Alifa diusir oleh ibu mertuanya lantaran dianggap mandul dan tak berguna sebagai seorang istri. Bahkan dia dituduh sudah berzina dengan pria lain. Sang suami menjatuhkan talak tanpa menyadari jika sebenarnya Alifa tengah mengandung. Jika sekedar dituduh mandul dan tak berguna, mungkin Alifa tidak sebenci itu, tapi dia dituduh berselingkuh, hal yang tidak pernah ia lakukan. Kebenciannya kepada mantan suami dan ibu mertuanya semakin berurat tatkala menyadari jika dia hamil. Namun Alifa tetap membesarkan kandungannya. Dia bekerja serabutan karena tidak mungkin harus bekerja kantoran, karena ijazah dan semua surat-surat berharga miliknya sudah dibakar oleh sang suami, bahkan Alifa keluar rumah hanya dengan mengenakan pakaian seadanya. Apa yang terjadi setelah itu dengan Alifa? Akankah kebahagiaan akan datang menghampirinya? Ataukah hanya kesedihan yang setiap hari mendera?
View MoreBab 95Perempuan itu hanya tersenyum tipis. Pantas saja dulu Keenan lebih memilih Alifa ketimbang Aina. Ternyata attitude Aina jelek, padahal sebagai istri pemimpin perusahaan, seharusnya memiliki attitude yang baik. Di samping cantik, dia juga harus cerdas, memiliki public speaking yang bagus, dan bisa menempatkan diri sebagai istri dari pimpinan sebuah perusahaan."Perkenalkan, namaku Donita. Aku sekretarisnya Keenan dan sekaligus sebagai kekasihnya sekarang." Donita menyodorkan tangan yang ditepis oleh Aina. Namun, alih-alih tersinggung, Donita justru tersenyum semakin lebar.Rasanya menyenangkan juga melihat gadis itu yang terlihat kepanasan."Aku tak butuh perkenalan dari kamu. Namun posisi kamu sebagai sekretaris itu rawan. Jangan mengaku kekasih deh. Kamu pikir aku akan percaya, hmmm...? Bukankah seorang sekretaris lebih sering menjadi wanita pemuas bosnya. Aku bukan wanita kampung yang tak tahu apa-apa soal itu.""Terserah apa katamu, Aina. Tapi yang jelas, begitulah keadaanny
Bab 94Suara bel di depan membuat aktivitas Donita yang tengah memotong-motong setengah ekor ayam berhenti. Dia mencuci tangannya di wastafel, kemudian segera membalikkan tubuhnya."Biar aku saja," cegah Keenan. Pria yang sebelumnya tengah asyik menghadapi laptopnya itu segera beranjak dari kursi dan bergegas menuju pintu depan.Donita menggeleng, tapi ia kembali fokus dengan kegiatannya. Meskipun indera penciumannya sangat sensitif terhadap bumbu dan masakan, tetapi Donita memaksakan diri untuk tetap memasak. Dia tidak mungkin bermanja pada Keenan yang jelas-jelas bukan ayah dari anak yang tengah dikandungnya. Bahkan dia menolak untuk dinikahi oleh pria itu, karena tidak mau membuatnya repot.Entah kenapa hari ini dia sangat ingin makan ayam masak kecap, tapi ayamnya harus dipotong kecil-kecil. Donita menggunakan setengah ekor ayam yang ditumis dengan bumbu-bumbu yang sudah ia buat sebelumnya. Supaya lebih praktis, wanita menggunakan cooper untuk menghaluskan bumbu. Di samping itu, b
Bab 93"Kamu kenapa, Don?" Pria itu segera bergegas menyusul ke kamar mandi. Wajah Donita nampak pucat, karena dia sudah memuntahkan seluruh isi perutnya."Aku baik-baik saja, Mas, hanya sedikit mual dan pusing." Wanita itu meringis, lalu membasuh wajahnya dan sisa muntahannya yang memenuhi wastafel."Kita ke dokter saja ya. Belakangan ini aku lihat kamu lesu dan nggak ada semangat. Apakah kamu kecapean?""Kemungkinan iya, Mas. Tapi nggak usah ke dokter juga kali. Dibawa istirahat saja pasti akan enakan kok," tolaknya."Nggak ada bantahan, Donita. Kamu harus ke dokter sekarang. Aku nggak mau terjadi apa-apa sama kamu. Kalau ke dokter kan nanti ketahuan penyakitnya. Kamu itu sakit maag atau apa? Bukan cuma kali ini kan kamu muntah? Bahkan sudah beberapa hari ini begitu-begitu saja." Pria itu memapah Donita, lalu membawanya duduk di tepi tempat tidur. Dia sendiri yang mengambilkan dress untuk pakaian ganti sekretarisnya ini, lalu membantunya mengenakan pakaian. Lantaran seringnya melih
Bab 92"Kamu mau bulan madu ke mana?" Pria itu bertanya setelah meletakkan bekas makanku di atas lemari nakas.Spontan aku menggeleng. "Tidak ada urusan bulan madu di benakku. Aku nggak kepikiran apa-apa, Mas. Nggak bulan madu juga nggak apa-apa, lagian pekerjaan Mas kan banyak. Anak-anak juga susah kalau ditinggalkan, walaupun ada baby sisternya. Aku kan sudah bilang, kalau aku nggak janji akan melayanimu seperti layaknya seorang istri yang masih gadis. Aku janda, dan anaknya banyak.""Cuma dua, Sayang. Nggak banyak itu.""Tiga, Mas. Zaid, Gibran, dan Anindita," ralatku. "Bagaimana bisa suamiku melupakan fakta jika aku memiliki anak bernama Zaid? Walaupun dia sudah tiada, tetapi dia tetap anakku!""Maaf, Sayang." Mas Aariz mengusap-usap bahuku dengan lembut."Iya, kita memang punya tiga anak. Tapi kalau kita nanti pergi berbulan madu, pasti akan bersama dengan anak-anak, Naira dan Maya. Kalau nggak gitu, nanti anak-anak repot mencarimu." Pria itu mengelap bibirku dengan tisu. Bibirk
Bab 91"Kan bisa dikeringkan dengan hairdryer," ucap Atta sekenanya. Dia tak lagi melihat ponsel, malah antusias melihat kakaknya yang menata roti di atas piring, lalu membuatkan segelas susu."Cei cei... yang habis malam pertama, sarapannya di bawain ke kamar." Lagi-lagi pria itu menggodanya."Makanya nikah, Atta. Nanti kamu pasti akan merasakan kayak yang Mas lakukan, bahkan mungkin lebih daripada ini," ujar Aariz datar. Dia bergegas membawa nampan itu pergi menuju kamarnya.Atta hanya menggeleng, lalu kembali memusatkan perhatian pada ponsel. Ada beberapa email yang harus ia buka. Namun baru juga lima menit, ibunya datang ke ruangan ini."Sarapan yang benar, jangan kerja melulu."Pria itu berdehem. "Iya, Ma."Wardah duduk sembari menatap putra bungsunya dalam-dalam. "Apakah kamu tidak berpikir untuk menikah juga?""Memangnya mau menikah sama siapa, Ma?" Pria itu merotasi bola matanya malas."Siapapun perempuan yang kamu inginkan, Mama pasti merestui kok, asal jangan ada hubungannya
Bab 90"Kamu suka kamar ini?" cicit pria itu. Saking asyiknya mengagumi kamar ini, aku tidak menyadari jika tubuhku terangkat. Mas Aariz menggendongku ala bridal, lalu merebahkanku di pembaringan."Apakah aku punya alasan untuk tidak menyukai kamar ini?" Aku berusaha menahan nafas. Rasanya badanku panas dingin. Baru kali ini aku terlibat hal yang begitu intim dengan mas Aariz. Pria itu selalu bersikap sopan kepadaku selama ini, kecuali tadi malam. Dia sempat memelukku meski hanya sekilas, karena aku langsung berontak. Tapi aku mengerti alasannya memelukku, karena dia ingin menghiburku."Sebenarnya ini dadakan, jadi aku nggak sempat meminta pendapatmu. Tapi kalau kamu memang nggak suka dan ada yang ingin diubah, kamu bisa bilang kepadaku. Nanti akan diteruskan kepada orang-orang kita untuk melakukan perubahan pada tatanan kamar ini," ujar pria itu."Aku seperti seorang ratu saja." Senyumku langsung terbit. "Mas jangan terlalu berlebihan kepadaku. Aku hanya cukup menikah dengan Mas,
Bab 89Pintu pun terbuka dan Alifa muncul dengan membawa setelan baju."Ini baju yang akan dipakai untuk acara malam ini. Barusan tadi Mbak Inara datang dan mengantar baju-baju yang akan kita kenakan sampai besok," ujar Alifa. Dia melangkah menghampiri ranjang dan meletakkan setelan baju itu di atas ranjang."Iya, barusan Mbak Inara chat. Cuman tadi aku males keluar," ujar Aariz. Senyumnya nampak kecut."Lah, kenapa gitu?"Pria itu menarik Alifa dan membawanya duduk di sisi ranjang. "Aku hanya malas bertemu dengan adik sepupumu itu....""Takut jatuh cinta?" goda Alifa."Bagiku dia cuma bocah. Apa yang mau diharapkan?"Seketika perempuan itu terkikik. "Biarpun masih bocah, tapi sudah bisa diajak untuk membuat bocah lho, Mas.""Nggak, nggak! Aku tidak suka dengan modelan sepupu kamu itu. Dan tolong setelah acara selesai, usahakan mereka bisa segera pulang.""Mas ingin mengusir mereka?" Seketika alis perempuan itu terangkat."Bukan. Aku hanya tidak ingin ada masalah, karena Atta malam i
Bab 88Masih dengan memegang tangan mas Aariz, aku bergegas menghampiri mereka. Paman Ardi, Bibi Santi dan Aina. Faris dan Farid, si kembar kakak Aina, didampingi istrinya masing-masing, Vanisa dan Rayani."Selamat datang di kediaman kami, Paman, Bibi." Pria itu membungkuk. Dia menyalami paman dan bibiku dengan takzim. Aku bahkan dibuat salut, meski terlihat jelas jika paman Ardi terpaksa menerima salam dari mas Aariz, tetapi pria itu tampaknya tidak ambil pusing. Dia malah menyalami Faris dan Farid . Sepasang pria kembar itu hanya mengangguk dan tersenyum tipis."Wah, besar sekali rumah kamu, Nak," komentar bibi Santi."Paling-paling hasil pinjam orang, Ma. Biar dikira punya suami orang kaya. Secara kan dia malu, karena menikahi pria yang kerjanya hanya petugas security. Mana mungkin petugas security di sebuah rumah sakit bisa membangun rumah semewah ini?" ketus Aina.Aku dan mas Aariz seketika berpandangan dan teringat bahwa mas Aariz pernah mengaku sebagai security kepada bibi San
Bab 87Hari-hari berlalu begitu saja Keenan dan Donita masih berhubungan baik, mereka bekerja bersama dan tinggal bersama. Hanya saja wanita itu menjadi berubah. Dia tidak lagi menggunakan pakaian sopan seperti yang biasa ia kenakan saat tinggal bersama dengan Keenan. Donita kembali ke mode asalnya. Hal ini membuat Keenan seringkali menelan salivanya.Tak munafik, Donita sangat cantik dengan tubuh indah. Kulit putih bersih seputih pualam. Dengan rambut yang tergerai panjang, dia tampak seperti bidadari. Hal yang baru disadari oleh Keenan, jika ternyata Donita terlalu mempesona. Mungkin pesonanya itu juga yang membuat ia akhirnya menjadi santapan empuk bagi para pria yang hanya menginginkan menikmati tubuhnya sesaat."Kamu kenapa sih? Kenapa setiap hari berpakaian seperti ini? Jangan mencoba memancingku, Donita. Karena bila sudah terpancing, aku tidak akan pernah bisa berhenti." Pria itu mengambil cardigan dan mengenakannya kepada Donita untuk menutupi bagian atas tubuh perempuan itu
Bab 1"Apa? Saya hamil, Dok?" ulangku lirih. Aku menoleh sekilas kepada pria yang tengah fokus menghadapi alat USG yang terpasang tepat di sisi ranjang yang tengah kutiduri ini."Betul, Bu. Lihatlah, titik kecil ini menandakan sebuah embrio, titik kehidupan baru yang ada di rahim ibu." Pria muda itu menggerakkan kursor dan menunjuk ke titik yang dimaksud, walaupun tentu saja aku tidak mengerti karena bagiku sama saja. Layar di depanku itu hanya berwarna hitam putih dan aku tidak tahu titik yang dimaksud oleh dokter Aariz."Tapi bagaimana mungkin? Bukankah aku sudah lima tahun menikah dan belum juga dikaruniai anak?" Aku menggumam tanpa sadar. Seorang perawat perempuan membantuku bangkit dari pembaringan dan kini aku sudah duduk berhadapan dengan dokter Aariz.Sebenarnya dokter Aariz meresepkan obat pereda mual dan vitamin untukku, tapi sengaja tidak kutebus, karena uang yang kumiliki terbatas. Aku hanya sanggup membayar biaya pemeriksaan. Mungkin nanti aku akan membeli minyak kayu p...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments