“Itu hal yang sangat normal, kan?” Brama bertanya dengan nada heran, seakan dia tidak mengerti keterkejutan semua orang itu.Kebanyakan keluarga seperti mereka akan melakukan perjanjian pisah harta sebelum menikah. Dengan tujuan untuk melindungi aset masing-masing. Dan untuk menghindari adanya kehilangan harta kalau seandainya terjadi perceraian.Bahkan ayah dan ibu Kiara sendiri melakukan itu. Namun, keluarga Brama tidak menerapkan sistem itu. Kiara menyentuh lengan Brama dengan gemetar. Wajahnya nyaris tidak bisa tersenyum lagi sekarang.“Kamu menghina kami?” Ayah Kiara tidak terima. “Sepertinya hanya sebatas ini keseriusan keluarga kalian! Kalaupun tidak dengan Brama, Kiara masih bisa memilih laki-laki lain di luar sana!”“Pa, bukan begitu maksud Brama. Perjanjian pisah harta ini, adalah kesepakatan kami berdua. Brama sudah bilang sebelumnya. Dan setelah menimbang semuanya aku rasa itu adalah keputusan yang bijak.”“Kiara! Kamu ini masih muda! Belum tahu apa yang penting! Ma
"Keluarga mereka terlalu serakah!"Ayah Brama mendengus marah. “Mereka pikir, mereka bisa mendapatkan saham Abiyasa semudah itu?! Jangan mimpi!”Setelah pertemuan tadi, pada akhirnya orangtua Brama dan Kiara menemukan titik tengah untuk membicarakan kembali mas kawin itu setelah acara pertunangan.Itupun terjadi setelah Kiara dan Brama kembali ke ruangan itu dan Kiara mengatakan kalau mereka berdua membatalkan perjanjian pisah harta itu.Saat Kiara mengatakan itu, Brama hanya diam saja tidak membantah. Kiara akhirnya lega melihat semuanya berakhir dengan cukup aman. Setidaknya, Brama tidak lagi berusaha untuk menentangnya lagi. Meskipun dia berbohong ke keluarganya tentang perjanjian itu. Pembicaraan panjang melelahkan itu akhirnya selesai dan mereka pulang ke rumah.Brama sengaja tidak membawa supir hari itu dan memilih mengemudikan mobil sendiri.Orangtuanya duduk di belakang masih menggerutu dengan semua yang terjadi tadi.Ibu Brama menyandarkan kepala ke jendela, matanya
Brama tersenyu misterius. “Suruh HRD untuk bilang kalau kau menolak perubahan gaji itu.”“Kalau karyawan protes?”Sistem gaji itu tidak bijak dari sisi perusahaan, karena di satu sisi mereka sudah memberikan gaji dan bonus yang cukup besar, terutama bila dibandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis.Tetapi, masalah gaji dan bonus, tentu saja karyawan akan antusias menerima berita baik itu. Kalau setelah ini Brama yang menolak, bukan tidak mungkin ada suara tidak puas yang muncul di karyawan.“Biarkan saja. Semakin banyak api semakin bagus.” Dia berniat mengguncang perusahaan untuk mengokohkan posisinya. Semakin banyak badai akan semakin bagus untuk rencananya.“Kamu benar-benar ambil risiko kali ini. Rencanamu yang sebelumnya jauh lebih berhati-hati dari ini. Meski waktunya lebih panjang tapi kemungkinan gagalnya lebih kecil.”“Aku tidak punya banyak waktu.” Di benaknya langsung terbayang wajah Rinjani. Suka atau tidak, Brama harus mengakui kalau posisi Rinjani di hatinya jau
Hari demi hari berlalu. Kevin semakin menggembangkan kekuasaannya di perusahaan itu. Sikapnya yang sangat royal membuat karyawan juga mulai menjilatnya.Pujian demi pujian membuat Kevin semakin lupa diri. Sekarang, setiap omongan Natasha dianggap seperti ejekan untuknya.Setiap kali Natasha berusaha mengajari atau memberikan informasi Kevin selalu menganggap itu seperti sebagai tantangan. “Berhenti mengguruiku! Bilang ke bosmu untuk berhenti mengaturku. Aku sudah mengerti semuanya. Ingatkan dia untuk menyetujui sistem gaji yang baru itu.”“Tapi pembagian gaji yang sekarang itu sudah cukup tinggi. Kalau ditambah tanpa ada alasan yang jelas, itu akan membuat biaya operasional membengkak tanpa ada keuntungan.”“Kamu pikir aku ini bodoh?!” Kevin menunjuk bahu Natasha dan mendorongnya ke belakang. “Aku tahu itu! Tapi dengan gaji yang lebih besar, karyawan juga akan lebih semangat bekerja!”Natasha mendengus mendengar itu. Dia sendiri adalah karyawan dan dia mengerti betul pola piki
Kiara melotot mendengar ucapan Kevin itu. Sementara Brama masih tidak bereaksi, Kiara sudah lebih dulu emosi mendengar itu.“Pergi! Kamu nggak diundang!” serunya tertahan.Untungnya suara Kiara tidak begitu keras, ditambah suasana juga sedang penuh dengan suara orang berbincang-bincang, hanya beberapa orang saja yang menoleh ke arah mereka.Brama menahan Kiara dan menariknya mundur. “Jangan membuat keributan yang tidak perlu.”Kiara mendelik marah ke arah Kevin lalu menoleh ke Brama dengan tidak puas. “Kenapa anak haram papamu bisa datang ke acara ini?” tanyanya kesal.Di kalangan mereka, keberadaan anak haram bukanlah sesuatu yang baru. Demi mencari pasangan yang setara, seringkali pernikahan itu hanya pernikahan bisnis, di mana baik pria maupun wanita berhak mencari kesenangan lain di luar sana.Meski selalu ada peringatan agar tidak memiliki anak lain di luar sana, tetapi seringkali itu tidak bisa terpenuhi.Entah karena simpanan yang mengincar kedudukan yang lebih
Rinjani melihat semua berita aitu sejak awal dengan tatapan yang sulit diartikan. “Jadi ini rencanamu?” gumamnya lirih.Sekarang, dia menyadari kalau dia sudah bodoh khawatir dengan Brama. Pria itu sama sekali tidak butuh simpati dari orang lain. Lebih baik dia fokus dengan proyek yang ada di depan mata.“Aku akan ke lapangan hari ini untuk memeriksa semuanya. Kalau ada yang urgent, hubungi saja aku, aku pergi dulu.”Hari ini jadwalnya meninjau kembali ke lapangan, karena itu dia mengenakan pakaian ringkas yang memungkinkan dia bergerak bebas.Celana bahan hitam dengan kemeja longgar yang tetap terlihat resmi tapi tidak menghalangi geraknya.Sepatu hak tingginya juga diganti dengan sepatu kets bertali.“Oke, Rin. Beres.”Saat perjalanan ke luar dia melihat Kiara berjalan cepat masuk ke dalam kantor mereka dengan wajah cemas.Rinjani hanya menggelengkan kepala melihat itu. Di lantai atas, Kiara mendorong pintu kantor Brama tanpa mengetuk. Wajahnya pucat, garis-garis kecemasan t
“Kenapa semua berita itu bisa bocor?! Apa kerjaanmu sebenarnya?”Brama hanya tertawa kecil mendengar amarah ayahnya itu."Kamu pikir ini lelucon?!" Ayahnya menghantam meja kayu eboni dengan tinju. "Berita ini sudah jadi headline di semua portal bisnis! Sampai sekarang, saham sudah turun 10%!"Belum selesai sampai di sana, ayah dan ibunya sudah mendatanginya ke kantor. Tidak lama setelah Kiara pulang dengan penuh protes, gantian orangtuanya yang menodongnnya ke kantor.Brama hanya bisa menerima kedatangan itu dan semua omelan yang keluar dari mulut ayahnya. Brama memutar tubuhnya perlahan. Cahaya sore membelah wajahnya, separuh terang separuh gelap. "Yang membuat masalah bukan aku, semua skandal ini dimulai karena papa, kan?”Wajah Ayah Brama memerah. “Kamu menyalahkan papa?”“Semua skandal ini tidak muncul ke publik kalau papa tidak dengan bangganya memperkenalkan Kevin di acara pertunanganku dengan sebangga itu, tidak akan ada omongan semacam ini.”“Kamu harusnya bisa menutup
“Tekanan darahnya naik, sebaiknya dirawat beberapa hari dulu untuk melihat apakah ada penyakit lain.” Setelah dokter memeriksa ayahnya akhirnya ayahnya harus diopname di rumah sakit.“Terima kasih, Dok.”Brama duduk di kursi dekat ayahnya, tubuhnya membungkuk, kedua siku bertumpu di lutut, tangan menggenggam erat. Untuk pertama kalinya, ia memperhatikan kerutan di wajah ayahnya, punggung yang tak lagi tegak, dan tangan yang dulu perkasa kini gemetar.Ternyata ayahnya sudah tua. Dia tidak menyangka kalau ayahnya tidak akan kuat lagi baru mendengar kabar semacam itu saja.Dengan posisinya, ayah Brama sudah mendapatkan berbagai macam berita dan keadaan yang mengejutkan, badai yang jauh lebih kencang daripada sekedar saham Harusnya berita ini bukan apa-apa.Tetapi, ternyata dia salah. Ayahnya bukan lagi seorang pemimpin Abiyasa Grup yang siap pasang badan menghadapi semua masalah di perusahaan."Pa, aku akan mengurus masalah ini, papa istirahat saja." Suaranya serak. "Apa papa pu
***Andre masuk ke ruang kerja Brama dan langsung mengenyitkan hidungnya. Tirai jendela tertutup rapat, mengurung asap rokok yang menggantung di udara. Tumpukan dokumen berserakan di atas meja, beberapa halaman tercecer di lantai, diinjak oleh sepatu mahal yang tak pernah lagi diseka ke lusuhnya.Brama mengetik dengan kecepatan gila, jari-jarinya menari di atas keyboard seperti orang kesurupan. Layar komputernya memancarkan cahaya biru yang menyayat mata, memantulkan bayangan wajahnya yang semakin tajam—pipinya cekung, mata berkantung hitam, rambut acak-acakan."Kamu nggak tidur semalaman lagi?” Andre membuka pintu yang menghubungkan ke balkon luar untuk mengeluarkan semua asap rokok itu. “Ini sudah pagi, Bram.”"Aku tahu jam berapa sekarang," Brama menjawab tanpa menoleh, suaranya serak.Andre masuk, menginjak dokumen yang tergeletak di lantai. "Om menelepon lagi. Dia marah—" "Biarkan dia marah." Brama menyela, menekan tombol save dengan keras. “Kalau bisa marah berarti dia masih s
Rinjani terdiam. Dia masih merasa berat menerima uang itu karena itu bukan haknya. “Jangan membuatku merasa bersalah. Aku tidak membantu kamu apapun kalau kamu bahkan menolak ini.”Jagat berjanji ini adalah kerja sama, tapi dengan apa yang terjadi dia merasa tanggung jawab yang harus dipikul Rinjani jauh lebih berat.“Kamu bisa menggunakan uang ini untuk membayar biaya penalty itu, daripada kamu terus-terusan nggak nyaman di kantor itu.”Jagat menawarkan.Rinjani terdiam. “Sayang uangnya,” gumamnya. Apalagi ini bukan uang yang dia hasilkan. Kalau dipakai begitu saja dia akan merasa sangat berhutang.“Kita sekarang adalah suami istri, uangku adalah uang kamu. Kalaupun kamu memakai uang itu, itu nggak akan mengganggu keuangan keluarga kita.”“Bukan itu masalahnya.”“Aku bisa menunjukkan semua uang yang aku punya beserta aset dan investasi supaya kamu tenang.”Jagat benar-benar mencoba terbuka pada Rinjani. Namun, Rinjani buru-buru menolak.“Sekarang, ini aku simpan, nanti akan aku
Jagat tersenyum ringan. “It’s okay. Aku sudah tahu ceritanya kok. Kamu juga tahu pernikahanku dengan Rinjani seperti apa. Aku bisa mengerti hal seperti itu.”Celia menghembuskan napas lega melihat reaksi Jagat yang cukup santai."Dengar baik-baik," Celia menunjuk Jagat dengan garpu. "Perlakukan Rinjani dengan baik! Kalau kamu sakiti Rinjani, aku akan—""Celia!" Rinjani memotong.“Nggak papa.” Jagat menenangkan Rinjani. “Aku tahu, aku pasti akan memperlakukan dia dengan baik. Kamu tenang saja.”Celia mengacungkan jari jempolnya ke arah Jagat. “Aku harap kamu tepati janji itu.”Jagat tertawa, ketegangan sedikit mencair. Suasana makan malam itu menjadi menyenangkan karena Jagat juga pandai membawa suasana.Selesai makan malam, Jagat permisi ke kamar mandi meninggalkan Celia bersama Rinjani di sana.“Not bad,” gumam Celia tiba-tiba.“Apanya?” Rinjani menyuapkan tiramisu ke mulutnya dengan wajah bingung.“Jagat.” Celia menjelaskan. “Dia jauh lebih supel daripada Brama, dan yang terpent
Dunia seakan berhenti berputar saat itu untuk Brama. “A-apa?”Dia meragukan pendengarannya sendiri.“Aku sudah menikah," ulang Rinjani lagi lebih tegas.“Nggak! Kamu bohong!”Rinjani menggelengkan kepalanya. “Aku serius. Aku sudah menikah dengan Jagat.”"Kapan?" suara Brama serak.Rinjani tidak segera menjawab. Dia mengambil jaketnya dari kursi, bersiap pergi. Di ambang pintu, dia berhenti."Beberapa minggu lalu, aku harap kamu bisa berbahagia untuk aku.”Pintu tertutup pelan.Brama tetap berdiri di tengah kamar, tangan menggenggam erat bingkai tempat tidur hingga buku-buku jarinya memutih.Berbahagia katanya? Bagaimana dia harus berbahagia mendengar semua itu? Bohong! Rinjani pasti bohong! Dia tidak percaya ini! Rinjani sama sekali tidak ada mengambil izin apapun beberapa saat ke belakang.Kapan dia punya waktu untuk menikah?Brama mencari semua alasan kalau Rinjani hanya berbohong, tapi tangannya gemetar saat itu.Ekspresi wajah Rinjani tadi terbayang-bayang di depan wajahnya d
Layar komputer Brama memancarkan cahaya biru yang menerpa wajah pria itu. Tangannya mengetik cepat, sementara di sebelahnya, tumpukan laporan keuangan dan dokumen analisis pasar berserakan. Di sudut meja, secangkir kopi yang sudah dingin tak tersentuh.Wajah Brama sedikit pucat dan perutnya mulai terasa perih tapi dia menolak untuk berhenti.“Bram, kamu mending istirahat dulu. Wajahnya sudah betul-betul pucat.” Andre mengingatkan.“Sedikit lagi ini semua selesai. Aku tidak bisa berhenti sekarang.”Andre menggaruk alisnya kehabisan akal. Semenjak kejadian itu Brama benar-benar bekerja keras untuk mengembalikan kembali stabilitas perusahaan. Saking fokusnya bahkan makanan yang dibeli tadi siang belum sempat di makan Brama hingga sekarang.“Kalau begitu aku akan membeli makanan untukmu. Makanan yang di atas meja itu sudah dingin. Setelah pemberitaan saham miliknya ditambah dukungan keluarga Kiara, dan dibantu dengan laporan keuangan yang positif membuat kondisi saham perlahan mula
Setelah semua masalah itu, akhirnya orangtua Kiara juga tidak bisa menahan diri lagi dan menyuruh Brama datang ke rumah mereka. Ditodong pertanyaan begitu, Brama menjawab dengan tenang. "Masalah utamaku sederhana," ujar Brama sambil memutar gelas di tangannya. "Aku tidak punya saham cukup untuk mengendalikan perusahaan.”“Ya, kapan papamu akan memindahkan saham itu atas namamu? Karena kalau begini aku tidak melihat kemungkinan kamu bisa tetap menjadi direktur utama.”“Om tenang saja, aku sudah memiliki saham cukup sekarang.” Brama menjelaskan. “Aku akan menyelesaikan masalah ini secepatnya, proyek itu tidak akan ada masalah.”“Seberapa yakin kamu?”“Aku cukup percaya diri, tapi ....” Brama menahan ucapannya.Ayah Kiara menunggu jawaban pria itu dengan sabar. "Akan lebih meyakinkan kalau keluarga Natapradja juga memberikan saham untuk Kiara, dan mempublikasikan itu ke publik. Itu akan menunjukkan kepercayaan Om ke relasi ini dan meyakinkan pemegang saham juga kalau Natapradja it
Pintu kantor Brama tertutup rapat ketika Rinjani masuk. Cahaya dari jendela memanjang di atas meja kerjanya yang berantakan dengan dokumen.“Bapak memanggil saya?”Sejak hubungan mereka berubah, sebutan Rinjani ke Brama juga berubah-ubah sesuai dengan suasana pada saat itu. Karena profesionalitas yang terkadang masih tercampur dengan sisa rasa."Aku butuh laporan proyek-proyek berhasil beserta keuntungannya sepanjang kuartal ini," ujar Brama tanpa menoleh, jarinya mengetuk keyboard dengan cepat. "Susun rapi untik dipublish besok."Rinjani mengangguk, meski tahu Brama tidak melihatnya. "Aku sudah siapkan draft-nya. Tinggal diperinci lagi."Brama akhirnya memandangnya, matanya dingin seperti es. "Bagaimana dengan proyek yang kamu pegang sekarang? Progress?""Semua sudah dimulai. Tahap satu berjalan lancar," jawab Rinjani, berusaha tenang. "Semua masalah di lapangan juga sudah diperiksa. Seharusnya ini bisa berjalan lancar sampai selesai.”Rinjani benar-benar meneliti semuanya dan me
Di saat Rinjani kebingungan dengan peran barunya sebagai istri, keesokan harinya keadaan tidak banyak berubah antara dia dan Jagat.Karena keadaan ibu Jagat, Jagat harus terus tidur di rumah sakit. Sehingga tidak ada pembahasan di mana mereka akan tinggal dan bagaimana menghadapi rumah tangga yang dibangun dadakan itu.Beberapa hari setelah itu, Rinjani juga mulai fokus kembali ke pekerjaannya. Apalagi semua skandal itu membuat dia semakin sibuk di kantor.Hari ini akhirnya Brama memutuskan untuk memberikan klarifikasi ke media tentang semua masalah yang terjadi. Rinjani harus membantu menyiapkan semuanya.Acara itu mereka lakukan di kantor dan sehingga semua tempatnya juga harus disiapkan.“Pak Kevin, nanti juga usahakan menjawab dengan diplomatis.” Rinjani menyerahkan brief yang sudah dia siapkan untuk Kevin. “Dua jam lagi di mulai, perhatikan lagi apa yang boleh dan nggak boleh disampaikan ke publik.”Dia juga menyerahkan brief ke Brama sebagai formalitas. Tahu pria itu hanya ak
Kondisi menjadi benar-benar kacau. Radit membantu membawa ayah Jagat untuk diperiksa dokter, Rinjani juga langsung menenangkan Jagat.Orangtuanya yang berurusan dengan penghulu dan juga saksi. Semuanya terjadi begitu cepat sampai Rinjani tidak bisa berpikir rasanya.Jagat bagai pria yang kehilangan jiwanya saat itu. Dia menatap ke pintu tempat ibunya diperiksa kemudian ke arah ayahnya dibawa Radit.“Rin, bagaimana kalau aku kehilangan kedua orangtuaku?” gumamnya kosong.“Semuanya akan baik-baik saja, aku yakin Om dan Tante akan kuat.” Jagat menghela napas panjang, sekarang bernapas saja terasa berat untuknya. Rinjani hanya bisa mengusap punggung pria itu berupaya menenangkan.Rinjani menatap jauh ke depan dengan tatapan bingung. Kenapa semua ini terjadi dengan begitu tiba-tiba? Saat itu, dia melihat seorang perempuan beramput pendek menatap ke arah mereka.Perempuan yang sama dengan yang dia lihat beberapa waktu lalu saat ibu Jagat dioperasi.Rinjani hafal wajahnya karena ekspr