Share

JEBAKAN SANG CEO ( JODOH SALAH PILIH )
JEBAKAN SANG CEO ( JODOH SALAH PILIH )
Author: Ariirma

Pesan Papa

"Ayra, hidup papa mungkin nggak akan lama lagi. Papa ingin kamu menggantikan papa, Ay." Ayra mengernyit. Gadis berwajah ayu itu tidak mengerti arah pembicaraan papanya. Saat ini, sang papa memang sedang terbaring sakit. Sudah hampir dua bulan beliau mengalami sakit diabetes dan sudah menjalani pengobatan. Namun, kian hari keadaan sang papa kian memburuk saja.

"Maksud papa apa? Papa jangan bicara begitu. Ayra tetap di sini dan akan menjaga papa hingga sembuh," balas Ayra sembari mengusap tangan keriput lelaki tua yang terbaring lemah di sampingnya.

Lelaki itu menggeleng. "Ayra, dengarkan papa. Semua sudah papa pikirkan jauh-jauh hari. Sekarang perusahaan itu milikmu. Papa serahkan semua sama kamu dan sekarang perusahaan itu sepenuhnya menjadi kendalimu. Tapi ...." Raditya terdiam sejenak, ucapannya menggantung. Ia tampak menghela napas panjang kemudian mengeluarkannya dengan perlahan. Begitu banyak beban yang ia pikiran termasuk bagaimana kehidupan Ayra, putri kandungnya itu jika dirinya tak ada lagi di dunia ini.

Ayra kembali mengernyit. "Tapi apa, Pa?" tanyanya menatap sang papa dengan raut wajah penuh rasa penasaran.

"Kamu harus segera menikah, Ay. Papa tidak ingin mama dan saudara tirimu merebut paksa semua yang papa berikan padamu. Papa paham benar bagaimana watak mereka," jelas Raditya, Papanya Ayra.

"Apa, Pa? Menikah? Tidak, Ayra belum ingin menikah, Pa. Ayra masih nyaman sendiri," tolak Ayra tidak setuju dengan keinginan papanya. Ia menggeleng kuat, rasanya begitu menyebalkan bila sang papa membahas tentang kata menikah. Bagaimana mungkin ia bisa menikah, sedangkan dirinya saja tidak memiliki pacar. Jangankan pacar, dekat dengan lelaki pun ia tidak pernah.

Begitulah Ayra. Ia adalah putri tunggal dari keluarga kaya. Papanya yang bernama Raditya Pradiksa merupakan pemilik perusahaan CV. AKSARA PRADIKSA. Perusahaan yang bergerak di bidang properti.

Gadis bernama lengkap Ayra Maharani Putri itu memiliki wajah yang sangat mirip dengan ibunya. Kecantikannya memang turunan dari beliau yang berdarah jawa. Kulitnya kuning langsat, wajahnya begitu ayu, memiliki bola mata bulat kecoklatan, rambut panjang hitam legam menjuntai indah di belakang punggungnya. Bibir tipis nan ranum kemerahan serta bulu mata yang lentik dan panjang.

Saat ini Ayra masih menjalani masa kuliah. Sebentar lagi ia akan wisuda dan menyandang gelar sarjana. Sejak dulu ia bercita-cita ingin menjadi dokter. Namun, karena sang papa sering meminta untuk menggantikannya mengurus perusahaan, ia terpaksa mengesampingkan keinginannya.

"Ini demi kebaikanmu, Ayra. Papa tidak ingin kamu diperlakukan semena-mena lagi oleh mama tiri kamu. Maafkan papa karena selama ini papa terlalu memanjakan mereka. Papa khawatir, jika papa tidak ada lagi di dunia ini, mereka akan semakin ngelunjak karena tidak mendapatkan apa yang mereka mau. Papa mohon, Ay. Tolong pikirkanlah. Menikahlah demi papa," ungkap Raditya dengan raut wajah memohon.

Ayra terdiam. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Dalam hati, sebenarnya ia tak tega dengan papanya. Pria itu satu-satu yang ia miliki di dunia ini. Setelah kepergian sang ibu, Ayra lebih banyak menghabiskan waktunya sendiri. Hanya terkadang saja ia bersama sang papa. Sebab, ia paling tidak suka dengan saudara dan ibu tirinya yang kerap berlaku semena-mena.

"Ayra, kamu dengar papa 'kan?"

Ayra tersentak. Ia akhirnya mengangguk sembari tersenyum tipis. Bisa ia lihat gurat bahagia terpancar dari wajah papanya.

"Iya, Pa."

*

Pukul satu siang Ayra bersiap kembali ke kampus. Ia melangkah menyusuri lobi rumah sakit menuju keluar. Tak lupa ia meminta seorang suster untuk menjaga papanya agar jika terjadi sesuatu ia bisa langsung dihubungi.

Tiba di area parkir, Ayra tak sengaja melihat ibu dan saudara tirinya keluar dari mobil. Sepertinya mereka ingin menjenguk sang papa. Ia tak peduli. Selagi papanya baik-baik saja, Ayra tak mempermasalahkan mereka.

Ia bergegas mengeluarkan kontak mobil dari saku celana lantas membuka pintu mobil yang terkunci dengan sekali tekan. Baru saja ingin masuk, tiba-tiba ibu dan saudara tirinya mendekat.

"Mau kemana kamu?"

Ayra tak menyahut. Ia bersiap masuk ke dalam mobil. Namun, sang mama tiri malah mencekal tangannya sehingga ia menjadi terkejut. Ada apa siang bolong begini mama tirinya itu marah-marah tak jelas? Bikin moodnya kian buruk saja. Ayra menghela napas kasar sembari berdecak kesal.

"Ada apa sih, Ma? Ayra mau ke kampus," jawab Aya dengan malas.

"Duh, kasihan. Udah mau tua masih jomblo aja. Lihat nih, coba kamu kayak aku. Pergi tuh jangan sendirian. Minimal sama pacar gitu. Kamu lihat nih, ini pacarnya aku. Dia ganteng lagi tajir," ujar Liza, saudara tiri Ayra. Ia tersenyum bangga sambil merangkul erat tangan kekasihnya.

Ayra memutar bola malas. Ia tak peduli pada saudara tirinya yang suka bersikap berlebihan, kadang ia begitu muak melihatnya yang terlalu kepedean. Pada lelaki manapun, sikap wanita itu sama saja. Menjijikkan!

"Heh, Ayra! Dasar tua bangka!" umpat Liza merasa kesal dengan sikap Ayra yang seolah sedang meremehkan dirinya.

Ayra refleks mengangkat wajah. Ia tidak terima dikatakan begitu. Gadis itu maju selangkah, menatap tajam ke arah Liza hingga membuatnya terdiam. Nyali wanita itu mendadak jadi ciut saat melihat tatapan Ayra menjadi begitu menakutkan.

"Kamu bilang apa tadi? Bisa ulangi lagi," tantang Ayra.

"Halah, kamu nggak usah pura-pura nggak dengar, Ay. Nyatanya memang begitu 'kan? Kamu memang tua bangka. Liza ini sebentar lagi mau nikah. Lah, kamu sendiri kapan?" sindir mama tirinya tersenyum sinis.

Dengan santai Ayra kembali mundur. Ia balik menatap mama tirinya dengan senyuman tak kalah sinis. "Tenang saja, Ma. Besok Ayra bakal menikah kok. Kalian tunggu saja."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status