Ditinggal selingkuh. Mandul. Dijadikan seorang ibu rumah tangga biasa. Berujung perceraian dengan satu ton tuduhan yang membuatnya merasa kerdil. Apalagi yang kurang bagi Kala? Semuanya berkumpul jadi satu, merobek sisi kemanusiaannya perlahan. Membuatnya mempertanyakan satu hal pada Sang Pencipta, kenapa harus dirinya? Kendati demikian, ada setitik waras yang masih ia punya. Saat mata mereka mengudara, Kala sadar, dirinya sudah tertawan. Pada satu sosok polos yang kelahirannya tak diinginkan oleh sang ibu. Sosok kecil bernama Sheryl Amanta Versha. Pusarannya makin mengerucut, hingga mempertemukan pada secercah rasa yang ia tampik demikian keras. Berhasil kah, ia dengan jalan yang dipilih? *** Judul sebelumnya KALA MANTARI
Lihat lebih banyakHari berganti, bulan bergulir, tahun juga semakin bertambah angkanya. Namun satu hal yang tak lekang oleh waktu yang ada. Kebersamaan di rumah dua lantai yang kini tak pernah sepi lagi. Kadang suara Anna memenuhi sudut ruang di mana Nika yang terlalu aktif bergerak. Bocah tujuh tahun itu seperti kancil. Tak bisa diam. Entah dari mana asal energinya.Anna bukan takut ada sesuatu yang pecah atau terjatuh karena Nika. Tapi ia khawatir sang cucu terluka karena geraknya yang terlalu lincah ini. Berlarian ke sana ke sini, terkadang juga loncat tak keruan sembari tertawa riang. Untunglah Levant bisa menemani aktifitas Nika meski sang putri bungsu harus menunggu sampai kakak tengahnya pulang sekolah.Sementara Sheryl benar-benar disibukkan dengan kuliahnya. Levant juga mulai banyak kegiatan di sekolah. Kendati begitu, Sheryl tak pernah menyia-nyiakan waktu bersama keluarganya. Pun Levant. Tiap kali ada kesempatan kumpul bersama, pasti mereka lakukan dengan
Kala menatap Nika yang sudah terpejam tidur penuh dengan sayang. Masih lekat dalam ingatannya bagaimana ia melahirkan putri bungsunya ini. Meski ada banyak drama, tapi rasa syukurnya tak pernah mereda. “Selamat tidur, Sayang. Mimpi indah.” Dikecupnya lembut kening Nika seraya berdoa, “Ya Allah, lindungi selalu anak-anakku dari mimpi buruk. Dari orang-orang yang berniat jahat. Dari orang munafik di sekitar mereka. Jadikan mereka anak-anak soleh dan solehah.”Membenahi ujung selimut Nika terpasang dengan benar, merapikan buku-buku yang sempat diberantaki Nika, pun memastikan suhu ruang kamar ini nyaman, Kala pun keluar kamar. Yang mana ternyata sudah ditunggu oleh Daru.“Belum tidur?” tanya Kala yang berhati-hati menutup pintu kamar Nika.“Mana bisa tidur kalau Ibu enggak ada.” Daru merajuk persis seperti Levant. Makanya sering sekali Kala berseloroh, kalau suaminya menjelma menjadi sang
Meski di dalam SUV mewah sang ayah suasana ribut dan berisik, tapi masih ada relung senyap yang Sheryl punya. Walau sesekali mulutnya meminta Levant untuk tak meledek adik bungsunya, yang entah dari mana tingkah usil Levant ini makin jadi, tetap saja relung itu terkadang minta perhatian.Kekosongan itu sengaja ia adakan di hati untuk memenjarakan sosok Keana di sana.Sosok yang seharusnya ada saat ia sedih, khawatir, kesepian, bacakan dongeng, siapkan sarapan, serta segala macam aktifitasnya kala kecil dulu. Seperti sosok wanita yang duduk di samping ayahnya; yang tak pernah terlambat menemaninya melakukan apa pun meski kedatangannya saat ia berseragam merah putih. Bukan dengan seragam TK atau malah waktu di mana ingatannya belum terlalu sempurna.Perjalanan menuju salah satu mall di wilayah Jakarta Pusat tak butuh terlalu lama ditempuh. Begitu di area parkir, Daru meminta Levant dan pengasuh Nika untuk masuk terlebih dahulu ke
Dulu demi memancing agar Sheryl bicara, Kala butuh banyak usaha. Kali ini, Sheryl dengan mudahnya mengatakan apa pun terutama apa yang terjadi padanya pada Kala. Mulai dari kegiatannya di sekolah sampai temannya yang menurut gadis beranjak remaja ini menyebalkan. Ada saja bahan cerita yang Sheryl bawa untuk Kala. Baginya bicara dengan sang ibu menyenangkan. Tak seperti sang ayah yang lebih sering meledeknya.Terutama hubungan dengan lawan jenis.“Papa kenapa, sih, Bu?” Sheryl melipat tangannya di dada. Wajahnya cemberut. Sorot matanya menyimpan kejengkelan.“Kenapa lagi sama Papa?” Kala melipat senyumnya. Diulurkan tangannya demi untuk merapikan rambut panjang sang putri yang agak berantakan.“Aku ditanya tentang Noah. Memangnya aku ini temannya? Sejak kapan aku menjadi teman Noah Narendra?”“Susunya diminum dulu, ya?”“Aku bukan
Kehamilan kedua saat itu memang agak riskan bagi Kala. Usianya yang tak lagi muda membuat ia memiliki rasa khawatir meski tak sebesar bahagia yang menyelimutinya. Dokter bilang, “Selama Ibu jaga kandungan, kondisi, dan asupan makanan, insyaAllah akan baik-baik saja.”Bagi Kala, segala hal yang tercurah dalam hidupnya sekarang lebih dari sekadar anugerah. Apa yang ia harap selama ini, jutaan do’a yang ia hatur dalam tiap sujudnya terjadi dengan begitu mudah. Seolah tanpa beban Tuhan beri keinginan itu saat Kala melepas segalanya. Di saat ia merelakan dirinya sebagai seorang wanita yang tidak memiliki anak. Cukuplah Sheryl baginya sebagai ajang pamer.Persis saran Risa padanya kala itu.Maka saat kehamilan pertamanya terjadi, bahagia itu bukan hanya miliknya. Tapi seluruh keluarganya. Nita dan Rianto sering berkunjung ke Jakarta demi melihat pertumbuhan cucu pertama mereka. Selayaknya nama yang Kala beri pada an
Pria itu masih mematung di depan setir mobil. Ada sebongkah ragu sebelum ia memutuskan untuk benar-benar turun dan berjalan menuju tempat diadakannya fare wall party seorang Andaru Aria. Hari ini, rekan kerjanya mengundurkan diri. ia memilih meneruskan usaha yang memang sudah ia rintis ketimbang berjibaku di bawah komando orang lain.Ada segunung penasaran yang mendera hati pria itu. terutama kata-kata yang sangat menggangunya sejak tadi pagi."Saya pasti kehilangan Pak Daru dalam pekerjaan." Ia mengatakan kejujuran. Rekan kerjanya kali ini, sangat berdedikasi dalam pekerjaan."Pak Janu bisa saja. Saya memang sudah berniat mengundurkan diri sejak lama tapi waktunya selalu benturan. Kebetulan istri manjanya enggak ketulungan minta ditemani terus di rumah.""Hormon ibu hamil beda, Bos," celetuk Denny, asisten seorang Andaru Aria. "Mbak Kala segitu independent-nya pas manja tuh lucu banget enggak, sih.""Ja
“Lho, Nak, Kala mana?”Giliran Daru yang kebingungan ditanya seperti itu. Sejak keluar kamar ia memang memilih merapikan berkas di ruang kerjanya dulu baru menuju ruang makan. Biasanya sang istri dibantu Sari sedang menyiapkan sarapan. Tapi pagi ini, sosoknya tidak ada.Ditambah pertanyaan ibunya barusan.“Mungkin di kamar Sheryl.” Hanya itu yang bisa Daru jawab.“Pagi, Eyang. Pagi, Papa.”Sheryl, penuh riang mendekat ke arah ayahnya juga sang nenek. Memberi kecup selamat pagi sebelum memulai sarapan. “Lho, Ibu mana?”Mereka semua saling pandang. Daru tanpa perlu menunggu komando segera naik ke lantai dua, menuju kamarnya.“Kala,” panggil Daru pelan. Pintu kamarnya agak sedikit terbuka. Saat ia mendorongnya, suasana kamarnya masih sama seperti saat ia tinggalkan. Sudah rapi namun tidak ada sosok istrinya
Kala lelah? Pasti. Tapi hatinya senang sekali karena selain pesta pernikahan yang dulu pernah ia impikan, diwujudkan sempurna oleh suaminya. Pun kemauan dirinya mengenai kamar pengantin. Walau sempat mendapat protes, tapi Kala kembali bisa membuat suaminya menuruti.Tak ada kamar pengantin di tempatnya menghabiskan malam pertama setelah sah menjadi suami istri. Padahal pihak hotel sudah menawarkan paket paling lux pada Kala namun, ia menolak. Daru sebenarnya tidak mengerti jalan pikiran Kala. Bukan kah perempuan itu akan takjub melihat betapa cantik kamar pengantin dihias?Ingin sekali Daru bertanya namun, senyum dan raut sedih terpancar di wajah cantik Kala. Ia tak mau bertanya lebih jauh. Mungkin nanti, ketika suasana istrinya sudah lebih baik, ia akan tanyakan mengenai hal ini.“Capek?” tanya Daru ketika sudah memasuki kamar, menoleh sekilas pada istrinya yang kini menunduk sembari melepaskan sepatu tingginya. Membuat
BALIPria itu mengerutkan kening. Undangan pernikahan yang baru saja diberikan resepsionis tadi cukup membuatnya tergelitik namun, ia tetap akan menyampaikan pada majikannya. Tidak mungkin menyembunyikan undangan ini padanya."Keana," panggil Andri cukup lantang begitu memasuki unit apartement wanita berambut panjang itu."Apa, sih, lo! Teriak-teriak enggak jelas!" Keana yang sedang memasang bulu mata merasa terganggu tiba-tiba. Rasanya ingin sekali ia lempar asistennya itu dengan boots yang ada di sebelahnya. Memasang bulu mata itu butuh konsetrasi dan Andri sukses membuyarkannya begitu saja."Gue punya kejutan untuk lo." Andri nyengir tak berdosa. Menyerahkan undangan tadi pada sang wanita.Keana mendengkus tak suka namun tetap saja ia membacanya. Lama sekali ia membaca undangan pernikahan yang datang padanya. "Kapan sampainya?" Ia masih membolak balik undangan berwarna ivory dengan tinta g
Sunyi terus menyelimuti ruang yang dihadiri empat orang itu. Satu di antaranya, seorang perempuan berambut lurus sebahu hanya menatap lurus ke depan, tanpa ekspresi. Sementara dua lainnya, menatap si perempuan itu dengan pandangan nelangsa seolah ikut merasakan segala sakit yang ia derita. Ah, masih ada seorang lagi yang sepertinya dia bahagia.Buktinya, wajah tampan itu bisa menyungging senyum walau sedikit.“Ini surat dari pengadilan. Saya ambil segera, biar semua urusan cepat beres," kata si pria.Si perempuan tanpa ekspresi itu hanya mengangguk pelan. Melirik sekilas amplop putih berlogo Pengadilan Agama di salah satu wilayah tempat ia tinggal. Surabaya."Saya pamit kalau begitu. Masalah yang dibicarakan di pengadilan sebelumnya, sudah saya urus. Dua atau tiga hari lagi, akan ada yang datang untuk minta tanda tangan kamu."Lagi-lagi si perempuan itu mengangguk."Bu, Pak, Janu pamit. Mohon maaf atas segala salah dan khilaf Janu selama ini. Saya pulangkan Tari ke rumah kalian kembal
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen