Share

6. Terserah!

Penulis: Neza Visna
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-12 22:10:11

Rinjani tidak mengantuk sama sekali, tapi matanya terasa sangat sakit karena terus menangis. Dia  memejamkan matanya rapat,  sangat lelah dengan semua yang terjadi hari ini, dan tidak ingin memikirkan apapun lagi.

Apapun yang terjadi besok,  saat ini Rinjani tidak ingin ambil pusing lagi.

Keesokan paginya saat Rinjani terbangun, dia tidak menemukan Brama lagi di apartemen itu. Dia tidak tahu apakah Brama tidur di apartemen tadi malam atau memilih untuk keluar.

Tetapi, untuk sesaat Rinjani bisa menghembuskan napas lega, sekarang jujur saja dia tidak ingin bertemu dengan Brama.

Karena hari masih pagi, dia tidak langsung bangkit dari tempat tidur dan memilih membuka ponselnya. Dia mengabaikan semua pesan masuk dan memilih membuka sosial media dulu.

Hal pertama yang dia buka adalah berita yang sedang trending saat itu. ‘Kiarainlove’ ‘Diva indonesia jatuh cinta’  ‘Hari patah hati nasional’

Tadinya dia ingin menghindar dari masalah  ini, sayangnya status Kiara sebagai penyanyi ternama negara ini membuat sosial media bukan tempat melarikan diri yang cocok untuk Kiara.

Kiara tidak ingin melihat tapi dia tidak mampu menahan rasa penasarannya, dia membuka instagrm gadis itu dan menemukan satu postingan baru di sana.  

Kiara dan Brama duduk bersebelahan dengan makanan di depan mereka. Caption singkat di bawahnya membuat hati  Rinjani kembali terasa perih. 

‘Mine’

Di bawah postingan itu sangat banyak komentar yang mendukung hubungan dua orang itu.

Ya, Brama adalah milik orang lain, bukan miliknya. Sekarang, dunia juga tahu akan hal itu. Tidak ada tempat lagi untuknya berdiri di sebelah Brama sebagai kekasih.

***

Hati boleh hancur, tapi kewajibannya harus tetap dijalankan. Tidak peduli seremuk apa dia, Rinjani tetap berangkat ke kantor hari ini.

Meski kantornya juga masih dipenuhi gosip tentang Brama dan meski dia harus bertemu Brama di kantor tapi pekerjaan adalah pekerjaan. Dia punya tanggung jawab yang harus dia selesaikan.

“Rin, kamu dipanggil Pak Brama ke ruangannya.”

Rinjani terdiam sejenak, lalu langsung berdiri. “Oke.” Dengan langkah tegar dia memasuki ruang Brama.

“Bapak manggil saya?” tanyanya sopan.

Brama  mengerutkan kening mendengar nada asing itu. 

“Mau makan siang di mana?”

Rinjani mengerutkan keningnya. “Maaf, Pak. Saya  banyak kerjaan hari ini jadi saya nggak bisa keluar makan siang.”

Jabatannya sebagai sekretaris Brama membuatnya leluasa berjalan di sisi pria itu tanpa ada gosip miring tentang mereka.

Sikap datar Brama di depan semua karyawan membuat tidak ada yang curiga kalau mereka memiliki hubungan spesial.

“Kerjaan  apa?  Aku tahu semua pekerjaanmu Rinjani.” Brama menghela napas gusar.  “Kesabaranku ada batasnya!”

Rinjani tersenyum getir. Untuk Brama,  dia sudah bersikap sangat sabar ke Rinjani,   tawaran makan siang itu adalah bentuk ajakan berdamai dari pria itu. Dan  Rinjani menjadi seseorang yang tidak tahu terima kasih saat dia menolak.

Di dalam logika Brama, Rinjani tidak berhak marah dan menolak. Mata Rinjani terbuka saat itu.  Ini bukan hubungan antar kekasih.

Brama selalu memperlakukannya bagai karyawan, bawahan yang harus menuruti segala perintahhnya, bahkan di hubungan pribadi mereka.

“Seluruh Indonesia sekarang tahu kalau kamu adalah  kekasih Kiara. Kalau sampai ada yang melihatmu makan di luar dengan perempuan lain, entah apa yang akan terjadi.”

Brama terdiam mendengar itu. “Apa maksudmu?”

“Kamu nggak tahu?” Rinjani menatap Brama beberapa detik memastikan pria itu  betul-betul tidak tahu. Kemudian dia mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan postingan viral itu.

“Ada baiknya kamu menjaga jarak dengan perempuan lain di saat seperti ini. Kiara itu sangat terkenal. Sekarang, kamu adalah bagian dari itu semua.  Mereka akan sangat penasaran siapa yang menjadi kekasih seorang Kiara.”

Hanya satu hari dan Rinjani sudah bisa berbicara dengan nada tenang seolah  dia hanya sekretaris Brama. Seolah hatinya tidak robek dan hancur karena perlakuan pria itu.

Sekian lama menahan perasaannya membuat Rinjani  menjadi sangat mahir dalam hal itu.  

Brama melihat  postingan itu dengan kening berkerut, kemudian dia menelepon Kiara. “Aku perlu bicara, kamu di mana?” tanyanya.

Rinjani lalu keluar dari ruangan itu tanpa suara. Tidak lama, dia melihat Brama keluar dari ruangannya dan tidak kembali lagi sampai jam pulang kerja.

Sepulang kerja, Rinjani tidak ingin pulang ke apartemen itu, akhirnya dia memilih pergi ke tempat di mana dia bisa meluapkan isi hatinya saat ini.  Apartemen sahabatnya, Celia.

“Brama sudah gila? Bagaimana dia bisa melakukan ini semua ke kamu?!”

Mendengar Celia sahabatnya mengomel seperti itu, Rinjani tersenyum tipis. Rasanya, untuk pertama kali dia mendengar ada yang mendukungnya. 

Sayangnya, senyuman itu lebih tampak bagai ringisan  menahan tangis.

“Nggak usah ketawa kalau nggak niat!” Celia  kembali marah. “Aku sudah bilang dari dulu, hubungan kalian itu timpang! Kamu terlalu memuja Brama, seakan kamu nggak bisa hidup tanpa dia! Itu bikin Brama seenaknya! Karena dia tahu!”

Celia adalah satu-satunya orang terdekat Rinjani yang tahu tentang hubungannya dengan Brama. Sesuatu yang bahkan tidak berani dia beritahu ke keluarganya sendiri.

Sejak awal, Celia juga sudah sangat menunjukkan  rasa tidak setujunya dengan hubungan itu.

Sayangnya, Rinjani tidak pernah mendengarkan.

“Tinggalkan dia, Rin. Cinta juga harus tetap punya moral kan? Aku nggak akan pernah membiarkan kamu jadi selingkuhan  Brama!”

Rinjani  menundukkan kepalanya. “Aku juga mau pisah, tapi Brama nggak mau.”

“Oh, Brama nggak mau?” Celia mengulangi kalimat itu dengan nada mencemooh. “sudah sampai di sini juga kamu masih mau nurut sama dia?! Rinjani sadar!”

Rinjani hanya bisa diam saja menerima semua amarah Celia. Amarah yang tidak bisa dia  luapkan, terasa diwakilkan oleh sahabatnya itu.

“Dia mengancam akan memecat orangtuaku, Cel. Kamu tahu betapa  hormatnya oragtuaku ke keluarga Brama.  Berkali-kali aku sudah minta mereka  keluar saja tapi mereka menolak karena semua rasa hormat dan hutang budi itu!”

 “Rin,   aku rasa ini mungkin satu cara untuk membuat   orangtuamu mau keluar dari rumah itu. Nggak sehat, kalau  kamu terus-terusan berada di posisi sekarang ini.”

Kening Rinjani berkerut dalam “Aku tahu! Hanya saja, nggak dengan cara ini. Aku mau mereka keluar karena memang ingin. Aku nggak mau hati mereka hancur karena dipecat di usia sekarang.”

Celia  terdiam sejenak. Dia tidak bisa  dengan mudah memberikann solusi ke Rinjani karena dia melihat sendiri betapa setianya orangtua Rinjani dengan pekerjaan mereka.

Melayani  Brama dan keluarganya seakan sudah menjadi kewajiban yang mendarah daging. Ini satu-satunya cara yang orangtua Rinjani tahu untuk membalas budi baik keluarga Brama kepada mereka.

“Bagaimana kalau mereka tahu, alasan mereka dipecat adalah karena hubunganku dengan Brama? Mereka akan sangat kecewa.”

Celia menjambak rambutnya gusar. Masalah Rinjani malah membuatnya stres sendiri. “Terus, bagaimana rencanamu sekarang?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Gelora Cinta Pria Arogan   7. Hanya Main-Main

    “Aku nggak tahu lagi!” Rinjani mengeluh menahan rasa frustrasinya. Rasanya dia ingin berteriak sekarang. “Kamu tahu posisiku. Bagaimana aku bisa melawan dia? Di satu sisi dia adalah atasanku, orangtuaku kerja di rumahnya.”“Tapi, kalau kalian pacaran sejak awal harusnya kalian setara. Di hubungan kalian kamu itu Cuma pacar, bukan sekretaris, bukan anak pembantu atau apapun itu!” “Brama nggak pernah bilang kalau kami pacaran. Itu semua Cuma harapan kosong aku saja.” Celia menghela napas panjang. “Nggak capek, Rin kaya begitu terus? Kamu juga berhak marah. Ini semua nggak adil untukmu.”Rinjani hanya bisa menatap Celia lemah. “Aku nggak tahu Cel. Sekarang aku Cuma mau mengakhiri hubungan ini secepatnya sebelum orangtuaku tahu.” Sudah cukup dia keras kepala berusaha melunakkan batu keras seperti Brama. Sayangnya mundur tidak semudah itu.“Kamu yang lebih kenal Brama. Apa kamu nggak tahu bagaimana caranya supaya dia mau mundur? Selama ini sama dia kamu nggak tahu kelemahannya?”Ri

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-24
  • Gelora Cinta Pria Arogan   8.Pemberontakan Rinjani

    Rasa malu yang sangat besar menyeruak dalam diri Rinjani. Apa yang dia lakukan dengan Brama memang bukan hal yang membanggakan. Tanpa ikatan dia tinggal serumah dengan laki-laki. Selain orangtuanya, orangtua Brama adalah orang berikutnya yang dia takuti akan tahu tentang ini. Mendengar sendiri kalau dia adalah simpanan dan ayah Brama itu tidak akan pernah mengizinkannya menjadi istri Brama membuatnya merasa sangat murahan.Selama ini, semua usaha dan cintanya dipandang sangat rendah oleh pria yang mengisi hatinya itu.“Kamu anak kebanggaan papa. Masa depan perusahaan ini ada di tanganmu. Sesekali mengurangi stres dengan perempuan, papa nggak akan melarang, tapi ingat tanggung jawabmu jangan sampai terabaikan!”“Aku tahu.”“Hidup ini seperti main catur, jangan ragu untuk memanfaatkan segala bidak yang kamu punya untuk mencapai tujuan.” “....”Rinjani yang mendengarkan semua itu di luar, mengepalkan tangannya kuat. Harga dirinya sungguh tidak ada artinya di mata ayah dan a

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-26
  • Gelora Cinta Pria Arogan   9. Amarah Rinjani

    “Ssh!” Brama menjauhkan bibirnya dari Rinjani sembari meringis kesakitan. Keningnya berkerut menatap wanita itu kesal. Rinjani tidak ingin kalah dia membalas tatapan itu tanpa takut. Dia tidak ingin terus-menerus diam saat Brama memperlakukannya seenaknya.Brama mencengkram kedua sisi pipi Rinjani dengan sebelah tangannya. “Kamu berani sekarang?”Pertanyaan itu membuat kemarahan dalam diri Rinjani semakin membara. “Kenapa aku harus takut? Kamu tahu yang kamu lakukan ini pelecehan!”Brama tersenyum tipis. “Pelecehan?” Dia mengusap bibirnya yang mengeluarkan darah. “Aku bahkan sudah pernah melakukan lebih dari ini, kenapa baru sekarang jadi masalah?”Air mata berjatuhan dari pipi Rinjani. “Selama ini aku terlalu bodoh! Dibutakan cinta sampai rela melakukan apa saja, tapi sekarang aku Cuma mau kita berpisah, Bram.”“Hahh!” Brama menatap Rinjani dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada kelembutan yang Rinjani tidak bisa mengerti di sana. “Sedari awal kita bersama, kamu tahu hubun

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27
  • Gelora Cinta Pria Arogan   10. Terpisah Gerbang

    Meski kebingungan, Rinjani memaksakan tubuh lelahnya untuk beranjak ke kamar mandi. Dengan sangat cepat dia mandi dan bersiap-siap.Begitu dia keluar dari kamar mandi, Brama sama sekali tidak memberikannya kesempatan untuk memulas wajahnya dan langsung menariknya pergi.Tergopoh-gopoh Rinjani mengambil tas dan ponselnya lalu berlari menyusul Brama. Mereka menaiki mobil Brama lalu meninggalkan apartemen itu.Kening Brama berkerut dalam, tangannya terkepal memegang kemudi mobil itu kuat hingga urat yang ada di tangannya bertonjolan.“Apa yang terjadi?” tanya Rinjani pelan.“Ada yang mengambil foto kita semalam, sekarang wartawan mengelilingi Kiara untuk mempertanyakan masalah itu.”Rinjani tertegun, dan buru-buru melihat ponselnya sendiri. Dia membuka media sosial, dan hatinya langsung berdebar kencang. Foto dirinya bersama Brama ada di mana-mana, dan komentar-komentar pedas mulai memenuhi kolom komentar.‘Kiara pasti hancur melihat ini!’‘Baru kali ini kasih tahu publik tentang paca

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-28
  • Gelora Cinta Pria Arogan   Tameng Pelindung

    Suara nyaring Rinjani membuat suasana akhirnya semakin terkontrol. Sisa wawancara dadakan itu berlangsung dengan cukup kondusif.Tidak berapa lama, manajer beserta tim Kiara datang membantu mereka. Dengan kedatangan manajernya Kiara lalu bisa masuk ke dalam rumah dengan Brama. Sementara itu, Rinjani ikut membantu mengakhiri wawancara itu dan memastikan kalau semua wartawan itu sudah pergi dari sana. Senyum ramah dan kalimat manis terus keluar dari mulut manajer dan tim Kiara. Tidak terlihat sedikitpun kemarahan meski perlakuan anarkis wartawan tadi nyaris melukai artis mereka. Setelah membereskan semuanya, baru Rinjani ikut masuk bersama dengan mereka ke dalam rumah.Rinjani bisa merasakan manajer Kiara menatapnya sinis beberapa kali tapi dia hanya mengabaikannya. Manajer Kiara adalah seorang pria berpenampilan flamboyan dengan blouse motif bunga dengan celana chinos berwarna cokelat. Gaya jalannya sedikit kemayu.“Bikin repot semua orang saja! Kalau sekretaris harusny

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-01
  • Gelora Cinta Pria Arogan   12. Semua Ketahuan!

    “Sendiri, Dok.” Rinjani tersenyum tipis, dia tidak ingin terus-menerus mengasihani diri sendiri. Selama dia mencoba mengeraskan hatinya dan menganggap semua hanya pekerjaan, dia tidak seharusnya sakit hati.“Kalau begitu, biar saya panggilkan perawat biar bantu kamu menebus obatnya di depan.”Setelah membebat semua lukanya, Rinjani mulai merasakan sakit yang tadinya tidak terasa. Langkah kakinya mulai pincang, dan dia bahkan kesulitan menginjak pedal gas mobil yang dikendarainya. Tetapi, dia tetap memaksakan diri untuk kembali ke kantor dan mengurus semuanya. Untungnya karena mereka cepat mengatasi hal itu, masalahnya tidak sampai ke fluktuasi saham. “Coba hubungi pihak media, supaya berita klarifikasinya cepat ditayangkan. Jangan lupa, untuk komentar di akun sekarang dinon-aktifkan dulu.”Popularitas Kiara yang besar, dan ditambah hobi masyrakat untuk menggali kehidupan pribadi artis memberikan efek yang tidak bisa diremehkan. Bahkan sekarang muncul beberapa artike

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-02
  • Gelora Cinta Pria Arogan   13. Paksaan Rinjani

    Telinga Rinjani serasa berdengung mendengar itu. Sesaat rasanya otaknya menolak mencerna apapun.“Yu, benar kamu tinggal bersama Mas Brama?!”Rinjani pucat pasi, dia tidak tahu harus menjawab apa. Mulutnya terasa kelu tidak mampu berkata-kata.Ibunya mengguncang tubuh Rinjani frustrasi. “Yu, jawab pertanyaan ayah kamu! Itu bohong, kan?!”Rinjani hanya bisa menggelengkan kepalanya, air mata bergulir cepat dari matanya terjatuh di lengan ibunya yang terus mengguncangnya penuh emosi.Tangan renta ibunya, memegang kuat lengan Rinjani berharap mendengar jawaban ‘tidak’ dari anaknya itu.“Maaf, Bu. Maafin Ayu, Yah.”Rinjani jatuh berlutut dan memegang kaki ibunya. Dia tahu dia salah tapi rasanya dunianya runtuh saat melihat kekecewaan orangtuanya.Ketakutan terbesarnya terjadi sudah. Foto-foto itu sangat jelas menunjukkan dia dan Brama pulang dan pergi bersama setiap hari dari apartemen itu. Dari fotonya mengenakan pakaian kerja, hingga fotonya mengenakan pakaian rumah biasa saat

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04
  • Gelora Cinta Pria Arogan   14. Kekecewaan seorang Ayah

    “Aku Cuma bicara kenyataan, Ma. Kenapa mama marah?” Brama bicara dengan sangat tenang, seolah dia hanya membicarakan cuaca siang itu. “Aku dan Kiara akan bertunangan, mama nggak usah khawatir.” Meski kerutan di keningnya dan wajah lelah Brama menunjukkan kalau masalah ini juga mempengaruhinya tapi saat bicara, Brama begitu tenang.Terkadang Rinjani ingin merobek ekspresi tenang di wajah pria itu. Rasanya tidak adil dia yang hancur dan terpojok sendirian.Ayah Rinjani menghela napas dalam, "Mas Brama, mungkin mas tidak menghargai Rinjani, tapi dia adalah anak yang sangat saya sayangi. Saya nggak mau dia sedih.”Rinjani, yang berdiri di samping ayahnya, merasa dadanya sesak. Air matanya hampir jatuh lagi, tapi dia berusaha menahannya. Dia tidak pernah menyangka bahwa ayahnya, yang selama ini selalu patuh dan tidak banyak bicara, akan berani berbicara seperti ini di depan majikannya sendiri.Ayahnya, yang hanya seorang supir, tegas membelanya tanpa takut di depan orang yang sudah dila

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-05

Bab terbaru

  • Gelora Cinta Pria Arogan   79. Impoten

    “Bukan gitu. Aku dan sudah selesai. Tidak ada lagi yang bisa dibicarakan, tapi kamu berbeda.”“Tahu darimana kamu?”“Insting?” Rinjani tersenyum canggung. Dia sendiri tidak tahu jelas cerita dua orang itu. Namun, dia tidak bisa melupakan tatapan gadis berambut pendek itu.Selama ini dia menyimpan semuanya karena tidak bisa menemukan waktu yang tepat. Mereka semua masih fokus dengan pemulihan ibu Jagat.Masih selalu ada debar-debar kecemasan di dalam hati mereka semua, takut kalau tiba-tiba kondisi ibu Jagat itu drop lagi. Ditambah semua kesibukan dan usaha untuk beradaptasi dengan kehidupan pernikahan itu membuat Rinjani baru bisa menemukan waktu yang tepat saat ini.Sekarang, setelah keadaan lebih stabil ditambah hubungan mereka yang terus jalan di tempat tanpa kemajuan. Semua itu membuat Rinjani merasa perlu bicara pada Jagat.“Insting?” Jagat menatap Rinjani skeptis. “Kondis kita sekarang mirip. Belum bisa sepenuhnya lepas dari masa lalu, tapi tidak pernah sedikit pun terli

  • Gelora Cinta Pria Arogan   78. Masa Lalu Belum Selesai

    Brama menatap keluar jendela. Di seberang jalan, sebuah keluarga muda berjalan sambil tertawa—ayah, ibu, dan anak kecil di antaranya."Aku baik-baik saja," bohongnya, menyesap kopi yang sudah dingin.Ibu Brama meraih tangannya. Untuk pertama kalinya sejak kecil, Brama merasakan sentuhan hangat ibunya tanpa jarak.“Mama selalu menganggap Rinjani gadis yang baik. Hanya saja, karena latar belakangnya mama tidak pernah membayangkan kalau kalian akan bersama.”Jauh di dalam dirinya sudah sangat tertanama kalau pernikahan itu harus setara secara ekonomi.Dia sangat bangga pada Brama dan berharap anaknya itu mendapatkan yang terbaik. Tentu saja, seorang anak pembantu tidak akan pernah masuk radarnya.Karenanya saat pertama kali dia tahu, wanita itu merasa dikhianati. Dikhianati oleh pembantu yang sudah begitu lama bekerja dengannya, dikhianati oleh anaknya sendiri.Tetapi sekarang, dia mempertanyakan kembali, apa sepenting itu.“Dia gadis yang baik, dia pantas mendapatkan yang terbaik.”“Apa

  • Gelora Cinta Pria Arogan   78. Kesadaran Terlambat

    Ayah Brama diam lama. “Apa kamu benar-benar nggak akan membantu papa?”Brama menggelengkan kepalanya. “Baiklah kalau begitu. Biar papa pikirkan sebentar.”Wajah pria paruh baya itu terlihat keruh. Dia sulit menerima kenyataan yang ada di depan mata.Siapa yang tidak punya simpanan dan selingkuhan di sekitar mereka? Kenapa hanya dia yang diceraikan istrinya? Laki-laki itu benar-benar merasa kehilangan muka.Ini semua karena perempuan itu yang terusDia langsung menelepon Ratri, ibu Kevin itu. Suara ayahnya melengking, tidak seperti biasanya. "Kenapa kamu mengirim semua foto-foto itu ke istriku!!”Brama menggosok pelipisnya. Dia bisa mendengar suara cempreng ibu Kevin dari speaker telepon—suara yang dibuat-buat polos, tapi terlalu bernada kemenangan."Aku tidak mengerti, Sayang. Maksud kamu apa?”“Jangan pura-pura bodoh! Karenamu, istriku tahu tentang kehamilan itu dan mau menceraikanku?!”“Cerai? Bagus dong? Bukankah ini yang kita tunggu? Sekarang kita bisa menikah dan anak kita ngga

  • Gelora Cinta Pria Arogan   77. Punya Malu

    “Aku tidak akan menandatangani surat cerai itu! Kita sudah terlalu tua untuk berpisah! Jangan jadi seperti anak-anak lah!"Brama menyenderkan tubuhnya ke jendela, menyeruput kopi dinginnya dengan tenang yang sengaja dibuat-buat. "Kalau Papa sadar sudah tua," ujarnya, mata menyipit menatap ayahnya, "Kenapa papa masih nggak bisa mengontrol kelamin!" Wajah ayahnya memerah. "Anak kurang ajar! Apa begini caramu bicara ke papa sekarang? Sudah merasa berkuasa setelah punya saham? Merasa paling hebat sekarang?”Setelah perusahaan stabil, dan menyadari kalau Brama memegang saham dalam jumlah sangat besar, ayah Brama memikirkan semuanya dan menyadari kalau semua itu adalah bagian dari rencana Brama.Dia tidak menyangka di luar pengawasannya ternyata Brama memiliki jauh lebih banyak uang dari yang dia bayangkan."Sudah cukup." Ibu Brama berdiri, suaranya seperti pisau es. Tangannya meraih tas kulit di sampingnya, mengeluarkan amplop cokelat tebal. "Aku sudah terlalu jijik hidup denganmu."“

  • Gelora Cinta Pria Arogan   76. Cerai!

    Lampu kamar temaram, menciptakan bayangan yang bergerak lambat di dinding. Kiara melingkarkan lengan di leher Brama, jari-jarinya bermain dengan rambut pendek di tengkuknya. Napasnya hangat di telinga Brama, beraroma anggur mahal dan parfum yang menggoda.Tangan Kiara merayap ke bawah, membuka kancing pertama kemeja Brama. Jantungnya berdebar kencang—kemenangan sudah di depan mata.Tapi tubuh Brama kaku. Begitu jemari Kiara menyentuh kulit dadanya, gambaran Rinjani melintas di pikirannya. Ini bukan Rinjani! Aromanya salah! Bentuk tubuhnya salah! Bahasa tubuhnya salah!Brama menangkap pergelangan Kiara dengan kasar, mendorongnya menjauh. Napasnya tersengal, seperti orang yang baru tersadar dari mimpi buruk.Kiara tersentak terkejut. “Kenapa?!” Brama tidak menjawab. Dia bangkit dari tempat tidur, merapikan kemejanya dengan gerakan kasar."Ini sudah larut," katanya, mengambil jaket dari kursi. "Sebaiknya kita pulang."Kiara tidak berusaha menahannya. Dia duduk di tepi tempat tidur, m

  • Gelora Cinta Pria Arogan   74. Kesempatan untuk Kiara

    ***Andre masuk ke ruang kerja Brama dan langsung mengenyitkan hidungnya. Tirai jendela tertutup rapat, mengurung asap rokok yang menggantung di udara. Tumpukan dokumen berserakan di atas meja, beberapa halaman tercecer di lantai, diinjak oleh sepatu mahal yang tak pernah lagi diseka ke lusuhnya.Brama mengetik dengan kecepatan gila, jari-jarinya menari di atas keyboard seperti orang kesurupan. Layar komputernya memancarkan cahaya biru yang menyayat mata, memantulkan bayangan wajahnya yang semakin tajam—pipinya cekung, mata berkantung hitam, rambut acak-acakan."Kamu nggak tidur semalaman lagi?” Andre membuka pintu yang menghubungkan ke balkon luar untuk mengeluarkan semua asap rokok itu. “Ini sudah pagi, Bram.”"Aku tahu jam berapa sekarang," Brama menjawab tanpa menoleh, suaranya serak.Andre masuk, menginjak dokumen yang tergeletak di lantai. "Om menelepon lagi. Dia marah—" "Biarkan dia marah." Brama menyela, menekan tombol save dengan keras. “Kalau bisa marah berarti dia masih s

  • Gelora Cinta Pria Arogan   73. Keluar Abiyasa

    Rinjani terdiam. Dia masih merasa berat menerima uang itu karena itu bukan haknya. “Jangan membuatku merasa bersalah. Aku tidak membantu kamu apapun kalau kamu bahkan menolak ini.”Jagat berjanji ini adalah kerja sama, tapi dengan apa yang terjadi dia merasa tanggung jawab yang harus dipikul Rinjani jauh lebih berat.“Kamu bisa menggunakan uang ini untuk membayar biaya penalty itu, daripada kamu terus-terusan nggak nyaman di kantor itu.”Jagat menawarkan.Rinjani terdiam. “Sayang uangnya,” gumamnya. Apalagi ini bukan uang yang dia hasilkan. Kalau dipakai begitu saja dia akan merasa sangat berhutang.“Kita sekarang adalah suami istri, uangku adalah uang kamu. Kalaupun kamu memakai uang itu, itu nggak akan mengganggu keuangan keluarga kita.”“Bukan itu masalahnya.”“Aku bisa menunjukkan semua uang yang aku punya beserta aset dan investasi supaya kamu tenang.”Jagat benar-benar mencoba terbuka pada Rinjani. Namun, Rinjani buru-buru menolak.“Sekarang, ini aku simpan, nanti akan aku

  • Gelora Cinta Pria Arogan   72. Hak Rinjani

    Jagat tersenyum ringan. “It’s okay. Aku sudah tahu ceritanya kok. Kamu juga tahu pernikahanku dengan Rinjani seperti apa. Aku bisa mengerti hal seperti itu.”Celia menghembuskan napas lega melihat reaksi Jagat yang cukup santai."Dengar baik-baik," Celia menunjuk Jagat dengan garpu. "Perlakukan Rinjani dengan baik! Kalau kamu sakiti Rinjani, aku akan—""Celia!" Rinjani memotong.“Nggak papa.” Jagat menenangkan Rinjani. “Aku tahu, aku pasti akan memperlakukan dia dengan baik. Kamu tenang saja.”Celia mengacungkan jari jempolnya ke arah Jagat. “Aku harap kamu tepati janji itu.”Jagat tertawa, ketegangan sedikit mencair. Suasana makan malam itu menjadi menyenangkan karena Jagat juga pandai membawa suasana.Selesai makan malam, Jagat permisi ke kamar mandi meninggalkan Celia bersama Rinjani di sana.“Not bad,” gumam Celia tiba-tiba.“Apanya?” Rinjani menyuapkan tiramisu ke mulutnya dengan wajah bingung.“Jagat.” Celia menjelaskan. “Dia jauh lebih supel daripada Brama, dan yang terpent

  • Gelora Cinta Pria Arogan   71. Mempertontonkan Kemesraan

    Dunia seakan berhenti berputar saat itu untuk Brama. “A-apa?”Dia meragukan pendengarannya sendiri.“Aku sudah menikah," ulang Rinjani lagi lebih tegas.“Nggak! Kamu bohong!”Rinjani menggelengkan kepalanya. “Aku serius. Aku sudah menikah dengan Jagat.”"Kapan?" suara Brama serak.Rinjani tidak segera menjawab. Dia mengambil jaketnya dari kursi, bersiap pergi. Di ambang pintu, dia berhenti."Beberapa minggu lalu, aku harap kamu bisa berbahagia untuk aku.”Pintu tertutup pelan.Brama tetap berdiri di tengah kamar, tangan menggenggam erat bingkai tempat tidur hingga buku-buku jarinya memutih.Berbahagia katanya? Bagaimana dia harus berbahagia mendengar semua itu? Bohong! Rinjani pasti bohong! Dia tidak percaya ini! Rinjani sama sekali tidak ada mengambil izin apapun beberapa saat ke belakang.Kapan dia punya waktu untuk menikah?Brama mencari semua alasan kalau Rinjani hanya berbohong, tapi tangannya gemetar saat itu.Ekspresi wajah Rinjani tadi terbayang-bayang di depan wajahnya d

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status