Hidup Winena tak lagi sama sejak kemalangan bertubi-tubi menghancurkannya. Ia digugat cerai oleh Faris, suaminya. Ayahnya yang seorang koruptor bunuh diri di sel tahanan. Diperparah dengan meninggalnya sang ibu karena serangan jantung. Winena kehilangan arah hidup. Ia pergi, jauh dari ingar bingar ibukota. Di sana, ia bertemu dengan Sena. Waktu yang Winena habiskan dengan Sena menumbuhkan cinta di hati keduanya. Tanpa tahu menahu bahwa mereka terpenjara dalam pusaran takdir yang rumit. Yaitu kenyataan bahwa Sena adalah jaksa yang memenjarakan ayah Winena. Dan saat kebenaran terkuak, luka di hati keduanya menganga lebar. Mereka hampir berpisah. Namun, cinta memperkuat ikatan mereka. Sayangnya, jalan terjal menghadang. Restu tak didapat. Orang tua Sena dengan tegas menyatakan bahwa mereka tak menerima calon menantu yang sudah janda dan terlebih lagi dari keluarga koruptor. Sementara itu, keluarga Winena juga tak menerima Sena yang mereka anggap sebagai biang sial karena membuat keluarga Winena terpuruk.
view more“Saya mau melaporkan suami saya atas tindakan KDRT,” ucap seorang wanita berusia akhir dua puluhan kepada salah satu petugas polisi yang siang itu sedang bertugas di sebuah Polsek di Jakarta Barat.
Si polisi tak begitu menaruh perhatian dan masih fokus pada tumpukan file di mejanya.
“Maaf, Pak, saya mau melaporkan suami saya atas tindakan KDRT,” ulang si wanita dengan suara yang lebih keras dan bernada tak sabar.
“Bisa tunjukkan buktinya?” Si polisi masih tidak memberikan atensi penuh terhadap si pelapor yang gelisah di tempatnya duduk.
“Di sini buktinya,” jawab si wanita dengan nada yang lebih keras.
Si polisi akhirnya mengangkat wajah dan langsung berhadapan dengan seorang wanita muda yang berdiri kaku di hadapannya.
Wanita itu tampak normal. Tidak seperti korban KDRT seperti yang dikatakan wanita itu sebelumnya.
“Boleh tunjukkan bukti KDRT yang dilakukan suami Anda?” ulang petugas polisi itu.
Si wanita langsung menyingkap lengan bajunya. Menunjukkan memar-memar biru yang membekas di sepanjang lengan tangan kanan dan kiri. Lalu menunjukkan memar-memar lain di betis dan paha. Ia berkata kalau itu adalah hasil dipukuli oleh si suami dengan gagang sapu dua hari lalu.
“Ada bukti lain yang menunjukkan kalau benar suami Anda yang memukuli Anda?” tanya si polisi yang agak kaget karena si pelapor wanita itu tidak segan-segan menaikkan rok untuk menunjukkan pahanya. Bahkan hampir menunjukkan memar lain di bagian tubuh yang lebih tertutup, namun si polisi menghentikannya.
“Ada.” Kemudian si wanita menyodorkan ponsel dan menunjukkan video yang tak sengaja terekam ketika suaminya memukuli dirinya.
Si polisi laki-laki itu cukup lama terpaku setelah selesai menonton video dua menit yang ditunjukkan si wanita. “Boleh tunjukkan KTP Anda, Bu? Saya memerlukannya untuk data pelapor,” pintanya kemudian dengan sangat sopan.
Si wanita langsung menunjukkan KTP-nya, meletakkannya di atas meja. Di sana tertera nama lengkap si wanita. Winena Kusuma Jati, kelahiran Jakarta 28 tahun yang lalu. Hari ini kebetulan bertepatan dengan hari lahirnya.
“Baik, Bu Winena. Tunggu sebentar, ya. Saya proses dulu.” kata si polisi yang akhirnya mengetahui nama si pelapor. Petugas polisi itu mengetikkan sesuatu di komputer yang berada di depannya.
“Saya sudah empat kali membuat laporan serupa ke kantor polisi,” ujar Winena yang lebih terdengar seperti gumaman.
“Maaf?” Si polisi menatap Winena dengan bingung.
“Laporan saya sampai sekarang tidak ada yang diproses.”
Tak seperti saat pertama Winena datang tadi, si polisi kali ini menunjukkan simpati. Ia tampak menyesal atas apa yang dialami Winena.
“Saya akan mengusahakan yang terbaik dan memastikan kalau laporan Ibu akan diproses. Kalau data-data sudah lengkap, pihak kepolisian akan membuat laporan panggilan kepada suami Ibu untuk diinterogasi,” jelas si polisi dengan meyakinkan.
Setidaknya kali ini tampaknya akan berbeda dengan sebelum-sebelumnya. Tiga kali melapor dalam setahun terakhir, tiga-tiganya tidak mendapat tanggapan baik. Bahkan terkesan diremehkan dan dipandang sebelah mata. Seolah-olah melaporkan suami atas tindakan KDRT adalah hal yang hina. Winena selalu merasa pahit saat mengingatnya.
“Terima kasih, Pak.”
Petugas polisi itu tersenyum sopan. Setelah meminta Winena untuk melengkapi data-data, laki-laki berusia pertengahan tiga puluhan itu mempersilakan Winena untuk pulang. Tentu saja setelah memastikan kalau Winena benar-benar tidak membutuhkan hal lain
“Hati-hati di jalan, Bu.”Winena meninggalkan kantor polisi dengan perasaan yang campur aduk. Ada beban berat yang bergelantungan di hati. Kalau kali ini laporannya diproses dan bisa sampai naik ke pengadilan, itu artinya ia harus bersiap menghadapi suaminya di meja hijau.
***Anakku tersayang, WinenaSaat kamu menerima surat ini, mungkin Ayah sudah tidak ada di dunia lagi. Melalui surat ini, Ayah ingin mengatakan betapa besar rasa syukur dan rasa bangga Ayah bisa memiliki kamu sebagai anak. Kamu sudah berkali-kali mendengar dari Ibu kalau dulu kami sangat menanti-nantikan kehadiran anak dalam pernikahan kami yang sudah bertahun-tahun. Saat kami sudah nyaris menyerah, kamu hadir melengkapi kebahagiaan kami. Kamu selalu menjadi kebahagiaan kami, Win.Bahkan, saat hubungan Ayah dan Ibu sudah tidak seperti dulu lagi, kami selalu mencintai kamu sama besarnya seperti saat kamu masih berada di rahim ibumu.Tentang keadaan Ayah dan Ibu yang telah berubah dan akhirnya berimbas ke kamu, menyakiti kamu, Ayah minta maaf, Nak. Maaf, karena Ayah sudah merusak keluarga impian yang selalu kamu inginkan.Winena, Ayah sangat menyesal karena menciptakan dunia yang mengerikan untuk kamu tinggali. Tetapi Ayah yakin kalau kamu akan bisa menemukan dunia yang lebih indah daripada
"Kamu ingat nggak sih, Win, kalau kamu masih punya utang ke aku yang belum kamu bayar?" Sena memainkan rambut panjang Winena. Ujung-ujung jarinya perlahan turun, menyentuh tulang selangka Winena yang tidak tertutup apa-apa. Setelah pergumulan Sena dan Winena di atas tempat tidur beberapa saat yang lalu, mereka masih bergelung di balik selimut tanpa mengenakan pakaian kembali. Bukan karena malas bergerak, tetapi Winena tidak cukup puas jika hanya satu ronde. Mereka hanya istirahat sejenak sebelum melanjutkan kesenangan bersama. "Utang apa? Es krim?" Winena mengernyit. Sena berdecak, tetapi tak urung terkekeh. Soal cemilan, mereka punya selera yang berbeda sehingga mereka tak pernah mengusik cemilan milik masing-masing. Tetapi semuanya berubah begitu saja saat Winena hamil. Segala jenis cemilan yang dulu tidak disukainya, kini semuanya masuk ke perut. Terutama cemilan-cemilan milik Sena yang dulunya selalu dihindari Winena. "Bukan, Sayang. Tapi soal renang. Udah berapa kama sejak kam
Dua tahun kemudian.....Rasanya, seperti mimpi.Tujuh tahun yang lalu, saat Winena menikah dengan Faris rasanya tidak seperti ini. Saat itu, Winena hanya melewatinya dengan hati yang berbunga-bunga dan perasaan yang menggebu-gebu ingin segera menyambut kehidupan rumah tangganya bersama Faris.Bersama Sena, Winena terus-menerus menemukan perjalanan yang benar-benar baru yang menantang dan penuh kejutan. Segalanya terasa berbeda. Dan Winena tidka punya waktu untuk membandingkan dengan pernikahan pertamanya dahulu. Sebab, Winena terlalu bahagia karena akhirnya bisa mengikatkan diri dalam janji suci pernikahan bersama Seba setelah lika-liku hubungan mereka selama dua tahun terakhir.Rasanya, seperti baru pertama kali Winena mendengar namanya disebutkan dengan merdu dalam ijab qabul. Winena menangis terisak saat haru menyelebungi seluruh sel dalam tubuhnya yang meneriakkan kebahagiaan.Rasanya, seperti baru pertama kali Winena merasakan jantungnya berdebar keras saat akan menyambut malam
Nindi sontak kembali berbalik untuk menatap Sena dan langsung memberikan tatapan tajam dan sengit yang bisa diartikan sebagai, "Kenapa wanita itu ada di sini?" "Lho, Mas nggak bilang kalau lagi ada yang jenguk." Ibu masuk diikuti Winena yang sama sekali tidak menatap Sena. "Kalau tahu begitu tadi porsinya bisa Ibu lebihin biar kita bisa sekalian makan siang bersama." "Nindi udah mau balik kok, Bu," balas Sena dengan tatapan yang tidak lepas dari Winena yang sibuk mengeluarkan makanan dari kantong plastik yang tadi wanita itu bawa. "Cantik namanya. Persis seperti orangnya," puji Ibu. "Teman Sena di kejaksaan juga, Mbak Nindi?" Sena dapat melihat gerakan tangan Winena yang terhenti selama beberapa detik sebelum kembali melanjutkan kegiatannya. Wanita itu masih pura-pura tidak memedulikan Sena maupun Nindi. "Bukan, Tante." Nindi yang lebih dulu mendekat untuk menyalami tangan Ibu. Hanya jabat tangan singkat, tanpa mencium punggung tangan. "Saya public figure. Bekerja di dunia hibura
Sena termenung lama menatap ke luar jendela rumah sakit setelah rekan-rekan kerjanya yang menjenguknya satu per satu pamit undur diri. Sudah beberapa hari lalu Sena mendengar cerita singkat dari Tante Elis bahwa Winena sekarang ada di Jakarta. Bahwa Winena sudah keluar dari tempat kerjanya di Yogyakarta karena keadaan Om Tirta memburuk. Winena ada di dekatnya. Setelah tiga bulan lamanya Sena berjauhan dengan Winena, kini Sena bisa kembali berdekatan dengan wanita yang ia cintai dan rindukan dengan sangat. Sena sempat berharap setelah mengetahui bahwa wanita itu juga sempat menunggui dirinya selama operasi yang kedua. Namun, hingga satu minggu kemudian, saat Sena sudah diizinkan pulang, Winena tidak datang lagi. Sena sadar bahwa dirinya sekarang tampak sangat menyedihkan karena masih mengharapkan sosok yang telah mencampakkannya tanpa mau diajak kompromi sama sekali. Namun, harap itu benar-benar tak bisa dipupus, terutama setelah kunjungan Tante Elis yang tidak lagi menunjukkan kebe
"Ibu mau minta maaf, Win," ucap Ibu setelah sepuluh menit menit awal hanya berbasa-basi.Pagi tadi, saat Winena sudah dalam perjalanan menuju rumah sakit, Ibu mengirim pesan. Mengingatkan Winena tentang rencana pertemuan mereka. Dan Winena pun langsung setuju untuk bicara di kantin rumah sakit saja sekalian makan siang."Minta maaf untuk apa, Bu?""Karena pernah melukai hati kamu dengan kata-kata menyakitkan dan membuat hubungan kamu dengan Sena rusak. Ibu sangat menyesal karena menempatkan kalian pada situasi sulit. Maafkan Ibu ya, Nak."Winena dihantam rasa sakit di dada karena ucapan Ibu yang terdengar begitu sedih. Membuat Winena ingin menangis. "Bukan salah, Ibu. Perpisahan saya dan Sena terjadi karena pilihan saya sendiri."Ibu tersenyum sedih. "Pilihan kamu itu ada karena penolakan demi penolakan keras Ibu terhadap kamu, kan? Ibu yang minta kalian berpisah. Ibu yang menginginkan kalian hanya berteman."Winena diam saja. Sebab, apa yang dikatakan Ibu benar adanya. Namun, Winena
Tidak pernah terbayang sama sekali di benak Winena akan kembali bertemu dengan Bapak dan Ibu dalam kondisi seperti ini. Kesedihan pekat membayang di wajah kedua orang tua Sena itu yang sejak tadi tidak bisa berhenti mondar-mandir di depan ruang operasi. Ini adalah operasi yang kedua, karena Sena mengalami komplikasi pasca operasi darurat tiga hari yang lalu saat laki-laki itu dilarikan ke rumah sakit.Winena tidak banyak bicara dengan Bapak dan Ibu karena memang saat ini bukan waktu yang tepat. Winena pun berpikir bahwa memang sudah tidak ada yang perlu dibicarakan lagi karena hubungannya dengan Sena sudah selesai. Winena berada di sana karena perlu memastikan laki-laki itu selamat dan baik-baik, lalu pergi setelahnya.Selain kedua orang tua Sena, di sana ada Reiga dan juga Pak Rudi, yang diketahui Winena sebagai kepala jaksa di tempat Sena bekerja. Mereka baru saja datang setelah kembali dari kantor polisi untuk dimintai keterangan.Reiga sempat agak kaget melihat ada Winena, mungkin
Jantung Winena masih berdenyut sakit setiap kali kakinya menginjak tanah Jakarta. Tetapi, kali ini sakitnya berdenyut lebih kuat. Berkali-kali lipat lebih sakit jika dibandingkan dengan sebelum ia mengenal Sena. Mengetahui bahwa dirinya berada di satu kota yang sama dengan mantan kekasihnya itu—hingga hari ini Sena masih sibuk mengurus kasus korupsi skala besar yang dilakukan oleh belasan oknum pejabat tinggi negara—membuat Winena khawatir akan sering bersinggungan dengan laki-laki itu saat ia keluar rumah.Kekhawatiran Winena sebenarnya terlalu berlebihan. DKI Jakarta dihuni oleh kurang lebih sebelas juta jiwa penduduk. Seharusnya memang tidak banyak probabilitas untuk bertemu Sena dengan tidak sengaja.Lucunya, yang sama sekali tidak Winena perkirakan adalah... ia bertemu dengan Nindi Fahrani saat turun dari pesawat kelas bisnis. Winena terheran-heran karena ia kira artis sekelas Nindi Fahrani selalu menjadi penumpang first class yang bisa mendapatkan pelayanan khusus dan didampingi
Berpisah dengan Sena adalah patah hati terbesar Winena setelah usaha kerasnya dalam setahun terakhir untuk pulih dari luka karena kehilangan orang tua dan juga akibat perceraiannya dengan Faris.Dan hari ini, terhitung sudah tiga bulan sejak Winena memutuskan Sena secara sepihak di depan rumah orang tua laki-laki itu. Sejak hari itu, Winena tidak pernah lagi bertemu dengan Sena. Laki-laki itu sempat beberapa kali menghubungi Winena dan mengajaknya bertemu, tetapi Winena menolak. Winena tidak siap terluka lagi dan melihat luka yang sama besarnya di mata Sena. Sena menyerah pada percobaan yang entah ke berapa. Yang Winena ingat, ini sudah lebih dari satu bulan sejak ia dan Sena benar-benar telah berhenti berkomunikasi dengan satu sama lain.Segala angan dan harap yang pernah Winena khayalkan bersama Sena telah terbakar menjadi abu. Sudah tak ada lagi yang bisa diperjuangkan. Winena kira, seiring berjalannya waktu, Winena akan bisa mengikhlaskan dan melanjutkan hidup. Seperti saat Winena
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments