti ilusi.“Bagaimana bisa semuanya berubah secepat ini?” pikirku, merasakan kesedihan yang mendalam.Saat itu, aku berusaha mengingat kembali semua momen indah yang kami lewati. Tawa, pelukan, dan janji-janji yang pernah kami buat. Namun, semua itu terasa samar sekarang, tertutupi oleh bayang-bayang kekecewaan dan rasa sakit.“Apakah semua itu hanya sebuah kebohongan?” tanyaku pada diriku sendiri.Air mata kembali mengalir saat aku teringat bagaimana Adrian selalu berjanji untuk mencintainya tanpa syarat. Tetapi kini, seolah-olah janji itu sudah terlupakan. Aku merasa seolah-olah Adrian lebih memilih
POV LiviaSetelah Adrian pergi, rumah kami terasa sepi dan hampa. Meskipun baru beberapa hari, rasa kesepian ini sudah menyelinap ke dalam hati.Pagi menjelang, dan aku baru saja terbangun dari tidur yang tidak nyenyak. Suara detakan jam dinding mengingatkanku bahwa hari baru telah dimulai, tetapi semangatku masih tertinggal di malam sebelumnya.Aku berusaha bangkit dari tempat tidur, mencuci muka untuk menghilangkan rasa kantuk. Saat aku melihat bayanganku di cermin, aku menyadari betapa lelah dan cemasnya aku. Rasa khawatir akan Adrian dan ketidakpastian yang menyelimuti pikiranku membuatku merasa tidak tenang.Tiba-tiba, suara ketukan keras terdengar dari pintu rumah. Awalnya, aku mengira itu hanya imajinasiku, tetapi ketukan itu semakin menjadi. Dengan cepat, aku bergegas menuju pintu, berharap bisa mengusir rasa sepi yang melanda.Saat aku membuka pintu, aku terk
POV Adrian"Ini luar biasa," ujar Livia sambil menikmati pemandangan di depan kami. "Aku suka saat-saat seperti ini."Aku tersenyum, merasa bahagia melihatnya menikmati momen itu."Aku juga. Ini adalah bagian dari kehidupan yang ingin aku jalani bersamamu."Kami duduk berhadapan, menikmati sarapan dengan penuh kehangatan. Setiap suapan terasa lebih nikmat karena kami berbagi momen ini bersama. Aku memperhatikan Livia, rambutnya yang basah mengkilap terkena sinar matahari, dan senyumnya yang cerah membuatku merasa seolah kami adalah satu-satunya orang di dunia ini."Adrian," Livia memanggilku, membuatku menatapnya. "Aku ingin kita membuat lebih banyak kenangan seperti ini.""Aku setuju," kataku, meraih tangannya. "Setiap hari adalah kesempatan baru untuk kita berdua."Setelah sarapan, kami membersihkan meja dan menikmati sisa waktu pagi deng
POV AdrianAku menarik napas dalam-dalam, mencoba mengusir bayang-bayang masa lalu yang terus menghantui pikiranku. Aku ingat saat aku membuat keputusan yang salah, saat aku membiarkan egoku menguasai diriku. Sekarang, setiap kali melihat Livia, aku selalu teringat akan kesalahanku dan betapa beruntungnya aku masih bisa memiliki dia di sisiku.“Tidak akan aku sia-siakan kesempatan kedua ini,” pikirku, tekad menguat dalam hati. Aku berjanji untuk menjadi lebih baik, untuk tidak hanya mencintainya tetapi juga menghargai setiap momen yang kami miliki bersama. Aku tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama.Malam itu, saat Livia terlelap, aku menyaksikan suasana rumah kami. Setiap sudutnya mengingatkanku akan perjalanan yang telah kami lalui. Dari ruang tamu yang baru saja kami tata hingga dapur tempat kami memasak bersama, semuanya dipenuhi dengan kenangan indah. Aku merasa betapa hidupnya rumah ini menjadi berkat kehad
POV AdrianSetelah mencuci tangan, aku membantu Livia menyelesaikan masakan. Kami berbicara tentang hari-hari kami, tentang semua hal kecil yang kami kerjakan selama aku pergi. Rasanya seperti kami sudah lama tidak bertemu, padahal baru beberapa jam yang lalu.Saat makan malam, kami berbagi tawa dan cerita. Setiap suapan terasa lebih nikmat karena kami melakukannya bersama. Rumah yang kami bangun terasa semakin hidup dengan kehadiran kami.“Terima kasih telah membuatkan makan malam yang luar biasa,” kataku setelah menyelesaikan makan. “Aku merasa sangat beruntung bisa berbagi ini denganmu.”Livia tersenyum, matanya berbinar. “Aku juga merasa beruntung. Meskipun kamu harus pergi ke kantor, aku tahu kita masih bisa saling mendukung.”Setelah makan, kami berdua membersihkan meja dan mencuci piring. Aku melihat ke sekeliling dan merasakan betapa bera
POV AdrianLivia tertawa kecil. “Aku akan mencoba. Tapi aku juga berencana untuk membuat beberapa perubahan di sini. Mungkin kita bisa mendekorasi kamar tidur setelah kamu pulang.”Aku mengangguk, merasa bersemangat dengan ide itu. “Itu terdengar hebat. Kita bisa memilih tema yang kita suka bersama.”Dengan perasaan campur aduk, aku meninggalkan rumah yang baru saja kami bangun bersama. Perjalanan menuju kantor terasa lebih lama dari biasanya. Dalam pikiranku, aku terus memikirkan semua hal yang ingin aku lakukan di rumah bersama Livia. Bayang-bayang momen-momen indah yang kami habiskan di sana membuatku ingin segera kembali.Setibanya di kantor, suasana langsung terasa berbeda. Di luar, harapan dan kebahagiaan yang kami bangun di rumah baru bertolak belakang dengan kesibukan dan tekanan pekerjaan. Karyawan lain tampak sibuk dengan tugas masing-masing, dan
POV AdrianBegitu kami selesai dengan ruang tamu, kami beralih ke dapur. Livia sangat bersemangat untuk menciptakan ruang memasak yang nyaman.“Kita perlu menata semua peralatan dapur dengan rapi. Ini harus menjadi tempat yang menyenangkan untuk memasak,” katanya.Kami menghabiskan waktu untuk mengatur semua peralatan, bumbu, dan alat masak. Livia memiliki banyak ide kreatif untuk menyimpan barang-barang dengan cara yang efisien. Dia menggantungkan beberapa wadah di dinding untuk menyimpan rempah-rempah dan bahan makanan kecil.“Ini tidak hanya praktis, tetapi juga terlihat menarik!” ujarnya dengan penuh semangat.Saat malam tiba, kami merasa puas dengan kemajuan yang telah kami buat. Kami duduk di sofa baru di ruang tamu, dikelilingi oleh barang-barang yang sudah kami atur.“Ini sudah mulai terasa seperti rumah,”
POV Adrian“Adrian, aku ingin yang terbaik untukmu. Aku ingin melihatmu bahagia, tetapi aku tidak percaya bahwa Livia adalah orang yang tepat untuk itu,” ibuku melanjutkan, suaranya mulai lembut tetapi tetap tegas.“Bu, aku benar-benar mencintainya. Kami ingin hidup berdua dan membangun kembali semuanya. Aku ingin memberinya kesempatan kedua, dan aku berharap kamu bisa mendukungku,” jawabku, merasakan ketegangan di dalam diri.Ibuku terdiam, tampak bingung. Dia tahu betapa kerasnya aku berjuang untuk mendapatkan kembali Livia, tetapi dia juga khawatir jika aku akan tersakiti lagi.“Adrian, jika kamu memutuskan untuk melakukannya, aku tidak bisa menghentikanmu. Tapi ingat, jika ini tidak berhasil, aku tidak ingin melihatmu kembali dalam keadaan hancur,” katanya, suaranya penuh keprihatinan.“Terima kasih, Bu. Aku akan berusaha sebaik mungkin
POV Livia“Livia, nanti malam ada waktu?” Adrian menatapku dengan ekspresi santai, tapi matanya yang tajam itu menyiratkan sesuatu yang lebih dari sekadar tanya biasa. Aku tersentak sejenak, lalu berusaha mempertahankan sikap profesional yang selama ini kujaga. “Hmm… Kalau Bapak butuh bantuan tambahan untuk pekerjaan, saya bisa mengatur jadwal,” jawabku sambil berpura-pura sibuk dengan layar laptop di hadapanku. Aku menyebutnya ‘Bapak’ di kantor, meskipun hanya kami berdua. Itu semacam tameng, pengingat batasan yang pernah kuletakkan sendiri. Adrian terkekeh kecil. Suaranya rendah, seperti bisikan yang hanya untukku. “Livia, santai saja. Kita sedang di rumahku, bukan di kantor. Dan kali ini, bukan soal pekerjaan.” Aku mencoba menyembunyikan kegugupanku. Tidak mudah bekerja begitu dekat dengan Adrian, apalagi setelah setahun penuh menjadi sekretaris pribadinya. Pria ini, dengan segala karisma dan kecerdasannya, sudah sejak lama membuat hatiku goyah. Tapi aku tahu, aku harus t...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments