Share

Part. 2

Penulis: Miss_Cha_Riyadi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Kamu yakin, Tari?”

Wanita yang dipanggil Tari membentuk lengkungan pada bibirnya. Jemarinya ia gunakan untuk menyentuh lembut punggung tangan sang lawan bicara. Ada nada khawatir yang terdengar, ia bisa merasakan itu.

“Yakin. Aku enggak mau merepotkan keluarga kalian lebih lama lagi. Toh, itu pekerjaan halal.” Ucapannya penuh keyakinan. Matanya menyiratkan sedikit permohonan.

“Tapi janji satu hal sama aku, Tari. Kalau enggak betah, kamu langsung pulang ke sini. Ngurus anak itu susah, lho.”

Kala Mantari, hanya beberapa yang dekat dengannya memanggil dengan nama Tari, terkekeh kecil. “Iya, aku tahu.” Tekadnya bulat.

Sejak lulus, Risa Andita—sahabat Kala, merantau ke Jakarta. Berbekal ijazah universitas kenamaan di Surabaya, membuat seorang Risa kini bisa dikatakan sukses dalam karir. Jabatannya sebagai Manager HRD di sebuah perusahaan penyalur tenaga kerja, cukup mumpuni jika menjadi pembicaraan di kampung halaman mereka.

Agak terkejut Risa mendapati tekad Kala yang ingin merantau di Jakarta namun, sepertinya itu memang pilihan yang bagus. Siapa tahu, apa-apa yang sedang dihadapi sahabatnya itu, bisa teralih dan terlupakan. Besar harap Risa itu terjadi. Kepada Risa lah segala kisah wanita itu ia bagi. Risa tahu dengan cukup jelas segalanya.

Oleh karenanya, tanpa pikir panjang Risa menyetujui kedatangannya di Jakarta. Malah ia menyambutnya dengan sangat hangat. Kala, adalah sosok yang menjadi pengulur tangan di saat Risa butuh sekali bantuan. Mungkin Tuhan ingin agar kali ini, Risa-lah sebagai penopang yang nyata bagi Kala di Jakarta. Setelah beberapa tahun hanya menyokong lewat sambungan udara.

Akan tetapi, bukan jenis pekerjaan seperti ini yang Risa inginkan untuk Kala kerjakan. Bukan. Entah dari mana ide itu terlintas di benak sahabat yang kini memandangnya dengan lekat. Risa balas tatap itu dengan banyak bimbang, karena ini bukan keputusan yang mudah. Di sisi lain, Kala menatap sabahatnya dengan penuh harap. Kala sama sekali tidak ingin menjadi beban Risa lebih lama. Cukup baginya, tiga minggu dirinya ada di sini.

“Iya, yang Risa katakan itu benar, Tari. Bukan apa, kamu enggak ada keluarga di Jakarta.” Irsyad, suami Risa ikut andil dalam obrolan yang dinilai cukup serius itu. Hidup di Jakarta itu tak semudah kata-kata. Dirinya tak keberatan dengan adanya Kala di rumahnya. Irsyad sudah dijelaskan dengan detail bagaimana hubungan istrinya dengan wanita berambut sebahu itu. “Dan menjaga anak itu sulit,” imbuh Irsyad.

“Aku benar-benar hargai bantuan kalian. Seenggaknya, sampai aku dapat kerja yang sesuai dengan bidangku, pekerjaan ini layak kucoba.”

Kala sudah tak ingin mundur lagi. Dirinya masih mengingat segala petuah dari kedua orang tuanya saat Kala dijemput mobil travel ke Jakarta.

“Bapak sebenarnya berat, Nak, melepas kamu. Tapi sepertinya kamu memang butuh ruang. Bapak mengerti. Bapak cuma berpesan, jangan terlalu lama merepotkan Nak Risa. Asal pekerjaan itu halal, Bapak ridho. Cari pekerjaan yang menurut kamu bisa dikerjakan dan dipertanggungjawabkan.” Pria paruh baya itu menggenggam tangan sang putri demikian erat. Beda halnya dengan sang istri.

Tatapannya masih menyorotkan ketidaksukaan. “Lebih baik kamu di toko, Nduk... Nduk.”

Tari hanya tersenyum kecil. “Tari butuh restu Ibu juga.”

“Tiga bulan enggak dapat kerja juga, pulang.”

Lagi-lagi hanya seulas senyum yang bisa Tari beri. Lalu netranya dialihkan pada satu sosok yang lain. “Mbok Tin, tolong jaga Ibu dan Bapak, ya.”

Nggih, Non. Nggih.” Mata wanita itu sudah berkaca-kaca. “Non di sana hati-hati, ya.”

“Tari pamit, ya. Bu, Pak, Mbok Tin.”

Kala mendengar Risa menghela napas panjang, membuat gelembung ingatan itu pecah seketika. Berganti dengan wajah Risa yang nampak nelangsa dengan apa yang menjadi keinginan sahabatnya itu. “Aku enggak tega, Bi, masa Tari bekerja jadi mitraku.” Kata-kata itu disambut usapan sayang dari Irsyad. Ia cukup memahami bagaimana dilema seorang Risa.

“Sa, pekerjaan apa pun selama itu halal, layak dicoba. Toh, aku enggak diam saja. Aku akan terus apply pekerjaan, kok.”

“Kalau ada info pekerjaan pasti saya segera kabari, Tari.” Irsyad berkata dengan mantap.

“Nah, Irsyad sudah berbaik hati juga mau bantu.” Kala mencoba menegarkan hati Risa. Tidak. Tidak. Dirinya sendiri pun perlu suntikan energi dan juga keyakinan penuh, kalau ini hanya sebatas batu loncatan. Ia akan berusaha maksimal mencari pekerjaan yang layak. Setidaknya untuk saat ini, ia bekerja. Tidak menjadi beban sahabatnya untuk waktu yang lama. Ia tak ingin hal itu terjadi walau Risa tak pernah mengeluh. Tapi Kala cukup sadar diri.

“Oke kalau kamu sudah yakin.” Risa tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dalam hati ia berharap, semoga Kala segera mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengannya. Ia merasa sayang dengan ijazah dan gelar sarjana yang dimiliki Kala. Psikologi.

Seandainya saja dulu…

***

Kala mengisi semua berkas yang dibutuhkan Risa dengan penuh pertimbangan. Ada beberapa pertanyaan yang membuatnya berpikir, apa ia harus menulis dengan jujur?

Perusahaan tempat Risa mencari nafkah memang bergerak di bidang penyalur tenaga kerja. Mulai dari asisten rumah tangga, juru masak, satpam perumahan, atau baby sitter. Dirinya memahami ini bukan keputusan yang mudah. Ada ego yang mesti Kala singkirkan saat menyatakan keinginannya pada Risa. Bahkan Risa sangat menyayangkan hal ini. Sepanjang jalan menuju kantornya, Risa masih mencoba memengaruhi tekad Kala.

Akan tetapi Kala sudah bulat inginnya. Setidaknya, ini bukan pekerjaan yang dilarang dan buruk di matanya.

“Ada satu klien. Bolak balik minta baby sitter ke kami, Tari.”

Konsentrasi Kala terhenti sejenak saat Risa berjalan ke arahnya. Membawa satu berkas yang entah apa isinya. Berkas itu kemudian disodorkan pada Kala untuk dibaca. Kening wanita itu berkerut.

“Ini referensi mengenai keluarga yang meminta jasa dari kami,” imbuh Risa. Saat Kala mulai meneliti satu per satu lembar yang tadi disodorkan, Risa pun melanjutkan perkataannya. “Klien ini super ribet. Ada saja kendalanya. Terutama anaknya. Jumat kemarin dia telepon agak marah-marah gitu. Katanya pekerja sebelumnya bikin anaknya nangis enggak bisa dibujuk. Entah apa sebabnya, klien itu enggak mau cerita.”

Kala mendengar penjelasan Risa dengan saksama walau matanya tertuju pada biografi singkat keluarga klien yang dimaksud. Andaru Aria Susetyo. Nama klien yang dimaksud Risa.

“Kamu bikin aku cepat enggak betah, ya?” Kala langsung mengerti maksud sahabatnya itu. Dalam resume yang dibaca, klien ini sudah lima kali minta pengganti untuk baby sitter. Mungkin benar adanya yang Risa bilang, klien yang satu ini sedikit menjengkelkan.

“Bukan gitu. Aku sudah cari klien lain. Tadinya ada tiga yang masuk di hari Jumat, tapi hari sabtu langsung full book. Tersisa ini aja.” Risa merasa tidak enak dengan apa yang dituduhkan Kala padanya, walau itu memang seratus persen benar.

“Layak dicoba.” Kala tersenyum sembari mengembalikan berkas yang tadi ia baca. “Aku perlu siapkan apalagi?”

Sepertinya jebakan itu belum bisa membuat goyah pemikiran Kala Mantari.

“Enggak ada, sih. Semuanya sudah oke. Tapi kamu yakin?”

Pertanyaan yang sudah bosan didengar Kala keluar lagi dari bibir mungil sahabatnya itu. “Yakin, Sa. Ini layak dicoba. Kalau enggak betah, aku tinggal pamitan. Iya, kan?”

Risa mengangguk pelan. “Oke kalau begitu. Nanti aku minta Dede hubungi kliennya dulu. Buat janji bisa bertemu kapan sama kamu.”

Kala mengacungkan jempol tanda setuju. Setidaknya, satu beban yang menggelayuti pikirannya mulai terangkat.

***

“Ma, Aria berangkat.”

Wanita paruh baya itu tersenyum kecil ketika punggung tangannya dicium khidmat oleh sang putra. “Kamu sudah buat janji untuk interview pengasuh Sheryl?”

“Sudah. Sabtu ini. Mama dan Sheryl ikut, biar bisa menilai juga.”

Wanita yang dipanggil Mama itu hanya mencibir. “Kamu yang banyak mau. Mama enggak.”

Merasa disindir, pria itu hanya terkekeh.

Princess Papa.” Kini, dirinya berhadapan dengan seorang gadis kecil yang sudah rapi dengan seragam sekolah. “Jangan cemberut gitu, nanti manisnya hilang. Sabtu ini, Sheryl bertemu Mbak baru, ya.”

Gadis itu hanya mengangguk kecil.

“Papa berangkat dulu, Sheryl juga segera berangkat, ya.”

Jawabnya hanya direspon dengan anggukan. “Sheryl boleh minta sesuatu enggak, Pa?’

Kening pria itu berkerut. “Apa?”

“Aku mau Mbak yang pintar. Jadi kalau ditanya PR, selalu punya jawaban. Bukan enggak tahu terus. Aku sebel.”

Baik sang pria atau pun wanita paruh baya tadi, tertawa mendengar pinta sang gadis kecil itu.

“Siap, Princess.”

“Kalau Mbak barunya pintar, Sheryl enggak nakal lagi, kan?” tanya wanita paruh baya itu memastikan.

“Enggak dong, Eyang. Sheryl akan jadi anak baik, deh.”

Bab terkait

  • Dicerai Karena Mandul   Part. 3

    Kala duduk dengan mencoba tenang. Ada gelisah yang menyusup namun coba dihalau dengan senyum kecil yang ia punya. Di depannya duduk pria yang mengenakan Polo shirt hijau pupus, tampak membolak balik berkas yang ia kenali sebagai data dirinya.“Kamu enggak sayang ijazah kamu?” tanya pria itu dengan sedikit bertopang dagu. Berkas itu sudah diletakkan kembali di meja.Satu dari banyak hal yang membuat Kala bingung harus merespon seperti apa.“Pengalaman kerja kamu apa?”Terutama bagian ini, paling membuat Kala ketar ketir sebenarnya.“Tidak ada.”“Tidak punya pengalaman, tapi lulusan sarjana.” Daru bergumam pelan, mengusap ujung dagunya penuh pertimbangan. “Apa yang membuat kamu mau bekerja seperti ini? I mean, baby sitter?Oh, sorry. Maksudnya... jadi pengasuh.”“Saya butuh pekerjaan.” Kala menjawab dengan lugas.Ia dengan jelas mendengar sang lawan bicara menghela napas panjang. “Butuh, ya.”Walau hanya melihat dari sudut matanya, Kala yakin dengan sangat, kening pria itu berkerut. Mung

  • Dicerai Karena Mandul   Part. 4

    “Mbak, tas aku di mana?”Kala menghirup udara sebanyak-banyaknya.“Mbak, aduh… jangan lama. Aku butuh tas aku. Sepatu aku aja belum dipakein. Nanti aku telat, Mbak!!!”Tidak ada yang bisa dilakukan Kala selain mempercepat langkahnya menaiki tangga menuju kamar Sheryl, “Sebentar, Mbak ambil.”Begitu menemukan tas berwarna pink dengan motif Unicorn, Kala langsung mengambilnya. Hari ini, hari pertama Sheryl masuk sekolah setelah libur semester genap. Ia mengecek sekali lagi kesiapan anak majikannya. Semalam, dirinya sudah mengingatkan dan membantu Sheryl untuk memasukkan buku tulis dan perlengkapan sekolah yang dibutuhkan. Dirasa cukup, Kala segera turun daripada harus mendengar anak itu berteriak lagi.“Sepatunya yang mana?” tanya Kala yang sudah menggendong tas pink itu.“Yang hitam ada di pojok.”“Lho, Sheryl… kenapa enggak ambil dan pakai sendiri sepatunya?” Anna menghela napas frustrasi. Cucunya ini sudah sangat di ambang batas kemanjaannya.“Aku mau sarapan, Eyang. Nanti enggak sem

  • Dicerai Karena Mandul   Part. 5

    Kala mengembuskan napas pelan. Saat ini dirinya mulai melangkah keluar ruangan yang cukup besar itu. Dilirik jam perak yang masih setia menemaninya, sebentar lagi waktunya Sheryl keluar kelas. Ia harus kembali ke ruang tunggu yang sudah biasa disambangi setiap hari. Berjalan sedikit cepat menuruni tangga agar dirinya segera tiba di sana. Ketika tiba di ruang tunggu, sudah banyak yang menunggu kepulangan putra dan putri mereka. Sebagian. Sebagian besar lagi, sama sepertinya. Menunggu anak majikannya pulang sekolah.Sebagian kecil Kala mengenal mereka. Dua minggu sudah rutinitas Kala mengantar dan menunggu Sheryl sekolah. Sebenarnya anak itu protes besar pada Eyangnya. Katanya, gadis itu sudah besar. Sudah tidak butuh Mbak menemani di sekolah. Akan tetapi, Anna hanya menanggapi protes itu dengan senyuman. Tidak menggubris sama sekali keinginan sang cucu yang ingin diantar dan dijemput saja, tanpa harus ditunggui seperti yang Kala lakukan sekarang.“Mbak Kala dipanggil Miss Rina, ya?”Wa

  • Dicerai Karena Mandul   Part. 6

    “Sheryl, sarapannya jangan buru-buru gitu, Nak.” Anna mengusap lembut puncak kepala sang cucu. Gadis kecil itu sedikit menegang dalam duduknya namun, mencoba bersikap biasa saja. Ia yakin banyak pertanyaan yang akan dilontarkan dari Eyang serta ayahnya. Makanya kenapa, ia buru-buru menyantap sereal berkuah manis itu. Sesekali, netranya melirik diam-diam ke arah pengasuhnya dengan gusar. Namun sepertinya, sang pengasuh asyik menyiapkan bekal di meja dapur. “Kemarin, Eyang diberitahu Miss Rina tentang kejadian di sekolah.” “Oh,” jawab Sheryl tanpa berani melihat ke arah Eyangnya. Persis seperti ketakutannya. Pasti nanti dirinya yang banyak mendapat ceramah. Seperti yang sudah-sudah. “Memang kamu ngapain di sekolah, Princess?” “Anka rebut pensil aku, Pa.” Sheryl mulai memelankan kunyahan pada serealnya. “Terus?” tanya Daru tanpa mengalihkan matanya dari sang putri. Pagi ini, sosok kecil yang menjadi sumber semangatnya, sangat cantik dengan kepang dua pada rambutnya. Dengan lugas, g

  • Dicerai Karena Mandul   Part. 7

    Embusan angin malam ini membuat Kala mengancingi cardigannya hingga batas teratas. Memeluk dirinya namun tak ingin beranjak dari tempatnya berdiri. Matanya menengadah, enggan memejam, dan memilih memanjakannya dengan hamparan bintang yang ada. Bulan tak lagi malu-malu menampakkan diri.Di sini, tempatnya berada sekarang, adalah tempat yang biasa Sari gunakan untuk menjemur pakaian. Sari salah satu pesuruh di sini, sama seperti dirinya dan Nina. Jika Nina ditugaskan untuk kebersihan rumah besar ini, lain halnya dengan Sari. Wanita yang lebih pendiam dari Nina ini diserahi tanggung jawab untuk masak serta mencuci dan setrika semua penghuni yang ada di rumah ini.Semua pekerjaannya sudah selesai. Mulai dari; memberi majikannya laporan baik lisan maupun tertulis, memastikan Sheryl meminum susu sebelum tidur juga meninggalkan anak itu yang sudah terlelap tidur, mengecek sekali lagi semua buku pelajaran dan PR Sheryl, juga menyediakan seragam agar nona mudanya di pagi hari tidak kelabakan m

  • Dicerai Karena Mandul   Part. 8

    Tiap kali Kala masuk ke dalam ruangan yang kini mulai familier dalam hidupnya, hanya ada satu pigura besar yang selalu menyita perhatiannya. Pigura itu memenuhi hampir separuh dinding bagian kanan yang sengaja tidak terhalang rak tinggi. Senyum yang terlukis, begitu menawan ditambah bola matanya yang sungguh indah. Kala mengakui itu sejak kali pertama mereka bersitatap. Anak ini dianugerahi hal yang membuat banyak orang kagum sekaligus iri di saat bersamaan. Dirinya sudah duduk di depan pria yang sudah mengenakan piyama tidurnya. Serius sekali membaca laporan yang ia sodorkan beberapa menit lalu. Kala sesekali menahan napas, masih mencoba menutup gugup takut-takut ada hal yang terlewat dalam laporannya. “Sheryl buat kamu repot, Mbak?” Kala mengerutkan k

  • Dicerai Karena Mandul   Part. 9

    "I hate you,"desis Sheryl tepat di sisi Kala saat dirinya turun dari SUV mewah milik sang ayah. Mendengar hal itu, hati Kala seperti dirajam ribuan kerikil tak kasat mata yang membuatnya memundurkan posisi tubuh.Wanita berambut sebahu itu mengambil udara sebanyak yang ia bisa. Mencoba menormalkan semua indera yang baru saja lumpuh sesaat karena kata-kata yang mengudara tadi. Dari sudut matanya, Kala bisa melihat anak itu berjalan anggun dengan tangan yang menggandeng sang ayah. Seolah apa yang baru saja terucap hanya sebuah kata tanpa makna, yang justru ditafsirkan lain oleh diri Kala sendiri."Nak Kala jangan jauh dari Sheryl, ya. Ibu khawatir," kata Anna yang membuat Kala berjengit saking kagetnya. Ketika ia menoleh, wanita paruh baya yang nampak anggun dengan setelan kebayamaroonsudah berada tak jauh dari tempatnya berdiri."Iya, Bu."Kala meyakini dalam hati, ini akan cukup sulit untuk dilakukan. Masih segar

  • Dicerai Karena Mandul   Part. 10

    Kala berusaha maksimal menormalkan laju jantungnya. Tiap kali ia entaskan rindu pada kedua orang tuanya—terutama Rianto, sang ayah—ibunya selalu bisa membuat ia kembali kerdil. Rindu yang demikian menyuruk harus susut karena beragam ucapan dari wanita yang mengandung dan melahirkannya itu. Setiap kali ditanya mengenai pekerjaannya, Kala tahu ia berdosa. Akan tetapi ia belum siap untuk mengambil risiko harus dipaksa kembali ke kampung halaman. Bukan karena ia sudah mulai merasa menikmati pekerjaannya. Sama sekali bukan. Kala memilih lebih baik di sini, ketimbang harus kembali mendengar banyak hal yang masih berlarian di kepalanya. Satu hal yang pasti ia rasakan sekarang. Pedih tanpa luka yang tercetak di kulitnya. Ketika di akhir telepon, ibunya berkata, “Bapakmu titip pesan, jaga diri baik-baik. Kamu itu sekarang ke

Bab terbaru

  • Dicerai Karena Mandul   [Ekstra. 10]

    Hari berganti, bulan bergulir, tahun juga semakin bertambah angkanya. Namun satu hal yang tak lekang oleh waktu yang ada. Kebersamaan di rumah dua lantai yang kini tak pernah sepi lagi. Kadang suara Anna memenuhi sudut ruang di mana Nika yang terlalu aktif bergerak. Bocah tujuh tahun itu seperti kancil. Tak bisa diam. Entah dari mana asal energinya.Anna bukan takut ada sesuatu yang pecah atau terjatuh karena Nika. Tapi ia khawatir sang cucu terluka karena geraknya yang terlalu lincah ini. Berlarian ke sana ke sini, terkadang juga loncat tak keruan sembari tertawa riang. Untunglah Levant bisa menemani aktifitas Nika meski sang putri bungsu harus menunggu sampai kakak tengahnya pulang sekolah.Sementara Sheryl benar-benar disibukkan dengan kuliahnya. Levant juga mulai banyak kegiatan di sekolah. Kendati begitu, Sheryl tak pernah menyia-nyiakan waktu bersama keluarganya. Pun Levant. Tiap kali ada kesempatan kumpul bersama, pasti mereka lakukan dengan

  • Dicerai Karena Mandul   [Ekstra. 9]

    Kala menatap Nika yang sudah terpejam tidur penuh dengan sayang. Masih lekat dalam ingatannya bagaimana ia melahirkan putri bungsunya ini. Meski ada banyak drama, tapi rasa syukurnya tak pernah mereda. “Selamat tidur, Sayang. Mimpi indah.” Dikecupnya lembut kening Nika seraya berdoa, “Ya Allah, lindungi selalu anak-anakku dari mimpi buruk. Dari orang-orang yang berniat jahat. Dari orang munafik di sekitar mereka. Jadikan mereka anak-anak soleh dan solehah.”Membenahi ujung selimut Nika terpasang dengan benar, merapikan buku-buku yang sempat diberantaki Nika, pun memastikan suhu ruang kamar ini nyaman, Kala pun keluar kamar. Yang mana ternyata sudah ditunggu oleh Daru.“Belum tidur?” tanya Kala yang berhati-hati menutup pintu kamar Nika.“Mana bisa tidur kalau Ibu enggak ada.” Daru merajuk persis seperti Levant. Makanya sering sekali Kala berseloroh, kalau suaminya menjelma menjadi sang

  • Dicerai Karena Mandul   [Ekstra. 8]

    Meski di dalam SUV mewah sang ayah suasana ribut dan berisik, tapi masih ada relung senyap yang Sheryl punya. Walau sesekali mulutnya meminta Levant untuk tak meledek adik bungsunya, yang entah dari mana tingkah usil Levant ini makin jadi, tetap saja relung itu terkadang minta perhatian.Kekosongan itu sengaja ia adakan di hati untuk memenjarakan sosok Keana di sana.Sosok yang seharusnya ada saat ia sedih, khawatir, kesepian, bacakan dongeng, siapkan sarapan, serta segala macam aktifitasnya kala kecil dulu. Seperti sosok wanita yang duduk di samping ayahnya; yang tak pernah terlambat menemaninya melakukan apa pun meski kedatangannya saat ia berseragam merah putih. Bukan dengan seragam TK atau malah waktu di mana ingatannya belum terlalu sempurna.Perjalanan menuju salah satu mall di wilayah Jakarta Pusat tak butuh terlalu lama ditempuh. Begitu di area parkir, Daru meminta Levant dan pengasuh Nika untuk masuk terlebih dahulu ke

  • Dicerai Karena Mandul   [Ekstra. 7]

    Dulu demi memancing agar Sheryl bicara, Kala butuh banyak usaha. Kali ini, Sheryl dengan mudahnya mengatakan apa pun terutama apa yang terjadi padanya pada Kala. Mulai dari kegiatannya di sekolah sampai temannya yang menurut gadis beranjak remaja ini menyebalkan. Ada saja bahan cerita yang Sheryl bawa untuk Kala. Baginya bicara dengan sang ibu menyenangkan. Tak seperti sang ayah yang lebih sering meledeknya.Terutama hubungan dengan lawan jenis.“Papa kenapa, sih, Bu?” Sheryl melipat tangannya di dada. Wajahnya cemberut. Sorot matanya menyimpan kejengkelan.“Kenapa lagi sama Papa?” Kala melipat senyumnya. Diulurkan tangannya demi untuk merapikan rambut panjang sang putri yang agak berantakan.“Aku ditanya tentang Noah. Memangnya aku ini temannya? Sejak kapan aku menjadi teman Noah Narendra?”“Susunya diminum dulu, ya?”“Aku bukan

  • Dicerai Karena Mandul   [Ekstra. 6]

    Kehamilan kedua saat itu memang agak riskan bagi Kala. Usianya yang tak lagi muda membuat ia memiliki rasa khawatir meski tak sebesar bahagia yang menyelimutinya. Dokter bilang, “Selama Ibu jaga kandungan, kondisi, dan asupan makanan, insyaAllah akan baik-baik saja.”Bagi Kala, segala hal yang tercurah dalam hidupnya sekarang lebih dari sekadar anugerah. Apa yang ia harap selama ini, jutaan do’a yang ia hatur dalam tiap sujudnya terjadi dengan begitu mudah. Seolah tanpa beban Tuhan beri keinginan itu saat Kala melepas segalanya. Di saat ia merelakan dirinya sebagai seorang wanita yang tidak memiliki anak. Cukuplah Sheryl baginya sebagai ajang pamer.Persis saran Risa padanya kala itu.Maka saat kehamilan pertamanya terjadi, bahagia itu bukan hanya miliknya. Tapi seluruh keluarganya. Nita dan Rianto sering berkunjung ke Jakarta demi melihat pertumbuhan cucu pertama mereka. Selayaknya nama yang Kala beri pada an

  • Dicerai Karena Mandul   [Ekstra. 5]

    Pria itu masih mematung di depan setir mobil. Ada sebongkah ragu sebelum ia memutuskan untuk benar-benar turun dan berjalan menuju tempat diadakannya fare wall party seorang Andaru Aria. Hari ini, rekan kerjanya mengundurkan diri. ia memilih meneruskan usaha yang memang sudah ia rintis ketimbang berjibaku di bawah komando orang lain.Ada segunung penasaran yang mendera hati pria itu. terutama kata-kata yang sangat menggangunya sejak tadi pagi."Saya pasti kehilangan Pak Daru dalam pekerjaan." Ia mengatakan kejujuran. Rekan kerjanya kali ini, sangat berdedikasi dalam pekerjaan."Pak Janu bisa saja. Saya memang sudah berniat mengundurkan diri sejak lama tapi waktunya selalu benturan. Kebetulan istri manjanya enggak ketulungan minta ditemani terus di rumah.""Hormon ibu hamil beda, Bos," celetuk Denny, asisten seorang Andaru Aria. "Mbak Kala segitu independent-nya pas manja tuh lucu banget enggak, sih.""Ja

  • Dicerai Karena Mandul   [Ekstra. 4]

    “Lho, Nak, Kala mana?”Giliran Daru yang kebingungan ditanya seperti itu. Sejak keluar kamar ia memang memilih merapikan berkas di ruang kerjanya dulu baru menuju ruang makan. Biasanya sang istri dibantu Sari sedang menyiapkan sarapan. Tapi pagi ini, sosoknya tidak ada.Ditambah pertanyaan ibunya barusan.“Mungkin di kamar Sheryl.” Hanya itu yang bisa Daru jawab.“Pagi, Eyang. Pagi, Papa.”Sheryl, penuh riang mendekat ke arah ayahnya juga sang nenek. Memberi kecup selamat pagi sebelum memulai sarapan. “Lho, Ibu mana?”Mereka semua saling pandang. Daru tanpa perlu menunggu komando segera naik ke lantai dua, menuju kamarnya.“Kala,” panggil Daru pelan. Pintu kamarnya agak sedikit terbuka. Saat ia mendorongnya, suasana kamarnya masih sama seperti saat ia tinggalkan. Sudah rapi namun tidak ada sosok istrinya

  • Dicerai Karena Mandul   [Ekstra. 3]

    Kala lelah? Pasti. Tapi hatinya senang sekali karena selain pesta pernikahan yang dulu pernah ia impikan, diwujudkan sempurna oleh suaminya. Pun kemauan dirinya mengenai kamar pengantin. Walau sempat mendapat protes, tapi Kala kembali bisa membuat suaminya menuruti.Tak ada kamar pengantin di tempatnya menghabiskan malam pertama setelah sah menjadi suami istri. Padahal pihak hotel sudah menawarkan paket paling lux pada Kala namun, ia menolak. Daru sebenarnya tidak mengerti jalan pikiran Kala. Bukan kah perempuan itu akan takjub melihat betapa cantik kamar pengantin dihias?Ingin sekali Daru bertanya namun, senyum dan raut sedih terpancar di wajah cantik Kala. Ia tak mau bertanya lebih jauh. Mungkin nanti, ketika suasana istrinya sudah lebih baik, ia akan tanyakan mengenai hal ini.“Capek?” tanya Daru ketika sudah memasuki kamar, menoleh sekilas pada istrinya yang kini menunduk sembari melepaskan sepatu tingginya. Membuat

  • Dicerai Karena Mandul   [Ekstra. 2]

    BALIPria itu mengerutkan kening. Undangan pernikahan yang baru saja diberikan resepsionis tadi cukup membuatnya tergelitik namun, ia tetap akan menyampaikan pada majikannya. Tidak mungkin menyembunyikan undangan ini padanya."Keana," panggil Andri cukup lantang begitu memasuki unit apartement wanita berambut panjang itu."Apa, sih, lo! Teriak-teriak enggak jelas!" Keana yang sedang memasang bulu mata merasa terganggu tiba-tiba. Rasanya ingin sekali ia lempar asistennya itu dengan boots yang ada di sebelahnya. Memasang bulu mata itu butuh konsetrasi dan Andri sukses membuyarkannya begitu saja."Gue punya kejutan untuk lo." Andri nyengir tak berdosa. Menyerahkan undangan tadi pada sang wanita.Keana mendengkus tak suka namun tetap saja ia membacanya. Lama sekali ia membaca undangan pernikahan yang datang padanya. "Kapan sampainya?" Ia masih membolak balik undangan berwarna ivory dengan tinta g

DMCA.com Protection Status