Orang cacat memang ditakdirkan untuk tidak dicintai. Reina Andara terlahir dengan bawaan gangguan pendengaran sehingga ibu kandungnya tidak menyayanginya. Setelah menikah, dia dihina dan direndahkan oleh keluarga suaminya yang kaya raya juga orang-orang di sekitarnya. Suatu hari, cinta pertama suami Reina kembali dan mengumumkan ke seluruh dunia bahwa dia akan merebut semua miliknya kembali. Wanita itu bahkan berdiri angkuh di depan Reina untuk memamerkan kekuatannya seraya berkata, "Kamu nggak pernah merasa dicintai 'kan selama ini? Apa Max pernah bilang dia mencintaimu? Haha, padahal waktu denganku setiap hari dia bilang dia mencintaiku." Saat itulah Reina baru tersadar bahwa dia sudah salah. Harusnya dia tidak menikah dengan seseorang yang memang sedari awal tidak mencintainya. Reina memutuskan untuk melepaskan dan memberikan kebebasan pada Maxime Sunandar, suaminya. "Kita cerai saja, maaf aku sudah membuang waktumu selama ini." Namun, Maxime menolaknya. "Mau cerai? Langkahi dulu mayatku."
View More"Terserah kalau begitu." Joanna berdiri dan hendak pergi.Melihat itu, Daniel langsung memanggilnya, "Kamu pasti juga kesulitan mengurus dua anak selama ini."Dulu, Daniel tidak secara langsung membesarkan anak-anaknya, jadi dia tidak mengerti. Dia merasa bahwa di rumah sudah ada pelayan, jadi membesarkan anak tidaklah melelahkan.Namun, sekarang kedua anaknya sudah besar, tetapi masih membuatnya khawatir. Dari sini dia sadar bahwa menjadi seorang ibu tidaklah mudah.Langkah kaki Joanna terhenti, tetapi dia tidak menoleh ke belakang dan kembali melangkah pergi.Di luar rumah, angin dingin menerpa wajahnya, seperti pisau dan terasa sangat menyakitkan.Kepala pelayan yang mengikuti di belakang Joanna segera menggunakan payung untuk menghalangi angin dingin untuknya.Joanna melambaikan tangannya ke arahnya. "Ini hanya angin dingin, nggak perlu pakai payung."Setelah itu, barulah kepala pelayan menarik kembali payung dari atas kepalanya.Joanna membiarkan angin dingin menerpa wajahnya, tet
Di dalam kamar hotel.Morgan setengah berbaring di tempat tidur, di depannya ada seorang wanita yang sedang menangis.Tubuh wanita itu penuh dengan luka dan seluruh tubuhnya menggigil. "Tuan Morgan, tolong lepaskan aku."Morgan menatapnya dengan malas."Aku nggak ingin ada yang tahu tentang apa yang terjadi hari ini."Wanita itu membeku, lalu mengangguk dengan cepat, "Ya.""Kamu boleh pergi."Wanita itu buru-buru beranjak dari lantai, mengambil tasnya dan segera pergi.Dia mengira bahwa dia telah mendapatkan berlian, tetapi tidak disangka bahwa Morgan tidak bisa.Wanita itu sedikit takut. Dia sengaja menyewa seseorang untuk mengambil foto mereka berdua setelah Morgan mabuk.Setelah keluar, dia buru-buru menelepon pria itu. "Fotonya jangan disebarkan.""Hah? Kenapa nggak bilang sejak tadi? Foto sudah diunggah di sosial media," jawab orang di ujung telepon.Hati wanita itu langsung berubah dingin. "Kamu benar-benar membunuhku!"Dia menutup telepon dan membuka ponselnya, mencoba melihat b
Jess menarik kembali tangannya secara refleks, menatap Erik dengan tatapan mendesak."Jangan begitu. Kita nikah dulu, baru tidur satu ranjang."Erik menatap wajahnya yang terlihat ketakutan, lalu menarik kembali tangannya tanpa daya. "Ya, terserah kamu saja. Kamu pasti lelah karena seharian bekerja. Kembalilah dan istirahatlah. Aku akan merapikan tempat tidur sendiri."Jess menggelengkan kepalanya dan merapikan tempat tidur dulu sebelum pergi.Setelah Jess pergi, Erik berbaring di tempat tidur. Dia sudah berpindah posisi berkali-kali, tetapi tidak bisa tidur.Dia mengambil ponselnya dan melihat pesan dari Revin, "Kenapa nggak angkat telepon?"Saat makan malam, dia dan Jess terlalu asyik mengobrol dan ponselnya dalam mode diam, jadi dia tidak tahu kalau Revin menelepon.Erik langsung menelepon balik."Kak, ada apa?""Kenapa baru telepon?" Revin bertanya dengan cemas."Oh, aku baru pulang dan nggak pegang ponsel, jadi nggak tahu kalau ada telepon," jawab Erik.Revin merasa lega mendengar
Jess membutuhkan sedikit waktu untuk kembali tersadar."Nggak ... nggak kok."Erik memeluknya erat-erat. "Aku sangat merindukanmu. Apa satu bulan ini kamu juga merindukanku?"Jess tidak tahu harus menjawab apa saat mendengar pertanyaan itu.Selama sebulan ini, mereka berdua sangat jarang berhubungan. Setiap kali mengobrol, itu hanya berupa kata-kata sapaan sederhana.Jess terdiam sejenak, baru menjawab, "Ya, begitulah."Erik mengulurkan tangannya untuk menyalakan lampu, menatap Jess dalam-dalam.Dia menunduk dan mencoba menciumnya lagi. Namun, detik berikutnya Jess terlepas dari pelukannya."Kapan kamu kembali? Sudah makan belum?" Jess mengganti topik pembicaraan setelah terlepas dari pelukan Erik dan bertanya dengan gugup.Erik sedikit bingung, tetapi sikapnya kembali pulih dengan cepat."Baru, belum lama, kok. Aku belum makan, kamu sudah makan?" tanyanya.Jess menggelengkan kepalanya. "Aku baru pulang kerja, jadi belum makan. Aku buatkan makanan dulu.""Ya, aku bantu." Erik mengikuti
Menit demi menit berlalu dan akhirnya tiba saatnya liburan sekolah.Reina membawa pulang kedua anaknya ke kediaman utama Keluarga Sunandar.Sekarang Reina pulang sekali atau dua kali seminggu agar dia bisa bersama kedua putranya yang masih kecil dan berkumpul bersama mereka.Karena sudah libur, anak-anaknya akan segera tiba. Orang-orang yang bekerja di luar juga akan segera pulang.Hari ini, Reina akhirnya menerima telepon dari Revin."Nana, Deron akhirnya ketemu.""Benarkah? Bagaimana kabarnya sekarang?"Reina belum mendengar kabar dari Deron yang sudah hilang selama lebih dari sebulan."Dia baik-baik saja, tapi sekarang dia dirawat di rumah sakit. Dia nggak bisa menghubungimu ataupun pacarnya untuk sementara waktu," kata Revin.Di rumah sakit?Firasat Reina mengatakan ada hal lain di balik semua ini."Apa lagi?" tanya Reina."Untuk detailnya, lebih baik kamu tunggu saja Deron sendiri yang menghubungimu dan menjelaskan," jawab Revin."Oke." Reina pun berhenti bertanya.Setelah menutup
Alana tidak punya waktu untuk bertanya pada Tuan Besar Jacob.Dia tahu bahwa Tuan Besar Jacob pasti akan membantu Jovan berbohong."Kalau gitu, sana periksa ke rumah sakit biar sembuh. Kalau sampai ini terulang lagi, aku nggak akan segan-segan kepadamu."Jovan menghela napas lega , lalu berdiri.Alana menunggu Jovan pergi, lalu buru-buru menyentuh seluruh tubuhnya untuk memastikan bahwa tidak terjadi apa-apa di antara mereka. Barulah setelah itu dia menyerah.Sementara itu, Tuan Besar Jacob bangun pagi-pagi dan tidak terlihat di mana pun.Itu karena dia datang ke rumah sakit jiwa tempat Marshanda berada.Si direktur rumah sakit pun membawanya menemui Marshanda dengan hormat, "Tuan Besar Jacob, pasien ada di sini.""Jangan sampai Jovan tahu aku ke sini, paham?" kata Jacob.Si direktur rumah sakit langsung mengangguk, "Baik."Dia jadi bertanya-tanya siapa Marshanda. Bukan hanya Reina dan Jovan yang peduli, tapi sekarang Tuan Besar Jacob juga sampai datang ke sini.Tuan Besar Jacob meliha
Jovan pun mencondongkan tubuh ke arah Alana."Sungguh?""Terus, kenapa wajahmu merah begitu?" tanya Jovan sambil memperhatikan wajah Alana.Alana langsung berdiri membelakangi Jovan."Kayaknya kepanasan, suhu pemanas ruangan terlalu tinggi. Biar kukecilkan."Alana pun berjalan pergi untuk mengatur suhu pemanas.Jovan mengikutinya, "Hati-hati, pelan-pelan jalannya. Jangan terburu-buru."Entah kenapa, Alana merasa sangat panik."Iya, nggak buru-buru," jawab Alana dengan tegas.Jovan hanya tersenyum melihatnya tanpa mengatakan apa-apa.Alana memperhatikan tatapannya dan wajahnya menjadi semakin merah. Dia menurunkan suhu pemanas, lalu berbalik dan berkata, "Sudah, ayo tidur. Aku ngantuk."Mereka berdua sekarang tidur di ranjang yang terpisah, tapi masih satu kamar.Alana bergegas ke tempat tidur, lalu melepas mantelnya dan bergelung di bawah selimut.Jovan juga tidak bisa terus mengusik Alana, jadi dia berbaring di tempat tidur di sebelah Alana.Malam belum terlalu larut. Alana sama sekal
"Masa selama itu?" tanya Jovan sambil menggaruk kepalanya.Paling hanya sepuluh menit dari dia keluar, menelepon, lalu kembali masuk, 'kan?"Menurutmu? Kayaknya kamu sudah nggak perlu makan lagi," sahut Tuan Besar Jacob dengan dingin.Jovan menyadari kakeknya sedang marah. Dia pun mengerjapkan matanya pada Alana untuk bertanya apa yang sedang terjadi.Alana memperhatikan kode dari Jovan, tetapi dia berpura-pura tidak melihatnya. Dia menundukkan kepalanya dan melanjutkan makan sambil berkata, "Kakek, makanan hari ini enak juga.""Makanlah lebih banyak kalau enak," jawab Tuan Besar Jacob dengan lembut dan ramah, nada bicaranya dengan Alana bertolak belakang sekali saat dengan Jovan.Jovan berjalan, duduk untuk makan dan berkata sambil tersenyum, "Keterampilan memasakku lumayan juga, 'kan? Aku sudah bisa masak delapan macam hidangan sekarang."Namun, tidak ada yang memberikannya tanggapan apa pun sehingga Jovan terdiam kikuk.Alana dan Tuan Besar Jacob sibuk makan dan terus mengabaikan Jo
Jovan sontak terkejut. Marshanda sudah gila, ya?Dia ternyata masih berpura-pura gila!"Oke."Jovan pun melangkah maju dan mengambil ponselnya, "Kalian makan duluan saja, nanti kususul. Aku mau telepon balik dulu buat menanyakan detail situasinya."Jovan pun berjalan keluar sambil membawa ponselnya.Alana membantu Tuan Besar Jacob duduk di sebelah meja makan sambil bergumam, "Memangnya itu sesuatu yang nggak bisa kamu bicarakan di rumah? Masa iya harus pergi ke luar segala?"Tuan Besar Jacob menyadari Alana terlihat kesal, jadi setelah duduk pun dia bertanya, "Kenapa sih si Marshanda itu selalu menghantui Jovan?"Dia paling membenci wanita seperti Marshanda."Entahlah," jawab Alana dengan jujur."Kakek kenal Marshanda juga?" tanya Alana dengan penasaran."Mana mungkin nggak? Dia nyaris membuat Jovan kehilangan akal sehatnya beberapa tahun yang lalu. Setelah itu Jovan tersadar, jadi berhenti berinteraksi dengannya.""Ternyata dia malah menghubungi Jovan lagi," kata Tuan Besar Jacob samb
Hujan turun dengan deras di hari ziarah makam.Saat ini, di pintu masuk rumah sakit.Reina yang bertubuh kurus sedang memegang laporan tes kehamilan dari rumah sakit, di kertas itu tertera sebuah kata yang tercetak tebal."Negatif.""Sudah tiga tahun menikah belum hamil juga?""Astaga, bisa-bisanya ada wanita yang begitu nggak berguna seperti kamu. Kalau nggak cepat hamil, kamu pasti akan didepak keluar dari Keluarga Sunandar, lalu bagaimana dengan Keluarga Andara?"Treya Libera yang berpakaian anggun mengentakkan sepatu hak tingginya. Dia menunjuk Reina dan terlihat sangat kecewa.Reina menatap kosong, begitu banyak kalimat yang ingin dia ungkapkan, tetapi pada akhirnya hanya terucap sebuah kata."Maaf.""Aku nggak butuh maaf. Aku mau kamu hamil anak Maxime, ngerti?"Reina tercekat, tidak tahu harus menjawab apa.Reina dan Maxime sudah menikah selama tiga tahun, tetapi Maxime tidak pernah sekalipun menyentuhnya.Mana mungkin dia bisa hamil?Treya kembali melirik Reina yang terlihat le...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments