Share

Part. 3

Penulis: Miss_Cha_Riyadi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Kala duduk dengan mencoba tenang. Ada gelisah yang menyusup namun coba dihalau dengan senyum kecil yang ia punya. Di depannya duduk pria yang mengenakan Polo shirt hijau pupus, tampak membolak balik berkas yang ia kenali sebagai data dirinya.

“Kamu enggak sayang ijazah kamu?” tanya pria itu dengan sedikit bertopang dagu. Berkas itu sudah diletakkan kembali di meja.

Satu dari banyak hal yang membuat Kala bingung harus merespon seperti apa.

“Pengalaman kerja kamu apa?”

Terutama bagian ini, paling membuat Kala ketar ketir sebenarnya.

“Tidak ada.”

“Tidak punya pengalaman, tapi lulusan sarjana.” Daru bergumam pelan, mengusap ujung dagunya penuh pertimbangan. “Apa yang membuat kamu mau bekerja seperti ini? I mean, baby sitter?Oh, sorry. Maksudnya... jadi pengasuh.”

“Saya butuh pekerjaan.” Kala menjawab dengan lugas.

Ia dengan jelas mendengar sang lawan bicara menghela napas panjang. “Butuh, ya.”

Walau hanya melihat dari sudut matanya, Kala yakin dengan sangat, kening pria itu berkerut. Mungkin pikirnya, tanpa pengalaman mana bisa dirinya diserahi anak untuk dijaga.

“Suka anak-anak?” tanya pria itu lagi.

Ada jeda beberapa detik sebelum Kala menjawab, “Suka.”

“Dalam skala 100, suka anak-anak nilainya berapa?” tanya Daru cepat.

“85, Pak.” Kala tak kalah cepat dalam menjawab.

“Bisa imbangi anak-anak kalau marah, emosional, egois, banyak mau, tidak bisa diatur?” Daru menatap lekat-lekat calon pengasuh anaknya ini.

Wanita berambut sebahu itu hanya mengangguk. Kala tidak tahu apa ini sebuah jawaban yang salah atau dirinya dalam screening tanpa kata.

“Jujur, Mbak... Kala atau Ta—”

“Kala,” potong Kala segera.

“Oke, Mbak Kala. Jujur saja, anak saya ini sangat pemilih. Tingkat adaptasinya terhadap orang lain, rendah. Agak pemarah, egois, dan gampang merajuk. Tapi saya butuh bantuan untuk menjaga selama saya bekerja.” Pria itu, yang tadi memperkenalkan diri sebagai seorang Andaru Aria, masih belum menurunkan tatapan menelisik pada wanita yang ada di depannya itu.

Hening menemani mereka.

“Kamu kenalan sama anak saya dulu, deh. Biar saya bisa menilai kamu lebih jauh.”

Kala mengangguk pelan, bangkit dengan segera ketika pria itu berdiri. Melangkah meninggalkan ruangan yang memang disediakan untuk proses interview antara calon klien dengan mitra.

Saat keluar ruangan, sosok yang mungkin dimaksud sang pria itu duduk di sana. Memainkan gadgetnya dalam diam. Sesekali rambutnya diusap lembut oleh wanita paruh baya yang Kala menduga, nenek sang gadis kecil.

Princess,” panggil Daru. Mereka berdua pun menoleh ke arah sumber suara. “Ini calon Mbak baru kamu. What do you think?’

Untuk pertama kalinya, mata mereka berdua mengudara. Bola mata secantik boneka itu memenuhi netra Kala dengan sempurna. Definisi cantik sedari kecil layak disemat pada gadis berponi itu. Kala yakin, dewasa kelak gadis kecil itu akan menjelma menjadi sosok yang demikian mengagumkan.

Good,” katanya. Kala mengerjap pelan. Tatapan itu langsung dialihkan kembali dengan sempurna pada benda pipih yang dibawa sang gadis.

“Siapa nama kamu, Nak?” Kali ini wanita paruh baya yang menemani sang gadis yang bicara.

“Kala, Bu.”

“Ehm... beliau ibu saya.”

Kala mana berani menoleh. Ia hanya menjawab dengan anggukan sopan.

“Silakan kamu coba berkenalan dengan anak saya. Saya beri ruang.”

Sejenak mata Kala memejam. Ia merasa dalam test yang dibuat oleh Daru cukup berat. Pengalaman Kala di belakang meja kantor saja, nol besar. Apalagi berhadapan dengan anak kecil. Namun, ia harap bisa melaluinya. Ia merapal satu kata, bismillah, sebelum melangkah. Merasa sudah diberi jarak oleh ayah sang anak, Kala berjalan mendekat dengan ragu yang besar. Ini pilihannya, tak boleh ada kata menyerah, kan?

“Hai,” sapa Kala ramah.

Gadis kecil itu hanya mendongak sesaat. Lalu mata seelok boneka langsung menatap layar tabletnya lagi. Tanpa respon apa-apa. Bahkan seringai kecil pun tak ada.

“Mbak mau kenalan, boleh?”

“Bukannya Mbak sudah kenal nama aku, ya? Kenapa harus kenalan lagi?”

Helaan kecil terembus sudah. “Nama Mbak, Kala. Nama Non?”

Atensinya mulai teralih, hanya sebuah tarikan kecil di sudut bibirnya yang Kala bisa lihat. “Kala? Nama Mbak aneh.”

“Kalau begitu, nama Non berarti bagus. Benar?”

“Iya. Nama aku Sheryl. Sheryl Amanta Versha.”

***

            Dalam kesepakatan yang ada, Kala diharuskan untuk tinggal di rumah calon majikannya. Tak bisa ditolak oleh Kala. Jadi, dua hari sejak kedatangan mereka, Kala berakhir di sini. Di depan gerbang hitam rumah tingkat dua yang tampak asri dari luar.

            Tadi pagi, Kala berpamitan pada keluarga Risa. Diiringi mata yang berkaca-kaca dari Risa, juga beberapa petuah dari ibunda Risa, pun peluk hangat dari anak sahabatnya yang berusia lima tahun. Abyan namanya.

            Kala masih ingat bagaimana Risa memperingatinya, kalau-kalau di sana ada yang berbuat buruk, maka ia akan menjemput Kala secara paksa. Tak peduli kalau harus ia harus menanggung akibatnya. Kala terkekeh mendengar hal itu. Katanya, Risa terlalu mengada-ada. Walau sebenarnya, hati Kala mendadak ciut juga.

            Belum lagi cerita Risa mengenai klien yang memutuskan memberi kesempatan pada Kala, betapa menyebalkan ketika klien itu menginginkan kriteria pengasuh untuk anaknya itu. Nyaris mendekati sempurna, kata Risa malam sebelum keberangkatan Kala. Wanita berambut sebahu itu hanya mengulum senyum, “Aku coba dulu, Sa. Enggak ada salahnya, kan? Toh, aku diberi kesempatan.”

            Decak kesal diterima Kala dari Risa. “Aku kayak enggak rela aja gitu.”

            “Ini cuma sekadar batu loncatan, kok. Aku bakalan apply pekerjaan yang sesuai juga.”

            Semoga pilihannya tak salah. Semoga. Hanya itu yang bisa Kala gelung dalam hatinya, agar langkahnya tak lagi ragu. Biarpun ia harus menghadapi majikan yang sepertinya memang merepotkan. Bagaimana tidak. Sepanjang perjalanan Kala hingga tiba di sini, berulang kali Daru mengirimkannya pesan. Mulai dari; nomor plat taksi online, nama drivernya, alamat kediaman Daru dalam ejaan yang benar jangan sampai keliru, hingga pertanyaan sepele, “Sudah sampai di mana, Mbak? Tanya sama pak supirnya.”

            Kala hanya mampu menghela napas panjang dengan rentetan pesan tersebut. Perjalanan hidupnya di Jakarta akan dimulai. Bel di ujung gerbang sudah Kala perhatikan sejak sekian menit lalu. Bismillah. Tak butuh waktu lama baginya, agar gerbang itu terbuka. Menampilkan sosok yang lebih muda darinya, tersenyum kelewat ramah menurut Kala.

            “Pasti Mbak Kala, ya?

            Wanita berambut sebahu itu hanya mengangguk canggung.

            “Saya Nina, Mbak.” Gadis bernama Nina itu mengulurkan tangannya. “Semoga Mbak kerasan, ya, di sini.”

            Disambutnya uluran tangan itu dengan hangat. Semoga, pilihannya kali ini tepat.

            “Mari, Mbak. Sudah ditunggu Ibu.”

            Kala mengimitasi langkah Nina. Beruntung baginya barang bawaannya hanya satu koper berukuran sedang dan tas yang bisa ia tenteng. Mulai memasuki rumah yang menurut Kala cukup mewah. Ketika pintu ukir kayu itu didorong pelan oleh Nina, aroma citrus menyapa Kala dengan lembut. Matanya disuguhkan dengan aneka furniture yang apik juga elegan.

            “Bu, Mbak Kala sudah sampai,” kata Nina.

            Wanita paruh baya yang dua hari lalu berkenalan dengannya, menyambut Kala dengan senyuman. “Ibu sudah khawatir takut kamu kesasar, Nak.”

            Bibir Kala mengurva separuh, “Alhamdulillah enggak, Bu.”

            “Ibu tunjukkan kamar kamu dulu, ya. Nanti Ibu ajak keliling rumah. Enggak keberatan, kan?”

            Sekali lagi, Kala tersenyum menanggapi. “Enggak, Bu.” Kini langkah Kala mengikuti arah yang ditunjukkan oleh sang tuan rumah. Kala masih ingat namanya, Anna Susetyo. Ibu dari majikannya sekarang.

            Mereka menyusuri lorong yang mengarah ke belakang rumah. Sepanjang mengikuti langkah seorang Anna, Kala memperhatikan sekeliling. Rumah ini besar, terkesan mewah tapi dibuat dengan nuansa asri. Banyak jendela besar yang terbuka, membuat siklus udara di setiap ruangan terasa nyaman.

            “Nah, ini kamar kamu. Di sebelahnya, kamar Sari. Nanti kamu kenalan, ya. Kebetulan Sari lagi belanja.” Anna membuka satu pintu, mendorongnya pelan, lalu mempersilakan Kala untuk masuk.

            Ruang yang akan menjadi kamar Kala cukup besar. Semua fasilitas di dalamnya tersedia; TV, kipas angin, single bad, juga satu meja yang sepertinya diperuntukkan untuk meja rias.

            “Nak Kala beresin barangnya dulu. Nanti temui Ibu di ruang makan, ya. Sheryl belum makan. Akhir-akhir ini anak itu sulit sekali makan,” keluh Anna namun kembali tersenyum saat matanya menatap Kala. Besar harapnya agar nanti Kala mampu mengimbangi Sheryl.

            “Iya, Bu. Nanti Kala segera ke sana.”

            Dalam hati Kala berdoa, semoga segala sambut ramah ini akan terus terjaga. Semoga ia bisa bekerja dengan penuh tanggung jawab. Dan semoga, apa yang menjadi misinya, terlaksana.

Bab terkait

  • Dicerai Karena Mandul   Part. 4

    “Mbak, tas aku di mana?”Kala menghirup udara sebanyak-banyaknya.“Mbak, aduh… jangan lama. Aku butuh tas aku. Sepatu aku aja belum dipakein. Nanti aku telat, Mbak!!!”Tidak ada yang bisa dilakukan Kala selain mempercepat langkahnya menaiki tangga menuju kamar Sheryl, “Sebentar, Mbak ambil.”Begitu menemukan tas berwarna pink dengan motif Unicorn, Kala langsung mengambilnya. Hari ini, hari pertama Sheryl masuk sekolah setelah libur semester genap. Ia mengecek sekali lagi kesiapan anak majikannya. Semalam, dirinya sudah mengingatkan dan membantu Sheryl untuk memasukkan buku tulis dan perlengkapan sekolah yang dibutuhkan. Dirasa cukup, Kala segera turun daripada harus mendengar anak itu berteriak lagi.“Sepatunya yang mana?” tanya Kala yang sudah menggendong tas pink itu.“Yang hitam ada di pojok.”“Lho, Sheryl… kenapa enggak ambil dan pakai sendiri sepatunya?” Anna menghela napas frustrasi. Cucunya ini sudah sangat di ambang batas kemanjaannya.“Aku mau sarapan, Eyang. Nanti enggak sem

  • Dicerai Karena Mandul   Part. 5

    Kala mengembuskan napas pelan. Saat ini dirinya mulai melangkah keluar ruangan yang cukup besar itu. Dilirik jam perak yang masih setia menemaninya, sebentar lagi waktunya Sheryl keluar kelas. Ia harus kembali ke ruang tunggu yang sudah biasa disambangi setiap hari. Berjalan sedikit cepat menuruni tangga agar dirinya segera tiba di sana. Ketika tiba di ruang tunggu, sudah banyak yang menunggu kepulangan putra dan putri mereka. Sebagian. Sebagian besar lagi, sama sepertinya. Menunggu anak majikannya pulang sekolah.Sebagian kecil Kala mengenal mereka. Dua minggu sudah rutinitas Kala mengantar dan menunggu Sheryl sekolah. Sebenarnya anak itu protes besar pada Eyangnya. Katanya, gadis itu sudah besar. Sudah tidak butuh Mbak menemani di sekolah. Akan tetapi, Anna hanya menanggapi protes itu dengan senyuman. Tidak menggubris sama sekali keinginan sang cucu yang ingin diantar dan dijemput saja, tanpa harus ditunggui seperti yang Kala lakukan sekarang.“Mbak Kala dipanggil Miss Rina, ya?”Wa

  • Dicerai Karena Mandul   Part. 6

    “Sheryl, sarapannya jangan buru-buru gitu, Nak.” Anna mengusap lembut puncak kepala sang cucu. Gadis kecil itu sedikit menegang dalam duduknya namun, mencoba bersikap biasa saja. Ia yakin banyak pertanyaan yang akan dilontarkan dari Eyang serta ayahnya. Makanya kenapa, ia buru-buru menyantap sereal berkuah manis itu. Sesekali, netranya melirik diam-diam ke arah pengasuhnya dengan gusar. Namun sepertinya, sang pengasuh asyik menyiapkan bekal di meja dapur. “Kemarin, Eyang diberitahu Miss Rina tentang kejadian di sekolah.” “Oh,” jawab Sheryl tanpa berani melihat ke arah Eyangnya. Persis seperti ketakutannya. Pasti nanti dirinya yang banyak mendapat ceramah. Seperti yang sudah-sudah. “Memang kamu ngapain di sekolah, Princess?” “Anka rebut pensil aku, Pa.” Sheryl mulai memelankan kunyahan pada serealnya. “Terus?” tanya Daru tanpa mengalihkan matanya dari sang putri. Pagi ini, sosok kecil yang menjadi sumber semangatnya, sangat cantik dengan kepang dua pada rambutnya. Dengan lugas, g

  • Dicerai Karena Mandul   Part. 7

    Embusan angin malam ini membuat Kala mengancingi cardigannya hingga batas teratas. Memeluk dirinya namun tak ingin beranjak dari tempatnya berdiri. Matanya menengadah, enggan memejam, dan memilih memanjakannya dengan hamparan bintang yang ada. Bulan tak lagi malu-malu menampakkan diri.Di sini, tempatnya berada sekarang, adalah tempat yang biasa Sari gunakan untuk menjemur pakaian. Sari salah satu pesuruh di sini, sama seperti dirinya dan Nina. Jika Nina ditugaskan untuk kebersihan rumah besar ini, lain halnya dengan Sari. Wanita yang lebih pendiam dari Nina ini diserahi tanggung jawab untuk masak serta mencuci dan setrika semua penghuni yang ada di rumah ini.Semua pekerjaannya sudah selesai. Mulai dari; memberi majikannya laporan baik lisan maupun tertulis, memastikan Sheryl meminum susu sebelum tidur juga meninggalkan anak itu yang sudah terlelap tidur, mengecek sekali lagi semua buku pelajaran dan PR Sheryl, juga menyediakan seragam agar nona mudanya di pagi hari tidak kelabakan m

  • Dicerai Karena Mandul   Part. 8

    Tiap kali Kala masuk ke dalam ruangan yang kini mulai familier dalam hidupnya, hanya ada satu pigura besar yang selalu menyita perhatiannya. Pigura itu memenuhi hampir separuh dinding bagian kanan yang sengaja tidak terhalang rak tinggi. Senyum yang terlukis, begitu menawan ditambah bola matanya yang sungguh indah. Kala mengakui itu sejak kali pertama mereka bersitatap. Anak ini dianugerahi hal yang membuat banyak orang kagum sekaligus iri di saat bersamaan. Dirinya sudah duduk di depan pria yang sudah mengenakan piyama tidurnya. Serius sekali membaca laporan yang ia sodorkan beberapa menit lalu. Kala sesekali menahan napas, masih mencoba menutup gugup takut-takut ada hal yang terlewat dalam laporannya. “Sheryl buat kamu repot, Mbak?” Kala mengerutkan k

  • Dicerai Karena Mandul   Part. 9

    "I hate you,"desis Sheryl tepat di sisi Kala saat dirinya turun dari SUV mewah milik sang ayah. Mendengar hal itu, hati Kala seperti dirajam ribuan kerikil tak kasat mata yang membuatnya memundurkan posisi tubuh.Wanita berambut sebahu itu mengambil udara sebanyak yang ia bisa. Mencoba menormalkan semua indera yang baru saja lumpuh sesaat karena kata-kata yang mengudara tadi. Dari sudut matanya, Kala bisa melihat anak itu berjalan anggun dengan tangan yang menggandeng sang ayah. Seolah apa yang baru saja terucap hanya sebuah kata tanpa makna, yang justru ditafsirkan lain oleh diri Kala sendiri."Nak Kala jangan jauh dari Sheryl, ya. Ibu khawatir," kata Anna yang membuat Kala berjengit saking kagetnya. Ketika ia menoleh, wanita paruh baya yang nampak anggun dengan setelan kebayamaroonsudah berada tak jauh dari tempatnya berdiri."Iya, Bu."Kala meyakini dalam hati, ini akan cukup sulit untuk dilakukan. Masih segar

  • Dicerai Karena Mandul   Part. 10

    Kala berusaha maksimal menormalkan laju jantungnya. Tiap kali ia entaskan rindu pada kedua orang tuanya—terutama Rianto, sang ayah—ibunya selalu bisa membuat ia kembali kerdil. Rindu yang demikian menyuruk harus susut karena beragam ucapan dari wanita yang mengandung dan melahirkannya itu. Setiap kali ditanya mengenai pekerjaannya, Kala tahu ia berdosa. Akan tetapi ia belum siap untuk mengambil risiko harus dipaksa kembali ke kampung halaman. Bukan karena ia sudah mulai merasa menikmati pekerjaannya. Sama sekali bukan. Kala memilih lebih baik di sini, ketimbang harus kembali mendengar banyak hal yang masih berlarian di kepalanya. Satu hal yang pasti ia rasakan sekarang. Pedih tanpa luka yang tercetak di kulitnya. Ketika di akhir telepon, ibunya berkata, “Bapakmu titip pesan, jaga diri baik-baik. Kamu itu sekarang ke

  • Dicerai Karena Mandul   Part. 11

    Dua hari sudah Sheryl bersikap dingin padanya. Emosi sang gadis kecil luar biasa menguji Kala. Seisi rumah bilang, dirinya adalah pengasuh tersabar yang masih bertahan untuk Sheryl. Kala menanggapinya dengan senyuman. Sebenarnya ia tak sesabar itu. Self healing yang ia lakukan menghadapi Sheryl cukup besar. Hanya saja ia tak mengeluh.Baginya, Sheryl seperti sebuah kotak penuh rahasia. Dasar dari kotak itu ingin segera ia temukan. Dulu, Kala pernah bermimpi menjadi seperti apa dengan gelar yang ia punya. Semuanya dilindapkan dengan cinta dan Kala sudah tak ingin menyesalinya. Makanya, ketika dihadapkan dengan seorang Sheryl, ia merasa seperti menemukan oase di padang tandus hidupnya. Mungkin sedikit lagi jika ia bersabar akan membuahkan hasil. Kala berharap sekali akan hal itu. Jiwa Sheryl baginya entah kenapa mendadak penting.Pagi ini Sheryl belum ada di meja makan. Majikannya dinas keluar kota sementara Ibu Anna, kemarin soreflightke Pa

Bab terbaru

  • Dicerai Karena Mandul   [Ekstra. 10]

    Hari berganti, bulan bergulir, tahun juga semakin bertambah angkanya. Namun satu hal yang tak lekang oleh waktu yang ada. Kebersamaan di rumah dua lantai yang kini tak pernah sepi lagi. Kadang suara Anna memenuhi sudut ruang di mana Nika yang terlalu aktif bergerak. Bocah tujuh tahun itu seperti kancil. Tak bisa diam. Entah dari mana asal energinya.Anna bukan takut ada sesuatu yang pecah atau terjatuh karena Nika. Tapi ia khawatir sang cucu terluka karena geraknya yang terlalu lincah ini. Berlarian ke sana ke sini, terkadang juga loncat tak keruan sembari tertawa riang. Untunglah Levant bisa menemani aktifitas Nika meski sang putri bungsu harus menunggu sampai kakak tengahnya pulang sekolah.Sementara Sheryl benar-benar disibukkan dengan kuliahnya. Levant juga mulai banyak kegiatan di sekolah. Kendati begitu, Sheryl tak pernah menyia-nyiakan waktu bersama keluarganya. Pun Levant. Tiap kali ada kesempatan kumpul bersama, pasti mereka lakukan dengan

  • Dicerai Karena Mandul   [Ekstra. 9]

    Kala menatap Nika yang sudah terpejam tidur penuh dengan sayang. Masih lekat dalam ingatannya bagaimana ia melahirkan putri bungsunya ini. Meski ada banyak drama, tapi rasa syukurnya tak pernah mereda. “Selamat tidur, Sayang. Mimpi indah.” Dikecupnya lembut kening Nika seraya berdoa, “Ya Allah, lindungi selalu anak-anakku dari mimpi buruk. Dari orang-orang yang berniat jahat. Dari orang munafik di sekitar mereka. Jadikan mereka anak-anak soleh dan solehah.”Membenahi ujung selimut Nika terpasang dengan benar, merapikan buku-buku yang sempat diberantaki Nika, pun memastikan suhu ruang kamar ini nyaman, Kala pun keluar kamar. Yang mana ternyata sudah ditunggu oleh Daru.“Belum tidur?” tanya Kala yang berhati-hati menutup pintu kamar Nika.“Mana bisa tidur kalau Ibu enggak ada.” Daru merajuk persis seperti Levant. Makanya sering sekali Kala berseloroh, kalau suaminya menjelma menjadi sang

  • Dicerai Karena Mandul   [Ekstra. 8]

    Meski di dalam SUV mewah sang ayah suasana ribut dan berisik, tapi masih ada relung senyap yang Sheryl punya. Walau sesekali mulutnya meminta Levant untuk tak meledek adik bungsunya, yang entah dari mana tingkah usil Levant ini makin jadi, tetap saja relung itu terkadang minta perhatian.Kekosongan itu sengaja ia adakan di hati untuk memenjarakan sosok Keana di sana.Sosok yang seharusnya ada saat ia sedih, khawatir, kesepian, bacakan dongeng, siapkan sarapan, serta segala macam aktifitasnya kala kecil dulu. Seperti sosok wanita yang duduk di samping ayahnya; yang tak pernah terlambat menemaninya melakukan apa pun meski kedatangannya saat ia berseragam merah putih. Bukan dengan seragam TK atau malah waktu di mana ingatannya belum terlalu sempurna.Perjalanan menuju salah satu mall di wilayah Jakarta Pusat tak butuh terlalu lama ditempuh. Begitu di area parkir, Daru meminta Levant dan pengasuh Nika untuk masuk terlebih dahulu ke

  • Dicerai Karena Mandul   [Ekstra. 7]

    Dulu demi memancing agar Sheryl bicara, Kala butuh banyak usaha. Kali ini, Sheryl dengan mudahnya mengatakan apa pun terutama apa yang terjadi padanya pada Kala. Mulai dari kegiatannya di sekolah sampai temannya yang menurut gadis beranjak remaja ini menyebalkan. Ada saja bahan cerita yang Sheryl bawa untuk Kala. Baginya bicara dengan sang ibu menyenangkan. Tak seperti sang ayah yang lebih sering meledeknya.Terutama hubungan dengan lawan jenis.“Papa kenapa, sih, Bu?” Sheryl melipat tangannya di dada. Wajahnya cemberut. Sorot matanya menyimpan kejengkelan.“Kenapa lagi sama Papa?” Kala melipat senyumnya. Diulurkan tangannya demi untuk merapikan rambut panjang sang putri yang agak berantakan.“Aku ditanya tentang Noah. Memangnya aku ini temannya? Sejak kapan aku menjadi teman Noah Narendra?”“Susunya diminum dulu, ya?”“Aku bukan

  • Dicerai Karena Mandul   [Ekstra. 6]

    Kehamilan kedua saat itu memang agak riskan bagi Kala. Usianya yang tak lagi muda membuat ia memiliki rasa khawatir meski tak sebesar bahagia yang menyelimutinya. Dokter bilang, “Selama Ibu jaga kandungan, kondisi, dan asupan makanan, insyaAllah akan baik-baik saja.”Bagi Kala, segala hal yang tercurah dalam hidupnya sekarang lebih dari sekadar anugerah. Apa yang ia harap selama ini, jutaan do’a yang ia hatur dalam tiap sujudnya terjadi dengan begitu mudah. Seolah tanpa beban Tuhan beri keinginan itu saat Kala melepas segalanya. Di saat ia merelakan dirinya sebagai seorang wanita yang tidak memiliki anak. Cukuplah Sheryl baginya sebagai ajang pamer.Persis saran Risa padanya kala itu.Maka saat kehamilan pertamanya terjadi, bahagia itu bukan hanya miliknya. Tapi seluruh keluarganya. Nita dan Rianto sering berkunjung ke Jakarta demi melihat pertumbuhan cucu pertama mereka. Selayaknya nama yang Kala beri pada an

  • Dicerai Karena Mandul   [Ekstra. 5]

    Pria itu masih mematung di depan setir mobil. Ada sebongkah ragu sebelum ia memutuskan untuk benar-benar turun dan berjalan menuju tempat diadakannya fare wall party seorang Andaru Aria. Hari ini, rekan kerjanya mengundurkan diri. ia memilih meneruskan usaha yang memang sudah ia rintis ketimbang berjibaku di bawah komando orang lain.Ada segunung penasaran yang mendera hati pria itu. terutama kata-kata yang sangat menggangunya sejak tadi pagi."Saya pasti kehilangan Pak Daru dalam pekerjaan." Ia mengatakan kejujuran. Rekan kerjanya kali ini, sangat berdedikasi dalam pekerjaan."Pak Janu bisa saja. Saya memang sudah berniat mengundurkan diri sejak lama tapi waktunya selalu benturan. Kebetulan istri manjanya enggak ketulungan minta ditemani terus di rumah.""Hormon ibu hamil beda, Bos," celetuk Denny, asisten seorang Andaru Aria. "Mbak Kala segitu independent-nya pas manja tuh lucu banget enggak, sih.""Ja

  • Dicerai Karena Mandul   [Ekstra. 4]

    “Lho, Nak, Kala mana?”Giliran Daru yang kebingungan ditanya seperti itu. Sejak keluar kamar ia memang memilih merapikan berkas di ruang kerjanya dulu baru menuju ruang makan. Biasanya sang istri dibantu Sari sedang menyiapkan sarapan. Tapi pagi ini, sosoknya tidak ada.Ditambah pertanyaan ibunya barusan.“Mungkin di kamar Sheryl.” Hanya itu yang bisa Daru jawab.“Pagi, Eyang. Pagi, Papa.”Sheryl, penuh riang mendekat ke arah ayahnya juga sang nenek. Memberi kecup selamat pagi sebelum memulai sarapan. “Lho, Ibu mana?”Mereka semua saling pandang. Daru tanpa perlu menunggu komando segera naik ke lantai dua, menuju kamarnya.“Kala,” panggil Daru pelan. Pintu kamarnya agak sedikit terbuka. Saat ia mendorongnya, suasana kamarnya masih sama seperti saat ia tinggalkan. Sudah rapi namun tidak ada sosok istrinya

  • Dicerai Karena Mandul   [Ekstra. 3]

    Kala lelah? Pasti. Tapi hatinya senang sekali karena selain pesta pernikahan yang dulu pernah ia impikan, diwujudkan sempurna oleh suaminya. Pun kemauan dirinya mengenai kamar pengantin. Walau sempat mendapat protes, tapi Kala kembali bisa membuat suaminya menuruti.Tak ada kamar pengantin di tempatnya menghabiskan malam pertama setelah sah menjadi suami istri. Padahal pihak hotel sudah menawarkan paket paling lux pada Kala namun, ia menolak. Daru sebenarnya tidak mengerti jalan pikiran Kala. Bukan kah perempuan itu akan takjub melihat betapa cantik kamar pengantin dihias?Ingin sekali Daru bertanya namun, senyum dan raut sedih terpancar di wajah cantik Kala. Ia tak mau bertanya lebih jauh. Mungkin nanti, ketika suasana istrinya sudah lebih baik, ia akan tanyakan mengenai hal ini.“Capek?” tanya Daru ketika sudah memasuki kamar, menoleh sekilas pada istrinya yang kini menunduk sembari melepaskan sepatu tingginya. Membuat

  • Dicerai Karena Mandul   [Ekstra. 2]

    BALIPria itu mengerutkan kening. Undangan pernikahan yang baru saja diberikan resepsionis tadi cukup membuatnya tergelitik namun, ia tetap akan menyampaikan pada majikannya. Tidak mungkin menyembunyikan undangan ini padanya."Keana," panggil Andri cukup lantang begitu memasuki unit apartement wanita berambut panjang itu."Apa, sih, lo! Teriak-teriak enggak jelas!" Keana yang sedang memasang bulu mata merasa terganggu tiba-tiba. Rasanya ingin sekali ia lempar asistennya itu dengan boots yang ada di sebelahnya. Memasang bulu mata itu butuh konsetrasi dan Andri sukses membuyarkannya begitu saja."Gue punya kejutan untuk lo." Andri nyengir tak berdosa. Menyerahkan undangan tadi pada sang wanita.Keana mendengkus tak suka namun tetap saja ia membacanya. Lama sekali ia membaca undangan pernikahan yang datang padanya. "Kapan sampainya?" Ia masih membolak balik undangan berwarna ivory dengan tinta g

DMCA.com Protection Status