Share

Menyusui Bayi Dokter Tampan
Menyusui Bayi Dokter Tampan
Penulis: Jannah Zein

Keenan, Talak Alifa!

Penulis: Jannah Zein
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-01 16:51:46

Bab 1

"Apa? Saya hamil, Dok?" ulangku lirih. Aku menoleh sekilas kepada pria yang tengah fokus menghadapi alat USG yang terpasang tepat di sisi ranjang yang tengah kutiduri ini.

"Betul, Bu. Lihatlah, titik kecil ini menandakan sebuah embrio, titik kehidupan baru yang ada di rahim ibu." Pria muda itu menggerakkan kursor dan menunjuk ke titik yang dimaksud, walaupun tentu saja aku tidak mengerti karena bagiku sama saja. Layar di depanku itu hanya berwarna hitam putih dan aku tidak tahu titik yang dimaksud oleh dokter Aariz.

"Tapi bagaimana mungkin? Bukankah aku sudah lima tahun menikah dan belum juga dikaruniai anak?" Aku menggumam tanpa sadar. Seorang perawat perempuan membantuku bangkit dari pembaringan dan kini aku sudah duduk berhadapan dengan dokter Aariz.

Sebenarnya dokter Aariz meresepkan obat pereda mual dan vitamin untukku, tapi sengaja tidak kutebus, karena uang yang kumiliki terbatas. Aku hanya sanggup membayar biaya pemeriksaan.

Mungkin nanti aku akan membeli minyak kayu putih saja untuk membantuku meredakan rasa mual dan pusing yang nyaris setiap waktu mendera.

Ayunan langkah yang gontai membawaku keluar dari bangunan rumah sakit ini. Tubuhku serasa lemas tak bertenaga. Rasanya sudah tak kuat lagi untuk berjalan. Akhirnya aku memutuskan untuk duduk di kursi yang ada di taman kecil samping rumah sakit ini.

"Nak.... Terima kasih sudah hadir dalam hidup Mama, meskipun mungkin kita hanya akan menjalani hari-hari berdua saja, karena Mama sudah ditalak dan diusir papamu dari rumah kita."

"Mungkin dengan keadaan Mama yang seperti ini, Mama nggak bisa kasih kamu yang terbaik, tapi Mama memastikan untuk tetap merawat dan membesarkan kamu semampu Mama."

"Kehadiranmu sudah sangat lama Mama nantikan. Bagaimanapun sulitnya kondisi dan kehidupan Mama saat ini, kamu tetaplah anugerah terindah. I love you, Baby." Aku membelai perutku berulang kali.

Tangisku pecah seketika.

Seandainya kehamilan ini terjadi disaat aku belum ditalak oleh mas Keenan, pasti kami akan merasa sebagai pasangan yang paling berbahagia.

Seandainya fitnah itu tidak menjadi badai yang akhirnya membuat suamiku gelap mata....

Aku memejamkan mata ketika merasakan pandanganku menggelap. Bayangan itu silih berganti berkelebatan di benakku seperti slide film.

Mereka, ibu mertuaku, dua kakak iparku....

Dan Eliana.

Perempuan cantik yang sangat berhasrat untuk merebut suamiku.

Mungkin kini dia tengah bersorak-sorai kemenangan karena berhasil membuat mas Keenan menceraikanku, lalu mengusirku dari rumah besar itu, tempat yang selama lima tahun terakhir ini menjadikanku ratu di sisi mas Keenan.

Meski kedua kakak perempuan dan ibunya tidak menyukaiku, tapi itu tidak membuat mas Keenan berhenti meratukanku di sisinya.

Aku tetaplah menikmati perhatian dan cintanya yang teramat besar.

Sampai akhirnya entah mendapatkan dari mana, tapi yang jelas foto-foto itu dilemparkan mas Keenan begitu saja ke hadapanku.

Bukan cuma itu.

Dia pun melemparkan ponsel mahalnya. Ponsel yang tengah memutar video yang berdurasi hampir satu menit. Video yang menjijikan itu, bahkan langsung membuat tubuhku panas dingin.

Tentu saja aku teramat kaget, karena merasa tidak pernah melakukan apapun. Tapi kenapa di video itu aku terlihat tengah melakukan hubungan badan bersama pria lain, pria yang bahkan berbeda-beda di setiap foto yang mas Keenan lemparkan ke hadapanku? Siapa yang sudah memodifikasi atau mengedit foto dan video itu?

Apakah ini makar yang sedang dilancarkan oleh orang-orang yang tidak menyukaiku di dalam keluarga inti mas Keenan?

Namun untuk menuduh seperti itu, jelas aku tidak punya bukti. Aku yang terlalu polos tidak mengira jika mereka akan berbuat kejam kepadaku sampai sejauh ini.

Tubuhku seketika gemetar.

"Itu foto editan, Mas. Masa kamu lupa, zaman sekarang sudah canggih?! Kalau memang benar aku selingkuh, dan melakukan seperti apa yang terlihat di foto itu, mana saksi untukku?!" tantangku.

"Mas harus hadirkan dua saksi yang adil untukku sebelum menuduhku berzina!" Aku tetap bersuara lantang meski wajahku sudah basah dengan air mata.

"Aku dan Yuna yang menjadi saksinya!" Kedua kakak perempuan mas Keenan itu begitu kompak bersuara, sehingga aku terpaksa menoleh. Perempuan yang memakai dress selutut itu melangkah begitu anggun. Rosa bahkan mengibaskan rambutnya yang tergerai saat berada di dekat kami.

"Aku dan Yuna melihat Alifa dijemput oleh seorang pria di mall, lalu kalian pergi dengan mobil. Aku dan Yuna mengikuti kalian sampai akhirnya kalian sampai di hotel, lalu melakukan kegiatan panas yang menjijikan itu!"

"Aku tidak akan pernah membiarkan seujung kuku pun disentuh oleh pria lain, walaupun nyawaku taruhannya. Demi Allah, itu bukan aku. Foto dan video ini editan!"

"Editan kamu bilang?!" Lagi-lagi suara lain terdengar. Kali ini sosok perempuan bernama Eliana, perempuan yang konon katanya merupakan putri dari sahabat dekat ibu mertuaku.

"Aku bisa membantu Mas Keenan untuk membawa foto-foto dan video ini kepada seorang ahli IT. Dari situ nanti ketahuan jika foto-foto ini editan atau bukan." Perempuan itu tersenyum miring sembari menatap kepadaku. "Tapi aku percaya jika foto-foto ini seratus persen asli. Hanya Mas Keenan saja yang begitu gampang tertipu oleh wajah polosnya, padahal aslinya Alifa hanya seorang pelacur!"

"Tidak perlu!" Mas Keenan menggebrak meja di dekatnya yang membuat aku seketika mundur selangkah. Namun tanpa diduga mas Keenan justru mendekatiku. Dia berjongkok dan menarik tanganku sehingga kini kami saling berhadapan.

"Kamu hanya cukup mengakui kesalahanmu, Alifa. Minta maaf dan tidak mengulangi perbuatanmu lagi. Setelah itu kita anggap semuanya sudah selesai. Aku mencintaimu, sangat mencintaimu.... Aku memaafkanmu, Alifa," ucap pria itu dengan mata yang berkaca. Bibirnya tampak bergetar.

Sempat ragu menyelinap di hati, tapi aku memilih untuk menggeleng.

"Aku tidak bisa mengakui sesuatu yang tidak pernah aku perbuat, Mas!"

"Apa?!" Ketiga perempuan yang berdiri tidak jauh dari kami itu memekik bersamaan.

"Kamu benar-benar sombong, Alifa!" sambung mbak Rosa.

"Tak kusangka ternyata Keenan sebucin ini pada istrinya. Tapi ternyata kamu malah menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan kepadamu. Dasar pelacur sialan!" Kali ini mbak Yuna yang memakiku. Dia sempat akan bergerak mendekatiku, tapi tangannya keburu ditangkap oleh mbak Rosa.

"Tampaknya Alifa masih ingin bertualang dari satu lelaki ke lelaki lainnya di belakang Mas Keenan," sinis Eliana, lagi-lagi dengan senyuman miringnya. "Mungkin dia tidak cukup dengan satu lelaki. Lagi pula dia kan mandul, jadi nggak bakalan hamil anak siapapun."

"Ayolah, Alifa! Aku percaya masih ada sedikit cintamu untukku. Akui perbuatanmu, dan aku menganggap semuanya berlalu." Lagi-lagi bujukan mas Keenan menggoyang pertahananku.

Duniaku terasa runtuh melihat tetes air mata yang tumpah dan membasahi pipinya.

Sebesar aku mencintainya, maka sebesar itu pula cintanya kepadaku. Aku tahu seberapa besar cinta dan usahanya dalam memperjuangkanku untuk tetap berada di sisinya.

Apa yang harus aku lakukan?

Tapi bukankah kita tidak boleh mengakui perbuatan buruk yang tidak pernah kita lakukan?

"Tidak akan pernah kalian kubiarkan kembali bersama!" Tiba-tiba saja sepasang tangan ibu mertuaku yang tiba-tiba muncul di ruangan ini menarik tubuh mas Keenan, sehingga pria itu terdorong ke belakang dan akhirnya menjauh dariku.

Sosok ibu mertuaku yang kini malah menatapku berkilat-kilat. "Aku tidak sudi anakku punya istri seorang pelacur!"

"Keenan, talak Alifa!"

"Mama!" pekik pria itu. "Tolong jangan ikut campur dengan urusan rumah tanggaku."

Namun perempuan tua itu malah berjongkok, memegang lutut mas Keenan, lalu menjatuhkan bokongnya ke lantai.

"Talak Alifa sekarang! Apa kamu mau Mama mati pelan-pelan, karena kamu memilih mempertahankan istri pelacur ini?!

Bab terkait

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Pendarahan

    Bab 2"Tapi Ma, aku sangat mencintai Alifa. Aku nggak bisa kehilangan Alifa....""Dia itu hanya seorang pelacur. Masa iya kamu mau berbagi istri dengan laki-laki lain? Mikir, Keenan!" Kali ini kembali mbak Rosa yang bersuara."Kamu itu masih muda, masih banyak perempuan yang mau sama kamu. Lagi pula kalian juga tidak punya anak. Siapa tahu aja jika kamu menikah dengan perempuan lain, kamu bisa punya anak," bujuk mbak Yuna pula."Aku nggak peduli, Mbak. Aku nggak peduli apakah Alifa bisa melahirkan keturunanku atau tidak. Aku mencintai Alifa!" Pria itu memekik setelah ia berhasil membuat sang ibu kembali berdiri."Tapi kamu itu anak laki-laki. Kamu perlu seorang pewaris. Siapa yang akan mewarisi perusahaanmu kecuali anakmu nanti? Memangnya kamu mau, perusahaanmu diberikan kepada keponakanmu?" ucap mbak Rosa seolah-olah ia sangat memihak kepada mas Keenan, meskipun aku tahu benar jika selama ini mbak Rosa dan keluarganya hidup bergantung kepada kami. Untung saja mas Keenan adalah seoran

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Senyum Bahagia

    Bab 3 Hari masih sangat gelap. Jalanan masih sepi. Aku melangkah dengan susah payah sembari menahan rasa cemas karena kurasakan darah terus mengucur dari area intimku. Bodohnya aku yang hanya mengenakan pembalut biasa sehingga akhirnya tembus dan cairan merah itu mengotori gamis yang kini kukenakan. "Bu!" Seorang petugas yang berjaga di gerbang depan menangkap tubuhku, sementaranya satu rekannya yang lain berlari ke dalam. Sebuah brankar segera datang dan aku langsung dibaringkan, lalu didorong masuk ke bagian IGD rumah sakit ini. "Maaf, apa ada keluarga ibu yang bisa dihubungi?" tanya seorang perawat perempuan yang barusan membantuku untuk berganti pakaian dengan seragam pasien rumah sakit. Sebelumnya dia juga yang menolong memakaikan popok untukku, supaya pendarahanku tidak mengotori pakaian dan sprei. Sosok mas Keenan melintas begitu saja di benakku, tapi hanya sekilas. Aku langsung menggeleng. Tidak mungkin aku menghubungi pria itu walaupun keadaan sedang genting. Dia sudah

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Kenapa Takdir Begitu Kejam?

    Bab 4 Aku tahu jika bayiku memang harus dirawat di ruang anak karena menderita infeksi. Aku tidak tahu itu penyakit apa, tapi menurut informasi yang kudapat, katanya darah merah dan darah putih di tubuh bayiku tidak stabil. Aku kurang paham juga apa maksudnya, tapi mereka meyakinkan jika bayiku akan baik-baik saja. Lalu kenapa sekarang bayiku malah berpulang?Bahkan sebelumnya tidak ada informasi jika bayiku dalam keadaan kritis. "Anakku...." Aku memeluk putraku dengan perasaan hancur. Matanya sudah terpejam. Tubuh mungilnya begitu dingin. Sebelum ini, aku bahkan belum sempat menatap wajahnya karena bayiku langsung dibawa ke ruangan NICU setelah dikeluarkan dari perutku. Kenapa takdir begitu kejam? Aku hanya sempat mendengarkan tangis pertamanya, tapi kenapa keesokan harinya aku hanya bisa memeluk jasadnya saja? Tuhan, aku sudah nggak peduli jika harus kehilangan suami dan semua kasih sayangnya, tapi aku nggak bisa kehilangan anakku juga. Kenapa tidak sekalian saja Kau ambil ny

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Tawaran Menjadi Ibu Susu

    Bab 5Aku terdiam dan balas menatap lurus pria itu. Kelihatannya dia memang bersungguh-sungguh ingin memintaku untuk menyusui keponakannya. Namun masalahnya, anak yang akan aku susui adalah anak dokter kandungan terbaik di kota ini. Mereka orang berada. Orang yang datang kepadaku ini pun adalah adik dokter Aariz. Dia hanya sekedar paman dari si bayi, bukan ayah si bayi. Memangnya ayahnya bayi itu bersedia jika anaknya aku susui?"Mbak tenang saja. Mbak pasti akan mendapat imbalan yang pantas, gaji bulanan dan bonus yang menggiurkan. Tinggal sebut berapa angkanya, insya Allah Mas Aariz maupun saya pasti akan memenuhinya," bujuk pria itu, mungkin karena melihat reaksiku yang tidak terlalu antusias."Ini bukan soal bayaran, Mas. Saya tidak berada dalam posisi menjual air susu saya. Sejujurnya saya masih ragu, karena yang menawarkan ini adalah Mas Atta, bukan Dokter Aariz sendiri," ujarku hati-hati. Aku berusaha memilih kalimat sebaik mungkin supaya ia tidak tersinggung."Ah iya, saya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Hadiah Kecil

    Bab 6 "Mbak Alifa, maaf." Attalarich langsung menangkupkan tangan di dadanya sesaat setelah dia memutar tubuhnya menghadap kepadaku. "Tidak apa-apa, Mas Atta. Saya siap kok diperiksa kesehatannya jika memang itu menjadi syarat saya diterima menjadi ibu susunya Dek Gibran," ujarku tenang. Buat apa tersinggung? Apa yang diungkapkan oleh dokter Aariz itu nggak salah, apalagi dalam kapasitasnya dia sebagai tenaga kesehatan. "Bukan begitu maksud Mas Aariz. Seharusnya dia tidak perlu meminta untuk memeriksa Mbak Alifa. Bukankah dia yang menangani proses persalinan Mbak Alifa kemarin? Seharusnya tahu dong rekam mediknya Mbak," ujar Atta sembari menatap sang kakak. "Siapa bilang?" Wajah pria itu terlihat dingin. "Aku menangani pasien VVIP yang kebetulan kondisinya juga darurat, sementara Ibu Alifa ditangani oleh dokter Halimah," jelasnya. "Benar, Mas." Aku langsung mengangguk lantaran teringat penjelasan dokter Aariz waktu itu. "Saya memang ditangani oleh dokter Halimah, kar

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-09
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Mengingat Alifa

    Bab 7 Di dapur, Keenan membuat secangkir kopi untuk dirinya sendiri. Dia sudah biasa seperti ini sepeninggal Alifa. Dulu dia pernah menyuruh Eliana untuk membuatkan kopi untuknya, tetapi rasanya tidak pas. Akhirnya dia memilih membuat kopi sendiri. Keenan pun malas menyuruh istrinya untuk memasak, karena tahu Eliana tidak bisa memasak. Jangan sampai dapur ini seperti kapal pecah karena ulah Eliana. Untuk urusan memasak, Keenan lebih percaya kepada mbak Narti yang setiap hari datang ke rumah ini. Tugas mbak Narti adalah memasak dan mencuci pakaian, sementara urusan rumah dikerjakan oleh pak Amran yang merangkap sebagai tukang kebun dan bersih-bersih halaman. Keenan membuka lemari dapur dan kemudian mengeluarkan isinya. Makan malam sudah disiapkan oleh mbak Narti. Dia hanya tinggal makan saja. Keenan makan dengan lahap meskipun tentu saja masakan itu sudah dingin lantaran dia pulang larut malam. Namun Keenan tidak peduli, yang penting perutnya kenyang. Pria itu ha

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-09
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Kelemahan Keenan

    Bab 8Entahlah. Keenan sendiri tidak bisa mendeskripsikan.Banyak hal yang terjadi setelah Alifa pergi. Keluarga besarnya rame-rame menjodohkannya dengan Eliana. Secara fisik Eliana cantik dan berpendidikan tinggi. Dia lulusan sebuah universitas ternama. Meski dia tidak menggunakan ijazahnya untuk bekerja, itu tak masalah bagi Keenan, karena masih bisa menafkahi Eliana, asalkan masih dalam taraf yang wajar.Namun setelah Eliana hamil, perempuan itu berubah. Dia seperti tidak Eliana yang dia kenal selama ini. Sikap lembut dan anggun itu hilang begitu saja. Ataukah jangan-jangan ini adalah kepribadian asli seorang Eliana?Namun Keenan tidak punya pilihan. Dia harus tetap bersama Eliana, karena ibunya sangat menyukai perempuan itu. Kelemahan Keenan ada pada ibunya. Untuk bisa bersama Alifa saja dulu Keenan harus bersusah payah meminta restu, meskipun pada akhirnya Alifa menodai cinta mereka."Cukup, El. Aku lelah dan ingin tidur. Sebaiknya kamu juga segera tidur. Tidak baik berkeliara

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-10
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Kita Sudah Selesai

    Bab 9Pria itu masih saja seperti yang dulu. Hanya saja kali ini Mas Keenan terlihat sedikit kurus. Selebihnya dia masih tetap menawan.Sontak aku memejamkan mata lalu menunduk.Apa-apaan ini?Setelah apa yang ia lakukan kepadaku, masihkah aku sudi mengagumi sosoknya?Pria itu sudah tidak memiliki ikatan apapun lagi denganku. Sebagai manusia biasa tentunya aku tidak pernah melupakan peristiwa saat aku diusirnya dari rumah, bahkan dia pun menghancurkan masa depanku dengan membakar semua surat berharga yang kumiliki termasuk ijazah dan kartu tanda pengenal.Aku bisa saja mengurus kembali ijazahku, sehingga aku bisa bekerja di tempat yang lebih layak, tetapi resikonya aku harus berhubungan dengan orang-orang yang ada di kota itu.Mereka pasti akan memberondongku dengan pertanyaan yang ujung-ujungnya hanya akan menyudutkanku sebab mana mungkin mereka akan mempercayai jika aku sebenarnya tidak pernah melakukan hal yang nista, mengingat banyaknya bukti yang disodorkan oleh kedua kakak pere

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-10

Bab terbaru

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 96

    Bab 96Hari terus berganti.Meski Donita terus menolak tawarannya, tetapi Keenan tetap memperlihatkan perhatian pada wanita itu. Membuatkan susu ibu hamil, mengingatkannya untuk mengonsumsi vitamin, bahkan membelikannya setelan kerja untuk ibu hamil.Perut Donita memang masih rata. Tapi beberapa bulan kemudian, pasti akan terlihat dan Keenan sudah memperhitungkan resiko itu. Dia tidak akan memecat Donita. Namun demi menjaga nama baik perempuan itu, dia merencanakan cuti panjang untuk Donita, sehingga dia bisa menjalani kehamilannya dengan baik dan tanpa beban. Sebab bukan tidak mungkin jika dipaksakan untuk terus bekerja saat perutnya membuncit, akan muncul gosip miring yang dialamatkan kepada Donita dan mengguncang mental perempuan itu. Sebenarnya bukan cuti, karena Donita akan tetap bekerja. Donita akan bekerja dari apartemen mereka. Keenan pun akan membatasi wanita itu untuk keluar dari apartemen jika perut Donita mulai membesar.Dengan bekerja dari apartemen, setidaknya Donita ti

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 95

    Bab 95Perempuan itu hanya tersenyum tipis. Pantas saja dulu Keenan lebih memilih Alifa ketimbang Aina. Ternyata attitude Aina jelek, padahal sebagai istri pemimpin perusahaan, seharusnya memiliki attitude yang baik. Di samping cantik, dia juga harus cerdas, memiliki public speaking yang bagus, dan bisa menempatkan diri sebagai istri dari pimpinan sebuah perusahaan."Perkenalkan, namaku Donita. Aku sekretarisnya Keenan dan sekaligus sebagai kekasihnya sekarang." Donita menyodorkan tangan yang ditepis oleh Aina. Namun, alih-alih tersinggung, Donita justru tersenyum semakin lebar.Rasanya menyenangkan juga melihat gadis itu yang terlihat kepanasan."Aku tak butuh perkenalan dari kamu. Namun posisi kamu sebagai sekretaris itu rawan. Jangan mengaku kekasih deh. Kamu pikir aku akan percaya, hmmm...? Bukankah seorang sekretaris lebih sering menjadi wanita pemuas bosnya. Aku bukan wanita kampung yang tak tahu apa-apa soal itu.""Terserah apa katamu, Aina. Tapi yang jelas, begitulah keadaanny

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 94

    Bab 94Suara bel di depan membuat aktivitas Donita yang tengah memotong-motong setengah ekor ayam berhenti. Dia mencuci tangannya di wastafel, kemudian segera membalikkan tubuhnya."Biar aku saja," cegah Keenan. Pria yang sebelumnya tengah asyik menghadapi laptopnya itu segera beranjak dari kursi dan bergegas menuju pintu depan.Donita menggeleng, tapi ia kembali fokus dengan kegiatannya. Meskipun indera penciumannya sangat sensitif terhadap bumbu dan masakan, tetapi Donita memaksakan diri untuk tetap memasak. Dia tidak mungkin bermanja pada Keenan yang jelas-jelas bukan ayah dari anak yang tengah dikandungnya. Bahkan dia menolak untuk dinikahi oleh pria itu, karena tidak mau membuatnya repot.Entah kenapa hari ini dia sangat ingin makan ayam masak kecap, tapi ayamnya harus dipotong kecil-kecil. Donita menggunakan setengah ekor ayam yang ditumis dengan bumbu-bumbu yang sudah ia buat sebelumnya. Supaya lebih praktis, wanita menggunakan cooper untuk menghaluskan bumbu. Di samping itu, b

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 93

    Bab 93"Kamu kenapa, Don?" Pria itu segera bergegas menyusul ke kamar mandi. Wajah Donita nampak pucat, karena dia sudah memuntahkan seluruh isi perutnya."Aku baik-baik saja, Mas, hanya sedikit mual dan pusing." Wanita itu meringis, lalu membasuh wajahnya dan sisa muntahannya yang memenuhi wastafel."Kita ke dokter saja ya. Belakangan ini aku lihat kamu lesu dan nggak ada semangat. Apakah kamu kecapean?""Kemungkinan iya, Mas. Tapi nggak usah ke dokter juga kali. Dibawa istirahat saja pasti akan enakan kok," tolaknya."Nggak ada bantahan, Donita. Kamu harus ke dokter sekarang. Aku nggak mau terjadi apa-apa sama kamu. Kalau ke dokter kan nanti ketahuan penyakitnya. Kamu itu sakit maag atau apa? Bukan cuma kali ini kan kamu muntah? Bahkan sudah beberapa hari ini begitu-begitu saja." Pria itu memapah Donita, lalu membawanya duduk di tepi tempat tidur. Dia sendiri yang mengambilkan dress untuk pakaian ganti sekretarisnya ini, lalu membantunya mengenakan pakaian. Lantaran seringnya melih

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 92

    Bab 92"Kamu mau bulan madu ke mana?" Pria itu bertanya setelah meletakkan bekas makanku di atas lemari nakas.Spontan aku menggeleng. "Tidak ada urusan bulan madu di benakku. Aku nggak kepikiran apa-apa, Mas. Nggak bulan madu juga nggak apa-apa, lagian pekerjaan Mas kan banyak. Anak-anak juga susah kalau ditinggalkan, walaupun ada baby sisternya. Aku kan sudah bilang, kalau aku nggak janji akan melayanimu seperti layaknya seorang istri yang masih gadis. Aku janda, dan anaknya banyak.""Cuma dua, Sayang. Nggak banyak itu.""Tiga, Mas. Zaid, Gibran, dan Anindita," ralatku. "Bagaimana bisa suamiku melupakan fakta jika aku memiliki anak bernama Zaid? Walaupun dia sudah tiada, tetapi dia tetap anakku!""Maaf, Sayang." Mas Aariz mengusap-usap bahuku dengan lembut."Iya, kita memang punya tiga anak. Tapi kalau kita nanti pergi berbulan madu, pasti akan bersama dengan anak-anak, Naira dan Maya. Kalau nggak gitu, nanti anak-anak repot mencarimu." Pria itu mengelap bibirku dengan tisu. Bibirk

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 91

    Bab 91"Kan bisa dikeringkan dengan hairdryer," ucap Atta sekenanya. Dia tak lagi melihat ponsel, malah antusias melihat kakaknya yang menata roti di atas piring, lalu membuatkan segelas susu."Cei cei... yang habis malam pertama, sarapannya di bawain ke kamar." Lagi-lagi pria itu menggodanya."Makanya nikah, Atta. Nanti kamu pasti akan merasakan kayak yang Mas lakukan, bahkan mungkin lebih daripada ini," ujar Aariz datar. Dia bergegas membawa nampan itu pergi menuju kamarnya.Atta hanya menggeleng, lalu kembali memusatkan perhatian pada ponsel. Ada beberapa email yang harus ia buka. Namun baru juga lima menit, ibunya datang ke ruangan ini."Sarapan yang benar, jangan kerja melulu."Pria itu berdehem. "Iya, Ma."Wardah duduk sembari menatap putra bungsunya dalam-dalam. "Apakah kamu tidak berpikir untuk menikah juga?""Memangnya mau menikah sama siapa, Ma?" Pria itu merotasi bola matanya malas."Siapapun perempuan yang kamu inginkan, Mama pasti merestui kok, asal jangan ada hubungannya

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 90 (Malam pertama)

    Bab 90"Kamu suka kamar ini?" cicit pria itu. Saking asyiknya mengagumi kamar ini, aku tidak menyadari jika tubuhku terangkat. Mas Aariz menggendongku ala bridal, lalu merebahkanku di pembaringan."Apakah aku punya alasan untuk tidak menyukai kamar ini?" Aku berusaha menahan nafas. Rasanya badanku panas dingin. Baru kali ini aku terlibat hal yang begitu intim dengan mas Aariz. Pria itu selalu bersikap sopan kepadaku selama ini, kecuali tadi malam. Dia sempat memelukku meski hanya sekilas, karena aku langsung berontak. Tapi aku mengerti alasannya memelukku, karena dia ingin menghiburku."Sebenarnya ini dadakan, jadi aku nggak sempat meminta pendapatmu. Tapi kalau kamu memang nggak suka dan ada yang ingin diubah, kamu bisa bilang kepadaku. Nanti akan diteruskan kepada orang-orang kita untuk melakukan perubahan pada tatanan kamar ini," ujar pria itu."Aku seperti seorang ratu saja." Senyumku langsung terbit. "Mas jangan terlalu berlebihan kepadaku. Aku hanya cukup menikah dengan Mas,

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 89

    Bab 89Pintu pun terbuka dan Alifa muncul dengan membawa setelan baju."Ini baju yang akan dipakai untuk acara malam ini. Barusan tadi Mbak Inara datang dan mengantar baju-baju yang akan kita kenakan sampai besok," ujar Alifa. Dia melangkah menghampiri ranjang dan meletakkan setelan baju itu di atas ranjang."Iya, barusan Mbak Inara chat. Cuman tadi aku males keluar," ujar Aariz. Senyumnya nampak kecut."Lah, kenapa gitu?"Pria itu menarik Alifa dan membawanya duduk di sisi ranjang. "Aku hanya malas bertemu dengan adik sepupumu itu....""Takut jatuh cinta?" goda Alifa."Bagiku dia cuma bocah. Apa yang mau diharapkan?"Seketika perempuan itu terkikik. "Biarpun masih bocah, tapi sudah bisa diajak untuk membuat bocah lho, Mas.""Nggak, nggak! Aku tidak suka dengan modelan sepupu kamu itu. Dan tolong setelah acara selesai, usahakan mereka bisa segera pulang.""Mas ingin mengusir mereka?" Seketika alis perempuan itu terangkat."Bukan. Aku hanya tidak ingin ada masalah, karena Atta malam i

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 88

    Bab 88Masih dengan memegang tangan mas Aariz, aku bergegas menghampiri mereka. Paman Ardi, Bibi Santi dan Aina. Faris dan Farid, si kembar kakak Aina, didampingi istrinya masing-masing, Vanisa dan Rayani."Selamat datang di kediaman kami, Paman, Bibi." Pria itu membungkuk. Dia menyalami paman dan bibiku dengan takzim. Aku bahkan dibuat salut, meski terlihat jelas jika paman Ardi terpaksa menerima salam dari mas Aariz, tetapi pria itu tampaknya tidak ambil pusing. Dia malah menyalami Faris dan Farid . Sepasang pria kembar itu hanya mengangguk dan tersenyum tipis."Wah, besar sekali rumah kamu, Nak," komentar bibi Santi."Paling-paling hasil pinjam orang, Ma. Biar dikira punya suami orang kaya. Secara kan dia malu, karena menikahi pria yang kerjanya hanya petugas security. Mana mungkin petugas security di sebuah rumah sakit bisa membangun rumah semewah ini?" ketus Aina.Aku dan mas Aariz seketika berpandangan dan teringat bahwa mas Aariz pernah mengaku sebagai security kepada bibi San

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status