Share

Ibu Untuk Anak Tuan Mafia
Ibu Untuk Anak Tuan Mafia
Author: OH HA LU

01: Ingin Bertemu Ibu

Katanya seorang Ibu adalah cinta pertama bagi anak laki-lakinya, dan pelukan terhangat seorang anak adalah pelukan Ibunya. Namun kenapa Syiga tidak pernah mendapatkannya?.

"Anda harus makan, Tuan muda."

Seorang pelayan wanita sedang membujuk anak majikannya untuk makan. Jika tidak, pasti dia akan di marahi oleh majikannya.

"Aku tidak mau makan!." Teriak bocah itu lantang.

"Tapi Tuan Tacka pasti akan marah jika anda tidak mau makan." Bujuk pelayan itu dengan sabar.

"Pokoknya aku tidak mau makan sebelum aku ketemu Ibu!."

Brak!!!

Syiga menutup pintu dengan bantingan yang cukup keras, lalu setelah itu menguncinya dari dalam.

"Aku kangen Ibu!." Gumam Syiga seraya duduk di lantai seraya bersandar di daun pintu.

"Kenapa aku tidak punya Ibu? Aku ingin seperti teman-teman yang selalu di buatkan bekal Ibunya, Ingin sekolah di anterin Ibunya, dan ingin tidur di peluk oleh Ibunya. Kenapa hanya aku yang tidak punya ibu?."

Bocah kecil itu melipat tangannya di atas kedua lututnya yang di tekuk, dan kemudian menangis sambil menyembunyikan wajahnya di atas lipatan tangan tersebut.

***

Tepat pukul jam delapan malam, Tacka baru sampai rumah.

"Di mana dia?."

Tacka yang baru saja pulang dari kantor, langsung menanyakan keberadaan putranya kepada pelayan.

"Tuan muda sedang mengunci dirinya di dalam kamar, Tuan." Jawab pelayan tersebut menunduk takut.

"Apa dia sudah makan malam?."

"Belum. Tuan muda tidak mau makan sebelum di pertemukan oleh Ibunya."

Huh!

Tacka mendesah marah. Lelaki itu melempar kasar jaz-nya ke sembarang arah. Ketahuilah, Bapak satu anak itu memang memiliki kontrol emosi yang sangat buruk.

"Membujuk anak sekecil itu saja kalian tidak becus 'kah?." Teriak Tacka marah.

"Maaf, Tuan. Tapi kami sudah..

"Aarggrhh... Omong kosong!."

Tacka langsung pergi begitu saja. Dia muak mendengar ocehan pelayanannya yang tak becus bekerja.

Langkah lebar Tacka berhenti di depan pintu kamar putranya, lalu kemudian mengetuk pintu tersebut dengan kasar.

Tok... Tok... Tok...

"Syiga! Buka pintunya!." Teriaknya.

Ceklek!

Tak lama kemudian pintu itu pun terbuka. Syiga menatap sang Papa dengan tatapan datar. Nampaknya bocah itu sedang marah kepada Tacka.

"Kenapa tidak mau makan?." Tanya Tacka tanpa basa-basi.

"Aku enggak mau makan sebelum Papa mempertemukan ku dengan Ibu."

"Ibu.. Ibu.. Ibu.. terus!." Teriak Tacka tidak suka.

"Aku hanya ingin menagih janji Papa. Katanya kalo aku sudah sembuh, Papa akan membawa Ibu pulang. Tapi buktinya mana? Papa hanya bohongin aku!." Jawab bocah itu menagih janjinya.

Tacka menarik nafas panjang untuk mengontrol emosi supaya tidak hilang kendali. Seharian bekerja sudah sangat menguras pikiran dan tenaganya, begitu sampai rumah malah di suguhi masalah seperti ini.

"Jika Ibu-mu masih mengingatmu, dia pasti sudah datang mencari mu."

"Tapi sampai kapan, Pa?."

"Berdoalah semoga ada keajaiban yang akan mempertemukan mu dengan Ibumu."

"Tapi aku maunya sekar..

"Syiga!."

Bentakan dari Tacka mampu menghentikan perkataan Syiga begitu saja.

"Jika tidak ingin Papa marah, jangan banyak membantah!."

Syiga menunduk. Bocah itu tak berani lagi menatap sang Papa yang sedang marah.

"Sekarang cepat makanlah, lalu setalah itu tidur!."

"Baik, Pa." Jawabnya patuh.

Melihat wajah putranya yang ketakutan membuat Tacka merasa bersalah. Lelaki berusia 33 Tahun itu mengusap wajahnya kasar. Kemudian ia berjongkok men-sejajarkan dirinya di hadapan sang putra.

"Maaf, Papa terbawa emosi."

"Aku juga minta maaf karena telah membuat Papa marah."

Tangan Kekar Tacka mengelus rambut Syiga penuh kelembutan. Dia sungguh merasa sangat bersalah karena lagi-lagi telah membentak putra kecilnya.

.

.

.

Di tempat lain...

"Happy graduation. Hani Sayang!."

"Masyaallah!."

Hani sangat kaget sekaligus bahagia saat melihat para sahabatnya yang ikut datang menghadiri acara wisudanya hari ini.

"Terimakasih, Mila, Alma. Kalian sudah menyempatkan datang di hari wisuda ku."

Hani memeluk kedua sahabatnya itu secara bersamaan. Kedua orang inilah yang selalu mensupport nya di kala dia sedang terpuruk.

Mila dan Alma adalah teman seumuran Hani. Namun kedua sahabatnya itu sudah lebih dulu di wisada tahun lalu, karena setelah lulus sekolah SMA, mereka berdua langsung ber-kuliah. Beda dengan Hani yang tidak langsung melanjutkan kuliahnya.

"Selamat atas hari kelulusan mu. Semoga kamu bisa mewujudkan semua cita-citamu." Ucap Alma seraya memberikan sebuah buket coklat kepada Hani.

Hani pun menerima buket coklat tersebut dengan senang hati. "Thank You. I am grateful to have friends like you."

(Terimakasih. Aku bersyukur bisa memiliki sahabat seperti kamu.)

Sekarang gantian Mila lah yang memberikan sebuah buket boneka kepada Hani.

"Aku bangga padamu, Hani. Semoga setelah ini kamu bisa hidup jauh lebih baik lagi." Ucap Mila penuh ketulusan.

"Amin!."

"Ohiya! Ayah dan Mama mu di mana? kok aku tidak melihat keberadaan mereka?." Tanya Mila.

"Mereka sudah ada di dalam. Sedang temu kangen dengan kawan-kawan lamanya."

"Oh!." Mila mengangguk paham.

"Terus Ayang Reno datang juga enggak?." Goda Mila sambil menaik turunkan alisnya.

"Tauk ah!."

Hani segera memalingkan wajahnya yang bersemu merah ke sembarang arah. Mendengar nama Reno di sebut, seketika membuat dirinya menjadi salah tingkah.

"Cie..cie.."

Dua sahabatnya itu kompak menggoda Hani yang sedang malu-malu.

"Kalian memang tidak jelas banget!."

Hani membalik badan. Niat hati ingin menghindari kontak mata dengan dua sahabatnya itu, tapi dia malah di buat kaget oleh sesok pemuda yang ada di hadapannya.

"Mas Reno?."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status