Share

Sebuah Tawaran

"Oke, oke, baiklah. Bisa Anda berhenti bicara? Saya tak punya waktu untuk mendengar perkataan yang menurut saya nggak penting. Sekarang Anda mau makan di mana? Restoran?" tawar Ayra.

Pria itu langsung tersenyum sumringah. Melihatnya, Ayra memutar bola mata malas. Dalam hati ia mati-matian menahan diri untuk tidak terpancing emosi.

Ayra melirik sekilas ke arah arloji yang melingkar dipergelangan tangan kirinya. Masih ada waktu setengah jam lagi untuk bersantai sebelum pergi ke kampus.

"Ayolah, saya tak punya banyak waktu. Anda hanya buang-buang waktu saya berdiri diam di situ. Mau makan tidak sih!" sentak Ayra mulai merasa gerah berdiri di jalanan.

"Hm, saya mau makan di restoran masakan padang, Nona," ucap pria tadi tanpa malu.

"Hm, baiklah. Ayo, saya tak punya waktu!" Ayra langsung berlalu pergi masuk ke mobilnya.

"Hei! Apa lagi? Ayo, cepetan!" teriak Ayra dari dalam mobil saat melihat pria tadi masih berdiri diam di tempatnya.

"Masuk!" Ayra langsung membuka pintu mobil saat pria itu sudah berdiri di samping.

Pria itupun bergegas masuk dan duduk di samping kursi kemudi yang diduduki Ayra. Pandangannya langsung mengitari seisi dalam mobil yang menurutnya mewah. Ayra langsung menginjak gas, melajukan mobilnya dengan cepat menuju restoran terdekat.

"Wah, mobil Anda sangat bagus, Nona. Saya juga punya mobil. Tapi, membosankan!"

Ayra tak memperdulikan pria itu yang terus saja mengoceh tak jelas. Punya mobil katanya? Masa? Pria kucel dan kampungan seperti dia punya mobil? Yang benar saja. Huh!

Tak berselang lama, mereka akhirnya tiba. Ayra langsung turun lantas mengajak pria itu masuk dan memilih menu sesuai keinginan.

Ayra terkejut saat pelayan menghidangkan makanan begitu banyaknya. Ia melirik sekilas ke arah pria tadi yang hanya tersenyum santai.

Tanpa menunggu lagi, pria itu langsung melahap satu persatu makanan di atas meja tanpa malu. Ayra hanya melongo melihat tingkah norak pria yang baru saja dikenalnya. Sungguh menjijikkan.

"Anda tidak makan, Nona?" tanya pria itu melirik sekilas ke arah Ayra.

"Oh, tidak. Saya sudah kenyang," jawab Ayra sama sekali tak berselera mencicipi makanan yang ia pesan.

"Benarkah? Ini enak sekali," ujar pria itu. Ayra hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat sikap dungu pria yang tanpa ia tahu nama dan asalnya.

Tanpa pria itu sadari, Ayra diam-diam memperhatikannya. Dalam hati, gadis itu tersenyum karena merasa telah menyelamatkan mahkluk yang sedang kelaparan. Mahkluk dungu, norak dan kampungan. Jika mengucap tiga kata itu, rasanya ia ingin tertawa keras. Lucu!

Ayra teringat dengan permintaan sang papa yang meminta dirinya untuk segera menikah. Terlebih ia sudah menegaskan pada mama tirinya bahwa besok ia akan menikah. Otaknya mendadak berpikir aneh. Pria dihadapannya itu ... bagaimana kalau dia saja yang menjadi calon mempelai prianya? Tapi, apa itu tidak memalukan? Bagaimana kalau papanya tidak setuju?

Ayra menghela napas pelan. Ditatapnya lagi pria yang masih asyik menikmati hidangan itu. Jika diperhatikan dari jarak dekat, pria itu ternyata lumayan juga. Tak masalah penampilannya kampungan, asal ia bisa membawanya dihadapan sang papa dan menjadikannya sebagai calon mempelai pria.

Ia ingin sekali membungkam mulut ember mama dan saudara tirinya. Masalah penampilan, ia punya uang. Ia bisa mengubah pria itu sesuai kemauannya. Mengubahnya lebih baik dari penampilannya yang sekarang.

"Nona," Pria itu menyudahi aktivitas makannya. Ia melirik sekilas ke arah Ayra yang ternyata sedang melamun.

"Terimakasih, Nona ...,"

"Ayra, nama saya Ayra." Ayra langsung tersadar. Ia refleks menyebut namanya.

"Nama yang bagus," ungkap pria itu. "Jadi ...,"

"Bisakah Anda menolong saya?" tanya Ayra memotong ucapan pria tersebut.

"Apa?" tanya pria itu balik.

"Nikahi saya. Jadilah calon mempelai pria saya," ucap Ayra tanpa ragu.

"Hah?! Apa saya tidak salah dengar?" Pria itu menatap Ayra dengan ekspresi terkejut.

"Apa perlu saya ulangi, Tuan?" Ayra menatap sebal pria yang menurutnya benar-benar dungu.

Pria itu langsung tertawa keras. Semua orang yang ada di sana langsung melihat ke arah mereka. Ayra merasa malu saat beberapa pasang mata memperhatikan ulah pria dihadapannya itu.

Ayra merasa kesal. Saking karena kesalnya tanpa sadar ia langsung mencubit lengan pria tersebut.

"Bisa diam tidak? Lihat, semua orang melihat ke arah kita. Malu!" bisik Ayra geram.

"Biar saja. Nona jangan sebut saya dengan panggilan Tuan. Panggil saja Rey. Ya, nama saya Rey. Lengkapnya panjang kayak kereta api. Itu tidak perlu!" jelas pria itu memperkenalkan namanya pada Ayra.

"Baik, Rey. Bagaimana dengan tawaran saya tadi. Apakah Anda bersedia?" Ayra mulai serius dengan tujuannya. Ia tak punya banyak waktu lagi karena harus kembali ke kampus.

"Apa untungnya bagi saya, Nona?" Rey menatap manik mata Ayra, mencari keseriusan dibalik sana.

"Banyak. Anda akan mendapatkan fasilitas dari saya," jelas Ayra.

"Termasuk tubuhmu?" tanya Rey lagi dengan senyum seringainya.

Ayra terkejut. Wajahnya langsung memerah. Namun, ia tetap mencoba menguasai keadaan, mencoba menahan diri untuk tidak emosi. Jangan sampai tujuannya nanti tidak tercapai.

"Itu bukan fasilitas. Dengar ...,"

"Baiklah, saya bersedia. Ini kesempatan bagi saya. Toh, tak ada ruginya juga saya menikahi cewek seperti Anda. Apalagi orangnya cantik begini." Rey menatap Ayra dari ujung rambut hingga turun ke leher. Senyumnya kembali terukir di sudut bibir.

Ayra langsung menarik rambut panjangnya yang tergerai di punggung belakang lantas menutup lehernya dengan rambut tersebut. Dalam hati, ia merutuki diri. Kenapa bisa ia memilih pria yang ternyata berotak mesum dan juga menjijikan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status