Share

05: Ketahuan Di Hotel

Respon yang Syiga berikan membuat Hani kaget. Tanpa sadar Hani mulai menjaga jarak dengan bocah itu. Sikap Syiga mengingatkannya pada seseorang yang amat sangat dia benci.

Hani baru sadar, setelah di amati lebih lama lagi, ternyata bukan hanya sikap bocah itu yang mirip dengan seseorang, tapi wajah bocah itu juga sangat mirip.

"Kenapa dia sangat mirip dengan dia?." Batin Hani dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Melihat sikap Hani yang aneh membuat Syiga bingung. "Kenapa Kakak malah melihatku seperti itu?." Tanyanya penasaran, namun tak mendapatkan respon apapun dari gadis itu.

"Kak cantik, tolong berikan saja kue itu kepadaku, ya?." Desak Syiga kembali pada pembahasan awal.

Hani mengusap kasar wajahnya sembari menarik nafas panjang. Dia menyakinkan dirinya sendiri bahwa anaknya telah tiada, dan anak kecil yang sedang di hadapannya saat ini hanya kebetulan saja mirip dengan orang yang dulu telah merenggut segalanya darinya.

"T-tapi kalo kue itu buat kamu, lalu bagaimana kalo nanti orangnya marah?." Tanya Hani dengan bibir bergetar.

"Itu bisa di atur nanti. Aku akan memberikan uang untuk menggantinya."

Hani kembali terdiam. Itu adalah sifat Tacka sekali. Yang mana dia akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu yang dia mau.

"Maaf, aku tidak bisa memberikannya. Kalo kamu ingin kue itu, maka kembalilah esok hari. Kakak akan menyisakan khusus untukmu."

Setelah mengatakan itu Hani segera pergi. Dia tak sanggup jika harus bersama Syiga lebih lama lagi. Sedangkan Syiga hanya bisa meratapi kepergian Hani dengan tatapan sedih. Ada perasaan tak rela ketika melihat Hani pergi meninggalkannya.

"Ibu.."

Entah sadar atau tidak? Syiga bergumam memanggil nama Ibu saat melihat Hani telah menghilang dari balik pintu.

Sementara itu, sang supir yang menyaksikan kesedihan majikan kecilnya itu lantas bergegas masuk menyusulnya. "Ayo kita pulang, Tuan muda." Bujuknya penuh kelembutan.

Syiga hanya bisa patuh. Mau tak mau bocah kecil itu harus pergi dari kedai dengan tangan kosong dan juga kesedihan.

Sebelum benar-benar masuk ke dalam mobil, Syiga melirik ke arah pintu tempat Hani menghilang terakhir kali. Bocah itu berharap wanita itu keluar lagi menyapanya dengan sebuah senyum manis. Tetapi itu hanya sebuah angan-angan saja. Dari awal Syiga masuk mobil sampai berlalu pergi, Hani masih tak kunjung keluar.

Tanpa Syiga ketahui, sebenarnya Hani sedang mengintipnya dari dalam. Wanita itu menangis dalam diam seraya meratapi kepergiannya.

"Kamu tidak mungkin anakku. Aku tak sudi jika harus memiliki anak dari laki-laki b*jing*n itu. Hiks.."

Perlahan-lahan tubuh Hani jatuh melorot di atas dinginnya lantai. Kepala serta bahu wanita itu terhentak-hentak karena isak tangis yang semakin menjadi.

"Jika pun kau memang anakku, maka ku mohon padamu untuk jangan pernah muncul lagi di hadapan ku. Karena sampai kapan pun aku tidak akan mau mengakui mu sebagai anakku." Batinnya di sela tangisnya.

.

.

.

Di sisi lain..

Mata tajam Tacka tak lepas pada layar laptopnya. Jari-jarinya yang panjang mengetuk-ngetuk meja sembari menunggu hasil transaksi selesai.

"Perfek!."

Tacka bernafas lega saat melihat hasil yang memuaskan. Uang Milyaran rupiah telah berhasil ia dapatkan.

"You are great, Mr.Tacka."

(Anda memang berbakat, Tuan Tacka)

Seorang warga asing memuji bakat yang Tacka miliki. Dia sungguh merasa kagum kepada Tacka.

"Thank you sir. Without you, I couldn't have finished this."

(Terimakasih, Tuan. Tanpa anda, saya tidak dapat menyelesaikan ini)

Tacka dan Mr.Wang saling berjabat tangan. Mereka berdua sangat puas dengan hasil kerja sama kali ini.

"Hopefully in the future it will be more profitable."

(Semoga kedepannya akan lebih menguntungkan)

"Of course!."

(Tentu!)

"If that's the case, I'll take my leave first."

(Kalo begitu saya pamit pergi dulu)

Tacka hanya mengulas senyum tipis, lalu mempersilahkan rekan kerjanya itu pergi.

"Buang bukti-bukti yang ada, lalu setelah itu simpan uang tersebut ke tempat yang lebih aman." Perintah Tacka kepada asistennya setelah Mr.Wang menghilang dari balik pintu.

"Siap, Tuan."

Asisten pribadi Tacka yang bernama Kiki itu langsung melaksanakan tugas yang boss-nya perintahkan.

Sementara itu, Tacka merapikan pakaiannya lebih dulu, sebelum kemudian keluar dari ruangan.

Posisi Tacka saat ini tak lagi sedang berada di kantor, melainkan di sebuah hotel elit.

Senyum puas yang Tacka pancarkan menggambarkan kalo dirinya sedang sangat bahagia. Langkah lebarnya membawa ke basement hotel, di mana letak mobilnya terparkir.

"Tacka!."

Merasa namanya di panggil, Tacka pun menoleh ke belakang.

"Kamu ngapain ada di sini?." Tanya Diana.

"Tentu saja karena ada urusan." Jawabnya dingin.

"Urusan apa? kau tidak sedang ..

"Kalo iya, kenapa?." Tanya Tacka menyela.

"Apapun yang aku lakukan di sini bukan urusanmu." Sambungnya. Lalu setelah itu ia kembali melanjutkan langkahnya.

Biarlah wanita itu akan berpikiran yang tidak-tidak. Dia tak peduli.

.

.

.

Syiga duduk termenung di atas ayunan. Bocah itu jadi sangat pendiam semenjak pulang dari kedai roti tadi siang.

"Hari sudah petang, Tuan Muda. Lebih baik kita masuk ke dalam saja, yuk!."

Syiga tak memperdulikan ajakan pengasuhnya. Bocah itu masih saja asyik dalam lamunannya.

Kalo sudah dalam mode diem seperti ini, pengasuhnya pun sudah tak bisa berbuat apa-apa lagi.

Tak lama kemudian, mobil Tacka telah sampai di rumah. Ayah dari satu anak itu langsung mendekati sang putra.

"Ini sudah malam, kenapa masih di luar?." Tanya Tacka kepada Syiga yang masih duduk tak bergeming di atas ayunan.

"Aku ingin Ibu baru, Pa."

Dahi Tacka mengernyit heran saat mendengar penyataan luar biasa dari mulut anaknya.

"Kenapa tiba-tiba ingin Ibu baru?." Tanya Tacka sembari memasukkan kedua tangan di dalam saku celana.

"Aku menyukai Kakak cantik yang berjualan kue."

"Menyukai?."

Syiga mengangguk. "Aku ingin Kakak itu yang menjadi Ibuku."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status