"Aku tidak punya anak, apalagi dengan b*jing"n sepertimu." Teriak Hani murka. Tacka yang hendak membalas perkataan dari Hani, jadi urung saat melihat kedatangan anaknya. Dan begitu Syiga telah sampai di hadapannya, Tacka langsung menggendong tubuh bocah itu. "Lihatlah dia baik-baik. Apakah kau tak ingin menggendong ataupun memeluknya?." Tanya Tacka kepada Hani. Wanita itu hanya diam saja tanpa mengatakan satu patah katapun. Hanya mata bundarnya saja yang bergerak mengikuti pergerakan Syiga dan Tacka yang berjalan semakin mendekat. Langkah Tacka terhenti tepat di hadapan Hani. "Kau boleh membenciku, tapi bagaimana pun dia.. "Stop!." Teriak Hani memotong perkataan Tacka begitu saja. "Apapun yang bersangkutan denganmu aku sangat membencinya. Termasuk dia." Hani menunjuk anaknya mengunakan jari telunjuknya. "Ku harap kalian tidak pernah muncul lagi di hadapanku." Setelah mengatakan itu, Hani langsung berlari pergi entah ke mana. Sedangkan Tacka hanya memandang kepergian wanita itu tanpa berniat menghentikan ataupun menahannya. "Semoga suatu saat kau akan mengakuinya." Batin Tacka.
Lihat lebih banyakSesampainya di rumah, Hani langsung mengurung dirinya di dalam kamar. Kemudian, ia duduk di tepi ranjang, seraya melihat kedua telapak tangannya dengan tatapan sendu. Tangan itulah yang tadi ia gunakan untuk mengelus rambut anaknya. "Kenapa harus begini? Kenapa aku harus mempunyai seorang putra dari seorang b*jing*n sepertinya, ya Allah?." Tes! Air mata kepedihan, lagi-lagi lolos membahasi pipinya, tanpa dapat di tahan. "Aku harus bagaimana, ya Allah? Hiks." Wajah Hani menunduk dalam. Ia menangis sejadi-jadinya untuk meluapkan rasa sesak di dadanya. Tidak ada yang tahu sedalam apa rasa bersalah dan luka yang Hani rasakan, sehingga mampu membuat tubuh mungil itu tersentak-sentak karena tangisan. Tok.. Tok.. Tok... "Hani! Apakah Bunda boleh masuk ke dalam, Nak?." Teriak Ibu tiri Hani, dari balik pintu kamar. Buru-buru, Hani langsung menghapus air matanya menggunakan punggung tangannya, lalu kemudian menjawab.. "Boleh, Bund." Ceklek! Pintu kamar tersebut mulai ter
"Arrrgggg.. Tolong!." Hani menjerit dan meronta saat tiba-tiba kedua tangannya di cekal oleh tangan Tacka yang kekar. "Siapa pun.. tolong aku!." Teriak Hani lagi, tapi sayangnya tidak ada yang datang menolong. Keadaan di toilet sedang sepi, hanya ada mereka bertiga saja. "Turuti permintaan ku. Jika tidak... Tacka menjeda kalimatnya. Matanya yang tajam memindai seluruh tubuh Hani yang tertutup pakaian Syar'i. "Maka aku akan melakukan seperti yang pernah kita lakukan dulu." Lanjutnya dengan bibir tersenyum menyeringai. "Hiks.." Semakin pecah lah tangis Hani. Tubuhnya sampai melorot, karena persendian kakinya yang mendadak lemas. Untung saja Tacka masih memeganginya, kalo tidak, Hani pasti sudah terjatuh di atas dinginnya lantai. Syiga yang awalnya diam saja, akhirnya memberanikan diri mendekati mereka bedua. "Apa yang telah Papa lakukan kepada Kakak cantik?." Tangan mungil Syiga mencoba membantu melepaskan pergelangan tangan Hani dari cengkeraman Tacka, namun sayang,
Hari-hari telah berlalu.. Semenjak pertemuannya dengan Tacka dan Syiga, Hani tak pernah datang kembali ke kedai roti. Di takut jika ketemu mereka kembali. Untuk mencoba menghibur Hani dari kemurungan, Reno berinisiatif mengajaknya berjalan-jalan ke sebuah mall yang cukup besar. "Belilah apa pun yang kau mau." Ujar Reno kepada Hani. Hani menggeleng lemah. "Aku sedang tak ingin beli apapun, Mas." Reno tak memaksa. Kalo Hani sudah bilang tidak, maka sulit sekali untuk di bujuk lagi. "Ya sudah.. Kalo begitu mending kita cari makan dulu." "Iya, Mas." Mereka berdua pun berjalan menuju Restaurant langganan Hani yang berada di kawasan Mall. Sesampainya di Restaurant tersebut, Reno langsung memesan makanan yang ia mau, sedangan Hani masih diam saja. Menyadari itu, Reno hanya bisa menghela nafas panjang. "Ada apa, Hani? Apakah kau masih sedih atas gelang mu yang hilang, atau karena pertemuan mu dengan masa lalu mu?." Tanya Reno serius. "Dua-duanya, Mas. Di sisi lain, aku sa
Tacka, duduk termenung di depan jendela sembari bersedekap tangan. Matanya yang tajam mengamati rintik air hujan yang turun membasahi bumi. Laki-laki dewasa itu masih memikirkan pertemuannya dengan Hani, tadi siang.Selama ini Tacka memang sengaja tak mencari keberadaan Hani. Selain karena wanita itu sangat membencinya, dia juga sudah berjanji untuk tak mengusik kehidupan wanita itu lagi.Tok.. Tok.. Tok.."Papa!." Panggil Syiga dari balik pintu kamar Tacka."Masuklah!."Ceklek!Syiga membuka pintu secara perlahan, lalu mendekati sang Papa yang masih setia duduk di depan jendela kamar."Ada apa?." Tanya Tacka kepada putranya yang terlihat sedih.Ragu-ragu, Syiga membuka genggaman tangannya, sehingga memperlihatkan sebuah gelang putih yang indah."Tadi siang aku tak sengaja melihat benda ini jatuh dari tangan Kakak Cantik yang mirip Ibu." Ujar Syiga.Tacka mengambil benda itu dari tangan putranya. Setelah di amati cukup lama, Tacka baru ingat kalo gelang itu adalah gelang yang sangat b
"Embbm.. Ternyata selama ini anakku masih hidup." Deg! Seketika, tubuh Reno mematung. Laki-laki itu mengamati wajah Hani dengan tatapan shock. "Apa maksudmu, Hani?." "Bayi yang dulu pernah ku lahirkan masih hidup sampai sekarang, dan dia sangat mirip sekali dengan laki-laki b*jing*n itu." Jawab Hani dengan air mata yang kembali menetes. "Kau sudah melihatnya?." Tanya Reno yang langsung di jawab anggukan oleh Hani. "Lalu apa yang kamu lakukan saat melihatnya?." "Aku tak melakukan apa-apa. Baru saja menatap wajahnya sudah membuat hatiku terluka." Wajah Hani menunduk dalam. Entah apa tanggapan yang akan Reno berikan terhadap dirinya. Pada kenyataannya, Hani memang bukanlah Ibu yang baik. Dia egois! Karena kebenciannya terhadap Tacka yang terlalu dalam, Hani sampai ikut membenci anak yang tak berdosa itu. "Hani.." "Iya, Mas?." "Apakah aku boleh memberikan sedikit nasehat dan saran?." Hani menggeleng lemah. "Jika kamu hanya ingin memberi nasehat tentang aku dan anakk
"Kata anakku, dia telah bertemu Ibu kandungnya." Jawab Tacka tersenyum smirk. Deg! Jantung Hani seakan berhenti berdetak, saat mendengar penyataan yang keluar dari bibir Tacka. Untuk beberapa saat, wanita itu hanya diam, sebelum kemudian menggeleng lemah dengan derai air mata. "Aku tidak punya anak, apalagi dengan b*jing"n seperti mu." Teriak Hani murka. Tacka yang hendak membalas perkataan dari Hani, jadi urung saat melihat kedatangan anaknya. Begitu Syiga telah sampai di hadapannya, Tacka langsung menggendong tubuh bocah itu dalam gendongannya. "Lihatlah dia baik-baik. Apakah kau tak ingin menggendong ataupun memeluknya?." Tanya Tacka kepada Hani. Wanita itu diam saja tanpa mengatakan satu patah katapun. Hanya mata bundarnya saja yang bergerak mengikuti pergerakan Syiga dan Tacka yang semakin berjalan mendekat. Langkah Tacka terhenti tepat di hadapan Hani. "Kau boleh membenciku, tapi bagaimana pun dia.. "Stop!." Teriak Hani memotong perkataan Tacka begitu saja. "A
Di sisi lain.. Selepas sholat dzuhur, Hani duduk termenung di teras mushola. Tidak ada siapapun di sana selain dia sendiri, karena semua orang sudah pulang sejak setengah jam yang lalu. Hani menghela nafas panjang. Semenjak pertemuannya dengan Syiga, gadis itu menjadi lebih banyak diam. Ada banyak sekali dugaan dan pertanyaan demi pertanyaan yang memenuhi isi kepala Hani. Sebenarnya siapa bocah itu? kenapa dia sangat mirip sekali dengan seseorang di masa lalunya (Tacka)? atau jangan-jangan dia memang anaknya? tapi bukankah anaknya waktu itu sudah kritis dan tidak ada lagi harapan untuk hidup?. "Astaghfirullah!." Hani mengusap wajahnya sambil beristighfar. Semakin ia mengingat masa lalunya, maka semakin ia merasa bersalah dan terluka. Bersalah karena telah tega meninggalkan anaknya saat sedang sekarat, dan terluka atas perlakuan Tacka di masa lampau. Karena kebencian dan rasa traumanya kepada Tacka yang terlalu besar, Hani sampai tega meninggalkan bayinya begitu saja. Padah
"Aku menyukai Kakak cantik yang berjualan kue." "Menyukai?." Syiga mengangguk. "Aku ingin Kakak itu yang menjadi Ibuku." Tacka tersenyum tipis. Salah makan atau kenapa bocah itu? kenapa tiba-tiba bisa ngelantur?. "Daripada berbicara yang tidak-tidak, lebih baik kita masuk. Papa membeli makanan kesukaan-mu." Set! Tanpa aba-aba Tacka langsung membopong tubuh anaknya, dan kemudian membawanya masuk ke dalam rumah. Udara di luar sangat dingin, Tacka tak ingin kalo Syiga sampai jatuh sakit. Sementara itu Syiga hanya pasrah. Kalo boleh jujur, dia tak suka saat di gendong oleh Papanya. Dia sudah besar, tak sepantasnya masih di gendong seperti anak kecil. *** Syiga menikmati makanan yang di belikan oleh Papanya saat pulang kerja tadi. Meskipun Tacka adalah seorang Ayah yang keras, tapi Tacka sangat sayang sekali pada Anaknya. Apapun yang Syiga inginkan selalu di kabulkan oleh Tacka. Hanya satu yang tak bisa Tacka kabulkan, yaitu mempertemukan Syiga dengan Ibu kandungnya. "
Respon yang Syiga berikan membuat Hani kaget. Tanpa sadar Hani mulai menjaga jarak dengan bocah itu. Sikap Syiga mengingatkannya pada seseorang yang amat sangat dia benci. Hani baru sadar, setelah di amati lebih lama lagi, ternyata bukan hanya sikap bocah itu yang mirip dengan seseorang, tapi wajah bocah itu juga sangat mirip. "Kenapa dia sangat mirip dengan dia?." Batin Hani dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Melihat sikap Hani yang aneh membuat Syiga bingung. "Kenapa Kakak malah melihatku seperti itu?." Tanyanya penasaran, namun tak mendapatkan respon apapun dari gadis itu. "Kak cantik, tolong berikan saja kue itu kepadaku, ya?." Desak Syiga kembali pada pembahasan awal. Hani mengusap kasar wajahnya sembari menarik nafas panjang. Dia menyakinkan dirinya sendiri bahwa anaknya telah tiada, dan anak kecil yang sedang di hadapannya saat ini hanya kebetulan saja mirip dengan orang yang dulu telah merenggut segalanya darinya. "T-tapi kalo kue itu buat kamu, lalu bagaimana kal
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen