Share

06: Meminta Ibu Baru

"Aku menyukai Kakak cantik yang berjualan kue."

"Menyukai?."

Syiga mengangguk. "Aku ingin Kakak itu yang menjadi Ibuku."

Tacka tersenyum tipis. Salah makan atau kenapa bocah itu? kenapa tiba-tiba bisa ngelantur?.

"Daripada berbicara yang tidak-tidak, lebih baik kita masuk. Papa membeli makanan kesukaan-mu."

Set!

Tanpa aba-aba Tacka langsung membopong tubuh anaknya, dan kemudian membawanya masuk ke dalam rumah. Udara di luar sangat dingin, Tacka tak ingin kalo Syiga sampai jatuh sakit.

Sementara itu Syiga hanya pasrah. Kalo boleh jujur, dia tak suka saat di gendong oleh Papanya. Dia sudah besar, tak sepantasnya masih di gendong seperti anak kecil.

***

Syiga menikmati makanan yang di belikan oleh Papanya saat pulang kerja tadi. Meskipun Tacka adalah seorang Ayah yang keras, tapi Tacka sangat sayang sekali pada Anaknya.

Apapun yang Syiga inginkan selalu di kabulkan oleh Tacka. Hanya satu yang tak bisa Tacka kabulkan, yaitu mempertemukan Syiga dengan Ibu kandungnya.

"Bagaimana dengan sekolahmu hari ini, Ga?." Tanya Tacka yang baru saja datang dari arah belakang.

"Sekolahnya biasa-biasa saja, Pa. Tak ada yang istimewa."

Tacka mengelus pucuk kepala anaknya, lalu setelah itu ikut duduk di sebelah bocah itu.

"Pa."

"Hm?."

"Bagaimana wajah Ibu? Aku ingin melihat fotonya."

"Jangan bahas tentang Ibumu lagi."

"Aku tidak akan merengek meminta Ibu kembali, Pa. Aku hanya ingin tahu tentang wajah Ibu."

Syiga meletakkan piringnya yang telah kosong di atas meja, lalu setelah itu menatap wajah Papanya penuh binar harapan.

"Kata Nenek, Ibu memiliki mata yang bundar, hidung mungil dan senyum yang manis. Apakah semua itu benar?."

Tacka mengangguk pelan, membenarkan perkataan anaknya.

"Tadi siang aku melihat Kakak-kakak cantik yang memiliki ciri-ciri yang sama..

Syiga menjeda kalimatnya. Kalo di lihat dari segi penampilan Kakak-kakak cantik itu, sepertinya Kakak itu memiliki background keluarga yang jauh sangat berbeda dengan Syiga dan Papanya.

"Tapi aku tak yakin kalo dia Ibu-ku." Sambungnya lirih.

Tacka terkekeh pelan. "Orang yang memiliki ciri-ciri tersebut banyak. Jangan kemakan omongan Nenek. Lebih baik kamu belajar saja yang pinter, jangan memikirkan hal yang tidak-tidak. Oke?."

Syiga mengangguk pasrah. "Oke!."

.

.

.

Pagi pun telah tiba..

Karena hari ini adalah hari Minggu, Syiga sengaja mengajak Padanya untuk mengantarkannya membeli Kue coklat di kedai roti yang kemarin. Kali ini Syiga akan datang lebih awal karena takut kehabisan lagi.

Setelah menempuh kurang lebih setengah jam perjalanan, akhirnya Syiga dan Papanya telah sampai di kedai roti tersebut.

"Hati-hati!." Teriak Tacka kala melihat Syiga yang loncat dari mobil.

Tanpa menunggu Papanya yang masih berada di dalam mobil, Syiga masuk lebih dulu ke dalam kedai roti tersebut.

"Good afternoon! Mau cari kue apa, Dek?."

Seketika senyum Syiga memudar. Padahal yang dia harapkan akan di layani Kakak cantik yang kemarin, tapi kali ini berbeda orang.

"Mau cari kue yang apa, Sayang? Sini Kakak bantu pilihkan."

Dengan penuh kesabaran Mila mencoba melayani pembeli kecilnya itu, tapi sayangnya bocah itu diam saja.

"Kakak yang kemarin mana?." Tanya Syiga sambil celingukan mencari keberadaan orang dia maksud.

"Kakak yang kemarin? Siapa?." Tanya Mila bingung.

"Kakak yang kemarin pakai penutup kepala."

"Oh! Maksud kamu Hani?."

"Namanya Kak Hani?." Tanyanya balik.

"Dia kemarin pake Jilbab warna hitam 'kan? Terus orangnya cantik?."

"Iya!." Syiga langsung mengangguk membenarkan.

Mila mengulas senyum manis. "Orang yang kamu cari itu namanya Kak Hani, dan sekarang dia sedang sholat di mushola."

"Sholat?."

"Iya. Enggak lama kok. Paling sebentar lagi dia akan kembali."

"Embbb.. sholat itu apa?."

"Sholat itu cara umat Islam menyembah Tuhannya."

"Oh!."

"Kalo mau bertemu dengan Kak Hani, kamu harus duduk dulu, ya?."

"Iya."

Meskipun Syiga masih bingung dengan apa yang tadi Mila bicarakan, tapi bocah itu tetap patuh dan kemudian duduk di shofa panjang.

"Ohiya.. tadi Adek datang sama siapa?." Tanya Mila berbasa-basi. Mumpung pembeli sedang sepi, gadis itu punya banyak waktu untuk melayani bocah itu.

"Aku datang bersama Papaku."

"Lalu di mana Papamu?."

"Papa masih berada di mobil." Jawab Syiga sambil menunjuk arah mobil hitam yang terparkir di depan kedai.

"Oh, ya sudah. Kakak tinggal dulu, ya? Kakak mau menyiapkan kue pesanan orang."

"Iya."

Mila mengusap gemas ujung kepala Syiga, sebelum akhirnya kembali ke depan etalase. Gadis itu harus segera mempersiapkan pesanan pelanggannya, karena sebentar lagi akan di ambil.

Sementara itu, Tacka masih betah di dalam mobil karena dia sedang menghubungi seseorang. Sebenarnya hari ini ada pekerjaan urgent, tapi karena Syiga merengek ingin di antarkan membeli kue, akhirnya ia lebih memilih menunda pekerjaan itu.

"Kamu handle dulu pekerjaannya sampai aku datang." Ucap Tacka lewat sambungan telepon.

"Mungkin akan ke sana 2 jam lagi."

"Hm."

"Ingat, lakukan dengan bersih."

Tut.. Tut.. Tut..

Tacka mematikan sambungan telepon begitu saja. Kemudian lelaki itu menghela nafas panjang sembari menyandarkan punggungnya di pada kursi kemudinya.

Kadang ia merasa bosan dan cemas dengan pekerjaan yang sedang ia jalani saat ini. Bukan cemas kepada dirinya sendiri, melainkan cemas pada anak dan juga orang yang ada di sekelilingnya. Ia takut nanti mereka akan kena dampaknya.

"Papa janji padamu, Ga. Sebelum kau tumbuh dewasa, Papa pasti sudah berhenti dari dunia gelap ini. Jadilah anak yang dapat Papa banggakan. Jangan sampai kau menjadi orang sepertiku." Gumam Tacka seraya memandang anaknya dari kejauhan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status