Hanifa merasakan perihnya ditalak 3 oleh suaminya hanya karena dia tak secantik wanita pada umumnya. Gadis itu bertekad kuat untuk merubah fisiknya yang semula gembrot dan berjerawat menjadi sosok gadis cantik berlabel janda perawan, berkat sosok pria tampan pemilik tempat fitness. Dia berubah cantik bukan untuk kembali pada mantan suaminya, tapi untuk membuat mantannya tergila-gila dan menyesali semua yang pernah lelaki itu perbuat, demi membalaskan segala rasa sakit yang pernah dia terima.
View MoreAda kesalahpahaman antara Hanifa dan Santi. Santi terus menerus menuduh mantan menantunya itu menerima harta warisan milik almarhum Abimana. Sayangnya, mereka belum bertemu dan pihak pengacara almarhum Kakek sebentar lagi akan menyelesaikan tugasnya. Hanifa memang tidak akan pernah mau menerima harta warisan itu walau sepeserpun. Pada akhirnya, pengacara tersebut akan membicarakan harta warisan itu pada Santi dan Banu. Sayangnya, lelaki itu dengan sejuta kesibukannya justru kini sedang berada di luar kota karena pekerjaan yang mendadak. Hal ini tentu saja membuat Santi hanya bisa menduga ini dan itu. Imbasnya, wanita paruh baya itu sekarang ini semakin membenci Hanifa. "Mama mau ke mana?" tanya Banu penasaran ketika melihat Santi yang sudah rapi dengan pakaiannya. "Mama mau keluar sebentar mencari udara segar. Papa mau ikut?" tawar Santi dengan kalemnya. Banu bahkan sampai menyerngit keheranan. Benar, kah, ini istrinya? Kenapa berubah menjadi kalem seperti ini? Apa sudah tobat at
Santi menangis dalam diam di kamarnya seorang diri. Wanita paruh baya itu menatap lekat bingkai foto Abimana. Pikirannya telah berkelana. Sampai sekarang pun dia masih belum ikhlas atas kepergian anaknya itu. Bahkan, kebenciannya semakin mendalam terhadap Hanifa setelah keputusan pengacara almarhum mertuanya. Enak sekali Hanifa menerima harta secara cuma-cuma. Sementara Abimana sampai meregang nyawa belum pernah menikmati warisan itu sepeser pun. Wanita paruh baya itu juga kesal terhadap suaminya yang justru membela Hanifa. Harusnya jangan seperti ini, tapi sudahlah. "Abi. Mama rindu sama kamu. Mama seperti malas hidup lagi, Bi. Papamu terlalu gila. Mama kesal, Mama tidak suka," keluh Santi seolah mengadu pada bingkai foto tersebut. "Mama nggak rela kamu pergi duluan seperti ini. Ini semua gara-gara Hanifa yang terlalu belagu. Mentang-mentang sudah cantik langsung seperti itu. Mama tidak rela pokoknya. Perempuan itu harus mati juga. Mama tidak mau hanya kamu yang tersakiti di sin
Hanifa menyerah. Baru satu ronde memimpin permainan pun dia sudah lelah bukan main. Wanita itu tak sanggup lagi dan memilih untuk berbaring pasrah.Respati menyeringai. Kali ini dia yang mengambil alih permainan lantaran istrinya sudah tidak berdaya. "Katanya mau kalahin Mas, hm? Mana?" bisiknya seraya tersenyum mengejek. Hanifa merem melek menikmati pergerakan suaminya yang mulai membara. Wanita itu sudah tidak bisa membalas ejekan sang suami dan justru sibuk mengeluarkan suara merdu. "Kamu kalah, Sayang. Pokoknya Mas mau minta hadiah!"Terserah. Hanifa sudah tidak peduli lagi. Mau suaminya minta ini dan itu, akan dia turuti asal dia mampu dan permintaan lelaki itu tidak terlalu nyeleneh. Itu saja sudah lebih dari cukup. "Kita bergadang sampai pagi, ya! Supaya dedek bayinya cepat jadi!"Mengangguk. Hanya itu yang bisa Hanifa lakukan. Ia sama sekali tak bisa berpikir jernih. Mau menolak pun juga tidak bisa. Terlebih lagi, kegiatan panas ini bermula padanya yang terus menerus meman
Hanifa dan Respati sedang berada di makam Abimana setelah kejadian mengerikan itu sudah berlalu dua bulan lamanya. Perlahan-lahan, Hanifa sudah belajar ikhlas atas kehilangan yang menimpa dirinya. Dia sudah tidak lagi merasa sedih yang begitu mendalam, karena bagaimana pun juga, mau menangis darah seperti apapun, calon anak mereka tidak akan pernah bisa kembali. "Mas Abi. Nggak nyangka, ya, kamu pergi secepat ini," keluh Hanifa seraya mengusap nisan yang bertuliskan nama Abimana bin Banu.Ada rasa sesak yang menyerang dada Hanifa. Bagaimana pun juga, Abimana merupakan cinta pertamanya, walau endingnya sangat menyakitkan. "Aku pengen marah sama kamu, Mas. Gara-gara kamu, aku kehilangan calon anakku, Mas." Suara Hanifa mulai bergetar. Demi apapun, dia ini calon ibu yang anaknya di rampas begitu saja karena kekejaman Abimana. Respati langsung mengusap bahu sang istri untuk menenangkan. Hatinya juga terasa tak karuan, walau begitu, dia berusaha keras untuk menanamkan rasa ikhlas atas
Abimana dan Widya sudah dikebumikan. Bahkan, makam keduanya berdampingan satu sama lain. Sungguh, mungkin di dunia mereka tidak bisa bersatu, tetapi di kehidupan selanjutnya barulah mereka bersatu. Santi sangat terpuruk. Ia dan sang suami sudah berada di dalam rumah. Sudah tak berselera makan maupun minum. Hanya ada tangisan tanpa suara saja yang terlihat sangat pilu. "Jeng, makan dulu, ya. Dari pagi loh Jeng Santi belum makan!" ujar tetangga Santi yang merasa sangat prihatin dengan apa yang menimpa keluarga itu.Santi hanya bisa menggeleng pelan. Sudah tidak berdaya bila harus mengeluarkan suara selain tangisan. Air matanya terus menerus mengalir. Merasa sangat frustasi pada dunia, tapi sayangnya sang anak sudah tidak akan bisa bangun lagi. "Jeng, ayolah—""Mana bisa saya makan? Setelah kehilangan anak satu-satunya!" keluh Santi sedih bukan main.Semua orang terdiam dan tidak lagi memaksa Santi makan. Apalagi ketika melihat Banu yang sedang memejamkan mata. Pria paruh baya itu te
Bugh!Ketika Abimana lengah, satu bogeman mendarat manis di tengkuk leher bagian belakangnya. Alhasil, Abimana sontak saja melepaskan dekapan dari Hanifa.Sang empu langsung luruh ke lantai dan sudah tak sadarkan diri. "Hanifa!" teriak Respati. Lelaki itu gegas menghampiri sang istri dan memeluknya dengan erat. "Pak Pati, tolong bawa istri Bapak menepi. Kami akan meringkus tersangka!" tegas salah satu polisi dan langsung diiyakan oleh Respati. Setelah Respati menepi dengan membawa Hanifa ke dalam gendongannya, pihak polisi langsung saja mendekati Abimana yang mulai memberontak ingin berlari.Sayangnya, ia sudah terkepung. Lelaki itu merasa sangat frustasi dan tak mau bila harus berakhir di jeruji besi. Membayangkan saja sudah membuat pikirannya ngeri sendiri. Jangan sampai dia mendekam di penjara dan meninggalkan segala harta benda yang belum sempat dia nikmati. "Lepaskan saya. Minggir kalian. Saya akan pergi dari sini!" teriak Abimana nyaring. Di sisi lain, Widya tak terima deng
"Sekali lagi Mas tanya. Kamu mau balikan sama Mas atau tidak?" tanya Abimana seraya menatap tajam ke arah Hanifa."Aku nggak mau mengkhianati Mas Pati. Dia cinta sejatiku—"PlakWajah Hanifa tertoleh ke samping ketika mendapati tamparan yang sangat kuat dari tangan Abimana. Bahkan, sudut bibirnya sampai terluka saking kuatnya tamparan tersebutHanifa kembali menangis sesenggukan. Sayangnya, Abimana sama sekali tak memiliki rasa iba. Lelaki itu mulai mencengkram kuat dagu sang mantan."Kurang baik apalagi aku, Nifa? Kenapa kamu berubah, hah? Mana Hanifa yang dulu mengemis cintaku? Giliran aku sudah cinta sama kamu, kamu justru menolaknya!" teriak Abimana kepalang frustasi dan sudah gelap mata. Seharusnya lelaki itu sadar. Hanifa berubah drastis seperti ini pun juga karena pernah tersakiti oleh lelaki itu. Tidak ada wanita yang mau kembali bersama lelaki kasar dan suka menyakiti batin dan fisiknya. Walaupun sudah diiming imingi dengan cinta, tapi jika sudah trauma, maka ia tak akan per
Hanifa mengerjapkan mata beberapa kali. Ia menatap sekeliling dan merasa asing dengan semuanya. Wanita itu baru bangun dari pingsannya dan tak menyangka bangun-bangun, kini justru berada di tempat asing. "Mas Pati," lirih Hanifa yang sudah bergetar ketakutan. Ia kebingungan. Apalagi, tangannya sudah diikat di belakang kursi. Posisinya sangat membuatnya kelelahan dan berusaha untuk membuka ikatan. Sayangnya, bukannya terbuka, tapi kini justru tangannya lecet dan terasa sangat sakit. "Sudah bangun, Sayang?"Deg!Jantung Hanifa mencelos ketika mendengar suara serak dari Abimana. Ia menoleh ke samping kanan dan mendapati sosok Abimana yang sudah duduk santai di atas kursi yang letaknya tak begitu jauh. "M-mas Abi. T-tolong bukakan ikatannya!" pinta Hanifa memelas. Abimana tersenyum miring. Lelaki itu terlihat sangat menakutkan di mata Hanifa. Ia mulai berjalan mendekat dengan langkah lebarnya. Badannya ia condongkan ke depan. Alhasil, wajah Hanifa dan Abimana sangat dekat dan ham
Keluarga besar Respati kalang kabut sendiri. Mereka semua sudah berkumpul di rumah baru itu demi meminta penjelasan pada Respati bAnisa dan Nenek Laksmi sudah menangis sesenggukan lantaran sibuk memikirkan bagaimana keadaan Hanifa di luar sana. "Harusnya kamu sebagai suami menuruti apa keinginannya Hanifa!" sentak Handoko merasa marah ketika mendengar penuturan dari sang anak. "Sudah. Kalian jangan saling menyalahkan. Lebih baik cek saja cctv!"Detik itu juga, Respati langsung menepuk jidat. Dia tak kepikiran jika rumah mewahnya ini sudah terpasang dengan cctv. "Di mana layar komputernya?" sentak Handoko yang selalu tak sabar dengan semuanya. "Pakai ponsel saja, Pa. Sudah tersambung di ponselku!" ujar Respati.Bugh!"Harusnya dari tadi kamu bilang ke Papa, dasar bodoh!" Satu pukulan sudah melayang di kepala Respati. Pelakunya tentu saja Handoko yang terlampau kesal bukan main. Mereka pun mulai memantau tayangan cctv. Awalnya biasa saja. Namun, ketika kedatangan Abimana, semuany
"Kapan kamu bisa kasih saya cucu? Sudah satu tahun menikah dengan anak saya, tapi kamu belum bisa kasih keturunan!" Ini bukan kali pertamanya Hanifa mendengar pertanyaan ketus yang dilontarkan oleh Ibu mertuanya. Wanita, ah tidak! Ia masih seorang gadis yang tak pernah disentuh oleh suaminya selama satu tahun pernikahan. Alasannya cukup klise, dia sama sekali tidak menarik dan bukan tipe suaminya. Lantas, jika tidak menarik, kenapa mereka bisa menikah? Jawabannya sederhana, mereka menikah karena permintaan terakhir dari almarhum Kakek Abimana sebelum wafat."Kalau ditanya itu tolong dijawab, ya! Bukan justru masih sibuk ngunyah makanan! Pantas saja badan gembrot macam gajah, kerjaan kamu makan terus!" sentak sang mertua dengan kerasnya."Aku mau jawab apa? Sedangkan Mas Abi saja—""Hanifa. Masuk kamar!" Belum juga Hanifa menyelesaikan ucapannya, tapi suara bariton milik Abimana langsung menggelegar di sepenjuru ruangan. "Tapi, Mas ...,""Kalau saya bilang masuk, ya, masuk. Jangan...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments