Pesona Istri Dadakan Dokter Tedja

Pesona Istri Dadakan Dokter Tedja

last updateLast Updated : 2025-02-05
By:   Ovvpie  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
40Chapters
282views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Scan code to read on App

Setelah diusir kakak iparnya, Adira terpaksa pergi dari rumah. Namun, kakaknya, Edwin, memintanya kembali dengan syarat hanya boleh keluar jika sudah menikah. Mendengar itu, Teja, bos Adira, menawarkan pernikahan demi menghindari perjodohan yang diatur orang tuanya. Dengan iming-iming uang, Teja mencoba meyakinkan Adira, tapi ada tujuan lain yang ia sembunyikan. Apa sebenarnya yang Teja rencanakan?

View More

Latest chapter

Free Preview

Bab 1 - Dr. Tedjaswi Alaric

Hampir semua petugas IGD berhenti dari rutinitas saat melihat sosok basah kuyup yang baru saja masuk sebagai pasien. Dengan tubuh menggigil dan wajah pucat, gadis itu, Adira Ayu Dewi, duduk di depan dokter jaga dengan senyum tipis, membuat dokter itu memutar mata bosan. “Kali ini keluhannya apa, Bu?” “Menggigil aja, sih. Soalnya teman saya tiba-tiba manggil saya ‘Ibu’. Padahal saya gak nikah sama bapaknya,” jawab Adira dengan nada bercanda, meski matanya tidak menyiratkan humor sama sekali. Dokter itu Dokter Gina namanya. Dia menurunkan clipboard-nya, lalu menatap Adira dengan jengah. “Diusir lagi sama kakak ipar?” kini nadanya terdengar lebih santai. Adira Mengangguk. Dokter Gina menghela napas dan mencoba memahami situasi Adira. Sebab, ia tahu betul bagaimana hubungan Adira dengan kakak iparnya yang selalu penuh konflik. Kali ini tampaknya pertengkaran mereka mencapai puncaknya.Jika tidak, mana mungkin Sekretaris Pribadi Direktur Utama Rumah Sakit Alaric Medika itu tiba-tiba...

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
40 Chapters
Bab 1 - Dr. Tedjaswi Alaric
Hampir semua petugas IGD berhenti dari rutinitas saat melihat sosok basah kuyup yang baru saja masuk sebagai pasien. Dengan tubuh menggigil dan wajah pucat, gadis itu, Adira Ayu Dewi, duduk di depan dokter jaga dengan senyum tipis, membuat dokter itu memutar mata bosan. “Kali ini keluhannya apa, Bu?” “Menggigil aja, sih. Soalnya teman saya tiba-tiba manggil saya ‘Ibu’. Padahal saya gak nikah sama bapaknya,” jawab Adira dengan nada bercanda, meski matanya tidak menyiratkan humor sama sekali. Dokter itu Dokter Gina namanya. Dia menurunkan clipboard-nya, lalu menatap Adira dengan jengah. “Diusir lagi sama kakak ipar?” kini nadanya terdengar lebih santai. Adira Mengangguk. Dokter Gina menghela napas dan mencoba memahami situasi Adira. Sebab, ia tahu betul bagaimana hubungan Adira dengan kakak iparnya yang selalu penuh konflik. Kali ini tampaknya pertengkaran mereka mencapai puncaknya.Jika tidak, mana mungkin Sekretaris Pribadi Direktur Utama Rumah Sakit Alaric Medika itu tiba-tiba
last updateLast Updated : 2025-01-16
Read more
Bab 2 - Nikah?!
“Jangan ngaco, Dok!” pekik Adira.Dokter Tedja menaruh jari telunjuknya di depan bibir, memberi isyarat agar Adira memelankan suaranya.“Dilarang berisik di rumah sakit.” hardik pria itu.Kalau ada kontes orang paling tidak masuk akal di dunia, Adira yakin sekali kalau Dokter Tedja akan memenangkannya dengan sangat mudah. Sebagai sekretaris pribadi, Adira seharusnya sudah terbiasa dengan tingkah bosnya ini. Tetapi, diajak menikah tiba-tiba adalah hal terakhir yang bisa dia bayangkan tentang Dokter Tedja.Adira mendesah panjang. “Dok, ini harus banget kita nikah? nggak ada urgensinya kan? Kenapa nggak nyari orang lain aja?”Dokter Tedja mendongakkan kepala sedikit, menatap Adira dengan dingin seperti detektif yang menginterogasi tersangka. “Ada. Saya punya urgensi.”Tiba-tiba saja, Adira ingat pernah mendengar Dokter Indah—Ibu Dokter Tedja—memarahi putranya habis-habisan karena belum juga menikah meski sudah menginjak usia 33 tahun. Mendengar amarah Dokter Indah, Adira yang waktu itu
last updateLast Updated : 2025-01-16
Read more
Bab 3 - Ketahuan Edwin..
Dari pipinya yang merah padam saja, Dokter Tedja sudah tahu apa yang sedang Adira pikirkan dan ia merasa puas dengan itu. Sekretarisnya itu, meski sering tampak kaku, tapi selalu memiliki sisi lucu yang muncul seiring waktu. Hal ini menjadi semacam hiburan di tengah rutinitas yang padat sebagai dokter sekaligus direktur utama rumah sakit.“Jangan mikir yang aneh-aneh. Adik perempuan saya tinggal di bawah dan sering ke sini. Kalau dia lapor ke ibu saya, kamu tahu kan bakal seperti apa jadinya?” jelas Dokter Tedja, menyelipkan nada peringatan.Adira menjatuhkan tubuhnya ke sofa tak jauh dari tempat Dokter Tedja duduk.“Siapa yang begitu?” Adira berusaha mengenyahkan pikiran aneh di kepalanya. “Saya hanya waspada,” jawabnya lagi dengan nada ketus.Meskipun berkata demikian, tapi semburat merah di pipi Adira belum juga pudar.“Bohong. Kamu pasti berharap kalau saya akan ngapa-ngapain kamu, kan?” balas Dokter Tedja lagi. Kali ini, pria itu menyeringai menggoda, membuat Adira menatapnya d
last updateLast Updated : 2025-01-16
Read more
Bab 4 - Restu.
Edwin, Dokter Tedja, dan Adira duduk dalam formasi yang memancarkan ketegangan. Dokter Tedja dan Adira berdampingan di satu sisi meja, sementara Edwin duduk di seberang, memandang keduanya dengan tatapan yang sulit dibaca. Mata Edwin tajam, menusuk seperti elang yang siap menyergap mangsanya. Dadanya bergejolak hebat, terutama setelah mendengar kabar yang tak pernah ia bayangkan—Adira, adik kecilnya yang paling dia sayangi, tahu-tahu sudah menikah. Ditambah lagi pasangannya adalah dr. Dokter Tedja, atasan Adira yang selalu dikeluhkan oleh Adira sebagai pribadi yang kejam dan perfectionist.Mana bisa Edwin menerima kabar pernikahan itu?!Edwin menghela napas sebelum bersandar sedikit ke kursinya, melipat tangan di dada. “Sekarang jelaskan.” katanya dengan datar dan penuh tekanan.Adira menunduk dalam diam, bibirnya bergetar seperti mencari kata-kata yang tak kunjung keluar. Sebaliknya, Dokter Tedja dengan tenang membuka percakapan.“Kami sudah menikah,” ucapnya tenang dan penuh keya
last updateLast Updated : 2025-01-16
Read more
Tantangan Sebenarnya
Dari kalimat pertama saja, tawa Teja sudah hampir meledak. Istri barunya ini benar-benar tidak ada tandingannya dalam membuatnya tertawa. Ia menutup mulutnya rapat-rapat, berusaha keras menahan suara cekikikan yang bisa mengganggu Adira. “Hah... istri? Ini bukan nomornya Mas Teja, ya?” sahut wanita dari seberang telepon dengan nada yang terdengar tidak percaya. “Betul kok, ini nomor Mas Teja. Tapi, suami saya lagi sibuk,” ujar Adira sejudes mungkin. Ia menekankan kata “suami saya” dengan nada yang nyaris menyayat. Hening. Zia, wanita di seberang, tidak segera membalas. Namun, napas panjang terdengar dari speaker, cukup jelas untuk mengisyaratkan bahwa emosinya sedang mendidih. Adira tersenyum tipis, meskipun nadanya semakin menusuk. “Lagian ya, Mbak. Dari tadi suami saya nggak angkat telepon. Harusnya sadar dong. Dia nggak mau bicara sama kamu. Itu namanya... males.” Teja melirik Adira sambil memarkirkan mobil di area parkir minimarket. Rasanya mustahil baginya untuk terus menyeti
last updateLast Updated : 2025-01-16
Read more
Kamu Tidak Penasaran?
Adira dan Tedja meninggalkan rumah sakit dalam suasana yang sedikit tegang. Tedja tampak diam, matanya menatap lurus ke jalan. Pikirannya seolah masih tertinggal di ruang pertemuannya dengan Zia. Sementara itu, Adira memilih memandang keluar jendela, berusaha menikmati perjalanan menuju kafe tempat mereka janjian dengan dokter Giovanni. Hawa dingin dari AC mobil terasa menenangkan, meski atmosfer di dalam mobil tetap terasa berat. “Kamu nggak mau nanya apa-apa? Nggak penasaran?” Tedja tiba-tiba membuka pembicaraan. Suaranya terdengar datar, namun nadanya seperti menantang. “Hm... penasaran, sih. Tapi, sepertinya lebih baik saya tidak bertanya,” jawab Adira dengan tenang, meski nada bicaranya mengisyaratkan kehati-hatian. “Walaupun saya bersedia menjawab?” Tedja menoleh sedikit, menatapnya dengan alis terangkat. “Saya pikir itu urusan pribadi dokter yang tidak perlu saya pusingkan. Lagi pula, tugas saya kan cuma menjalankan keinginan dokter yang sudah membayar saya,” ucap Adira deng
last updateLast Updated : 2025-01-19
Read more
Masakan Istri
Adira dan Tedja baru tiga hari menikah. Meski begitu, kehidupan sehari-hari mereka berjalan seperti biasa. Mereka tetap profesional dalam pekerjaan tanpa menunjukkan perubahan berarti. Satu-satunya hal yang berubah hanyalah saat malam tiba. Kini, mereka berbagi kamar yang sama, bahkan tidur di kasur yang sama. Anehnya, Adira terlihat santai. Tedja yang penasaran akhirnya bertanya, “Kamu nggak grogi tidur bareng saya di sini?” Adira melirik Tedja sekilas, lalu menjawab santai, “Grogi, dong. Kemarin kan saya protes ke dokter.” Tentu saja Tedja ingat tentang perdebatan mereka. Adira saja sampai voluntir untuk duduk di sofa, tapi Tedja halangi dengan alasan tidak ada selimut lain. “Saya anggap lagi tidur sama kak Edwin aja. Lagipula, kasur ini gede banget, dokter Tedja juga udah janji nggak akan macem-macem.” Tedja tertawa kecil mendengar jawaban itu. “Sama kakak, ya? Kamu yakin banget...” “Dokter Tedja, walaupun suka jahil, selalu menepati janjinya.” ujar Adira. “Kamu gak sangsi g
last updateLast Updated : 2025-01-19
Read more
Bertemu Mantan Bos
Setelah Indah keluar dari penthouse, Adira akhirnya bisa menarik napas lega. Tapi sayangnya, itu bukan napas lega yang sepenuhnya menenangkan. Kata-kata terakhir Indah terus terngiang-ngiang di benaknya: "Kita lihat saja sampai kapan kamu bertahan dengan keputusan ini." Adira mengerutkan dahinya sambil memandang pintu yang baru saja ditutup Tedja. Dari semua hal yang ia bayangkan tentang kehidupan setelah menikah—meskipun hanya formalitas—berurusan dengan Indah adalah salah satu yang paling dia takutkan. Wanita itu begitu dingin dan hampir tidak pernah sekalipun Adira melihatnya tersenyum ramah. Dan, yang lebih membingungkan baginya, adalah hubungan antara Tedja dan ibunya yang terasa seperti dua orang asing. “Kamu kenapa, bengong gitu?” suara Tedja memecah lamunannya. Adira mendongak, lalu mengedikkan bahu kecilnya. “Cuma... kepikiran. Ibunya Dokter Tedja dingin banget kayak es batu beku di freezer. Ngeri tahu.” Tedja mendesah pendek sambil menyandarkan punggung ke kursi. “Begit
last updateLast Updated : 2025-01-20
Read more
Sup Placebo
“Indah, ada angin apa ke sini?” Sofia menyambut dengan senyum yang terlihat manis, tapi nadanya mengandung sindiran yang sulit diabaikan. Sorot matanya menyelidik dari balik kacamata yang bertengger sempurna di hidungnya. Indah, menantu yang sejak lama jarang terlihat di rumah besar keluarga Daryanatha, hanya membalas dengan senyum tipis. Kepergiannya ke rumah itu selalu membawa alasan formal: pekerjaan, atau pembicaraan penting tentang urusan keluarga. Tidak pernah sekadar untuk bersilaturahmi, apalagi sejak kematian suaminya, Haryo. Namun, hari ini berbeda. “Saya hanya ingin berkunjung,” jawab Indah santai, mencoba menutupi kegelisahannya. Di sisi lain ruangan, Daryanatha, kepala keluarga yang sudah jarang berbicara di pertemuan-pertemuan kecil seperti ini, akhirnya membuka suara. “Tumben sekali,” katanya, disertai nada skeptis. Pandangannya beralih ke arah wanita muda yang berdiri di belakang Indah. “Anda dokter Zia, bukan?” Zia yang sejak tadi berdiri dengan gelisah segera mem
last updateLast Updated : 2025-01-21
Read more
Adegan di Kamar Mandi
Adira terlonjak mendengar suara pintu yang terbuka, jantungnya berdebar. Namun, ia segera menenangkan diri dan melirik ke arah pintu, berusaha mencari tahu kenapa pintu itu, yang tadinya tertutup rapat, kini terbuka. Benar dugaan Tedja. Di balik pintu, terlihat sosok Sofia, neneknya, yang tampak sedikit terkejut karena ketahuan. Sepertinya dia berusaha mengintip diam-diam. “Nenek?” Tedja menyapa dengan suara santai, meski tatapan matanya sedikit menyelidik. Tedja berjalan menuju pintu, membukanya lebih lebar. Sofia, yang sebelumnya berusaha sembunyi-sembunyi, kini hanya bisa tersenyum canggung. Jelas, usahanya untuk menonton “aksi” di dalam kamar gagal total. “Kalian belum tidur?” tanya Sofia basa-basi, menyembunyikan rasa malunya. Tedja dan Adira saling bertukar pandang sebelum Tedja menjawab dengan tenang, “Masih jam sembilan, Nek. Biasanya kami masih banyak aktivitas malam, jadi belum mengantuk.” Adira mengangguk setuju, meski dalam hati ia berharap Sofia segera pergi. Namun,
last updateLast Updated : 2025-01-22
Read more
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status