Hanifa merasakan perihnya ditalak 3 oleh suaminya hanya karena dia tak secantik wanita pada umumnya. Gadis itu bertekad kuat untuk merubah fisiknya yang semula gembrot dan berjerawat menjadi sosok gadis cantik berlabel janda perawan, berkat sosok pria tampan pemilik tempat fitness. Dia berubah cantik bukan untuk kembali pada mantan suaminya, tapi untuk membuat mantannya tergila-gila dan menyesali semua yang pernah lelaki itu perbuat, demi membalaskan segala rasa sakit yang pernah dia terima.
View More"Aduh, menantu Mama kok tambah cantik, sih?" Hanifa dan Respati baru saja pulang langsung di hadang oleh Anisa. Wanita paruh baya itu sangat terkesima dengan penampilan baru sang menantu. Wajahnya semakin cantik dengan warna rambut yang dirubah menjadi sedikit kecoklatan. "Cocok, tidak, Ma?" Bukan Hanifa yang bertanya melainkan Respati. Jika boleh jujur, lelaki itu rasanya semakin tergila-gila dengan kecantikan sang istri yang paripurna. Dia sama sekali tak bisa melirik ke arah wanita lain lantaran istrinya sendiri saja sudah sangat menggoda seperti ini. Berkat bantuan Kusuma, Hanifa benar-benar bisa merawat diri dari ujung rambut hingga ujung kaki semuanya sangat mulus. "Cocok sekali. Pokoknya kalau Nifa mau pergi ke luar, kamu sebagai suami harus ikut. Jangan sampai lelaki di luaran sana kepincut sama kecantikan menantu Mama!"Hanifa tersipu malu. Suami dan mertuanya ini sangat berlebihan dalam memuji dirinya. "Sudah, jangan dipuji lagi, Ma. Nanti aku besar kepala, loh. Ini
Hanifa keluar lebih dulu dan berjalan santai menuju ruang tunggu untuk menunggu kedatangan sang suami yang mungkin sebentar lagi akan sampai. Semerbak aroma harum dari tubuh Hanifa rupanya membuat fokus pria paruh baya yang tak lain adalah Bowo, pun mulai menoleh dan mendapati sosok wanita cantik yang sedang duduk di ujung. Bowo bahkan sampai membasahi bibir bawahnya ketika melihat pemandangan yang begitu sayang untuk di lewatkan. Namun, pria paruh baya itu merasa sangat familiar dengan wajah cantik itu. Seolah tak asing untuk dirinya. "Cantik. Sudah melakukan biaya administrasi?"Hanifa terkejut bukan main dan sontak saja menoleh. Tangannya mengarah pada dirinya sendiri seolah bertanya apakah dia yang sedang di ajak bicara atau bukan?"Iya kamu. Kalau belum, Om bisa bayarkan sekalian Om bayar punya teman Om! Bagaimana?" tawar Bowo dengan tatapan laparnya.Hanifa sampai bergidik ngeri. Dia tak menyangka jika mantan Papa mertuanya punya saudara yang menjijikkan seperti ini. "Om lup
Sesuai janji yang pernah di ucapkan oleh Respati atas usulan Anisa, lelaki itu membawa sang istri ke klinik kecantikan milik Kusuma. Jika dulu Hanifa bekerja di sini, maka sekarang wanita itu akan menikmati segala fasilitas di klinik tanpa menunggu traktiran dari mantan bosnya (Kusuma)"Mau ditunggu atau Mas boleh pergi sebentar?" tanya Respati pada sang istri.Hanifa tersenyum geli. Dia tak akan membiarkan suaminya sibuk menunggu dirinya yang perawatan. Sudah pasti akan memerlukan waktu yang cukup lama. "Kamu pergi saja, Mas, kalau memang ada kerjaan atau urusan apapun. Nanti kalau aku sudah selesai bisa kamu jemput, atau naik taksi juga boleh!" "Jangan naik taksi! Mas akan jemput kamu. Nanti kabari saja, ya, Sayang!" Hanifa mengangguk seraya memejamkan mata ketika Respati memberikan kecupan di kening. Setelahnya, Respati langsung pergi dari klinik tersebut dan membiarkan sang istri melakukan serangkaian perawatan. Hari ini Kusuma tidak datang ke klinik, tapi sudah mengabari pad
Widya dengan terpaksa mengikuti langkah Abimana yang tengah mendekat ke arah penjual es teh di pinggir jalan. Wanita itu menatap jijik dan merasa tak nyaman."Pak. Es tehnya 1, ya!" ujar Abimana yang dibalas senyuman oleh penjual tersebut. Lelaki itu melirik ke arah Widya yang sudah merengut tak suka. Dia cukup paham jika gaya hidup kekasihnya ini sangat hedon. Bukan hanya dalam segi penampilan, tapi juga dengan makanan yang maunya makanan enak dan mahal. "Ini Mas pesanannya. Mbaknya tidak sekalian minum?" tanya penjual tersebut yang seketika membuat Widya mendelik."Maaf, ya, Pak. Saya anti minum minuman di pinggir jalan kayak gini!" balas Widya dengan angkuh.Untung saja si penjual sama sekali tak merasa tersinggung dan hanya menanggapi dengan senyuman teduh. "Harganya berapa, Pak?" tanya Abimana kalem."Lima ribu, Mas!"Abimana pun mengeluarkan selembar uang lima puluh ribu yang tadi dia minta dari Widya. "Kembaliannya ambil saja, Pak!""Terima kasih, Mas. Semoga rezeki Mas meli
Di tengah kesunyian malam, kedua insan itu masih sibuk dengan kegiatan panasnya. Sang istri hanya bisa mengeluarkan suara merdunya sementara sang suami masih berpacu dan bergerak dengan liar."Mas. Aku capek ...," cicit Hanifa seraya mencengkram kuat bahu sang suami yang masih dengan gagahnya bergerak di atas tubuhnya seolah stamina dari lelaki itu tiada habisnya. "Sebentar, Sayang. Sebentar lagi Mas akan keluar!" bisik sang suami seraya melabuhkan beberapa kecupan hangat di kening dan leher. Hanifa hanya bisa pasrah menuruti segala kemauan sang suami. Wanita itu lelah, bahkan sangat lelah. Ingatkan besok untuk memberikan jeweran panas di telinga sang suami."Mas. Aku mau sampai!" jerit Hanifa yang berakhir terisak hebat. Dia tak kuat menerima serangan demi serangan kenikmatan dari sang suami. "Tahan sebentar. Kita keluar bersama!" tekan Respati membuat Hanifa geleng-geleng kepala.Hanya hitungan detik, mereka kembali mendapatkan pelepasan yang beradu menjadi satu, hingga kegelapan
Di sinilah kedua insan itu berada, di atas kapal layar yang sedang menyusuri sungai Seine. Respati sengaja membawa sang istri ke tempat yang tak kalah romantis ini supaya suasana hati Hanifa kembali membaik setelah tadi mengaku cemburu. Hanifa bahkan sudah melupakan rasa cemburunya tadi dan kini terus tersenyum memandang hamparan sungai tersebut dengan perasaan penuh haru. "Bagaimana perasaannya? Apa masih marah sama Mas?" tanya Respati penasaran dan dibalas gelengan oleh Hanifa. "Aku sayang kamu. Maaf kalau tingkahku tadi sangat kekanakan. Padahal niat kamu baik, Mas!" Hanifa menatap sendu ke arah suaminya yang kini hanya mengenakan kaos hitam saja, lantaran jaket besar lelaki itu sudah menutupi tubuhnya.Respati terkekeh dan tak lupa melabuhkan kecupan manis di pipi sang istri. Setelahnya, mereka duduk dengan posisi sang suami yang sedang mengukung tubuh istrinya dari belakang. "Mas justru suka kalau kamu seperti itu. Itu artinya, kamu cemburu!" bisik lelaki itu yang sejujurnya
Baru saja membuka pintu balkon, keduanya sudah disuguhi dengan pemandangan menara eiffel yang begitu memanjakan mata. Hanifa tersenyum sumringah seraya merentangkan tangan menikmati semilir angin yang berhembus di pagi hari. Respati yang tadinya berada di samping, kini langsung berpindah ke belakang tubuh sang istri. Memeluk wanitanya dengan begitu erat. Sang empu yang mendapat serangan mendadak pun justru memilih untuk menyenderkan tubuhnya di pundak sang suami."Mas. Aku bahagia, terima kasih banyak. Sekalinya ke luar negeri, aku bisa mengunjungi tempat indah seperti ini. Apalagi saat di Maldives lalu. Semuanya sangat indah." Suara Hanifa mendayu membuat Respati tersenyum lebar. "Tidak perlu berterima kasih. Sebisa mungkin Mas akan buat kamu bahagia, Sayang!" bisik lelaki itu seraya memberikan beberapa kecupan di pipi sang istri. Keduanya sama-sama menikmati moment indah lewat balkon hotel yang harga sewanya sangat fantasy. Beberapa saat kemudian, Respati dan Hanifa sudah siap
Hanifa sudah melupakan semua rasa sesak di dada ketika mengingat semua tentang kedua orang tuanya yang dengan tega membiarkan dia sendirian sejak kecil. Bahkan, wajah keduanya saja sudah wanita itu lupakan sejak lama.Sekarang, waktunya bersenang-senang untuk menikmati bulan madu dengan sang suami. Malam ini pun Hanifa berniat untuk menyenangkan sang suami. Wanita itu sudah berada di dalam kamar mandi dengan membawa satu set lingerie pemberian dari Kusuma. Lingerie kali ini ia pilih warna hitam. Sangat kontras dengan warna kulitnya yang lumayan putih untuk ukuran orang Indonesia yang kebanyakan berkulit kuning langsat. Mungkin juga karena dia selalu rutin perawatan selama proses perceraiannya dulu sampai sekarang ini. "Dek. Masih lama di dalam kamar? Nanti masuk angin, loh!" Suara Respati menggema seraya tangannya sibuk mengetuk pintu kamar mandi.Lihatlah, hal sekecil ini saja Respati sudah bisa membuat Hanifa tersenyum cerah. Lelaki itu selalu bisa membuat jantung istrinya berdeta
Hanifa beberapa kali menghela napas ketika melihat pantulan dirinya di cermin. Sebentar lagi ia dan sang suami akan pergi ke tepi pantai dan outfit yang ia kenakan justru long dress berlengan panjang pilihan Respati. "Kenapa mukanya cemberut begitu, hm? Sudah cantik begini juga!" Respati datang dan langsung merengkuh erat tubuh Hanifa dari belakang. Lelaki itu mengamati penampilan sang istri yang menurutnya sangat cantik. "Masa mau ke pantai pakai kayak gini, Mas? Kayak mau ke kondangan saja pakai long dress!" gerutu Hanifa. Jangan lupakan, bibir wanita itu sudah merengut.Respati menghela napas. Lelaki itu lekas membalikkan tubuh sang istri hingga kini keduanya saling berhadapan. "Lihat Mas!"Hanifa yang merajuk bahkan justru menoleh ke arah samping. Enggan sekali untuk melihat wajah suaminya yang menurutnya sanga menyebalkan. "Sayang, lihat Mas dulu sini!" Respati memegang dagu sang istri hingga wajah cantik itu ia tolehkan dengan amat hati-hati supaya menatap ke arahnya. "Denga
"Kapan kamu bisa kasih saya cucu? Sudah satu tahun menikah dengan anak saya, tapi kamu belum bisa kasih keturunan!" Ini bukan kali pertamanya Hanifa mendengar pertanyaan ketus yang dilontarkan oleh Ibu mertuanya. Wanita, ah tidak! Ia masih seorang gadis yang tak pernah disentuh oleh suaminya selama satu tahun pernikahan. Alasannya cukup klise, dia sama sekali tidak menarik dan bukan tipe suaminya. Lantas, jika tidak menarik, kenapa mereka bisa menikah? Jawabannya sederhana, mereka menikah karena permintaan terakhir dari almarhum Kakek Abimana sebelum wafat."Kalau ditanya itu tolong dijawab, ya! Bukan justru masih sibuk ngunyah makanan! Pantas saja badan gembrot macam gajah, kerjaan kamu makan terus!" sentak sang mertua dengan kerasnya."Aku mau jawab apa? Sedangkan Mas Abi saja—""Hanifa. Masuk kamar!" Belum juga Hanifa menyelesaikan ucapannya, tapi suara bariton milik Abimana langsung menggelegar di sepenjuru ruangan. "Tapi, Mas ...,""Kalau saya bilang masuk, ya, masuk. Jangan...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments