Share

Senyum Bahagia

Penulis: Jannah Zein
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-03 23:52:52

Bab 3

Hari masih sangat gelap. Jalanan masih sepi. Aku melangkah dengan susah payah sembari menahan rasa cemas karena kurasakan darah terus mengucur dari area intimku. Bodohnya aku yang hanya mengenakan pembalut biasa sehingga akhirnya tembus dan cairan merah itu mengotori gamis yang kini kukenakan.

"Bu!" Seorang petugas yang berjaga di gerbang depan menangkap tubuhku, sementaranya satu rekannya yang lain berlari ke dalam.

Sebuah brankar segera datang dan aku langsung dibaringkan, lalu didorong masuk ke bagian IGD rumah sakit ini.

"Maaf, apa ada keluarga ibu yang bisa dihubungi?" tanya seorang perawat perempuan yang barusan membantuku untuk berganti pakaian dengan seragam pasien rumah sakit. Sebelumnya dia juga yang menolong memakaikan popok untukku, supaya pendarahanku tidak mengotori pakaian dan sprei.

Sosok mas Keenan melintas begitu saja di benakku, tapi hanya sekilas. Aku langsung menggeleng.

Tidak mungkin aku menghubungi pria itu walaupun keadaan sedang genting. Dia sudah membuangku. Tidak mungkin aku meminta bantuan kepadanya.

Dia sudah memberi syarat jika ingin kembali ke pelukannya, harus mau mengakui sesuatu yang tidak pernah kulakukan. Bukankah itu artinya dia tidak akan pernah menganggap anak ini sebagai anaknya? Dia akan menganggap bahwa anak ini adalah bukti perselingkuhanku.

"Saya sudah tidak punya keluarga, Mbak."

"Kalau begitu baiklah. Nanti untuk pendaftaran, akan ada petugas yang datang ke ruangan ini untuk membantu," ujarnya.

"Tanpa registrasi dan penanggung jawab, kami tidak bisa memberikan tindakan lebih lanjut," tambahnya.

Wanita muda itu kini sudah selesai memasangkan infus untukku.

"Terima kasih, Mbak.

Wanita muda itu mengangguk dan segera berlalu. Aku menghela nafas, lalu meraba tas kecil yang tergeletak di sisi bantalku dengan satu tangan yang tidak terpasang selang infus.

Sepuluh menit kemudian, petugas yang berasal dari bagian administrasi pun muncul dengan membawa sebuah buku besar dan ponsel.

"Maaf Bu, rumah sakit ini tidak memberikan pelayanan untuk pasien BPJS. Apakah Ibu mau mendaftar sebagai pasien umum saja?" ujarnya sopan. Perempuan itu menatapku dengan sorot mata kasihan. Mungkin iba dengan wajahku yang terlihat kusut dan bingung. Aku urung memberikan kartu BPJS itu kepadanya.

Ya Tuhan!

Aku melupakan fakta jika rumah sakit milik dokter Aariz merupakan rumah sakit yang tidak bekerjasama dengan BPJS, sehingga kartu BPJS tidak akan diterima di sini

Apa yang harus aku lakukan?

Mendaftar sebagai pasien umum tentu biayanya sangat besar. Aku tidak tahu tindakan apa yang akan dijalani untuk menghentikan pendarahan ini. Namun, mengingat kehidupan kecil yang harus aku perjuangkan, tanpa sadar aku pun mengangguk.

Pindah ke rumah sakit milik pemerintah juga tidak mungkin. Urusan administrasi yang ribet dan lambatnya penanganan bagi pasien BPJS membuatku berpikir ulang.

"Iya Mbak, saya akan mendaftar sebagai pasien umum saja."

"Baiklah, Bu." Perempuan itu segera melakukan tugasnya Dia meminta kartu pengenal yang untungnya sudah bisa kuurus kembali atas bantuan dari bidan di puskesmas.

Setelah semuanya selesai, petugas bagian administrasi itu pergi. Di saat yang hampir bersamaan dua orang petugas laki-laki datang dan membawaku keluar menuju ruangan untuk USG.

"Kita periksa dulu ya, Bu." Suara dokter Aariz masih saja tetap lembut dan ramah seperti biasa. Dia menempelkan alat ke perutku dan menatap layar.

"Wah, letak plasentanya udah menutup jalan lahir dengan sempurna, Bu. Pantas saja Ibu mengalami pendarahan."

"Jadi gimana itu solusinya Dok?"

"Tidak apa-apa. Hanya saja ibu tidak bisa melahirkan secara normal. Kami akan melakukan persiapan untuk tindakan operasi....

"Operasi? Harus, Dok?" Duniaku terasa runtuh seketika.

Seandainya mas Keenan masih berada di sisiku, tentu ini bukan masalah. Tapi nyatanya aku hanya sendirian. Rumah sakit ini tidak menerima pasien BPJS. Aku terdaftar sebagai pasien umum yang berarti biaya harus aku tanggung sendirian. Biaya operasi caesar di rumah sakit ini paling sedikit 15 juta, itu pun belum termasuk jika ada tindakan atau obat-obatan tambahan di luar paket.

"Tidak ada jalan lain, Bu. Maaf. Jika kehamilan Ibu terus dibiarkan, maka pendarahan akan semakin sering dan itu akan mengancam nyawa ibu dan bayi. Lagi pula, umur kehamilan Ibu sudah cukup. 36 minggu. jadi lebih baik kita akhiri kehamilan ibu sekarang juga."

"Langsung operasi, Dok?" Aku bertanya seperti orang bodoh saking bingungnya. Otakku masih berpikir bagaimana caranya mendapatkan uang dalam tempo yang cepat. Uang tabunganku jelas tidak cukup untuk membayar biaya persalinan dengan tindakan mahal seperti SC.

"Iya, Bu. Kami akan segera menyiapkannya," ujar asisten pribadi dokter Aariz yang bernama Reva itu.

Akhirnya aku pun pasrah. Aku kembali ke ruangan IGD dan harus puasa.

***

Proses persalinanku berjalan dengan lancar. Mendengar suara tangis bayi membuatku tak kuasa menahan rasa haru. Dua titik bening menetes begitu saja, yang di seka dengan lembut oleh seorang perawat yang bertugas di dekatku.

"Selamat ya, Bu. Anak ibu laki-laki."

Senyum bahagia terus-terusan terkembang di bibirku.

Akhirnya setelah penantian yang panjang, aku berhasil menjadi seorang ibu. Rasanya segala derita yang selama ini kuderita terbayar sudah. Aku sudah membayangkan akan mendekap erat putraku meski dengan kondisi yang seadanya. Aku berjanji akan lebih keras lagi bekerja agar kami berdua bisa hidup dengan layak.

Biarkan saja mas Keenan tidak tahu keberadaan putranya. Bahkan kalau pun ia tahu, belum tentu juga ia mau menerima anak ini.

Bukankah aku dianggapnya sudah selingkuh?

Bukankah ia menganggap tubuh ini sudah hina dan kotor?

Tidak menutup kemungkinan jika ia menganggap anak ini sebagai anak selingkuhanku.

"Kenapa kamu nggak cerita sama Ibu jika kamu sedang hamil?" omel perempuan baik hati itu. Akhirnya ibu Sabrina muncul di ruang perawatanku siang ini.

"Maaf Bu, aku sengaja menyembunyikannya karena aku takut ibu akan memberhentikanku, sementara aku sedang sangat butuh uang. Aku nggak punya siapa-siapa, Bu," ujarku.

"Tapi kenapa kamu nggak membagi bebanmu kepada ibu?"

"Karena aku masih sanggup menanggung semuanya sendiri, Bu. Ibu sudah cukup baik memberiku tumpangan dan pekerjaan. Itu sudah lebih dari cukup. Aku nggak ingin merepotkan Ibu...."

"Tapi bagaimana dengan biayanya?" Perempuan paruh baya itu menatap sekeliling ruangan.

Ini adalah ruangan kelas standar di rumah sakit ini. Tapi meski ini adalah ruangan kelas standar, yang merupakan ruangan paling murah jika dibandingkan dengan ruangan VIP dan VVIP, tetapi fasilitasnya cukup lengkap. Di samping ranjang dan lemari pasien, ada juga sofa dan televisi LCD. Ruangan ini pun ber-ac. Ruangan ini dilengkapi dengan kamar mandi dengan kloset duduk. Tak cuma itu, semua keperluan mandi sudah disediakan. Di atas lemari kecil samping ranjang pasien ada sekeranjang air mineral dan tisu.

Ah, ruangan perawatan ini mirip kamar hotel saja, padahal ini adalah kamar perawatan kelas termurah yang ada di rumah sakit ini.

Tidak salah jika rumah sakit Ibu Dan Anak Hermina milik dokter Aariz ini adalah rumah sakit terbaik di kota ini. Seharusnya memang aku tidak masuk ke rumah sakit ini dan memilih rumah sakit pemerintah saja yang menerima layanan BPJS.

Tapi pikiranku tadi pagi benar-benar kalut.

Aku ingin mendapatkan pelayanan kesehatan secepat mungkin dan hanya rumah sakit ini yang paling dekat dengan toko tempat tinggalku.

Lagi pula, ini adalah naluri seorang ibu yang ingin memberikan yang terbaik untuk buah hatinya. Aku tidak mau kandunganku terlambat ditangani dan akhirnya terjadi apa-apa dengan bayiku.

Keesokan harinya aku sudah diperbolehkan untuk duduk. Setelah selesai sarapan, seorang perawat datang, lalu menyuntikkan obat melalui selang infus.

Kondisiku sudah jauh lebih baik. Rasa nyeri pasca operasi yang kurasakan pun sudah jauh berkurang.

"Maaf Bu, kami harap Ibu bisa ikhlas dan sabar." Wanita bernama Ariana yang merupakan dokter anak di rumah sakit ini memberi isyarat kepada seorang perawat yang tengah menggendong seorang bayi.

"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menanggulangi infeksi yang diderita oleh si Adek, tapi ternyata Allah berkehendak lain. Dengan sangat menyesal, kami tidak bisa menyelamatkannya." Dokter Ariana menangkupkan tangan di dadanya. Ekspresi wajahnya terlihat sangat sedih.

"Apa?!" Aku ingin berteriak tapi tenggorokanku seperti di cekik. Aku menatap nanar pada sesosok bayi yang masih berada di gendongan perawat itu. "Jadi bayi saya....."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Kenapa Takdir Begitu Kejam?

    Bab 4 Aku tahu jika bayiku memang harus dirawat di ruang anak karena menderita infeksi. Aku tidak tahu itu penyakit apa, tapi menurut informasi yang kudapat, katanya darah merah dan darah putih di tubuh bayiku tidak stabil. Aku kurang paham juga apa maksudnya, tapi mereka meyakinkan jika bayiku akan baik-baik saja. Lalu kenapa sekarang bayiku malah berpulang?Bahkan sebelumnya tidak ada informasi jika bayiku dalam keadaan kritis. "Anakku...." Aku memeluk putraku dengan perasaan hancur. Matanya sudah terpejam. Tubuh mungilnya begitu dingin. Sebelum ini, aku bahkan belum sempat menatap wajahnya karena bayiku langsung dibawa ke ruangan NICU setelah dikeluarkan dari perutku. Kenapa takdir begitu kejam? Aku hanya sempat mendengarkan tangis pertamanya, tapi kenapa keesokan harinya aku hanya bisa memeluk jasadnya saja? Tuhan, aku sudah nggak peduli jika harus kehilangan suami dan semua kasih sayangnya, tapi aku nggak bisa kehilangan anakku juga. Kenapa tidak sekalian saja Kau ambil ny

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Tawaran Menjadi Ibu Susu

    Bab 5Aku terdiam dan balas menatap lurus pria itu. Kelihatannya dia memang bersungguh-sungguh ingin memintaku untuk menyusui keponakannya. Namun masalahnya, anak yang akan aku susui adalah anak dokter kandungan terbaik di kota ini. Mereka orang berada. Orang yang datang kepadaku ini pun adalah adik dokter Aariz. Dia hanya sekedar paman dari si bayi, bukan ayah si bayi. Memangnya ayahnya bayi itu bersedia jika anaknya aku susui?"Mbak tenang saja. Mbak pasti akan mendapat imbalan yang pantas, gaji bulanan dan bonus yang menggiurkan. Tinggal sebut berapa angkanya, insya Allah Mas Aariz maupun saya pasti akan memenuhinya," bujuk pria itu, mungkin karena melihat reaksiku yang tidak terlalu antusias."Ini bukan soal bayaran, Mas. Saya tidak berada dalam posisi menjual air susu saya. Sejujurnya saya masih ragu, karena yang menawarkan ini adalah Mas Atta, bukan Dokter Aariz sendiri," ujarku hati-hati. Aku berusaha memilih kalimat sebaik mungkin supaya ia tidak tersinggung."Ah iya, saya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Hadiah Kecil

    Bab 6 "Mbak Alifa, maaf." Attalarich langsung menangkupkan tangan di dadanya sesaat setelah dia memutar tubuhnya menghadap kepadaku. "Tidak apa-apa, Mas Atta. Saya siap kok diperiksa kesehatannya jika memang itu menjadi syarat saya diterima menjadi ibu susunya Dek Gibran," ujarku tenang. Buat apa tersinggung? Apa yang diungkapkan oleh dokter Aariz itu nggak salah, apalagi dalam kapasitasnya dia sebagai tenaga kesehatan. "Bukan begitu maksud Mas Aariz. Seharusnya dia tidak perlu meminta untuk memeriksa Mbak Alifa. Bukankah dia yang menangani proses persalinan Mbak Alifa kemarin? Seharusnya tahu dong rekam mediknya Mbak," ujar Atta sembari menatap sang kakak. "Siapa bilang?" Wajah pria itu terlihat dingin. "Aku menangani pasien VVIP yang kebetulan kondisinya juga darurat, sementara Ibu Alifa ditangani oleh dokter Halimah," jelasnya. "Benar, Mas." Aku langsung mengangguk lantaran teringat penjelasan dokter Aariz waktu itu. "Saya memang ditangani oleh dokter Halimah, kar

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-09
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Mengingat Alifa

    Bab 7 Di dapur, Keenan membuat secangkir kopi untuk dirinya sendiri. Dia sudah biasa seperti ini sepeninggal Alifa. Dulu dia pernah menyuruh Eliana untuk membuatkan kopi untuknya, tetapi rasanya tidak pas. Akhirnya dia memilih membuat kopi sendiri. Keenan pun malas menyuruh istrinya untuk memasak, karena tahu Eliana tidak bisa memasak. Jangan sampai dapur ini seperti kapal pecah karena ulah Eliana. Untuk urusan memasak, Keenan lebih percaya kepada mbak Narti yang setiap hari datang ke rumah ini. Tugas mbak Narti adalah memasak dan mencuci pakaian, sementara urusan rumah dikerjakan oleh pak Amran yang merangkap sebagai tukang kebun dan bersih-bersih halaman. Keenan membuka lemari dapur dan kemudian mengeluarkan isinya. Makan malam sudah disiapkan oleh mbak Narti. Dia hanya tinggal makan saja. Keenan makan dengan lahap meskipun tentu saja masakan itu sudah dingin lantaran dia pulang larut malam. Namun Keenan tidak peduli, yang penting perutnya kenyang. Pria itu ha

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-09
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Kelemahan Keenan

    Bab 8Entahlah. Keenan sendiri tidak bisa mendeskripsikan.Banyak hal yang terjadi setelah Alifa pergi. Keluarga besarnya rame-rame menjodohkannya dengan Eliana. Secara fisik Eliana cantik dan berpendidikan tinggi. Dia lulusan sebuah universitas ternama. Meski dia tidak menggunakan ijazahnya untuk bekerja, itu tak masalah bagi Keenan, karena masih bisa menafkahi Eliana, asalkan masih dalam taraf yang wajar.Namun setelah Eliana hamil, perempuan itu berubah. Dia seperti tidak Eliana yang dia kenal selama ini. Sikap lembut dan anggun itu hilang begitu saja. Ataukah jangan-jangan ini adalah kepribadian asli seorang Eliana?Namun Keenan tidak punya pilihan. Dia harus tetap bersama Eliana, karena ibunya sangat menyukai perempuan itu. Kelemahan Keenan ada pada ibunya. Untuk bisa bersama Alifa saja dulu Keenan harus bersusah payah meminta restu, meskipun pada akhirnya Alifa menodai cinta mereka."Cukup, El. Aku lelah dan ingin tidur. Sebaiknya kamu juga segera tidur. Tidak baik berkeliara

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-10
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Kita Sudah Selesai

    Bab 9Pria itu masih saja seperti yang dulu. Hanya saja kali ini Mas Keenan terlihat sedikit kurus. Selebihnya dia masih tetap menawan.Sontak aku memejamkan mata lalu menunduk.Apa-apaan ini?Setelah apa yang ia lakukan kepadaku, masihkah aku sudi mengagumi sosoknya?Pria itu sudah tidak memiliki ikatan apapun lagi denganku. Sebagai manusia biasa tentunya aku tidak pernah melupakan peristiwa saat aku diusirnya dari rumah, bahkan dia pun menghancurkan masa depanku dengan membakar semua surat berharga yang kumiliki termasuk ijazah dan kartu tanda pengenal.Aku bisa saja mengurus kembali ijazahku, sehingga aku bisa bekerja di tempat yang lebih layak, tetapi resikonya aku harus berhubungan dengan orang-orang yang ada di kota itu.Mereka pasti akan memberondongku dengan pertanyaan yang ujung-ujungnya hanya akan menyudutkanku sebab mana mungkin mereka akan mempercayai jika aku sebenarnya tidak pernah melakukan hal yang nista, mengingat banyaknya bukti yang disodorkan oleh kedua kakak pere

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-10
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Maafkan Saya, Dok

    Bab 10"Jangan gila kamu, Mas! Berhenti atau aku lapor sama Mama!" Eliana hanya memberinya dua pilihan dan itu cukup untuk membuat Keenan berhenti dari tujuannya semula ingin menyusul Alifa yang dibawa oleh dokter Aariz.Begitu banyak pertanyaan yang tumbuh di benaknya. Ada hubungan apa Alifa dengan dokter Aariz? Keenan melihat dengan mata kepalanya sendiri, dokter Aariz menyerahkan seorang bayi kepada Alifa. Apakah itu bayi mereka? Keenan mencoba menghitung sejak Alifa pergi dari rumah. Ya, bisa saja itu merupakan bayi mereka, karena sekarang sudah lewat 9 bulan lebih. Tapi masalahnya, kapan mereka menikah?Iddah seorang wanita yang diceraikan adalah tiga kali suci, yang berarti itu setidaknya dua bulan lebih. Alifa tentu lebih paham soal agama, sedikit berbeda dengannya yang sama sekali tidak pernah diajarkan oleh agama dari keluarga. Tidak mungkin mereka menikah begitu ia menceraikan Alifa, bukan?Atau jangan-jangan sepasang insan itu kumpul kebo dan bayi itu adalah hasil ci

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Makan Malam Dengan Atta

    Bab 11Aku mengangguk. "Tentu saja, Dok. Saya akan patuhi semua aturan dari Dokter dan Mas Atta.""Baiklah, Alifa. Saya hanya bisa mengantar kamu sampai sini." Pria itu menyentuh tombol di pintu, lalu pintu itupun terbuka. "Silahkan masuk. Saya akan menghubungi Atta untuk memberitahu, supaya dia tidak perlu kaget jika melihat keberadaan kamu dan Gibran di apartemennya.""Apakah Mas Atta akan tinggal di sini?" tanyaku. Aku melongok ke dalam dan menyadari jika apartemen ini ukurannya tidak terlalu luas."Kadang-kadang. Terkadang dia masih menyukai tinggal di rumah utama, tapi tak jarang dia pun pulang ke apartemennya sendiri."Aku tidak lagi menanyakan apa-apa dan membiarkan dokter Aariz meninggalkan tempat itu setelah memberitahukan password pintu masuk apartemen ini.Kuhela nafas dalam-dalam sembari menyandarkan punggungku di sandaran sofa, menikmati geliat tubuh Gibran yang tampak gelisah. Aku mengeluarkan aset pribadiku dan mulai menyusui Gibran. Tidak ada perlengkapan bayi di apar

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12

Bab terbaru

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 162

    Bab 162Keenan benar-benar membawa Naira keluar dari apartemen pagi ini setelah mereka selesai sarapan. Namun ternyata dia tidak membawanya langsung pulang ke rumah utama keluarga El Fata, tetapi justru jalan-jalan keliling kota dan berakhir dengan mampir di sebuah mall yang memiliki wahana permainan anak."Santai saja, Nai. Aariz dan Alifa tidak akan pulang pagi-pagi. Mereka itu pergi ke villa dan kamu tahu tempatnya di mana, bukan?" bujuk Keenan sembari mengingatkan. Dia menyadari ekspresi Naira yang muram. Dia berusaha menjelaskan bahwa tidak mungkin Aariz dan Alifa akan pulang cepat, mengingat lokasi villa keluarga yang terletak di desa, suatu daerah di luar kota."Aku cuma ingin cepat sampai di rumah, Mas. Aku capek.""Capek dengan tingkah Mas?" Pria itu tersenyum kecut. "Maaf ya." Namun lagi-lagi tangannya lancang mengacak rambut gadis itu. "Percayalah, Mas tidak pernah bermaksud macam-macam, melainkan hanya menuruti keinginan hati saja.""Bermain drama, ngaku-ngaku aku adalah

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 161

    Bab 161"Mas akui, Mas bukan pria yang baik, tetapi tidak seberengsek seperti yang kamu duga. Hubungan Mas dengan Donita tidak seperti yang kamu pikirkan. Mas sekamar dengan Donita, karena ingin menjaga perempuan itu. Dia adalah karyawan terbaik Mas. Dia itu aset perusahaan yang harus Mas jaga. Dia adalah pahlawan bagi Mas. Disaat perusahaan mengalami krisis, Donita berdiri dengan tegar bersama dengan tim kami menyelamatkan perusahaan. Menurutmu apa yang harus Mas lakukan untuk membalas jasanya?" Keenan berkata dengan suara perlahan memberi pengertian pada gadis itu. Cara bicaranya sudah seperti seorang lelaki yang memberi pengertian pada pacar yang tengah cemburu karena dia dekat dengan wanita lain."Aku nggak ada kaitannya sama hubungan Mas dengan Mbak Donita. Apa urusannya denganku?" rajuk gadis itu seraya melengos ke samping."Jelas ada urusannya dengan kamu, karena kamu mengira Mas itu kumpul kebo dengan Donita. Kamu pasti mengira Mas sedang menjalin hubungan tanpa status! Kamu s

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 160 (Duda mana bisa di percaya?)

    Bab 160"Na, Ina," panggil Donita seraya mengetuk pintu.Ina membuka pintu sembari menguap lebar karena rupanya gadis itu sudah tertidur, atau mungkin dia ikut tidur bersama dengan anak asuhnya."Mbak Donita?" Rasa kantuknya tiba-tiba saja hilang. Donita menerobos masuk ke dalam kamarnya, lalu merebahkan Arga di sisi Sherina."Aku ngungsi dulu malam ini ya. Dan mungkin malam-malam selanjutnya. Kamu keberatan nggak jika kita berbagi kamar?" todong wanita itu."Tidak." Ina tidak mengerti, namun otomatis kepalanya mengangguk. "Maksudnya apa ya, Mbak? Bukannya Mbak biasa tidur satu kamar sama Pak Keenan?""Aku rasa udah saatnya pisah kamar dari Mas Keenan. Nggak enak sama Naira, nanti dia mikirinnya yang bukan-bukan. Jangan sampai dia mengira jika Mas Keenan itu pria brengsek, yang memelihara wanita tanpa status hubungan yang jelas."Gadis itu langsung manggut-manggut mendengar penuturan Donita. "Aha... bener juga sih, Mbak. Aku aja dulu sempat bingung dengan hubungan Pak Keenan dengan m

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 159

    Bab 159"Tidurlah di sini. Aku nggak masalah tidur di sofa ruang tamu." Pria itu menahan tubuh Naira dengan tangannya supaya tetap di posisinya yang tengah berbaring di samping Gibran. Balita cowok itu baru saja tertidur setelah dibacakan dongeng oleh Naira."Tapi Mas...""Udah, nggak ada tapi-tapian. Laki-laki bisa tidur di mana saja. Di sini kamu juga ditemani oleh Donita dan Arga. Semoga saja kamu nggak keberatan dengan tangisan Arga yang sering terbangun minta ASI." Pria itu tetap menekan bahu Naira dan membuat gadis itu tak berkutik."Tapi nggak enak sama Mas. Mas kan tuan rumah, masa iya tidur di sofa sih?""Justru karena tuan rumah harus memberikan yang terbaik kepada tamu, tapi kamu bukan tamu sih. Aku menganggap kamu bagian dari rumah ini.""Kamu nggak keberatan kan tiap akhir pekan menginap di sini?" tanya Donita menimpali."Ke mana Gibran pergi, aku selalu bersamanya, Mbak. Namanya juga pengasuh," jawab Naira seraya menoleh pada perempuan itu.Dia baru menyadari jika ternya

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 158

    Bab 158"Maaf," gumam Keenan. Dia menarik Naira untuk duduk di sisinya, setelah Eliana berhasil mereka usir secara halus dari apartemen ini."Kenapa semua ini Mas lakukan? Drama macam apa ini?? Ini sama sekali nggak lucu, tahu!" protes gadis itu. Dia bermaksud memberontak dan menjauh, tapi Keenan tentu tidak akan membiarkan gadis ini menjauh darinya dalam keadaan masih marah."Kalau nggak begitu, nanti dia akan mengira melunaknya sikapku akhir-akhir ini sebagai lampu hijau. Padahal aku sama sekali nggak ada niat untuk balik lagi sama perempuan itu. Sudah cukup semuanya, Nai. Aku lelah.""Tetapi itu tidak cukup untukku, Mas. Mas pikir saja sendiri, apa yang akan dilakukan Bu Eli karena mengira aku ini kekasihnya Mas!""Kamu tenang saja, Naira. Aku nggak akan membiarkan Eliana mengganggumu, lagian kamu kan tinggal bersama keluarga El Fata. Kamu bisa minta bantuan Alifa dan Aariz. Mereka pasti akan melindungimu dan memaklumi kejadian siang ini.""Iya, aku tahu, Mas. Tapi ini nggak mungki

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 157 (pacar baru Keenan)

    Bab 157Eliana melenggang begitu saja mendekati Keenan yang masih ternganga.Tentunya ia tak menduga mantan istrinya ini muncul kembali, apalagi di situasi seperti ini, sedang ada Gibran dan Naira di apartemennya. Biasanya mantan istrinya ini hanya menelpon Ina dan mereka bertemu di suatu tempat, tempat yang tak begitu jauh dari apartemen.Keenan memang memberikan keleluasaan bagi Eliana untuk bertemu putrinya. Kebaikan Keenan yang ditanggapi lain oleh Eliana. Dia mengira jika mantan suaminya ini kembali luluh, dan bisa menerima dirinya kembali, meskipun tubuhnya tak lagi utuh seperti semula. Kini ia sudah kehilangan dua payudaranya.Sementara Naira berdiri kaku, menyadari kesalahannya yang main buka pintu saja, sehingga meloloskan Eliana masuk ke apartemen ini. Gadis itu tahu apa artinya. Bisa-bisa terjadi keributan, padahal ia sedang berada di apartemen ini. Andaikan ia tidak sedang berada di sini, masa bodoh lah. Biarkan saja Keenan, Donita dan Ina yang menghadapi perempuan sakit j

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 156

    Bab 156Sepertinya keputusan Keenan untuk menghubungi Aariz adalah keputusan yang salah. Dia tak pernah menyangka jika ternyata Aariz menyambut panggilan videonya bersama dengan Alifa.Dan dia harus menyaksikan pemandangan itu.Perempuan yang dicintainya begitu dalam ini tengah menyadarkan kepala dengan manja di dada Aariz. Tak ada yang salah sebenarnya dengan sikap Alifa, karena nyatanya pria itu adalah suaminya sekarang. Hanya saja ada rasa nyeri yang terasa menusuk di hati.Meski ia tetap berusaha sedapat mungkin untuk menyembunyikan perasaan cemburunya.Ah, ya. Apakah masih pantas ia cemburu, padahal ia sudah kalah sekarang?"Iya, Mas, ada apa?""Maaf, Riz, aku berencana membawa Gibran menginap di apartemen. Apakah kamu dan Alifa mengizinkan?" Pria itu menelan ludahnya. Hampir saja dia tak bisa bersuara lantaran matanya duluan menyaksikan pemandangan yang menyesak di hati ini."Kebetulan sekali aku dan Alifa memang berencana untuk menginap semalam di villa keluarga, jadi kamu beba

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 155

    Bab 155Alifa sudah menghabiskan dua biji kue talam ubi saat penjaga villa ini muncul. Pria setengah baya itu membawa bahan makanan yang ia request. Beruntungnya ikan-ikan itu sudah dibersihkan. Jadi mereka tinggal membuat bumbu dan melumuri ikan-ikan itu dengan bumbu."Awas... sambalnya jangan terlalu pedas ya." Aariz mengingatkan dari halaman belakang villa ini. Pria itu tengah berusaha menyalakan api dan membuat bara untuk membakar ikan. Sementara Alifa memang tengah menyiapkan bahan untuk membuat sambal terasi."Iya, aku ngerti kok. Lagian si adik juga nggak bakal kepedesan di dalam perutku," kekeh perempuan itu.Teras belakang villa ini sengaja disulap menjadi dapur dadakan. Ada kompor gas satu tungku yang diletakkan di tempat itu, lengkap dengan peralatan masak. Alifa kini tengah menumis bawang, cabe dan tomat. Aroma harum menguar membuat perut semakin keroncongan."Kamu ini bisa aja jawabnya. Nakal ya," keluh pria itu. Dia tidak merespon apapun lagi, tetapi fokus untuk membuat

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 154

    Bab 154Alifa memiliki prinsip yang kuat dalam urusan sebuah hubungan. Dia akan mempertahankan mati-matian, tetapi jika sudah terlepas, maka tidak ada jalan untuk kembali. Perempuan itu rupanya ingin memberi pelajaran untuk para pria yang terikat hubungan dengannya, agar tidak main-main dengan yang namanya talak.Aariz mendapatkan pelajaran dari kisah rumah tangga Alifa sebelumnya. Dia berjanji akan menjaga perempuan ini selamanya, apalagi semakin hari semakin dalam perasaannya pada perempuan itu. Meski awalnya hanya menganggap Alifa seperti teman, bahkan parahnya seperti adik angkat, tetapi akhirnya dia bisa memandang Alifa sama seperti ia memandang kepada seorang perempuan. Dia bisa menyayangi Alifa sebagai seorang istri, dan kini dia membuktikan semua ucapannya. Dia pun menepati janjinya kepada sang ibunda menghadirkan cucu untuknya, cucu yang berasal dari darah dagingnya sendiri dengan seorang perempuan yang ibunya ridha kepadanya.Pembicaraan mereka malam ini berakhir setelah Aar

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status