Share

3. Tahu Diri!

Penulis: Neza Visna
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-12 20:00:50

Rinjani menjaga ekspresi wajahnya berusaha tidak terpengaruh tapi hatinya seakan bagai teriris.

“Kamu sudah pernah ketemu belum Rin, sama  calon tunangannya itu? Katanya penyanyi ya? Aku  Cuma pernah lihat di tv. Aslinya bagaimana? Cantik mana?”

“Hush, Tini. Nanyanya kok begitu. Nggak sopan. gimana kalau ibuk dengar?” Ibunya khawatir sembari melirik ke arah pintu dapur cemas. Takut-takut nyonya rumah itu mendengar gosip mereka.

“Halah! Ibuk masih di  sibuk dandan di atas, dia nggak akan sempat melihat ke dapur.”

Rinjani memaksakan senyum, dia tidak tahu apakah senyumnya terlihat aneh atau tidak sekarang ini, karena kepalanya benar-benar terasa mumet.   

Menggosipkan berita pertunangan kekasihnya sendiri, adalah hal terakhir yang dia inginkan sekarang ini.

“Rin!”  

Tiba-tiba ibunya menarik tangannya kuat. Rinjani tersentak kebingungan. Kemudian melihat ibunya dengan wajah melongo. 

“Kamu kenapa? Nggak fokus? Itu kuahnya sampai tumpah itu ke tangan! Apa nggak panas? Sini-sini, dicuci dulu, biar tangannya nggak melepuh.”

Bagai kerbau dicucuk hidungnya, Rinjani ikut saja saat ibunya membawanya ke wastafel dan meletakkan tangannya di bawah air mengalir.

Ternyata, dia terlalu terlena dengan khayalannya sendiri sehingga tidak menyadari kalau sup panas itu sudah mengenai tangannya. Lagi dan lagi tangannya terkena  cairan panas.

Rinjani merasa hari ini adalah hari sialnya. Tanpa bisa dia tahan air matanya mengalir deras.

“Astaga, sakit ya Rin. Sebentar, aku ambil salep dulu ke kamar.” Seorang dari mereka sigap mengambil salep dari kotak obat.

“Kalian lanjut dulu  masaknya, biar aku yang urus Rinjani.” Tegas ibunya berkata. Yang lain juga hanya mengangguk sembari menatap mereka khawatir.

Rinjani hanya bisa menundukkan kepalanya menyembunyikan tangis di wajahnya.

Ibunya membawanya ke satu bangunan lain yang tidak jauh dari tempat itu. Di bangunan ini semua pembantu yang bekerja di keluarga itu tinggal.

Ini juga adalah rumah tempat Rinjani di besarkan. Ibunya membawa Rinjani duduk. Sembari mengoleskan salep itu dengan wajah serius.

“Yu, kamu ada  masalah?” tanya ibunya lembut.

“Nggak kok, Bu. Aku  cuma kecapekan,” dustanya.

Wanita paruh baya itu menarik napas panjang. “Rin,  ibu sudah kerja begitu lama di keluarga ini. Kita punya hutang budi sangat besar untuk keluarga ini. Ibu nggak mau mengecewakan orang rumah ini, siapapun itu.”

Rinjani terdiam mendengar itu.

“Maaf, kalau ibu dan ayah nggak bisa kasih kehidupan yang bagus untukmu dan adikmu. Sehingga kamu Cuma bisa dibesarkan sebagai anak supir dan pembantu.”

Rinjani menggelengkan kepalanya kuat. “Buk, ibuk kok ngomongnya gitu?” Suaranya bergetar. 

“Ibu tahu kamu suka sama Den Brama, tapi kamu juga tahu itu mustahil. Cepat atau lambat, Den Brama akan menikah juga.”

Rinjani menundukkan kepalanya, rasanya dia  bagai ditelanjangi saat itu. Seakan seluruh isi hati dan rasa mindernya dibongkar habis-habisan.

“Dan perempuan itu nggak mungkin kamu. Kamu juga sadar, itu kan?”

Kepala Rinjani semakin menunduk malu. Perasaannya pada Brama, bukan rahasia lagi di depan ibunya. Namun, bahkan sampai sekarang ibunya masih menganggap kalau itu hanya perasaan yang bertepuk sebelah tangan.

“Ayu tahu, Bu. Ayu sadar diri, nggak akan pernah berani berpikir macam-macam tenang saja.” Sejak ibunya menyadari perasaannya pada Brama, dia sudah selalu diingatkan untuk tahu diri, tahu diri dan tahu diri. Sampai dia jenuh mendengarnya.

Tetapi, baru sekarang Rinjani menyesali, kenapa dia tidak mendengarkan ibunya sedari dulu? Sekarang, hatinya hancur, hubungan mustahil itu akhirnya sampai pada akhirnya. Siapa yang bisa dia salahkan?

Ibunya sudah hendak membuka mulut menasehati anaknya itu lagi tapi kemudian dia menghela napas panjang  dan memeluk Rinjani.

Dia mengusap punggung anak gadisnya itu lembut. Rinjani tidak bisa lagi menahan diri dan meluapkan semua tangisnya di sana.  Hingga tinggal isak tangis yang tersisa dan suaranya parau.

“Maafin aku, Bu. Maaf, maaf.” Dia hanya bisa bergumam sesegukan.  Sementara ibunya terus mengangguk sembari mengusap rambut dan punggungnya lembut.

Setelah beberapa saat, Rinjani akhirnya merasa lelah. Matanya sudah sakit dan bahkan tidak bisa lagi mengucurkan air mata.

“Bu, apa ibu masih nggak berminat keluar dari kerjaan ibu sekarang?” tanyanya serak.

“Sekarang, aku dan adek bisa kok membiayai ibu dan bapak. Tabungan kalian juga sudah cukup untuk buka usaha kecil-kecilan. Kita nggak perlu lagi kerja di sini.”

Ibunya mendorong  Rinjani menjauh dari pelukannya dan menatap lekat mata anaknya itu. “Yu, sebagai manusia, kita itu harus tahu balas budi. Keluarga ini mau mempekerjakan ibu dan bapak yang nggak punya pendidikan, dan bahkan kasih anak-anak ibu beasiswa untuk sekolah tinggi. Selamanya ibu dan bapak nggak akan bisa balas budi baik keluarga ini.”

Rinjani tersenyum getir. Dia tahu, ibunya masih merasa berhutang budi pada keluarga Abiyasa.  Budi baik yang juga membuat kepalanya terasa berat saat menatap Brama.

Hutang budi yang membuatnya selalu merasa inferior dan tidak berani membantah Brama.   Yang akhirnya berakibat pada dinamika hubungan mereka yang terasa sangatt timpang.

Dia bahkan tidak yakin apakah mereka bisa disebut sebagai pasangan kekasih. Pernyataan cinta, perlakuan romantis, sikap manis, hal-hal semacam itu tidak pernah ada di  hubungan mereka. 

“Ayu tahu, Bu.”

Gagal lagi membujuk ibunya, Rinjani akhirnya pergi meninggalkan rumah itu dengan membawa rantang di tangannya.  Gadis itu mempercepat langkahnya tidak ingin bertemu dengan  Brama.

Sayangnya, hari ini keberuntungan sama sekali tidak di pihak gadis itu. Semesta seakan bekerja sama untuk  melukainya.

“Eh, Kamu juga di sini.”

Suara merdu yang sama sekali tidak ingin dia dengar   menyapa telinganya kasar. Rinjani tidak ingin menanggapi tapi menghindar juga hanya akan membuatnya terkesan semakin tidak sopan.

Rinjani menoleh dan tersenyum ke arah Kiara yang baru saja keluar dari mobil dengan Brama.

“Hei, kamu sekretaris Brama, kan? Kok di sini?”

Kiara bertanya  dengan nada polos.

“Orangtuaku juga kerja di sini, jadi aku menemui mereka.” Rinjani menjawab dengan sopan. Meski pandangannya terus menatap lantai.

“Oh iya? Aku kok nggak tahu? Brama kamu nggak cerita. Tahu begitu kan tadi kita bisa pulang bareng.”

Brama berdiri tegap tidak tahu dari mereka dengan sebelah tangan dimasukkan ke kantong.

“Kamu sendiri tadi yang bilang mau beli cake dulu.”

“Oh iya.” Kiara menjulurkan lidahnya jenaka mendengar itu.  

Rinjani tidak ingin melihat kemesraan dua orang itu lebih lama lagi. “Kalau begitu saya permisi dulu, Pak? Buk?” 

“Apa sih, kamu manggil aku ibuk segala. Apa wajahku setua itu? Yang bos kamu kan Brama bukan aku, panggil saja aku Kiara.”        

Kiara menggandeng tangan Rinjani akrab, seakan mereka sudah lama kenal. “Kamu nggak buru-buru kan? Bagaimana kalau temani aku dulu di sini? Ini kali pertama aku ke rumah Brama. Rasanya gugup banget. Bagaimana kalau om dan tante nggak suka sama aku?”

Tangan lembut mungil itu terasa bagai borgol di tangan Rinjani, betapa ingin dia menepis tangan itu kasar.  

Brama tampak tida  setuju, tapi Kiara hanya tersenyum dan menarik tangan Rinjani masuk ke dalam. Rinjani pun terpaksa melangkah masuk ke rumah itu.

Di belakangnya, Brama hanya bisa mengikuti mereka pasrah. “Pertunangan kita diatur oleh mama dan ibumu, jadi mama nggak mungkin nggak suka padamu.”

Mendengar itu, Kiara hanya menoleh sekilas ke belakang lalu tersenyum tipis. “Biarin saja, aku Cuma mau ada temannya saja. Namanya pertemuan pertama gugup itu kan wajar.” 

Rinjani hanya bisa diam, menelan kenyataan pahit itu seorang diri. Pandangannya berkali-kali bertemu dengan mata Brama, tapi pria itu tidak berkata apa-apa. Seolah-olah yang terjadi di antara mereka dulu tidak pernah ada.

“Terserahmu saja. Aku ganti baju dulu ke atas.”

Ketika Brama pergi ke kamarnya untuk mengganti pakaian, atmosfer di ruangan berubah drastis. Kiara, yang sebelumnya tampak hangat dan bersahabat, kini menatap Rinjani dengan dingin. Bibirnya melengkung sinis.

“Aku tahu, kamu teman tidur Brama.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Gelora Cinta Pria Arogan   4. Lepaskan aku

    Deg!Rinjani tertegun, mendengar itu.“Siapa yang bilang begitu?”Sepertinya dia salah mengira kalau tunangan Brama adalah gadis lembut dan polos yang ceria.“Heh, aku nggak perlu ada yang bilang. Aku ingatkan kamu, sekarang Brama adalah milikku! Jadi aku harap kamu tahu diri dan jangan jadi perusak di hubungan kami! Tinggalkan Brama!”“Apa itu yang Brama bilang? Aku teman tidurnya?” Rinjani sudah sangat lelah menangis. Setidaknya dia tidak ingin menunjukkan air matanya di depan orang yang dia tahu akan mencemoohnya."Jangan pura-pura polos," potong Kiara cepat. "Aku tahu, perempuan sepertimu maunya apa! Bilang, aku harus bayar berapa supaya kamu meninggalkan Brama?”Mata Rinjani bergetar, tapi ia menegakkan kepalanya. "Jika memang Brama milikmu, kenapa kau harus mengatakan ini padaku? Apa kamu tidak yakin dengan hubungan kalian?"Kiara terdiam sesaat, tapi kemudian tersenyum tipis. "Aku hanya kasihan padamu.”Rinjani mengepalkan tangannya, mencoba menahan emosinya, tetapi Kiara te

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12
  • Gelora Cinta Pria Arogan   5. Ego Brama

    “Rinjani, apa yang sedang kamu lakukan?” tanya Brama, suaranya penuh dengan tekananRinjani tetap diam, terus mengemas barang-barangnya. Brama tidak bisa menahan diri lagi. Ia melangkah mendekat dan menarik lengan Rinjani dengan lembut, memaksanya untuk berhenti dan menatapnya.“Kamu mau kemana” tanya Brama lagi, matanya mencari jawaban di wajah Rinjani.Rinjani akhirnya menoleh, matanya penuh dengan air mata. “Ini bukan tempatku lagi. Aku setidaknya harus tahu diri sebelum kamu sendiri yang menendangku kan?” ujarnya sedih.Brama mengangkat sebelah alisnya mendengar jawaban wanita itu. “Rinjani, aku nggak suka mengulangi perkataanku!”Rinjani menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan emosinya yang sudah meluap. “Brama, kamu sudah bertunangan dengan Kiara. Apa aku harus tetap menjadi simpananmu?" Suara gadis itu begitu lirih dan lemah.Brama menghela napas panjang. “Aku nggak punya waktu untuk semua drama ini! Kamu nggak akan kemana-mana, berhenti bertingkah.”Brama menghela napas

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12
  • Gelora Cinta Pria Arogan   6. Terserah!

    Rinjani tidak mengantuk sama sekali, tapi matanya terasa sangat sakit karena terus menangis. Dia memejamkan matanya rapat, sangat lelah dengan semua yang terjadi hari ini, dan tidak ingin memikirkan apapun lagi.Apapun yang terjadi besok, saat ini Rinjani tidak ingin ambil pusing lagi.Keesokan paginya saat Rinjani terbangun, dia tidak menemukan Brama lagi di apartemen itu. Dia tidak tahu apakah Brama tidur di apartemen tadi malam atau memilih untuk keluar.Tetapi, untuk sesaat Rinjani bisa menghembuskan napas lega, sekarang jujur saja dia tidak ingin bertemu dengan Brama.Karena hari masih pagi, dia tidak langsung bangkit dari tempat tidur dan memilih membuka ponselnya. Dia mengabaikan semua pesan masuk dan memilih membuka sosial media dulu.Hal pertama yang dia buka adalah berita yang sedang trending saat itu. ‘Kiarainlove’ ‘Diva indonesia jatuh cinta’ ‘Hari patah hati nasional’Tadinya dia ingin menghindar dari masalah ini, sayangnya status Kiara sebagai penyanyi ternama negar

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12
  • Gelora Cinta Pria Arogan   7. Hanya Main-Main

    “Aku nggak tahu lagi!” Rinjani mengeluh menahan rasa frustrasinya. Rasanya dia ingin berteriak sekarang. “Kamu tahu posisiku. Bagaimana aku bisa melawan dia? Di satu sisi dia adalah atasanku, orangtuaku kerja di rumahnya.”“Tapi, kalau kalian pacaran sejak awal harusnya kalian setara. Di hubungan kalian kamu itu Cuma pacar, bukan sekretaris, bukan anak pembantu atau apapun itu!” “Brama nggak pernah bilang kalau kami pacaran. Itu semua Cuma harapan kosong aku saja.” Celia menghela napas panjang. “Nggak capek, Rin kaya begitu terus? Kamu juga berhak marah. Ini semua nggak adil untukmu.”Rinjani hanya bisa menatap Celia lemah. “Aku nggak tahu Cel. Sekarang aku Cuma mau mengakhiri hubungan ini secepatnya sebelum orangtuaku tahu.” Sudah cukup dia keras kepala berusaha melunakkan batu keras seperti Brama. Sayangnya mundur tidak semudah itu.“Kamu yang lebih kenal Brama. Apa kamu nggak tahu bagaimana caranya supaya dia mau mundur? Selama ini sama dia kamu nggak tahu kelemahannya?”Ri

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-24
  • Gelora Cinta Pria Arogan   8.Pemberontakan Rinjani

    Rasa malu yang sangat besar menyeruak dalam diri Rinjani. Apa yang dia lakukan dengan Brama memang bukan hal yang membanggakan. Tanpa ikatan dia tinggal serumah dengan laki-laki. Selain orangtuanya, orangtua Brama adalah orang berikutnya yang dia takuti akan tahu tentang ini. Mendengar sendiri kalau dia adalah simpanan dan ayah Brama itu tidak akan pernah mengizinkannya menjadi istri Brama membuatnya merasa sangat murahan.Selama ini, semua usaha dan cintanya dipandang sangat rendah oleh pria yang mengisi hatinya itu.“Kamu anak kebanggaan papa. Masa depan perusahaan ini ada di tanganmu. Sesekali mengurangi stres dengan perempuan, papa nggak akan melarang, tapi ingat tanggung jawabmu jangan sampai terabaikan!”“Aku tahu.”“Hidup ini seperti main catur, jangan ragu untuk memanfaatkan segala bidak yang kamu punya untuk mencapai tujuan.” “....”Rinjani yang mendengarkan semua itu di luar, mengepalkan tangannya kuat. Harga dirinya sungguh tidak ada artinya di mata ayah dan a

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-26
  • Gelora Cinta Pria Arogan   9. Amarah Rinjani

    “Ssh!” Brama menjauhkan bibirnya dari Rinjani sembari meringis kesakitan. Keningnya berkerut menatap wanita itu kesal. Rinjani tidak ingin kalah dia membalas tatapan itu tanpa takut. Dia tidak ingin terus-menerus diam saat Brama memperlakukannya seenaknya.Brama mencengkram kedua sisi pipi Rinjani dengan sebelah tangannya. “Kamu berani sekarang?”Pertanyaan itu membuat kemarahan dalam diri Rinjani semakin membara. “Kenapa aku harus takut? Kamu tahu yang kamu lakukan ini pelecehan!”Brama tersenyum tipis. “Pelecehan?” Dia mengusap bibirnya yang mengeluarkan darah. “Aku bahkan sudah pernah melakukan lebih dari ini, kenapa baru sekarang jadi masalah?”Air mata berjatuhan dari pipi Rinjani. “Selama ini aku terlalu bodoh! Dibutakan cinta sampai rela melakukan apa saja, tapi sekarang aku Cuma mau kita berpisah, Bram.”“Hahh!” Brama menatap Rinjani dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada kelembutan yang Rinjani tidak bisa mengerti di sana. “Sedari awal kita bersama, kamu tahu hubun

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27
  • Gelora Cinta Pria Arogan   10. Terpisah Gerbang

    Meski kebingungan, Rinjani memaksakan tubuh lelahnya untuk beranjak ke kamar mandi. Dengan sangat cepat dia mandi dan bersiap-siap.Begitu dia keluar dari kamar mandi, Brama sama sekali tidak memberikannya kesempatan untuk memulas wajahnya dan langsung menariknya pergi.Tergopoh-gopoh Rinjani mengambil tas dan ponselnya lalu berlari menyusul Brama. Mereka menaiki mobil Brama lalu meninggalkan apartemen itu.Kening Brama berkerut dalam, tangannya terkepal memegang kemudi mobil itu kuat hingga urat yang ada di tangannya bertonjolan.“Apa yang terjadi?” tanya Rinjani pelan.“Ada yang mengambil foto kita semalam, sekarang wartawan mengelilingi Kiara untuk mempertanyakan masalah itu.”Rinjani tertegun, dan buru-buru melihat ponselnya sendiri. Dia membuka media sosial, dan hatinya langsung berdebar kencang. Foto dirinya bersama Brama ada di mana-mana, dan komentar-komentar pedas mulai memenuhi kolom komentar.‘Kiara pasti hancur melihat ini!’‘Baru kali ini kasih tahu publik tentang paca

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-28
  • Gelora Cinta Pria Arogan   Tameng Pelindung

    Suara nyaring Rinjani membuat suasana akhirnya semakin terkontrol. Sisa wawancara dadakan itu berlangsung dengan cukup kondusif.Tidak berapa lama, manajer beserta tim Kiara datang membantu mereka. Dengan kedatangan manajernya Kiara lalu bisa masuk ke dalam rumah dengan Brama. Sementara itu, Rinjani ikut membantu mengakhiri wawancara itu dan memastikan kalau semua wartawan itu sudah pergi dari sana. Senyum ramah dan kalimat manis terus keluar dari mulut manajer dan tim Kiara. Tidak terlihat sedikitpun kemarahan meski perlakuan anarkis wartawan tadi nyaris melukai artis mereka. Setelah membereskan semuanya, baru Rinjani ikut masuk bersama dengan mereka ke dalam rumah.Rinjani bisa merasakan manajer Kiara menatapnya sinis beberapa kali tapi dia hanya mengabaikannya. Manajer Kiara adalah seorang pria berpenampilan flamboyan dengan blouse motif bunga dengan celana chinos berwarna cokelat. Gaya jalannya sedikit kemayu.“Bikin repot semua orang saja! Kalau sekretaris harusny

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-01

Bab terbaru

  • Gelora Cinta Pria Arogan   80. Hamil!

    Rinjani menolak menjawab itu hanya memutar bola matanya malas, dia memilih untuk melihat-lihat sosial media milik Evie.“Semenjak kalian putus dia sudah nggak pernah posting apa-apa lagi,” celetuk Rinjani.Jagat tidak tahu harus berkomentar seperti apa. Rinjani tidak terdengar kesal atau cemburu.Pria itu mengakui, cara mereka memulai hubungan ini membuat mereka tidak canggung membahas masa lalu satu sama lain. Namun, tetap saja dia tidak pernah menyangka akan mendiskusikan sosial media mantan kekasihnya ke istrinya sendiri.Rinjani juga tidak mengharapkan jawaban pria itu. Dia tidak tahu, malam itu Jagat sama sekali tidak bisa tidur, menunggu hari esok. Pria itu menatap langit-langit kamarnya yang sudah gelap karena Rinjani sudah mematikan lampu.Entah apa yang dipikirkan pria itu sepanjang malam.Keesokan harinya, Rinjani dan Jagat datang ke kafe tempat dia dan Evie janji bertemu. Sampai di sana, Jagat sengaja duduk di tempat yang lebih tersembunyi terpisah dari Rinjani tapi masi

  • Gelora Cinta Pria Arogan   79. Impoten

    “Bukan gitu. Aku dan sudah selesai. Tidak ada lagi yang bisa dibicarakan, tapi kamu berbeda.”“Tahu darimana kamu?”“Insting?” Rinjani tersenyum canggung. Dia sendiri tidak tahu jelas cerita dua orang itu. Namun, dia tidak bisa melupakan tatapan gadis berambut pendek itu.Selama ini dia menyimpan semuanya karena tidak bisa menemukan waktu yang tepat. Mereka semua masih fokus dengan pemulihan ibu Jagat.Masih selalu ada debar-debar kecemasan di dalam hati mereka semua, takut kalau tiba-tiba kondisi ibu Jagat itu drop lagi. Ditambah semua kesibukan dan usaha untuk beradaptasi dengan kehidupan pernikahan itu membuat Rinjani baru bisa menemukan waktu yang tepat saat ini.Sekarang, setelah keadaan lebih stabil ditambah hubungan mereka yang terus jalan di tempat tanpa kemajuan. Semua itu membuat Rinjani merasa perlu bicara pada Jagat.“Insting?” Jagat menatap Rinjani skeptis. “Kondis kita sekarang mirip. Belum bisa sepenuhnya lepas dari masa lalu, tapi tidak pernah sedikit pun terli

  • Gelora Cinta Pria Arogan   78. Masa Lalu Belum Selesai

    Brama menatap keluar jendela. Di seberang jalan, sebuah keluarga muda berjalan sambil tertawa—ayah, ibu, dan anak kecil di antaranya."Aku baik-baik saja," bohongnya, menyesap kopi yang sudah dingin.Ibu Brama meraih tangannya. Untuk pertama kalinya sejak kecil, Brama merasakan sentuhan hangat ibunya tanpa jarak.“Mama selalu menganggap Rinjani gadis yang baik. Hanya saja, karena latar belakangnya mama tidak pernah membayangkan kalau kalian akan bersama.”Jauh di dalam dirinya sudah sangat tertanama kalau pernikahan itu harus setara secara ekonomi.Dia sangat bangga pada Brama dan berharap anaknya itu mendapatkan yang terbaik. Tentu saja, seorang anak pembantu tidak akan pernah masuk radarnya.Karenanya saat pertama kali dia tahu, wanita itu merasa dikhianati. Dikhianati oleh pembantu yang sudah begitu lama bekerja dengannya, dikhianati oleh anaknya sendiri.Tetapi sekarang, dia mempertanyakan kembali, apa sepenting itu.“Dia gadis yang baik, dia pantas mendapatkan yang terbaik.”“Apa

  • Gelora Cinta Pria Arogan   78. Kesadaran Terlambat

    Ayah Brama diam lama. “Apa kamu benar-benar nggak akan membantu papa?”Brama menggelengkan kepalanya. “Baiklah kalau begitu. Biar papa pikirkan sebentar.”Wajah pria paruh baya itu terlihat keruh. Dia sulit menerima kenyataan yang ada di depan mata.Siapa yang tidak punya simpanan dan selingkuhan di sekitar mereka? Kenapa hanya dia yang diceraikan istrinya? Laki-laki itu benar-benar merasa kehilangan muka.Ini semua karena perempuan itu yang terusDia langsung menelepon Ratri, ibu Kevin itu. Suara ayahnya melengking, tidak seperti biasanya. "Kenapa kamu mengirim semua foto-foto itu ke istriku!!”Brama menggosok pelipisnya. Dia bisa mendengar suara cempreng ibu Kevin dari speaker telepon—suara yang dibuat-buat polos, tapi terlalu bernada kemenangan."Aku tidak mengerti, Sayang. Maksud kamu apa?”“Jangan pura-pura bodoh! Karenamu, istriku tahu tentang kehamilan itu dan mau menceraikanku?!”“Cerai? Bagus dong? Bukankah ini yang kita tunggu? Sekarang kita bisa menikah dan anak kita ngga

  • Gelora Cinta Pria Arogan   77. Punya Malu

    “Aku tidak akan menandatangani surat cerai itu! Kita sudah terlalu tua untuk berpisah! Jangan jadi seperti anak-anak lah!"Brama menyenderkan tubuhnya ke jendela, menyeruput kopi dinginnya dengan tenang yang sengaja dibuat-buat. "Kalau Papa sadar sudah tua," ujarnya, mata menyipit menatap ayahnya, "Kenapa papa masih nggak bisa mengontrol kelamin!" Wajah ayahnya memerah. "Anak kurang ajar! Apa begini caramu bicara ke papa sekarang? Sudah merasa berkuasa setelah punya saham? Merasa paling hebat sekarang?”Setelah perusahaan stabil, dan menyadari kalau Brama memegang saham dalam jumlah sangat besar, ayah Brama memikirkan semuanya dan menyadari kalau semua itu adalah bagian dari rencana Brama.Dia tidak menyangka di luar pengawasannya ternyata Brama memiliki jauh lebih banyak uang dari yang dia bayangkan."Sudah cukup." Ibu Brama berdiri, suaranya seperti pisau es. Tangannya meraih tas kulit di sampingnya, mengeluarkan amplop cokelat tebal. "Aku sudah terlalu jijik hidup denganmu."“

  • Gelora Cinta Pria Arogan   76. Cerai!

    Lampu kamar temaram, menciptakan bayangan yang bergerak lambat di dinding. Kiara melingkarkan lengan di leher Brama, jari-jarinya bermain dengan rambut pendek di tengkuknya. Napasnya hangat di telinga Brama, beraroma anggur mahal dan parfum yang menggoda.Tangan Kiara merayap ke bawah, membuka kancing pertama kemeja Brama. Jantungnya berdebar kencang—kemenangan sudah di depan mata.Tapi tubuh Brama kaku. Begitu jemari Kiara menyentuh kulit dadanya, gambaran Rinjani melintas di pikirannya. Ini bukan Rinjani! Aromanya salah! Bentuk tubuhnya salah! Bahasa tubuhnya salah!Brama menangkap pergelangan Kiara dengan kasar, mendorongnya menjauh. Napasnya tersengal, seperti orang yang baru tersadar dari mimpi buruk.Kiara tersentak terkejut. “Kenapa?!” Brama tidak menjawab. Dia bangkit dari tempat tidur, merapikan kemejanya dengan gerakan kasar."Ini sudah larut," katanya, mengambil jaket dari kursi. "Sebaiknya kita pulang."Kiara tidak berusaha menahannya. Dia duduk di tepi tempat tidur, m

  • Gelora Cinta Pria Arogan   74. Kesempatan untuk Kiara

    ***Andre masuk ke ruang kerja Brama dan langsung mengenyitkan hidungnya. Tirai jendela tertutup rapat, mengurung asap rokok yang menggantung di udara. Tumpukan dokumen berserakan di atas meja, beberapa halaman tercecer di lantai, diinjak oleh sepatu mahal yang tak pernah lagi diseka ke lusuhnya.Brama mengetik dengan kecepatan gila, jari-jarinya menari di atas keyboard seperti orang kesurupan. Layar komputernya memancarkan cahaya biru yang menyayat mata, memantulkan bayangan wajahnya yang semakin tajam—pipinya cekung, mata berkantung hitam, rambut acak-acakan."Kamu nggak tidur semalaman lagi?” Andre membuka pintu yang menghubungkan ke balkon luar untuk mengeluarkan semua asap rokok itu. “Ini sudah pagi, Bram.”"Aku tahu jam berapa sekarang," Brama menjawab tanpa menoleh, suaranya serak.Andre masuk, menginjak dokumen yang tergeletak di lantai. "Om menelepon lagi. Dia marah—" "Biarkan dia marah." Brama menyela, menekan tombol save dengan keras. “Kalau bisa marah berarti dia masih s

  • Gelora Cinta Pria Arogan   73. Keluar Abiyasa

    Rinjani terdiam. Dia masih merasa berat menerima uang itu karena itu bukan haknya. “Jangan membuatku merasa bersalah. Aku tidak membantu kamu apapun kalau kamu bahkan menolak ini.”Jagat berjanji ini adalah kerja sama, tapi dengan apa yang terjadi dia merasa tanggung jawab yang harus dipikul Rinjani jauh lebih berat.“Kamu bisa menggunakan uang ini untuk membayar biaya penalty itu, daripada kamu terus-terusan nggak nyaman di kantor itu.”Jagat menawarkan.Rinjani terdiam. “Sayang uangnya,” gumamnya. Apalagi ini bukan uang yang dia hasilkan. Kalau dipakai begitu saja dia akan merasa sangat berhutang.“Kita sekarang adalah suami istri, uangku adalah uang kamu. Kalaupun kamu memakai uang itu, itu nggak akan mengganggu keuangan keluarga kita.”“Bukan itu masalahnya.”“Aku bisa menunjukkan semua uang yang aku punya beserta aset dan investasi supaya kamu tenang.”Jagat benar-benar mencoba terbuka pada Rinjani. Namun, Rinjani buru-buru menolak.“Sekarang, ini aku simpan, nanti akan aku

  • Gelora Cinta Pria Arogan   72. Hak Rinjani

    Jagat tersenyum ringan. “It’s okay. Aku sudah tahu ceritanya kok. Kamu juga tahu pernikahanku dengan Rinjani seperti apa. Aku bisa mengerti hal seperti itu.”Celia menghembuskan napas lega melihat reaksi Jagat yang cukup santai."Dengar baik-baik," Celia menunjuk Jagat dengan garpu. "Perlakukan Rinjani dengan baik! Kalau kamu sakiti Rinjani, aku akan—""Celia!" Rinjani memotong.“Nggak papa.” Jagat menenangkan Rinjani. “Aku tahu, aku pasti akan memperlakukan dia dengan baik. Kamu tenang saja.”Celia mengacungkan jari jempolnya ke arah Jagat. “Aku harap kamu tepati janji itu.”Jagat tertawa, ketegangan sedikit mencair. Suasana makan malam itu menjadi menyenangkan karena Jagat juga pandai membawa suasana.Selesai makan malam, Jagat permisi ke kamar mandi meninggalkan Celia bersama Rinjani di sana.“Not bad,” gumam Celia tiba-tiba.“Apanya?” Rinjani menyuapkan tiramisu ke mulutnya dengan wajah bingung.“Jagat.” Celia menjelaskan. “Dia jauh lebih supel daripada Brama, dan yang terpent

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status