Home / Romansa / Gelora Cinta Pria Arogan / 2. Hanya anak Pembantu

Share

2. Hanya anak Pembantu

Author: Neza Visna
last update Last Updated: 2025-02-12 19:58:44

“Brama, kamu ngomong apa sih? Masa kamu cemburu sama karyawan sendiri. Dia itu perempuan Brama.”

Rinjani tidak melihat wajah Kiara, tapi sangat jelas terbayang di kepalanya saat itu  bagaimana wajah cantik Kiara tersenyum manja ke Brama.  “Aku Cuma mau minta tolong sekretaris kamu buatkan teh untukku  dan kamu juga,” ujarnya menahan senyum.

Rinjani berusaha mengontrol ekspresi wajahnya dan berbalik sopan. “Baik, Bu.” 

“Nggak usah panggil ibu, aku juga masih muda. Panggil, Mbak saja.” Kiara mengibaskan tangannya ramah.

Rinjani hanya bisa mengangguk sembari tersenyum terpaksa. Tidak ingin ada yang melihat ekspresi di wajahnya dia segera berjalan ke meja  di ujung ruangan pria itu. Dengan tubuh membelakangi   Brama dan juga Kiara dia  merasa sedikit lebih tenang.

Brama tidak suka berbagi pantry dengan karyawan lain sehingga  di salah satu sudut ruangannya dibuat  bagai mini pantry dengan gelas mesin kopi dan berbagai jenis teh di sana. 

Dengan cepat, Rinjani menyeduhkan dua gelas teh untuk keduanya.  Tangannya bergerak fokus  mengerjakan tugasnya.

“Brama,  sore ini mama bakal ke rumah  orangtua kamu untuk membicarakan tentang pertunangan itu.  Tante sudah ngasih tahu kan?”

“Hmm. Nanti kita berangkat bareng.”

“Itu juga tujuanku datang ke sini. Mama bilang papa kamu minta pertunangan itu diadakan bulan depan, apa nggak terlalu buru-buru?”

“Semakin cepat pertunangan itu diadakan, semakin bagus.” 

Prang!

Tangan Rinjani bergetar mendengar pembicaraan itu, sehingga saat dia mengangkat dua gelas itu tanpa sengaja teh panas itu tumpah mengenai lengannya.

“Aahh!”

Terkejut, Rinjani refleks melepaskan gelas itu, sembari meringis. 

Rinjani dan Kiara langsung menatapnya.

“Hati-hati.”  Kiara menatap dengan pandangan khawatir. “Kamu nggak apa-apa, kan?”

Rinjani menggelengkan kepalanya. “Maaf, saya nggak sengaja.”

“Bereskan itu semua dan segera keluar!”  Dingin suara Brama membuat bahu Rinjani   tersentak terkejut.  

Rinjani menundukkan kepalanya sembari membereskan semua pecahan kaca itu, dengan perasaan campur aduk.   Dia bahkan mengabaikan saat tangannya terkena pecahan kaca itu dan mulai mengeluarkan darah.

Sekarang, dia hanya ingin secepatnya keluar dari sini, tidak ingin lebih lama dipermalukann.

“Brama, nggak usah galak begitu. Dia juga nggak sengaja.”  

Saat itu, hanya satu keinginan Rinjani, dia ingin menghilang dari sana, menjauh dari kemesraan Brama dan Kiara. 

Setelah membereskan semuanya, dia segera keluar dari sana tanpa mengatakan apapun dan langsung pergi ke kamar mandi.

Dia tidak ingin siapapun melihatnya dalam keadaan berantakan seperti ini. Rinjani membilas tangannya di bawah air dalam diam. Bagian telapak tangannya mulai memerah terkena air panas, dan salah satu ujung jarinya masih terluka mengucurkan darah.

Rinjani  kecewa pada dirinya sendiri, miris rasanya dia tidak bisa marah saat kekasihnya bertunangan dengan wanita lain.

Jauh dalam dirinya, Rinjani tahu dia merasa sangat rendah diri terhadap Brama. Di hubungan mereka, dia adalah pihak yang lemah karena posisinya dan juga karena dia lebih cinta.

Dia selalu merasa bagai mimpi saat Brama membalas perasaannya, sehingga dia  tidak berani menentang pria itu.  Semuanya selalu ikut kemauan Brama.

Bahkan saat Brama memutuskan untuk menyembunyikan hubungan mereka dia hanya bisa menerima pasrah.

“Aku tidak ingin hubungan yang rumit, kalau kamu bisa jadi perempuan penurut dan nggak banyak drama,  kita bersama.”  Itu yang dikatakan Brama sebelum mereka memulai semuanya.

Sayangnya, saat itu Rinjani  terlalu naif, dia kira dia akan bisa mencairkan kedinginan hati Brama, dan menjadi sosok spesial di hati pria itu.

Sayangnya, Rinjani harus dikecewakan. Semua sabar dan penantiannya terasa bagai lelucon.

“Waktunya bangun Rinjani,  waktumu bermimpi sudah habis,” gumamnya menepuk wajah lembut, tapi air matanya terus mengalir tanpa bisa dia tahan.

Belum sempat Rinjani berhasil menata perasaannya ponselnya sudah berbunyi nyaring.  Mata Rinjani melembut melihat nama penelepon di layar ponselnya.

“Halo, Bu.”  Dia berusaha terdengar ceria, tidak ingin membuat ibunya khawatir.

“Halo,  Yu kamu sore ini ke sini  bisa?” tanyanya.

Rinjani memejamkan matanya, perih. Apa boleh dia menolak? Bisa,  bu. Nanti sore, Aku ke sana.”

“Yu, kamu baik-baik saja, kan?”  Mendengar nama panggilannya dipanggil dengan nada lembut itu membuat Rinjani tercekat lagi. Air mata kembali mengumpul di pelupuk matanya.

“Iya, Bu. Ayu baik-baik saja, kok.”

“Beneran loh ya? Kalau ada masalah, cerita sama ibu.”

“Nggak kok buk. Nanti sore kita bicara lagi ya, aku harus balik kerja lagi.” Rinjani dengan cepat mengakhiri pembicaraan itu takut dia tidak mampu lagi menahan diri.

Setelah lima belas menit di kamar mandi Rinjani baru merasa dirinya jauh lebih stabil, dia menegakkan tubuhnya dan memasang senyum profesional di wajahnya. 

Meski seharian itu dia tidak bisa fokus dengan pekerjaannya, tapi setidaknya tidak boleh ada yang  melihat kesedihannya.

Rinjani melangkah pelan menuju rumah keluarga Abiyasa. Rumah itu megah, dengan pagar tinggi yang seolah memisahkan dunia mereka dengan dunia luar. Di halaman depan, dia melihat ayahnya sedang asyik mencuci mobil mewah milik keluarga itu. Ayahnya menoleh, tersenyum lebar saat melihat Rinjani mendekat.

"Yu, kamu sudah sampai?" sapa ayahnya, suaranya ramah namun terasa lelah.

"Iya, Yah. Ayah capek? Ayu bantu ya?” Setelah menyalami ayahnya sopan, Rinjani berusaha mengambil kain lap itu dari tangan ayahnya.

“Eh, nggak usah. Nanti baju kamu basah. Ini juga sudah mau selesai. Ayah Cuma bersihkan yang satu ini saja. Kamu  ke belakang sana. Ibuk sudah tunggu.”

Karena ayahnya terus menolak, Rinjani akhirnya tidak lagi bersikeras, setelah berbincang sejenak dengan ayahnya dia langsung bergegas ke belakang.

Dari sana ada pintu belakang yang langsung berhubungan dengan dapur. Di mana ibunya tengah  sibuk masak di sana bersama dengan beberapa orang pembantu lain.

“Rinjani datang? Makin cantik saja, apa kabar?”

Rinjani membalas semua yang menyapanya dengan senyum ramah. Dia juga besar di rumah ini bersama dengan semua   pembantu lain. Jadi hubungannya dengan mereka sudah  sangat dekat.

Rinjani menyalami ibunya, lalu menyingsingkan lengan bajunya hendak membantu ibunya.

“Ini masukkan ke dalam rantang. Nanti bawakan untuk adikmu.”

“Iya, Bu.”

Dengan patuh, dia melakukan perintah ibunya itu. “Ini masaknya banyak banget. Memangnya ada acara nanti?” tanyanya basa-basi.

“Nanti malam,  keluarga calon tunangan Mas Brama datang. Mau membicarakan masalah pertunangan mereka katanya.”

Deg!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Gelora Cinta Pria Arogan   3. Tahu Diri!

    Rinjani menjaga ekspresi wajahnya berusaha tidak terpengaruh tapi hatinya seakan bagai teriris.“Kamu sudah pernah ketemu belum Rin, sama calon tunangannya itu? Katanya penyanyi ya? Aku Cuma pernah lihat di tv. Aslinya bagaimana? Cantik mana?”“Hush, Tini. Nanyanya kok begitu. Nggak sopan. gimana kalau ibuk dengar?” Ibunya khawatir sembari melirik ke arah pintu dapur cemas. Takut-takut nyonya rumah itu mendengar gosip mereka.“Halah! Ibuk masih di sibuk dandan di atas, dia nggak akan sempat melihat ke dapur.”Rinjani memaksakan senyum, dia tidak tahu apakah senyumnya terlihat aneh atau tidak sekarang ini, karena kepalanya benar-benar terasa mumet. Menggosipkan berita pertunangan kekasihnya sendiri, adalah hal terakhir yang dia inginkan sekarang ini.“Rin!” Tiba-tiba ibunya menarik tangannya kuat. Rinjani tersentak kebingungan. Kemudian melihat ibunya dengan wajah melongo. “Kamu kenapa? Nggak fokus? Itu kuahnya sampai tumpah itu ke tangan! Apa nggak panas? Sini-sini, dicuci du

    Last Updated : 2025-02-12
  • Gelora Cinta Pria Arogan   4. Lepaskan aku

    Deg!Rinjani tertegun, mendengar itu.“Siapa yang bilang begitu?”Sepertinya dia salah mengira kalau tunangan Brama adalah gadis lembut dan polos yang ceria.“Heh, aku nggak perlu ada yang bilang. Aku ingatkan kamu, sekarang Brama adalah milikku! Jadi aku harap kamu tahu diri dan jangan jadi perusak di hubungan kami! Tinggalkan Brama!”“Apa itu yang Brama bilang? Aku teman tidurnya?” Rinjani sudah sangat lelah menangis. Setidaknya dia tidak ingin menunjukkan air matanya di depan orang yang dia tahu akan mencemoohnya."Jangan pura-pura polos," potong Kiara cepat. "Aku tahu, perempuan sepertimu maunya apa! Bilang, aku harus bayar berapa supaya kamu meninggalkan Brama?”Mata Rinjani bergetar, tapi ia menegakkan kepalanya. "Jika memang Brama milikmu, kenapa kau harus mengatakan ini padaku? Apa kamu tidak yakin dengan hubungan kalian?"Kiara terdiam sesaat, tapi kemudian tersenyum tipis. "Aku hanya kasihan padamu.”Rinjani mengepalkan tangannya, mencoba menahan emosinya, tetapi Kiara te

    Last Updated : 2025-02-12
  • Gelora Cinta Pria Arogan   5. Ego Brama

    “Rinjani, apa yang sedang kamu lakukan?” tanya Brama, suaranya penuh dengan tekananRinjani tetap diam, terus mengemas barang-barangnya. Brama tidak bisa menahan diri lagi. Ia melangkah mendekat dan menarik lengan Rinjani dengan lembut, memaksanya untuk berhenti dan menatapnya.“Kamu mau kemana” tanya Brama lagi, matanya mencari jawaban di wajah Rinjani.Rinjani akhirnya menoleh, matanya penuh dengan air mata. “Ini bukan tempatku lagi. Aku setidaknya harus tahu diri sebelum kamu sendiri yang menendangku kan?” ujarnya sedih.Brama mengangkat sebelah alisnya mendengar jawaban wanita itu. “Rinjani, aku nggak suka mengulangi perkataanku!”Rinjani menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan emosinya yang sudah meluap. “Brama, kamu sudah bertunangan dengan Kiara. Apa aku harus tetap menjadi simpananmu?" Suara gadis itu begitu lirih dan lemah.Brama menghela napas panjang. “Aku nggak punya waktu untuk semua drama ini! Kamu nggak akan kemana-mana, berhenti bertingkah.”Brama menghela napas

    Last Updated : 2025-02-12
  • Gelora Cinta Pria Arogan   6. Terserah!

    Rinjani tidak mengantuk sama sekali, tapi matanya terasa sangat sakit karena terus menangis. Dia memejamkan matanya rapat, sangat lelah dengan semua yang terjadi hari ini, dan tidak ingin memikirkan apapun lagi.Apapun yang terjadi besok, saat ini Rinjani tidak ingin ambil pusing lagi.Keesokan paginya saat Rinjani terbangun, dia tidak menemukan Brama lagi di apartemen itu. Dia tidak tahu apakah Brama tidur di apartemen tadi malam atau memilih untuk keluar.Tetapi, untuk sesaat Rinjani bisa menghembuskan napas lega, sekarang jujur saja dia tidak ingin bertemu dengan Brama.Karena hari masih pagi, dia tidak langsung bangkit dari tempat tidur dan memilih membuka ponselnya. Dia mengabaikan semua pesan masuk dan memilih membuka sosial media dulu.Hal pertama yang dia buka adalah berita yang sedang trending saat itu. ‘Kiarainlove’ ‘Diva indonesia jatuh cinta’ ‘Hari patah hati nasional’Tadinya dia ingin menghindar dari masalah ini, sayangnya status Kiara sebagai penyanyi ternama negar

    Last Updated : 2025-02-12
  • Gelora Cinta Pria Arogan   7. Hanya Main-Main

    “Aku nggak tahu lagi!” Rinjani mengeluh menahan rasa frustrasinya. Rasanya dia ingin berteriak sekarang. “Kamu tahu posisiku. Bagaimana aku bisa melawan dia? Di satu sisi dia adalah atasanku, orangtuaku kerja di rumahnya.”“Tapi, kalau kalian pacaran sejak awal harusnya kalian setara. Di hubungan kalian kamu itu Cuma pacar, bukan sekretaris, bukan anak pembantu atau apapun itu!” “Brama nggak pernah bilang kalau kami pacaran. Itu semua Cuma harapan kosong aku saja.” Celia menghela napas panjang. “Nggak capek, Rin kaya begitu terus? Kamu juga berhak marah. Ini semua nggak adil untukmu.”Rinjani hanya bisa menatap Celia lemah. “Aku nggak tahu Cel. Sekarang aku Cuma mau mengakhiri hubungan ini secepatnya sebelum orangtuaku tahu.” Sudah cukup dia keras kepala berusaha melunakkan batu keras seperti Brama. Sayangnya mundur tidak semudah itu.“Kamu yang lebih kenal Brama. Apa kamu nggak tahu bagaimana caranya supaya dia mau mundur? Selama ini sama dia kamu nggak tahu kelemahannya?”Ri

    Last Updated : 2025-02-24
  • Gelora Cinta Pria Arogan   8.Pemberontakan Rinjani

    Rasa malu yang sangat besar menyeruak dalam diri Rinjani. Apa yang dia lakukan dengan Brama memang bukan hal yang membanggakan. Tanpa ikatan dia tinggal serumah dengan laki-laki. Selain orangtuanya, orangtua Brama adalah orang berikutnya yang dia takuti akan tahu tentang ini. Mendengar sendiri kalau dia adalah simpanan dan ayah Brama itu tidak akan pernah mengizinkannya menjadi istri Brama membuatnya merasa sangat murahan.Selama ini, semua usaha dan cintanya dipandang sangat rendah oleh pria yang mengisi hatinya itu.“Kamu anak kebanggaan papa. Masa depan perusahaan ini ada di tanganmu. Sesekali mengurangi stres dengan perempuan, papa nggak akan melarang, tapi ingat tanggung jawabmu jangan sampai terabaikan!”“Aku tahu.”“Hidup ini seperti main catur, jangan ragu untuk memanfaatkan segala bidak yang kamu punya untuk mencapai tujuan.” “....”Rinjani yang mendengarkan semua itu di luar, mengepalkan tangannya kuat. Harga dirinya sungguh tidak ada artinya di mata ayah dan a

    Last Updated : 2025-02-26
  • Gelora Cinta Pria Arogan   9. Amarah Rinjani

    “Ssh!” Brama menjauhkan bibirnya dari Rinjani sembari meringis kesakitan. Keningnya berkerut menatap wanita itu kesal. Rinjani tidak ingin kalah dia membalas tatapan itu tanpa takut. Dia tidak ingin terus-menerus diam saat Brama memperlakukannya seenaknya.Brama mencengkram kedua sisi pipi Rinjani dengan sebelah tangannya. “Kamu berani sekarang?”Pertanyaan itu membuat kemarahan dalam diri Rinjani semakin membara. “Kenapa aku harus takut? Kamu tahu yang kamu lakukan ini pelecehan!”Brama tersenyum tipis. “Pelecehan?” Dia mengusap bibirnya yang mengeluarkan darah. “Aku bahkan sudah pernah melakukan lebih dari ini, kenapa baru sekarang jadi masalah?”Air mata berjatuhan dari pipi Rinjani. “Selama ini aku terlalu bodoh! Dibutakan cinta sampai rela melakukan apa saja, tapi sekarang aku Cuma mau kita berpisah, Bram.”“Hahh!” Brama menatap Rinjani dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada kelembutan yang Rinjani tidak bisa mengerti di sana. “Sedari awal kita bersama, kamu tahu hubun

    Last Updated : 2025-02-27
  • Gelora Cinta Pria Arogan   10. Terpisah Gerbang

    Meski kebingungan, Rinjani memaksakan tubuh lelahnya untuk beranjak ke kamar mandi. Dengan sangat cepat dia mandi dan bersiap-siap.Begitu dia keluar dari kamar mandi, Brama sama sekali tidak memberikannya kesempatan untuk memulas wajahnya dan langsung menariknya pergi.Tergopoh-gopoh Rinjani mengambil tas dan ponselnya lalu berlari menyusul Brama. Mereka menaiki mobil Brama lalu meninggalkan apartemen itu.Kening Brama berkerut dalam, tangannya terkepal memegang kemudi mobil itu kuat hingga urat yang ada di tangannya bertonjolan.“Apa yang terjadi?” tanya Rinjani pelan.“Ada yang mengambil foto kita semalam, sekarang wartawan mengelilingi Kiara untuk mempertanyakan masalah itu.”Rinjani tertegun, dan buru-buru melihat ponselnya sendiri. Dia membuka media sosial, dan hatinya langsung berdebar kencang. Foto dirinya bersama Brama ada di mana-mana, dan komentar-komentar pedas mulai memenuhi kolom komentar.‘Kiara pasti hancur melihat ini!’‘Baru kali ini kasih tahu publik tentang paca

    Last Updated : 2025-02-28

Latest chapter

  • Gelora Cinta Pria Arogan   78. Masa Lalu Belum Selesai

    Brama menatap keluar jendela. Di seberang jalan, sebuah keluarga muda berjalan sambil tertawa—ayah, ibu, dan anak kecil di antaranya."Aku baik-baik saja," bohongnya, menyesap kopi yang sudah dingin.Ibu Brama meraih tangannya. Untuk pertama kalinya sejak kecil, Brama merasakan sentuhan hangat ibunya tanpa jarak.“Mama selalu menganggap Rinjani gadis yang baik. Hanya saja, karena latar belakangnya mama tidak pernah membayangkan kalau kalian akan bersama.”Jauh di dalam dirinya sudah sangat tertanama kalau pernikahan itu harus setara secara ekonomi.Dia sangat bangga pada Brama dan berharap anaknya itu mendapatkan yang terbaik. Tentu saja, seorang anak pembantu tidak akan pernah masuk radarnya.Karenanya saat pertama kali dia tahu, wanita itu merasa dikhianati. Dikhianati oleh pembantu yang sudah begitu lama bekerja dengannya, dikhianati oleh anaknya sendiri.Tetapi sekarang, dia mempertanyakan kembali, apa sepenting itu.“Dia gadis yang baik, dia pantas mendapatkan yang terbaik.”“Apa

  • Gelora Cinta Pria Arogan   78. Kesadaran Terlambat

    Ayah Brama diam lama. “Apa kamu benar-benar nggak akan membantu papa?”Brama menggelengkan kepalanya. “Baiklah kalau begitu. Biar papa pikirkan sebentar.”Wajah pria paruh baya itu terlihat keruh. Dia sulit menerima kenyataan yang ada di depan mata.Siapa yang tidak punya simpanan dan selingkuhan di sekitar mereka? Kenapa hanya dia yang diceraikan istrinya? Laki-laki itu benar-benar merasa kehilangan muka.Ini semua karena perempuan itu yang terusDia langsung menelepon Ratri, ibu Kevin itu. Suara ayahnya melengking, tidak seperti biasanya. "Kenapa kamu mengirim semua foto-foto itu ke istriku!!”Brama menggosok pelipisnya. Dia bisa mendengar suara cempreng ibu Kevin dari speaker telepon—suara yang dibuat-buat polos, tapi terlalu bernada kemenangan."Aku tidak mengerti, Sayang. Maksud kamu apa?”“Jangan pura-pura bodoh! Karenamu, istriku tahu tentang kehamilan itu dan mau menceraikanku?!”“Cerai? Bagus dong? Bukankah ini yang kita tunggu? Sekarang kita bisa menikah dan anak kita ngga

  • Gelora Cinta Pria Arogan   77. Punya Malu

    “Aku tidak akan menandatangani surat cerai itu! Kita sudah terlalu tua untuk berpisah! Jangan jadi seperti anak-anak lah!"Brama menyenderkan tubuhnya ke jendela, menyeruput kopi dinginnya dengan tenang yang sengaja dibuat-buat. "Kalau Papa sadar sudah tua," ujarnya, mata menyipit menatap ayahnya, "Kenapa papa masih nggak bisa mengontrol kelamin!" Wajah ayahnya memerah. "Anak kurang ajar! Apa begini caramu bicara ke papa sekarang? Sudah merasa berkuasa setelah punya saham? Merasa paling hebat sekarang?”Setelah perusahaan stabil, dan menyadari kalau Brama memegang saham dalam jumlah sangat besar, ayah Brama memikirkan semuanya dan menyadari kalau semua itu adalah bagian dari rencana Brama.Dia tidak menyangka di luar pengawasannya ternyata Brama memiliki jauh lebih banyak uang dari yang dia bayangkan."Sudah cukup." Ibu Brama berdiri, suaranya seperti pisau es. Tangannya meraih tas kulit di sampingnya, mengeluarkan amplop cokelat tebal. "Aku sudah terlalu jijik hidup denganmu."“

  • Gelora Cinta Pria Arogan   76. Cerai!

    Lampu kamar temaram, menciptakan bayangan yang bergerak lambat di dinding. Kiara melingkarkan lengan di leher Brama, jari-jarinya bermain dengan rambut pendek di tengkuknya. Napasnya hangat di telinga Brama, beraroma anggur mahal dan parfum yang menggoda.Tangan Kiara merayap ke bawah, membuka kancing pertama kemeja Brama. Jantungnya berdebar kencang—kemenangan sudah di depan mata.Tapi tubuh Brama kaku. Begitu jemari Kiara menyentuh kulit dadanya, gambaran Rinjani melintas di pikirannya. Ini bukan Rinjani! Aromanya salah! Bentuk tubuhnya salah! Bahasa tubuhnya salah!Brama menangkap pergelangan Kiara dengan kasar, mendorongnya menjauh. Napasnya tersengal, seperti orang yang baru tersadar dari mimpi buruk.Kiara tersentak terkejut. “Kenapa?!” Brama tidak menjawab. Dia bangkit dari tempat tidur, merapikan kemejanya dengan gerakan kasar."Ini sudah larut," katanya, mengambil jaket dari kursi. "Sebaiknya kita pulang."Kiara tidak berusaha menahannya. Dia duduk di tepi tempat tidur, m

  • Gelora Cinta Pria Arogan   74. Kesempatan untuk Kiara

    ***Andre masuk ke ruang kerja Brama dan langsung mengenyitkan hidungnya. Tirai jendela tertutup rapat, mengurung asap rokok yang menggantung di udara. Tumpukan dokumen berserakan di atas meja, beberapa halaman tercecer di lantai, diinjak oleh sepatu mahal yang tak pernah lagi diseka ke lusuhnya.Brama mengetik dengan kecepatan gila, jari-jarinya menari di atas keyboard seperti orang kesurupan. Layar komputernya memancarkan cahaya biru yang menyayat mata, memantulkan bayangan wajahnya yang semakin tajam—pipinya cekung, mata berkantung hitam, rambut acak-acakan."Kamu nggak tidur semalaman lagi?” Andre membuka pintu yang menghubungkan ke balkon luar untuk mengeluarkan semua asap rokok itu. “Ini sudah pagi, Bram.”"Aku tahu jam berapa sekarang," Brama menjawab tanpa menoleh, suaranya serak.Andre masuk, menginjak dokumen yang tergeletak di lantai. "Om menelepon lagi. Dia marah—" "Biarkan dia marah." Brama menyela, menekan tombol save dengan keras. “Kalau bisa marah berarti dia masih s

  • Gelora Cinta Pria Arogan   73. Keluar Abiyasa

    Rinjani terdiam. Dia masih merasa berat menerima uang itu karena itu bukan haknya. “Jangan membuatku merasa bersalah. Aku tidak membantu kamu apapun kalau kamu bahkan menolak ini.”Jagat berjanji ini adalah kerja sama, tapi dengan apa yang terjadi dia merasa tanggung jawab yang harus dipikul Rinjani jauh lebih berat.“Kamu bisa menggunakan uang ini untuk membayar biaya penalty itu, daripada kamu terus-terusan nggak nyaman di kantor itu.”Jagat menawarkan.Rinjani terdiam. “Sayang uangnya,” gumamnya. Apalagi ini bukan uang yang dia hasilkan. Kalau dipakai begitu saja dia akan merasa sangat berhutang.“Kita sekarang adalah suami istri, uangku adalah uang kamu. Kalaupun kamu memakai uang itu, itu nggak akan mengganggu keuangan keluarga kita.”“Bukan itu masalahnya.”“Aku bisa menunjukkan semua uang yang aku punya beserta aset dan investasi supaya kamu tenang.”Jagat benar-benar mencoba terbuka pada Rinjani. Namun, Rinjani buru-buru menolak.“Sekarang, ini aku simpan, nanti akan aku

  • Gelora Cinta Pria Arogan   72. Hak Rinjani

    Jagat tersenyum ringan. “It’s okay. Aku sudah tahu ceritanya kok. Kamu juga tahu pernikahanku dengan Rinjani seperti apa. Aku bisa mengerti hal seperti itu.”Celia menghembuskan napas lega melihat reaksi Jagat yang cukup santai."Dengar baik-baik," Celia menunjuk Jagat dengan garpu. "Perlakukan Rinjani dengan baik! Kalau kamu sakiti Rinjani, aku akan—""Celia!" Rinjani memotong.“Nggak papa.” Jagat menenangkan Rinjani. “Aku tahu, aku pasti akan memperlakukan dia dengan baik. Kamu tenang saja.”Celia mengacungkan jari jempolnya ke arah Jagat. “Aku harap kamu tepati janji itu.”Jagat tertawa, ketegangan sedikit mencair. Suasana makan malam itu menjadi menyenangkan karena Jagat juga pandai membawa suasana.Selesai makan malam, Jagat permisi ke kamar mandi meninggalkan Celia bersama Rinjani di sana.“Not bad,” gumam Celia tiba-tiba.“Apanya?” Rinjani menyuapkan tiramisu ke mulutnya dengan wajah bingung.“Jagat.” Celia menjelaskan. “Dia jauh lebih supel daripada Brama, dan yang terpent

  • Gelora Cinta Pria Arogan   71. Mempertontonkan Kemesraan

    Dunia seakan berhenti berputar saat itu untuk Brama. “A-apa?”Dia meragukan pendengarannya sendiri.“Aku sudah menikah," ulang Rinjani lagi lebih tegas.“Nggak! Kamu bohong!”Rinjani menggelengkan kepalanya. “Aku serius. Aku sudah menikah dengan Jagat.”"Kapan?" suara Brama serak.Rinjani tidak segera menjawab. Dia mengambil jaketnya dari kursi, bersiap pergi. Di ambang pintu, dia berhenti."Beberapa minggu lalu, aku harap kamu bisa berbahagia untuk aku.”Pintu tertutup pelan.Brama tetap berdiri di tengah kamar, tangan menggenggam erat bingkai tempat tidur hingga buku-buku jarinya memutih.Berbahagia katanya? Bagaimana dia harus berbahagia mendengar semua itu? Bohong! Rinjani pasti bohong! Dia tidak percaya ini! Rinjani sama sekali tidak ada mengambil izin apapun beberapa saat ke belakang.Kapan dia punya waktu untuk menikah?Brama mencari semua alasan kalau Rinjani hanya berbohong, tapi tangannya gemetar saat itu.Ekspresi wajah Rinjani tadi terbayang-bayang di depan wajahnya d

  • Gelora Cinta Pria Arogan   71. Rinjani Tahu Semua

    Layar komputer Brama memancarkan cahaya biru yang menerpa wajah pria itu. Tangannya mengetik cepat, sementara di sebelahnya, tumpukan laporan keuangan dan dokumen analisis pasar berserakan. Di sudut meja, secangkir kopi yang sudah dingin tak tersentuh.Wajah Brama sedikit pucat dan perutnya mulai terasa perih tapi dia menolak untuk berhenti.“Bram, kamu mending istirahat dulu. Wajahnya sudah betul-betul pucat.” Andre mengingatkan.“Sedikit lagi ini semua selesai. Aku tidak bisa berhenti sekarang.”Andre menggaruk alisnya kehabisan akal. Semenjak kejadian itu Brama benar-benar bekerja keras untuk mengembalikan kembali stabilitas perusahaan. Saking fokusnya bahkan makanan yang dibeli tadi siang belum sempat di makan Brama hingga sekarang.“Kalau begitu aku akan membeli makanan untukmu. Makanan yang di atas meja itu sudah dingin. Setelah pemberitaan saham miliknya ditambah dukungan keluarga Kiara, dan dibantu dengan laporan keuangan yang positif membuat kondisi saham perlahan mula

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status