JEBAKAN SANG CEO ( JODOH SALAH PILIH )

JEBAKAN SANG CEO ( JODOH SALAH PILIH )

Oleh:  Ariirma  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 Peringkat
25Bab
254Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Demi mengikuti pesan papanya, Ayra malah salah memilih jodoh. Ia terpaksa menikah dengan pria yang menurutnya kampungan, norak, dan dungu. Untuk melindungi perusahaan warisan sang papa dari incaran keluarga tirinya, Ayra memanfaatkan pria tersebut agar posisinya lebih kuat. Namun, siapa sangka pria yang ia nikahi itu ternyata memiliki kekuasaan lebih dari dirinya. siapakah sebenarnya sosok pria yang Ayra nikahi itu? mampukah Ayra mempertahankan cintanya di tengah konflik keluarga yang selalu berusaha menghancurkannya?

Lihat lebih banyak
JEBAKAN SANG CEO ( JODOH SALAH PILIH ) Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Ariirma
Halo, salam kenal. Mampir ke cerita saya yuk, jangan lupa kritik dan saran yang membangun ya ......
2024-07-31 22:24:24
0
25 Bab

Pesan Papa

"Ayra, hidup papa mungkin nggak akan lama lagi. Papa ingin kamu menggantikan papa, Ay." Ayra mengernyit. Gadis berwajah ayu itu tidak mengerti arah pembicaraan papanya. Saat ini, sang papa memang sedang terbaring sakit. Sudah hampir dua bulan beliau mengalami sakit diabetes dan sudah menjalani pengobatan. Namun, kian hari keadaan sang papa kian memburuk saja. "Maksud papa apa? Papa jangan bicara begitu. Ayra tetap di sini dan akan menjaga papa hingga sembuh," balas Ayra sembari mengusap tangan keriput lelaki tua yang terbaring lemah di sampingnya. Lelaki itu menggeleng. "Ayra, dengarkan papa. Semua sudah papa pikirkan jauh-jauh hari. Sekarang perusahaan itu milikmu. Papa serahkan semua sama kamu dan sekarang perusahaan itu sepenuhnya menjadi kendalimu. Tapi ...." Raditya terdiam sejenak, ucapannya menggantung. Ia tampak menghela napas panjang kemudian mengeluarkannya dengan perlahan. Begitu banyak beban yang ia pikiran termasuk bagaimana kehidupan Ayra, putri kandungnya itu jika dir
Baca selengkapnya

Menabrak

Dengan santai Ayra kembali mundur. Ia balik menatap mama tirinya dengan senyuman tak kalah sinis. "Tenang saja, Ma. Besok Ayra bakal menikah kok. Kalian tunggu saja." Usai berkata demikian, Ayra langsung masuk ke mobil lantas menutup pintunya dengan keras. Keluarga tirinya terdiam merasa sedikit terkejut dengan perkataan Ayra barusan. Mereka menatap kepergian Ayra hingga menghilang di jalanan. Liza langsung berdecak sebal tak menyangka Ayra berani bersikap demikian. Biasanya gadis yang menurutnya dungu itu hanya diam saja dan tak melawan. Tapi, kini? Apa yang ia lihat sungguh diluar perkiraannya. "Dia beneran nggak sih, Ma? Bisa gawat kalo gini," ucap Liza menatap mamanya dengan raut wajah khawatir. "Halah, kamu tenang saja sih, Liz. Ayra itu nggak punya pacar. Mana mungkinlah dia besok bisa langsung nikah. Lagian siapa sih cowok yang mau sama dia yang perawan tua itu," ujar mamanya mencoba menenangkan putrinya walau dalam hati sebenarnya ia pun merasa khawatir. "Tapi, Ma ...,""
Baca selengkapnya

Sebuah Tawaran

"Oke, oke, baiklah. Bisa Anda berhenti bicara? Saya tak punya waktu untuk mendengar perkataan yang menurut saya nggak penting. Sekarang Anda mau makan di mana? Restoran?" tawar Ayra. Pria itu langsung tersenyum sumringah. Melihatnya, Ayra memutar bola mata malas. Dalam hati ia mati-matian menahan diri untuk tidak terpancing emosi. Ayra melirik sekilas ke arah arloji yang melingkar dipergelangan tangan kirinya. Masih ada waktu setengah jam lagi untuk bersantai sebelum pergi ke kampus. "Ayolah, saya tak punya banyak waktu. Anda hanya buang-buang waktu saya berdiri diam di situ. Mau makan tidak sih!" sentak Ayra mulai merasa gerah berdiri di jalanan. "Hm, saya mau makan di restoran masakan padang, Nona," ucap pria tadi tanpa malu."Hm, baiklah. Ayo, saya tak punya waktu!" Ayra langsung berlalu pergi masuk ke mobilnya. "Hei! Apa lagi? Ayo, cepetan!" teriak Ayra dari dalam mobil saat melihat pria tadi masih berdiri diam di tempatnya. "Masuk!" Ayra langsung membuka pintu mobil saat pr
Baca selengkapnya

Pernikahan Mendadak

Rey tertawa tipis. Ia mengambil segelas air minum lantas menenggaknya hingga tandas, tak lupa kentang goreng pun ia lalap hingga tak bersisa. Ayra yang melihat itu kembali melongo. Sebegitu laparnya pria kampungan dihadapannya ini. Baru saja selesai makan dalam porsi yang banyak, dia ternyata juga melalap apa yang tersisa."Kenapa?" tanya Rey saat menyadari Ayra menatapnya. "Sudah selesai makannya? Saya harus pergi," jawab Ayra tanpa basa basi. Baru saja ia ingin memanggil seorang pelayan untuk membayar, tiba-tiba ponselnya berdering. Gegas ia membuka ponsel lantas mengangkat panggilan."Apa! Ya, baik. Saya segera ke sana." Rey hanya memperhatikan dan menyimak pembicaraan Ayra yang entah ia tidak tahu dengan siapa. Tampaknya Ayra baru saja menerima panggilan penting. Itu terbukti dari raut wajahnya yang terlihat begitu khawatir.Ayra langsung menutup ponsel saat panggilan sudah berakhir. Ia beranjak dan bersiap pergi. Saat ini pikirannya hanya tertuju pada Papanya. Gegas ia membay
Baca selengkapnya

Pulang Ke Rumah.

JEBAKAN CEO (JODOH SALAH PILIH) 5"Bagaimana? Sah?" "Sah!" Acara sakral itupun berakhir. Kini Ayra sudah menyandang gelar baru. Menjadi seorang istri dari pria yang baru saja ia kenal dan tidak ia tahu asalnya. "Terimakasih, Nak ...,""Rey, panggil saja Rey, Pak," potong Rey saat tahu papa mertua ingin bicara padanya. "Terimakasih, berjanjilah untuk menjaga putri saya. Saya kasihi dan sayangi dia dengan segenap hati saya, kini saya serahkan putri saya padamu. Jika nanti hatimu berubah, tolong lepaskan dia secara baik-baik," pesan Raditya pada sang menantu. Rey mengangguk. Ayra langsung merengkuh tubuh Papanya lantas menangis terisak di bahu lelaki terkasihnya itu. "Papa tolong jangan pergi tinggalkan Ayra," ucap Ayra lirih. "Memangnya papa mau pergi kemana?" tanya Raditya membelai pucuk kepala putrinya. Ia tersenyum merasa lega melihat putrinya sudah menikah. "Papa!" pekikan Ayra tertahan. Raditya langsung tertawa lepas melihat tingkah Ayra yang menyangka dirinya akan meningga
Baca selengkapnya

Kamu menginginkannya, bukan?

"Rey, ini, ambil!" Raditya melempar kontak mobil Ayra ke arah Rey. Dengan sigap pria itu langsung menangkapnya. "Eh, sini kembalikan! Kenapa kamu ambil kontak mobil saya," ucap Ayra berusaha merebut kontak mobilnya dari tangan Rey. "Ayra, kamu apaan sih! Biar Rey yang menyetir mobil. Dia ini suami kamu lho," ujar Raditya mengingatkan. "Duh, Papa. Kayak nggak tahu aja sama dia. Papa kira dia bisa menyetir mobil?" ledek Ayra menatap malas ke arah Rey, suaminya."Sini, berikan padaku kontaknya!" Ayra kembali merebut paksa kontak mobil dari tangan Rey."Ayra!" Raditya geleng-geleng kepala melihat kelakuan putrinya. "Sudahlah, Pa. Ayo, kita berangkat!" ajak Ayra langsung beranjak pergi keluar ruangan. "Oh, ya. Sekalian kamu bawa barang-barangnya ke mobil," lanjut Ayra hingga membuat Rey menghentikan langkah. Begitupun Raditya, ia menghela napas panjang, sangat menyayangkan sikap Ayra yang tidak mencerminkan sebagai seorang istri."Maafkan putri saya, Rey. Dia memang begitu," jelas Rad
Baca selengkapnya

Kamu menyukainya?

"Kamu menginginkannya, bukan?" Rey tersenyum menyeringai. "What?" Wajah Ayra langsung memerah. Ia berusaha mendorong tubuh Rey dengan sekuat tenaga hingga membuat handuk yang melilit tubuhnya hampir saja terlepas. Rey dengan cepat menahan tangan Ayra lantas menarik pinggangnya. Kini tubuh mereka berdekatan tanpa jarak sejengkal pun. Tatapan mereka saling mengunci dengan deru napas yang memburu."Kamu terlalu galak dan menggoda. Aku suka wanita seperti mu. Tapi ...," ucapan Rey menggantung. Matanya menjelajahi tiap lekuk wajah istrinya yang begitu ayu dan cantik tanpa polesan sedikitpun."Apa?" potong Ayra memberanikan diri menatap balik suaminya. "Ternyata kamu sulit untuk dijinakkan," balas Rey tersenyum tipis. Tatapannya berubah sayu dengan napas yang menyapu ceruk leher Ayra. "Baguslah kalau begitu. Sekarang minggir!" sentak Ayra berusaha melepas diri dari suaminya. "Apa kamu tidak merasakannya? Hm," bisik Rey semakin mempererat pegangan tangannya yang masih memeluk pinggang A
Baca selengkapnya

Uang Recehan.

"Kamu menyukainya?" goda Rey dengan senyum menyeringai. Ayra tersentak. Wajahnya langsung memerah. Jujur, ia begitu malu kedapatan memperhatikan tubuh suaminya, malu untuk mengakui bahwa dirinya menyukai apa yang ada pada pria dihadapannya itu. "Ini baju ganti untukmu. Aku mau pergi jalan-jalan ke luar sama Papa," ucap Ayra langsung memalingkan wajah. Ia bergegas keluar kamar tanpa bicara lagi. Berdekatan dengan Rey hanya akan menodai otak dan matanya. Walau ia selalu berkata tidak menyukai pria itu. Namun, hatinya malah berkata sebaliknya. "Kemana? Tunggu, aku ikut!" seru Rey. Ia dengan cepat mengenakan pakaiannya. Ayra tak menyahut. Ia langsung menutup pintu lantas pergi menuruni anak tangga. Rey kembali tersenyum, merasa yakin bahwa Ayra pasti menyukai dirinya. *"Pa, bagaimana kalau malam ini kita makan bersama di luar saja? Suami Ayra yang traktir. Mama ingin menantu kita dekat dengan keluarga," usul Sarah duduk di samping Raditya. Raditya menoleh sekilas. Matanya memicing
Baca selengkapnya

Mereka harus tahu siapa dirimu.

Ayra baru pulang ke rumah saat jam sudah menunjukan pukul 12 malam. Suasana rumah tampak begitu sepi. Ia melangkah dengan gontai menuju kamar. Baru saja ingin membuka pintu kamar, ia dikejutkan oleh suara orang memanggilnya. Ayra berdecak, merasa yakin jika itu adalah Rey. Namun, saat membalikkan tubuh ternyata itu adalah Papanya. "Ayra." Ayra langsung menoleh ke arah suara. "Papa? Kok belum tidur?" tanyanya merasa lega. Hampir saja ia memaki kalau tidak melihat wajah Papanya. "Kamu darimana saja baru pulang malam begini? Suamimu mana?" tanya Raditya balik. Matanya memicing menatap putrinya.Ayra menghembuskan napas kasar. Ia langsung berbalik, membuka pintu kemudian masuk kamar tanpa menjawab pertanyaan Papanya. "Ayra, jawab papa! Suamimu mana? Kenapa tidak ikut pulang denganmu?" ulang Raditya mengikuti langkah putrinya. "Ayra tidak tahu, Pa. Sudahlah, Ayra capek. Biar saja dia di luaran sana. Toh, asalnya memang hidup di luaran kok," jawab Ayra langsung menghempaskan tubuhnya
Baca selengkapnya

Bukan anak jalanan.

"Setelah ini kau akan nyaman berada di sini, Rey. Mereka harus tahu siapa dirimu. Kamu adalah menantuku!" tegas Raditya lagi. Raditya beranjak menghampiri meja kerjanya lantas duduk di kursi kerajaan. Ia membuka beberapa berkas di atas meja kemudian mulai membubuhkan tanda tangan pada berkas-berkas tersebut.Sementara Rey sendiri sedang bersantai seorang diri. Ia pun beranjak menghampiri jendela kaca berukuran besar lantas melihat pemandangan di bawah sana. Ia memperhatikan hiruk pikuk kendaraan yang berlalu lalang di jalanan, mengingat saat-saat dirinya berada ditempat yang bising. Ia menyunggingkan senyum karena upaya penyamaran dirinya kini berhasil. Puas menatap jalanan dari atas, Rey membalikkan tubuh. Kini ia memperhatikan suasana dalam ruangan kerja Papa mertuanya. Beberapa perlengkapan interior terpampang di sana. Pandangannya langsung tertuju pada sebuah foto berukuran sedang yang tergantung di sudut dinding tepat dibelakang kursi tempat Papa mertuanya duduk. Rey kembali
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status