Rinjani adalah milik Brama, tapi Brama bukan milik Rinjani. Lima tahun bersama,. Rinjani akhirnya menyadari hal itu, ketika Brama memutuskan bertunangan dengan perempuan lain begitu saja. “Aku mohon, lepaskan aku Bram. Aku capek.” Brama mengangkat dagu Rinjani arogan “Lepaskan? Jangan harap! Kamu nggak akan bisa lepas dariku!” Sejak awal bersama, Brama yang mengontrol hubungan ini, hutang budi dan cinta membuatnya pasrah menunggu selama lima tahun. Namun, Rinjani lelah, dia tidak ingin bertahan lagi ketika Brama sibuk pamer kemesraan dengan tunangannya. Dia akan lepas dari Brama, bagaimana pun caranya.
View MoreBrama tersenyu misterius. “Suruh HRD untuk bilang kalau kau menolak perubahan gaji itu.”“Kalau karyawan protes?”Sistem gaji itu tidak bijak dari sisi perusahaan, karena di satu sisi mereka sudah memberikan gaji dan bonus yang cukup besar, terutama bila dibandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis.Tetapi, masalah gaji dan bonus, tentu saja karyawan akan antusias menerima berita baik itu. Kalau setelah ini Brama yang menolak, bukan tidak mungkin ada suara tidak puas yang muncul di karyawan.“Biarkan saja. Semakin banyak api semakin bagus.” Dia berniat mengguncang perusahaan untuk mengokohkan posisinya. Semakin banyak badai akan semakin bagus untuk rencananya.“Kamu benar-benar ambil risiko kali ini. Rencanamu yang sebelumnya jauh lebih berhati-hati dari ini. Meski waktunya lebih panjang tapi kemungkinan gagalnya lebih kecil.”“Aku tidak punya banyak waktu.” Di benaknya langsung terbayang wajah Rinjani. Suka atau tidak, Brama harus mengakui kalau posisi Rinjani di hatinya jau
"Keluarga mereka terlalu serakah!"Ayah Brama mendengus marah. “Mereka pikir, mereka bisa mendapatkan saham Abiyasa semudah itu?! Jangan mimpi!”Setelah pertemuan tadi, pada akhirnya orangtua Brama dan Kiara menemukan titik tengah untuk membicarakan kembali mas kawin itu setelah acara pertunangan.Itupun terjadi setelah Kiara dan Brama kembali ke ruangan itu dan Kiara mengatakan kalau mereka berdua membatalkan perjanjian pisah harta itu.Saat Kiara mengatakan itu, Brama hanya diam saja tidak membantah. Kiara akhirnya lega melihat semuanya berakhir dengan cukup aman. Setidaknya, Brama tidak lagi berusaha untuk menentangnya lagi. Meskipun dia berbohong ke keluarganya tentang perjanjian itu. Pembicaraan panjang melelahkan itu akhirnya selesai dan mereka pulang ke rumah.Brama sengaja tidak membawa supir hari itu dan memilih mengemudikan mobil sendiri.Orangtuanya duduk di belakang masih menggerutu dengan semua yang terjadi tadi.Ibu Brama menyandarkan kepala ke jendela, matanya
“Itu hal yang sangat normal, kan?” Brama bertanya dengan nada heran, seakan dia tidak mengerti keterkejutan semua orang itu.Kebanyakan keluarga seperti mereka akan melakukan perjanjian pisah harta sebelum menikah. Dengan tujuan untuk melindungi aset masing-masing. Dan untuk menghindari adanya kehilangan harta kalau seandainya terjadi perceraian.Bahkan ayah dan ibu Kiara sendiri melakukan itu. Namun, keluarga Brama tidak menerapkan sistem itu. Kiara menyentuh lengan Brama dengan gemetar. Wajahnya nyaris tidak bisa tersenyum lagi sekarang.“Kamu menghina kami?” Ayah Kiara tidak terima. “Sepertinya hanya sebatas ini keseriusan keluarga kalian! Kalaupun tidak dengan Brama, Kiara masih bisa memilih laki-laki lain di luar sana!”“Pa, bukan begitu maksud Brama. Perjanjian pisah harta ini, adalah kesepakatan kami berdua. Brama sudah bilang sebelumnya. Dan setelah menimbang semuanya aku rasa itu adalah keputusan yang bijak.”“Kiara! Kamu ini masih muda! Belum tahu apa yang penting! Ma
Percikan cahaya dari lampu kristal menggantung di ruang makan mewah itu memantul di wajah masing-masing orang di rumah itu yang saat ini sedang terdiam tanpa mengatakan apapun.Pertanyaan yang terlalu tiba-tiba itu membuat orangtua Brama terdiam. Mereka tidak menyangka kalau pembicaraannya akan secepat itu menuju ke sana. “Maaf, kami bukan bermaksud terburu-buru, hanya saja sebelum pertunangan, kami ingin agar semua hal penting dibahas dulu, sebelum melangkah lebih jauh.”Ibu Kiara menjelaskan dengan senyum di wajah. Namun, tatapan matanya tertuju jelas ke Brama.Sikap Brama malam ini membuat wanita paruh baya itu kurang senang. “Brama, kamu sudah berkomitmen mau serius sama Kiara, tapi sejauh ini tante belum melihat keseriusanmu. Bagaimana tante akan mempercayakan anak tante ke kamu?”Ditanyai seperti itu, Brama masih diam. Di sebelahnya, Kiara sudah gugup. Dia takut, Brama akan menyinggung orangtuanya.“Bentuk keseriusan apa yang tante ingin lihat?” Brama bertanya
“Om dan Tante nggak akan pernah menyetujui keputusanmu!”Gadis itu mengatupkan mulutnya rapat hingga giginya saling beradu kuat. Dia benar-benar kehabisan akal dengan sikap Brama ini.“Itu biar jadi urusanku.”"Brama cukup! Ini semua sudah nggak lucu!" Suaranya meninggi, hampir melengking. "Di mana mau ditaruh mukaku kalau pertunangan ini batal?”Dia sangat aktif mengunggah semua moment persiapan pertunangan ini ke sosial medianya. Dia akan jadi pusat semua berita gosip kalau sampai pertunangan ini gagal.Satu Indonesia akan memandangnya dengan pandangan kasihan. Itu baru satu masalah, belum lagi respon keluarganya.Kiara menggigit bibir bawahnya. "Kita sudah setuju—""Kita cuma setuju untuk bertunangan! Aku tidak pernah berjanji menuruti semua tantrum tidak penting itu." Mulut Brama sekejam itu, dan Kiara benar-benar merasakan itu. Dia tidak peduli apakah yang mendengar itu akan sakit hati atau terluka.“Sorry, aku Cuma terlalu emosi tadi. Mungkin aku kecapekan mengurus semua
“Brama bukan tidak bisa lupa, dia susah menerima kalau aku bisa melepaskannya secepat itu. Egonya terluka, nanti juga dia bosan sendiri.”Jagat menatap Rinjani serius. “Seyakin itu? Kalau seandainya, Brama benar-benar punya rasa ke kamu, apa kamu akan kembali padanya?”Rinjani tertegun, pertanyaan itu seakan melemparkannya kembali ke masa-masa dia masih memimpikan balasan cinta Brama.“Nggak akan.”“Kita hanya berandai-andai, jawab saja.”Rinjani berpikir sejenak, kemudian tersenyum manis. “Walaupun Brama memiliki rasa padaku, dia tidak akan memilihku. Perasaan bukan prioritas utamanya, untuk Brama, banyak hal yang jauh lebih penting dibanding itu.”Setelah lima tahun bersama Brama, dan begitu lama mengenalnya, Rinjani tahu, Brama bukan laki-laki jahat. Pria itu hanya memiliki prioritas yang berbeda.Perasaan hanya untuk memberi warna dalam hidup, tapi bukan itu yang utama. Dibanding kewajiban dan ambisinya, semua rasa itu nyaris tidak penting.“Kamu begitu kenal sama dia?”“Menurut
Natasha menatap Kevin bingung, tidak mengerti maksud pertanyaan pria itu. “Maksud bapak?” tanyanya sopan. “Kamu tahu aku adiknya Brama?”Kevin bertanya sambil menjatuhkan tubuhnya di kursi itu dan mengangkat kakinya ke meja berselonjor santai. Kepala Natasha bergerak ke bawah mengiyakan. “Pak Brama sudah bilang ke saya, dan menyuruh saya untuk membantu semua keperluan Pak Kevin selama di kantor,” jelasnya.Kevin menatap Natasha malas-malasan, wajah Natasha sama sekali bukan tipenya, wajah tegas dengan penampilan kaku dan kacamata yang membuatnya tampak lebih dominan.“Apa Mas Brama nggak bisa ngasih sekretaris lain yang lebih cantik?”Natasha tidak menanggapi. Dia langsung menyerahkan tablet yang ada di tangannya ke Kevin.“Ini semua bahan yang harus bapak tahu tentang proyek yang akan dikerjakan ini. Karena waktunya sudah cukup mendesak, bapak hanya punya waktu dua hari untuk paham semuanya. Dua hari lagi kita akan mulai meeting dengan semuanya.”Kevin melebarkan matanya mend
Alis Kevin terangkat penuh kemenangan saat dia mengatakan itu. Dagunya terangkat angkuh, seakan menantang Brama.Brama sama sekali tidak menganggap serius ucapan adik beda ibunya itu. “Papa mau bicara!” Seringai di wajah Kevin penuh dengan provokasi. Brama menerima ponsel itu dengan wajah datar.“Halo?”“Kenapa kamu menolak Kevin? Kamu sudah berjanji sama papa!” Kalimat tuduhan itu langsung menyapa telinganya, membuat Brama rahang Brama menegang menahan rasa tidak nyaman itu. Kalau ini bukan ayahnya, sudah dari tadi dia mengakhiri panggilan itu.“Aku menunjuknya sebagai project leader.”Ayah Brama terdiam sejenak mendengar itu. “Project leader? Dia baru saja masuk, apa tidak terlalu terburu-buru?”Brama mendengus malas mendengar itu. Ternyata, ayahnya masih bisa berpikir logis juga.“Dia merasa posisi MT terlalu rendah, tenang saja, aku sudah memberikan seorang sekretarisku untuk membantunya beradaptasi. Apa lagi yang kurang?”“Biar papa yang bicara dengannya.”Brama kembali
“5% terlalu sedikit. Akan sulit untuk meyakinkan mama kalau hanya segitu! Setidaknya 10%.”Ayah Brama menggelengkan kepalanya cepat. “Nggak bisa lebih dari itu. Kalau begitu, keluarga kita bukan lagi pemegang saham terbesar. Itu akan membuat pemegang saham punya niat lain.”“Saham itu tidak berpindah ke orang lain, Cuma masalah waktu sampai itu berubah nama jadi namaku .”Mendengar nada arogan di suara Brama, ayahnya jadi sedikit lega. Setidaknya, di depannya Brama menunjukkan kalau dia masih hijau. Anaknya itu masih tidak bisa menahan ambisinya.“5% atau tidak sama sekali. Sikap ambiusmu ini terlalu ceroboh untuk jangka panjang. Papa belum tenangTerjebak antara rasa bangga punya penerus yang kompeten tapi di saat yang sama takut tersingkirkan membuat pria itu menemukan kekurangan Brama seperti penghibur yang menjaga keseimbangan perasaan pria paruh baya itu.Pemindahan saham dari ayah ke anak itu sudah berlangsung dari generasi kakek mereka. Itu adalah aturan turun-temurun.Kalau
Rinjani berdiri di depan pintu ruangan Brama, tangannya menggenggam erat setumpuk dokumen yang harus mereka bahas bersama. Nafasnya sedikit tersengal setelah berjalan cepat dari ruang kerjanya. Dia mengetuk pintu dua kali, dan suara rendah Brama mempersilakannya masuk.Ruangan itu terasa dingin, udara AC yang kencang membuat kulitnya merinding. Brama duduk di belakang mejanya, wajahnya terlihat serius, matanya tertuju pada layar laptop di depannya.“Aku sudah bawa laporan proyek terbaru,” ujar Rinjani, mencoba memecah kesunyian yang terasa berat. Brama hanya mengangguk, tanpa mengalihkan pandangannya dari layar. Rinjani duduk di kursi di seberangnya, meletakkan dokumen di atas meja. Dia memperhatikan Brama lebih cermat. Wajahnya terlihat lebih pucat, matanya berkantung, seolah dia tidak tidur semalaman.“Kamu baik-baik saja?” tanya Rinjani, suaranya lembut namun penuh kecemasan. Brama menghela nafas panjang, lalu menutup laptopnya. Dia mengusap wajahnya dengan kedua tangan, terlihat l...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments